• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN SELULOSA HIDROKSI METIL ESTER LEMAK SAWIT DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD) DISERTASI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN SELULOSA HIDROKSI METIL ESTER LEMAK SAWIT DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD) DISERTASI."

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN SELULOSA HIDROKSI METIL ESTER LEMAK SAWIT DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)

DAN ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD)

DISERTASI

Oleh

EKA NURYANTO 078103003/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

(2)

PEMBUATAN SELULOSA HIDROKSI METIL ESTER LEMAK SAWIT DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)

DAN ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD)

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Program Studi Doktor Ilmu Kimia

pada Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

EKA NURYANTO 078103003/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

(3)

PENGESAHAN DISERTASI

Judul Disertasi : PEMBUATAN SELULOSA HIDROKSI METIL

ESTER LEMAK SAWIT DARI TANDAN

KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD)

Nama Mahasiswa : EKA NURYANTO Nomor Induk Mahasiswa : 078103003

Program Studi : Doktor Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Promotor

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D

Dr. Ir. Tjahjono Herawan, M.Sc

Co. Promotor Co. Promotor

Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil

Ketua Program Studi, Dekan FMIPA,

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Dr. Sutarman, M.Sc.

Tanggal lulus pada sidang ujian terbuka : 07 September 2012

(4)

Telah diuji pada sidang ujian terbuka Tanggal : 07 September 2012

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Anggota : 1. Dr. Ir. Tjahjono Herawan, M.Sc

2. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M. Phil 3. Prof. Dr. Tamrin, M.Sc

4. Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc 5. Prof. Dr. Yunazar Manjang

(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMBUATAN SELULOSA HIDROKSI METIL ESTER LEMAK SAWIT DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)

DAN ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD)

DISERTASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya disertasi ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Juni 2012

EKA NURYANTO NIM 078103003

(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : EKA NURYANTO

NIM : 078103003

Program Studi : Doktor Kimia Jenis Karya Ilmiah : Disertasi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Disertasi saya yang berjudul:

Pembuatan selulosa hidroksi metil ester lemak sawit dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Dan Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non- Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Disertasi saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juni 2012

EKA NURYANTO

(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut Gelar : Drs. Eka Nuryanto, M.Si.

Tempat dan Tanggal Lahir : Cirebon, 14 Januari 1968 Alamat Rumah : Jl. Benteng no. 60 Deli Tua Telepon/Faks/HP : +62617030874 / +62811634213

e-mail : eka_nuryanto_ppks@yahoo.com

Instansi Tempat Bekerja : Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Alamat Kantor : Jl. Brigjen Katamso no 51 Medan 20158 Telepon/Faks : +62617862477 / +62617862488

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri Larangan II Cirebon Tamat : 1980 SMP : SMP Negeri 6 Cirebon Tamat : 1983 SMA : Sekolah Analis Kimia - ITB Bandung Tamat : 1987 Strata-1 : FMIPA Kimia - ITB Bandung Tamat : 1993 Strata-2 : PPs FMIPA Kimia - ITB Bandung Tamat : 2001

(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini, kami dengan tulus dan ikhlas menyampaikan ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr Ir H. Witjaksana Darmosarkoro, Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit, yang telah memberikan ijin dan kesempatan sehingga kami dapat melaksanakan Program Doktor pada Program Studi Doktor Ilmu Kimia Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya disertasi ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr.

dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), SpA (K), Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc., Ketua Program Doktor Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Prof.

Basuki Wirjosentono, MS, PhD, beserta seluruh Staf Pengajar dan karyawan pada Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kimia.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD. selaku Promotor/

Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan dorongan dan bimbingan, demikian juga kepada Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phil dan Dr. Ir. Tjahjono Herawan, MSc, selaku Co. Promotor/Pembimbing Lapangan yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing kami hingga selesainya penelitian ini.

Seluruh rekan-rekan kerja di Pusat Penelitian Kelapa Sawit yang telah banyak membantu baik di labortorium maupun administrasi.

Kepada seluruh keluarga, Bapa, Mimi, Mimi De, Mama De (almarhum), Istri, dan anak-anak tercinta, terima kasih atas segala pengorbanan baik berupa

(9)

moral maupun materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT, semoga menerima amal baiknya dan melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua, amin.

Medan, Juni 2012

Eka Nuryanto

(10)

PEMBUATAN SELULOSA HIDROKSI METIL ESTER LEMAK SAWIT DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)

DAN ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD) ABSTRAK

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan salah satu limbah padat Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang jumlahnya hampir sama dengan jumlah Minyak Sawit Mentah/Crude Plam Oil (CPO) yang dihasilkan. TKKS mengandung selulosa yang sangat tinggi sehingga TKKS dapat digunakan sebagai sumber selulosa yang potensial.

Turunan selulosa dari TKKS yang dapat dibuat adalah selulosa asetat. Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) merupakan hasil samping dari Pabrik Minyak Goreng Kelapa Sawit (PMGKS) yang jumlahnya sekitar 3,5 % dari CPO yang diolah. ALSD mengandung sekitar 50 % asam lemak sawit tak jenuh yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan senyawa epoksi. Reaksi antara selulosa asetat dengan epoksi ester lemak sawit diharapkan diperoleh produk biopolimer yang dapat bermanfaat dan bernilai ekonomis. Pemisahan asam lemak jenuh dan tak jenuh di dalam ALSD dilakukan dengan alat Short Path Distillation Molecular Plant type KDL 5 , kondisi optimum untuk pemisahan ini adalah pada suhu wiper 350 oC dan suhu evaporator 200 oC. Proses epoksidasi asam lemak tak jenuh hasil pemisahan optimum pada waktu reaksi 6 jam ditandai dengan turunnya Bilangan Iod dari 64,5 menjadi 2,0 g I2/100 g sampel dan adanya Bilangan Oksiran 2,23 g O/100g sampel. Isolasi selulosa dari TKKS menggunakan basa memberikan rendemen 63,15 %. Pita-pita serapan yang muncul pada spektrum FTIR selulosa TKKS sama dengan pita-pita serapan selulosa standar. Asetilasi selulosa dari TKKS telah dapat dilakukan ditandai dengan adanya kandungan asetil 43,05

% pada suhu 40 oC selama 20 menit waktu reaksi. Spektrum FTIR selulosa asetat TKKS sangat berbeda dengan spktrum FTIR dari selulosa TKKS. Sementara itu spektrum FTIR selulosa asetat dari TKKS sama persis dengan spektrum FTIR selulosa asetat standar.

Reaksi antara selulosa asetat dari TKKS dengan senyawa epoksi ester lemak sawit (9- epoksi metil ester lemak sawit) dilakukan di dalam pelarut metanol kering dengan bantuan katalis natrium metoksi. Produk hasil reaksi (selulosa-9-(10-hidroksi-metil ester lemak sawit)) merupakan padatan berwarna putih dengan perolehan sebesar 47 % dan kadar asetil 1,76 % serta oksiran oksigennya 0. Hasil ini menunjukkan telah berkurangnya gugus asetil di dalam selulosa dan cincin oksiran dari senyawa epoksi sudah terbuka semuanya. Ada perbedaan yang nyata pada spektrum FTIR dari selulosa hidroksi metil ester lemak sawit (produk) dengan spektrum selulosa asetat maupun spektrum 9-epoksi metil ester lemak sawit (reagen). Di samping itu, hasil analisis SEM dan XRD menegaskan adanya perbedaan antara selulosa TKKS, selulosa asetat TKKS, dan hasil reaksi antara selulosa asetat TKKS dengan senyawa epoksi dari lemak sawit.

Dengan demikian diduga telah terjadi reaksi antara selulosa asetat dengan senyawa epoksi ester lemak sawit menjadi selulosa hidroksi metil ester lemak sawit.

Kata kunci : Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD), selulosa, epoksi.

(11)

SYNTHESIS OF CELLULOSE HYDROXY PALM FATTY METHYL ESTER FROM PALM OIL EMPTY FRUIT BUNCHES (EFB)

AND PALM FATTY ACID DISTILLATE (PFAD)

ABSTRACT

Palm Oil Empty Fruit Bunches (EFB) is one of the solid waste plant oil palm, which amount almost equal to the amount of Crude Palm Oil (CPO). Palm oil EFB contains cellulose which is can be used as a source of cellulose. Derivative of cellulose from palm oil EFB that can be made cellulose acetate. Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) is a by product of palm oil refinery which amount for about 3.5% of the CPO is processed. PFAD contains about 50% unsaturated fatty acid that can be utilized as raw material for epoxy compounds. The reaction between cellulose acetate with an epoxy fatty acid are expected to biopolymers that can be useful and economically valuable. Separation of saturated fatty acids and unsaturated in the PFAD performed by means of Short Path Molecular Distillation Plant type KDL 5. The process of epoxidation of unsaturated fatty acid has been successfully characterized by falling iodine value from 64.5 to 2.0 g I2/100 g sample and 2.23 g of oxirane O/100g of samples. Epoxidation reaction is optimum at a reaction time of 6 hours. Isolation of cellulose from palm oil EFB with base is obtained yield of 63.15%. Fourier Transform Infra Red (FTIR) spectra of cellulose from palm oil EFB is same with the spectra of cellulose standard. Acetylation of cellulose from palm oil EFB can be done by the presence of acetyl content of 43.05% at 40 ° C for 20 min reaction time. FTIR spectra of cellulose acetate from palm oil EFB appeared in 1.756 cm-1 are typical for group-C = O ester acetate. Meanwhile, FTIR spectra of cellulose acetate from palm oil EFB exactly the same FTIR spectra of cellulose acetate standard. The reaction between cellulose acetate from palm oil EFB with the epoxy compound in dry methanol solvent in the presence of sodium methoxy has been done. Products of reaction (cellulose hydroxyl palm fatty methyl ester) is a white solid with the yield 47 % and acetil contents 1.76 % and oxygen oxiranes 0. This result showed reduce the acetil content in the produsct and has no oxygen oxiranes. There are noticeable differences in the FTIR spectra of cellulose hydroxyl palm fatty methyl ester with cellulose acetic or cellulose. Thus alleged to have occurred between cellulose acetate reaction with the epoxy fatty methyl ester compound become to cellulose hydroxyl palm fatty methyl ester.

Key words: Palm Oil Empty Fruit Bunches (EFB), Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), cellulose, epoxy, biopolymer.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR PUBLIKASI xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.3.1 Tujuan Umum 4

1.3.2 Tujuan Khusus 4

1.4 Manfaat Penelitian 4

1.5 Batasan Masalah 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1. Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) 6

2.1.1 Pemisahan Asam Lemak Jenuh dan Tak Jenuh di dalam

ALSD 8

2.1.2 Distilasi Molekuler 10

2.1.3 Epoksidasi 12

2.1.3.1 Epoksidasi dengan Hidrogen Peroksida (H2O2

2.1.3.2 Reaksi Pembukaan Cincin Epoksida 15

) 15

2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) 17

2.3 Proses Pembuburan TKKS (Pulping) 19

2.3.1 Bilangan Kappa 19

(13)

lanjutan Halaman

2.4 Selulosa 20

2.4.1 Sifat Kimia Selulosa 22

2.5 Selulosa Asetat 23

2.5.1 Proses pembuatan selulosa asetat 26

2.6 Biopolimer 29

2.6.1 Reaksi antara Selulosa Asetat dengan

Senyawa Epoksi 29

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 32

3.1 Lokasi Penelitian 32

3.2 Bahan dan Alat 32

3.2.1 Bahan 32

3.2.2 Alat 32

3.3 Prosedur Penelitian 33

3.3.1 Pemisahan Asam Lemak Jenuh dan Tak Jenuh 34 3.3.1.1 Prosedur Esterfikasi ALSD 34 3.3.1.2 Prosedur Pemisahan Ester ALSD 35

3.3.2 Prosedur Epoksidasi 37

3.3.3 Delignifikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit 37 3.3.4 Pembuatan Selulosa Asetat dari pulp TKKS 38 3.3.5 Reaksi antara Senyawa Epoksi

dengan Selulosa Asetat 39

3.4 Prosedur Analisis 39

3.4.1 Bilangan Asam 39

3.4.2 Bilangan Penyabunan 39

3.4.3 Gas Chromatography 40

3.4.4 Bilangan Iod 40

3.4.5 Bilangan Oksiran 40

3.4.6 Uji Bilangan Kappa 41

(14)

lanjutan Halaman

3.4.7 Analisis Kadar Asetil 41

3.4.8 Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR) 42

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 45

4.1 Pemisahan Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) 45 4.1.1 Esterifikasi Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) 45 4.2 Epoksidasi Metil Ester Asam Lemak Sawit Tak Jenuh 54

4.3 Isolasi Selulosa dari TKKS 59

4.4 Pembuatan Selulosa Asetat 65

4.5 Reaksi Selulosa Asetat dengan Senyawa Epoksi 70

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 77

5.1 Kesimpulan 77

5.2 Saran 78

DAFTAR PUSTAKA 79

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

2.1 Komposisi Asam Lemak di dalam ALSD 8

2.2 Komposisi kimia TKKS 19

2.3 Kandungan asetil dalam selulosa asetat dan kegunaannya

26

4.1 Karakteristik ALSD dan ME-ALSD 46

4.2 Komposisi Asam Lemak di dalam ALSD dan ME- ALSD

48

4.3 Komposisi Asam Lemak di dalam Fraksi Distilat 53 4.4 Komposisi Asam Lemak di dalam Fraksi Residu 54 4.5 Hasil Uji Bilangan Iod selama Berlangsung Reaksi

Epoksidasi

55

4.6 Hasil Uji Bilangan Oksiran selama Berlangsung Reaksi Epoksidasi

57

4.7 Hasil Ekstraksi TKKS 59

4.8 Massa Hasil Isolasi Selulosa 60

4.9 Massa Hasil Bleaching Selulosa TKKS 63

4.10 Hasil Pembuatan Selulosa Asetat dari TKKS 66 4.11 Pita serapan spektrum FTIR selulosa asetat dari TKKS

dan SIGMA

68

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Skema pengolahan CPO menjadi minyak goreng kelapa sawit

7 2.2 Dasar-dasar evaporasi dan kondensasi pada

distilasi molekuler

11 2.3 Mekanisme reaksi epoksidasi alkena dengan asam peroksi 14 2.4 Mekanisme reaksi pembukaan cincin epoksida berkatalis

basa

16 2.5 Mekanisme reaksi pembukaan cincin epoksida berkatalis

asam

17

2.6 Struktur selulosa 21

2.7 Reaksi selulosa dengan anhidrida asetat 24

2.8 Struktur selulosa asetat 24

2.9 Reaksi antara selulosa asetat dengan epoksi asam lemak 31

3.1 Skema kerja penelitian 33

3.2 Rangkaian alat untuk proses esterifikasi 34

4.1 Kromatogram Gas Chromatography ALSD 49

4.2 Kromatogram Gas Chromatography ME-ALSD 49

4.3 Spektrum FTIR ALSD 50

4.4 Spektrum FTIR ME-ALSD 51

4.5 Spektrum FTIR ALSD (hitam) dan ME-ALSD (merah) 52 4.6 Pola penurunan Bilangan Iod selama reaksi epoksidasi 56 4.7 Pola penurunan Bilangan Oksiran selama reaksi

epoksidasi

57 4.8 Spektrum FTIR senyawa epoksi dari ALSD 58

(17)

lanjutan

Nomor

Gambar Judul Halaman

4.9 Mekanisme Reaksi Lignin dengan NaOH 60

4.10 Mekanisme Reaksi Selulosa dengan NaOH pada gugus –

OH primer 61

4.11 Mekanisme Reaksi Selulosa dengan NaOH pada gugus – OH sekunder

62 4.12 Spektrum FTIR selulosa yang berasal dari TKKS (merah)

dan selulosa standar dari SIGMA (biru)

63 4.13 Hasil analisis selulosa TKKS dengan alat SEM 64

4.14 Reaksi Asetilasi Secara Umum 65

4.15 Kandungan asetil selam reaksi asetilasi selulosa dari

TKKS 67

4.16 Spektrum FTIR selulosa asetat dari TKKS (biru) dan selulosa asetat standar dari SIGMA (merah)

68 4.17 Spektrum FTIR selulosa dari TKKS (merah) dan selulosa

hasil asetilasi (biru) 69

4.18 Hasil analisis selulosa asetat TKKS dengan alat SEM 70 4.19 Spektrum FTIR senyawa selulosa epoksi 70 4.20 Spektrum FTIR senyawa selulosa epoksi (hitam) dan

spektrum FTIR selulosa asetat (merah) 71

4.21 Spektrum FTIR senyawa selulosa epoksi (merah) dan spektrum FTIR senyawa epoksi metil ester lemak sawit

(biru) 72

4.22 Hasil analisis SEM selulosa hidroksi metil ester lemak

sawit pada perbesaran a. 150 x b. 500 x c. 5.000 x 73

(18)

lanjutan

Nomor

Gambar Judul Halaman

4.23 Hasil analisis SEM pada perbesaran 5.000 x dari selulosa TKKS, selulosa astat TKKS, dan selulosa hidroksi metil

ester lemak sawit 74

4.24 Hasil analisis XRD rehadap selulosa TKKS, selulosa astat

TKKS, dan selulosa hidroksi metil ester lemak sawit 74 4.25 Hasil analisis XRD terhadap a. selulosa TKKS, selulosa

asetat, dan c. selulosa hidroksi metil ester lemak sawit 75

(19)

PUBLIKASI ILMIAH

No Judul Makalah Publikasi

1 Pemisahan Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dengan metode distilasi molekuler

Jurnal

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (accepted) 2 Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit

(TKKS) sebagai bahan pembuatan selulosa asetat

Jurnal

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (accepted) 3 Pembuatan selulosa hidroksi metil ester lemak

sawit

Jurnal

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (accepted)

(20)

PEMBUATAN SELULOSA HIDROKSI METIL ESTER LEMAK SAWIT DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)

DAN ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD) ABSTRAK

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan salah satu limbah padat Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang jumlahnya hampir sama dengan jumlah Minyak Sawit Mentah/Crude Plam Oil (CPO) yang dihasilkan. TKKS mengandung selulosa yang sangat tinggi sehingga TKKS dapat digunakan sebagai sumber selulosa yang potensial.

Turunan selulosa dari TKKS yang dapat dibuat adalah selulosa asetat. Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) merupakan hasil samping dari Pabrik Minyak Goreng Kelapa Sawit (PMGKS) yang jumlahnya sekitar 3,5 % dari CPO yang diolah. ALSD mengandung sekitar 50 % asam lemak sawit tak jenuh yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan senyawa epoksi. Reaksi antara selulosa asetat dengan epoksi ester lemak sawit diharapkan diperoleh produk biopolimer yang dapat bermanfaat dan bernilai ekonomis. Pemisahan asam lemak jenuh dan tak jenuh di dalam ALSD dilakukan dengan alat Short Path Distillation Molecular Plant type KDL 5 , kondisi optimum untuk pemisahan ini adalah pada suhu wiper 350 oC dan suhu evaporator 200 oC. Proses epoksidasi asam lemak tak jenuh hasil pemisahan optimum pada waktu reaksi 6 jam ditandai dengan turunnya Bilangan Iod dari 64,5 menjadi 2,0 g I2/100 g sampel dan adanya Bilangan Oksiran 2,23 g O/100g sampel. Isolasi selulosa dari TKKS menggunakan basa memberikan rendemen 63,15 %. Pita-pita serapan yang muncul pada spektrum FTIR selulosa TKKS sama dengan pita-pita serapan selulosa standar. Asetilasi selulosa dari TKKS telah dapat dilakukan ditandai dengan adanya kandungan asetil 43,05

% pada suhu 40 oC selama 20 menit waktu reaksi. Spektrum FTIR selulosa asetat TKKS sangat berbeda dengan spktrum FTIR dari selulosa TKKS. Sementara itu spektrum FTIR selulosa asetat dari TKKS sama persis dengan spektrum FTIR selulosa asetat standar.

Reaksi antara selulosa asetat dari TKKS dengan senyawa epoksi ester lemak sawit (9- epoksi metil ester lemak sawit) dilakukan di dalam pelarut metanol kering dengan bantuan katalis natrium metoksi. Produk hasil reaksi (selulosa-9-(10-hidroksi-metil ester lemak sawit)) merupakan padatan berwarna putih dengan perolehan sebesar 47 % dan kadar asetil 1,76 % serta oksiran oksigennya 0. Hasil ini menunjukkan telah berkurangnya gugus asetil di dalam selulosa dan cincin oksiran dari senyawa epoksi sudah terbuka semuanya. Ada perbedaan yang nyata pada spektrum FTIR dari selulosa hidroksi metil ester lemak sawit (produk) dengan spektrum selulosa asetat maupun spektrum 9-epoksi metil ester lemak sawit (reagen). Di samping itu, hasil analisis SEM dan XRD menegaskan adanya perbedaan antara selulosa TKKS, selulosa asetat TKKS, dan hasil reaksi antara selulosa asetat TKKS dengan senyawa epoksi dari lemak sawit.

Dengan demikian diduga telah terjadi reaksi antara selulosa asetat dengan senyawa epoksi ester lemak sawit menjadi selulosa hidroksi metil ester lemak sawit.

Kata kunci : Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD), selulosa, epoksi.

(21)

SYNTHESIS OF CELLULOSE HYDROXY PALM FATTY METHYL ESTER FROM PALM OIL EMPTY FRUIT BUNCHES (EFB)

AND PALM FATTY ACID DISTILLATE (PFAD)

ABSTRACT

Palm Oil Empty Fruit Bunches (EFB) is one of the solid waste plant oil palm, which amount almost equal to the amount of Crude Palm Oil (CPO). Palm oil EFB contains cellulose which is can be used as a source of cellulose. Derivative of cellulose from palm oil EFB that can be made cellulose acetate. Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) is a by product of palm oil refinery which amount for about 3.5% of the CPO is processed. PFAD contains about 50% unsaturated fatty acid that can be utilized as raw material for epoxy compounds. The reaction between cellulose acetate with an epoxy fatty acid are expected to biopolymers that can be useful and economically valuable. Separation of saturated fatty acids and unsaturated in the PFAD performed by means of Short Path Molecular Distillation Plant type KDL 5. The process of epoxidation of unsaturated fatty acid has been successfully characterized by falling iodine value from 64.5 to 2.0 g I2/100 g sample and 2.23 g of oxirane O/100g of samples. Epoxidation reaction is optimum at a reaction time of 6 hours. Isolation of cellulose from palm oil EFB with base is obtained yield of 63.15%. Fourier Transform Infra Red (FTIR) spectra of cellulose from palm oil EFB is same with the spectra of cellulose standard. Acetylation of cellulose from palm oil EFB can be done by the presence of acetyl content of 43.05% at 40 ° C for 20 min reaction time. FTIR spectra of cellulose acetate from palm oil EFB appeared in 1.756 cm-1 are typical for group-C = O ester acetate. Meanwhile, FTIR spectra of cellulose acetate from palm oil EFB exactly the same FTIR spectra of cellulose acetate standard. The reaction between cellulose acetate from palm oil EFB with the epoxy compound in dry methanol solvent in the presence of sodium methoxy has been done. Products of reaction (cellulose hydroxyl palm fatty methyl ester) is a white solid with the yield 47 % and acetil contents 1.76 % and oxygen oxiranes 0. This result showed reduce the acetil content in the produsct and has no oxygen oxiranes. There are noticeable differences in the FTIR spectra of cellulose hydroxyl palm fatty methyl ester with cellulose acetic or cellulose. Thus alleged to have occurred between cellulose acetate reaction with the epoxy fatty methyl ester compound become to cellulose hydroxyl palm fatty methyl ester.

Key words: Palm Oil Empty Fruit Bunches (EFB), Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), cellulose, epoxy, biopolymer.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang dengan pesat dan pada tahun 2010 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 7,8 juta ha dengan produksi Crude Palm Oil / Minyak Sawit Mentah (CPO) 21,1 juta ton/tahun (Dirjenbun, 2010 dan Oil World, 2010). Saat ini produksi minyak sawit masih terserap oleh pasar karena laju peningkatan produksi beberapa minyak nabati utama lebih rendah dari laju pertumbuhan permintaan. Namun beberapa negara pengimpor utama, seperti India dan beberapa negara di Afrika, juga berencana mengembangkan kelapa sawit yang akan menyebabkan pasar ekspor dari Indonesia berkurang. Oleh sebab itu, Indonesia perlu mengupayakan alternatif pasar ekspor atau peningkatan penggunaan minyak sawit dalam negeri.

Sejak pertengahan tahun 1999 harga CPO berfluktuasi sangat tajam dan mencapai harga yang rendah selama sepuluh tahun terakhir. Walaupun saat ini harga CPO berada pada tingkat yang tinggi, namun tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti akan terulang lagi siklus dimana harga CPO berada pada titik terendah. Berbeda dengan minyak nabati dari tanaman semusim seperti kedele atau rapeseed yang dapat diatur produksinya, produksi CPO cenderung terus meningkat setiap tahun dan memungkinkan terjadinya surplus produksi.

Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan di atas, maka diversifikasi produk hilir dari minyak sawit harus dikembangkan sebagai salah satu upaya pemanfaatan surplus produksi CPO Indonesia. Pada proses pembuatan minyak goreng kelapa sawit akan diperoleh hasil samping Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dengan jumlah sekitar 3,5 % dari jumlah CPO yang diolah. Pada tahun 2010 produksi ALSD yang dihasilkan mencapai 585.200 ton. Jumlah yang tidak sedikit, sementara pemanfaatan ALSD ini umumnya hanya digunakan sebagai bahan pembuatan sabun dengan kualitas rendah. Ada beberapa peneliti yang

(23)

memanfaatkan ALSD ini sebagai objek penelitiannya, diantaranya adalah Santos Correa dkk, 2011, yang memanfaatkan ASLD sebagai bahan baku biodiesel dengan proses enzimatis (Santos Correa, dkk., 2011). Sementara itu, Chu, 2007, memanfaatkan ALSD ini sebagai sumber squalen dan Chu, 2004, memanfaatkan ALSD ini sebagai sumber vitamin E (Chua, 2007 dan Chu, 2004). Noor Izani dan Ibrahim, 1996, melaporkan pemanfaatan ALSD sebagai substrat pada pembuatan gliserida dengan biokatalis lipase pada Aspergillus niger (Noor Izani dan Ibrahim, 1996). Sedangkan Nuryanto, 1997, melaporkan pemanfaatan ALSD sebagai bahan untuk pembuatan senyawa turunan oksigen yang diantaranya adalah senyawa epoksi (Nuryanto, 1997). Senyawa epoksi ini merupakan senyawa yang mempunyai kereaktifan yang tinggi sehingga dapat direaksikan dengan senyawa lain untuk memperoleh produk-produk turunan yang mempunyai manfaat dan nilai lebih tinggi.

Salah satu polimer alam yang jumlahnya sangat melimpah di dunia ini adalah selulosa. Selulosa dapat dimodifikasi dan mempunyai kegunaan yang sangat luas mulai dari bidang industri kertas, film transparan dan fotografi, plastik biodegradable, dan untuk membran di berbagai industri (Klem, 2012). Jika dilihat dari komposisinya, Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan limbah padat lignoselulosa yang memiliki kandungan serat dan komposisi bahan organik dan mineralnya yang cukup tinggi. Beberapa peneliti telah melaporkan hasil penelitiannya dengan memanfaatkan TKKS ini, di antaranya adalah Siyamak, dkk., 2012, yang menggunakan TKKS ini sebagai biokomposit (Siyamak, dkk., 2012) dan pemanfaatan TKKS sebagai bahan pengisis High Density Poly Ethylene (HDPE) (Ewulonu dan Igwe, 2011). Sementara itu Mohd. Salleh, dkk., 2010, melaporkan mengenai gasifikasi TKKS (Mohd. Salleh, dkk., 2010). Pemanfaatan TKKS yang lainnya adalah sebagai sumber lignophenol dan gula (Soplah, 2010 dan Zainar, dkk., 2011).

Selulosa yang terdapat di dalam TKKS lebih dari 30 %, sehingga TKKS merupakan sumber selulosa yang sangat potensial (Nuryanto, 2000). Jumlah TKKS yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit di Indonesia sama dengan

(24)

jumlah produksi CPO Indonesia, yaitu sekitar 21,1 juta ton. Jumlah yang sangat berlimpah, yang memerlukan penanganan khusus agar tidak menjadi sumber pencemaran lingkungan.

Berdasarkan paparan di atas, maka sangat memungkinkan jika TKKS dimanfaatkan sebagai sumber selulosa. Untuk memperoleh selulosa dari TKKS dapat dilakukan dengan cara delignifikasi menggunakan asam ataupun basa (Granstrom, 2009 dan Ng, et. al., 2011). Salah satu turunan selulosa yang banyak disintesis adalah selulosa asetat. Selulosa asetat merupakan salah satu produk yang dapat disintesa dari selulosa (Wang, et. al., 2009).

Reaksi antara senyawa epoksi dari ALSD dengan selulosa asetat dari TKKS diharapkan akan menghasilkan produk biopolimer yang bermanfaat. Gugus fungsi epoksi atau cincin tiga oksiran merupakan gugus aktif, begitu juga dengan gugus asetat yang terdapat di dalam selulosa asetat. Dengan demikian diharapkan ke dua gugus aktif ini pada kondisi tertentu dapat bereaksi dan menghasilkan produk biopolimer yang bermanfaat. Pada akhirnya nilai ALSD dan TKKS dapat ditingkatkan, sehingga secara keseluruhan industri kelapa sawit Indonesia meningkat daya saingnya.

1.2. PERUMUSAN MASALAHAN Permasalahan di dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana memisahkan Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) menjadi fraksi cair (kaya asam lemak tak jenuh) dan fraksi padat (kaya asam lemak jenuh) dengan alat distilasi molekuler.

b. Bagaimana menyiapkan senyawa epoksi dari fraksi cair (kaya asam lemak tak jenuh).

c. Bagimana memisahkan selulosa dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).

d. Bagimana menyiapkan senyawa selulosa asetat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).

e. Bagaimana membuat produk selulosa hidroksi metil ester lemak sawit yang berasal dari reaksi senyawa epoksi dan selulosa asetat.

(25)

f. Bagaimana identifikasi produk hasil reaksi antara senyawa epoksi dan selulosa asetat.

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum

Mensintesis selulosa hidroksi metil ester lemak sawit yang berbahan baku Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Memisahkan Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) menjadi fraksi cair (kaya asam lemak tak jenuh) dan fraksi padat (kaya asam lemak jenuh).

b. Menyiapkan senyawa epoksi dari fraksi cair (kaya asam lemak tak jenuh).

c. Memisahkan selulosa dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).

d. Menyiapkan senyawa selulosa asetat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).

e. Menyiapkan produk selulosa hidroksi metil ester lemak sawit yang berbahan baku senyawa epoksi dari Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dan selulosa asetat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).

f. Pengujian identifikasi produk yang dihasilkan.

1.4. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Memanfaatkan Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) sebagai bahan untuk pembuatan senyawa epoksi yang bernilai ekonomis.

b. Memanfaatkan limbah padat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) secara optimal untuk menghasilkan senyawa selulosa asetat yang bernilai ekonomis.

c. Memperoleh produk selulosa hidroksi metil ester lemak sawit dari industri kelapa sawit.

1.5. BATASAN MASALAH

(26)

Penelitian ini dibatasi hanya pada pembuatan senyawa epoksi dari Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD), pembuatan selulosa asetat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), dan mereaksikan senyawa epoksi dengan selulosa asetat tersebut.

(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD)

Minyak Sawit Mentah atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan minyak yang diperoleh dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS). CPO yang dihasilkan Indonesia mencapai 21,1 juta ton per tahun (Oil Worl, 2010). Sebagian besar dari produksi ini di ekspor langsung dalam bentuk CPO dan hanya sekitar 5 juta ton yang digunakan sebagai bahan baku minyak goreng. Dalam proses pengolahan CPO melalui pemisahan, penjernihan, dan penghilangan bau, dihasilkan dua produk utama yaitu RBDS (Refined Bleached Deodorized Stearin) yang mengandung 92- 97 % asam palmitat dan RBDO (Refined Bleached Deodorized Olein) atau minyak goreng yang mengandung 92-97% asam oleat, dan hasil samping Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) yang mencapai 3,5 % dari CPO yang diolah (Morad, et. al. 2006). Untuk pabrik minyak goreng kelapa sawit dengan kapasitas 200 ton CPO per hari, akan diperoleh ALSD sekitar 7 ton per hari. Jumlah yang relatif besar jika dapat dimanfaatkan untuk produk yang bernilai tambah tinggi.

Pada Gambar 2.1. disajikan skema pengolahan CPO menjadi minyak goreng kelapa sawit dengan hasil samping ALSD ( , 2012a).

Peningkatan konsumsi minyak makan di dunia pada 2020 diperkirakan mencapai 232,4 juta ton. Jumlah tersebut meningkat cukup pesat dibandingkan tahun 2006 sebesar 166,5 juta ton. Artinya dalam 14 tahun akan terjadi peningkatan konsumsi sebanyak 40 persen. Dari konsumsi minyak makan dunia itu, kontribusi minyak sawit (palm oil) cukup besar mencapai 27,5 persen untuk makanan, farmasi dan oleo chemical. Konsumsi minyak makan di negara AS dan- Eropa sekitar 55 kg per kapita, sedangkan di China, India dan Indonesia baru sebanyak 20 kg per kapita per tahun ( , 2012b).

(28)

Gambar 2.1. Skema pengolahan CPO menjadi minyak goreng kelapa sawit Seiring dengan semakin banyaknya konsumsi minyak goreng kelapa sawit ini, maka kondisi ini memberikan gambaran betapa banyaknya ALSD yang akan diperoleh setiap tahunnya. Hingga saat ini, pemanfaatan ALSD masih terbatas pada pembuatan sabun dengan kualitas rendah. Sehingga sangat dibutuhkan pengembangan lebih lanjut untuk meningkatkan nilai tambah dari ALSD.

Hasil penelitian Nuryanto, 1997, menunjukkan bahwa ALSD mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh. Komposisi asam lemak jenuh dan tak jenuh yang terdapat di dalam ALSD bergantung kepada karakteristik CPO yang diolah. Pada Tabel 2.1. disajikan komposisi ALSD hasil penelitian terdahulu (Nuryanto, 1997).

Mengingat di dalam ALSD terdapat asam lemak tak jenuh, maka ALSD ini dapat digunakan sebagai sumber asam lemak tak jenuh yang dapat dimodifikasi menjadi struktur kimia lebih lanjut. Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dapat dimanfaatkan sebagai senyawa turunan oksigen seperti senyawa oksazol, tiazol, ditiolan, dioksolan, dan morfolinon yang mempunyai kegunaan sebagai bahan anti bakteri, anti serangga, parfum, stabiliser, anti mikrobial, dan plastisiser (Nuryanto, 1997 dan Yuliasari, dkk. 1999b). Di samping itu, ALSD juga dapat dimanfaatkan

PRETREATMENT

DEODORISASI

KRISTALISASI PTPO

RBDPO

RBDS RBDO

PFAD

FRAKSINASI CPO

Tanah Pemucat

(29)

untuk pembuatan senyawa turunan amida seperti etanol alkil amida dan superpalmamida yang dapat digunakan sebagai emulsifier tipe water/oil (Nuryanto dan Sadi, 1996 dan Herawan, dkk. 1999a

Tabel 2.1. Komposisi asam lemak di dalam ALSD ).

No Jenis asam lemak Kandungan (%) 1 Asam laurat (C12) 0,93

2 Asam miristat (C14) 2,87 3 Asam palmitat (C16) 56,55 4 Asam stearat (C18) 2,70 5 Asam oleat (C18:1) 27,59 6 Asam linoleat (C18:2) 9,10 7 Asam linolenat (C18:3) 0,24 Sumber : Nuryanto, 1997.

Senyawa yang dapat dimodifikasi dari ALSD antara lain adalah metil oleat (MO) dengan perolehan sebanyak 98,7%, metil epoksi stearat (MES) sebanyak 83,77% dan metil asetoksi stearat (MAS) sebanyak 73,75%. Campuran Poly Vinil Chloride (PVC)-MO kompatibel pada kadar 10% memberikan kekuatan tarik sebesar 27,3 MPa dan kemuluran 56,17%. Campuran PVC-MES kompatibel sampai kadar 30% memberikan kekuatan tarik sebesar 23,1 MPa dan kemuluran 92,14%. Campuran PVC-MAS kompatibel sampai kadar 20% memberikan kekuatan tarik sebesar 21,2 MPa dan kemuluran 65,82%. Sedangkan campuran PVC-DOP pada kadar 30% memberikan kekuatan tarik sebesar 24,6 MPa dan kemuluran sebesar 86,3% (Hill, 2000 dan Bozell, 2004).

2.1.1. Pemisahan Asam Lemak Jenuh dan Tak Jenuh di dalam ALSD

Ada beberapa metode untuk memisahkan asam lemak jenuh dan tak jenuh yang terdapat di dalam ALSD, antara lain metode panci dan pengempaan, distilasi bertingkat, dan kristalisasi pelarut. Prinsip dari ke tiga metode ini adalah adanya perbedaan titik didih, titik leleh, kelarutan, kereaktifan, dan tekanan uap air antara asam lemak jenuh dan tak jenuh.

(30)

Metode yang pertama kali digunakan untuk memisahkan campuran ini adalah metode panci dan pengempaan. Metode ini disebut demikian karena pada pengerjaannya menggunakan panci dan dikempa. Prinsip dari pemisahan ini adalah adanya perbedaan titik beku dari ke dua jenis asam lemak ini, dimana asam lemak jenuh mempunyai titik beku yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh. Cara kerja metode ini adalah asam lemak yang akan dipisahkan dimasukan ke dalam panci aluminium dan didinginkan pada suhu 5 – 8 oC selama 6 – 8 jam, kemudian dikempa. Setelah dilakukan proses ini tiga kali akan diperoleh asam lemak jenuh yang mengandung 2 – 4 % asam lemak tak jenuh.

Metode pemisahan ini memerlukan waktu yang lama sehinga tidak efisien (Muckerheide, 1954).

Prinsip kerja pemisahan asam lemak jenuh dan tak jenuh dengan metode distilasi bertingkat adalah dengan adanya perbedaan titik didih dari ke dua jenis asam lemak tersebut. Titik didih asam lemak tak jenuh (asam oleat 286 oC dan asam linoleat 229 oC), sedangkan titik didih asam lemak jenuh (asam palmitat 350

oC dan asam stearat 360 oC). Untuk memisahkan ke dua jenis asam lemak ini dengan metode distilasi bertingkat harus dikombinasikan dengan alat vakum, karena untuk menghindari tingginya suhu distilasi. Apabila suhu distilasi dipaksakan mencapai 286 o

C agar asam oleat mulai menguap, maka akan terjadi oksidasi terhadap ikatan rangkap yang terdapat di dalam asam lemak tak jenuh (Muckerheide, 1954).

Cara pemisahan ALSD yang lainnya adalah dengan metode kristalisasi pelarut. Metode ini didasarkan kepada adanya perbedaan kelarutan dari asam lemak jenuh dan tak jenuh di dalam suatu pelarut organik tertentu dan pada suhu tertentu. Cara kerja dari metode ini adalah dengan melarutkan ALSD yang akan dipisahkan di dalam metanol dan didinginkan pada suhu 0 – 5 o

C selama 40 menit, kemudian disaring. Padatan yang diperoleh akan banyak mengandung asam lemak jenuh, sedangkan filtratnya setelah pelarutnya diuapkan aka diperoleh asam lemak tak jenuh (Haryati, T dan L. Buana, 1992).

(31)

Perkembangan instrumentasi saat ini telah menghasilkan sebuah alat untuk memisahkan asam lemak jenuh dan tak jenuh dengan metode distilasi molekular.

2.1.2. Distilasi Molekular

Distilasi adalah pemisahan fraksi-fraksi dari suatu campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya. Dalam pengertian lain distilas

i atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap suatu bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.

Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa.

Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing- masing komponen akan menguap pada titik didihnya (Fessenden, R. J. dan J. S.

Fessenden, 1989).

Distilasi molekuler adalah proses separasi fraksi-fraksi molekul yang berbeda bobotnya pada suhu serendah mungkin untuk menghindari kerusakan bahan. Dalam pengertian lain distilasi molekuler merupakan penyulingan yang dilakukan di bawah vakum tinggi dan dirancang sebagai alat yang dapat memungkinkan molekul untuk melepaskan diri dari cairan yang hangat untuk mencapai permukaan kondensor yang dingin sebelum bertabrakan dengan molekul lain dan akibatnya kembali mencair (Shi, J.

et. al. 2007 dan Krell, 1982).

Distilasi molekuler dicirikan dengan alokasi waktu distilasi yang singkat, koefisien transfer panas tinggi, penghilangan hotspot, aliran operasi kontinyu, tekanan rendah sampai 0,001 mbar dan jarak yang sempit antara kondensor dan evaporator. Teknologi wiped-film menggunakan hukum bahwa setiap molekul kimia memiliki karakteristik penguapan yang berbeda-beda. Perbedaan titik uap dapat mendegradasi komponen kompleks menjadi lebih sederhana. Molekul merupakan materi yang selalu bergerak konstan dengan derajat tertentu tergantung komposisi dan perlakuan pada suhu dan tekanan yang diberikan padanya. Molekul yang berada di permukaan mempunyai kecenderungan untuk meloncat ke udara

(32)

yang mengelilingnya. Ketika suhu dinaikkan dan tekanan diturunkan, loncatan molekul bertambah sehingga disebut menguap (Liang and Hwang, 2000).

Proses distilasi molekuler bekerja berdasarkan sifat penguapan molekul.

Distilasi molekuler terdiri dari pemanas yang dialiri bahan baku (tergantung dari suhu pemanasannya). Cairan bahan baku kemudian disebar dalam lapisan film tipis dengan memutar wiper pada kecepatan yang telah ditentukan. Lapisan tipis yang terbentuk, dibentuk menjadi aliran turbulen oleh wiper kemudian turun sepanjang pemanas dengan adanya gaya gravitasi dan lubang di dalam wiper.

Selama bahan mengalir pada pemanas, terjadi evaporasi yang tergantung pada karakteristik bahan baku dan suhu pemanas. Bahan yang tidak terevaporasi mengalir ke bagian bawah, sedangkan bahan yang terevaporasi dikondensasikan dan dipisahkan. Bermacam-macam kecepatan wiper dengan kemampuan untuk berputar balik, menghasilkan variasi retention time yang sangat beragam pada proses untuk mengalirkan fluida ke evaporator.

Pada Gambar 2.2. disajikan dasar-dasar evaporasi dan kondensasi pada distilasi molekuler (Setyawan, 2012).

Gambar 2.2. Dasar-dasar evaporasi dan kondensasi pada distilasi molekuler Distilasi molekuler menggunakan lapisan tipis dilakukan karena beberapa alasan, diantaranya adalah:

(33)

 Turbulensi dihasilkan dari pergerakan wiper yang berperan besar pada transmisi panas ke seluruh permukaan evaporator, oleh karena itu dapat menghasilkan suhu yang lebih rendah di dalam evaporator.

 Dihasilkan luas area permukaan pemanasan per unit volume yang maksimum dengan adanya aliran evaporasi.

 Waktu kontak cairan dengan pemanas dapat dikontrol dalam hitungan detik atau kurang. Hal ini meminimasi kerusakan produk karena panas dengan mengontrol kecepatan wiper.

 Bahan baku dengan viskositas tinggi dapat diproses dengan atau tanpa penambahan pelarut.

Salah satu alat yang dapat digunakan untuk pemisahan campuran dengan metode distilasi molekuler adalah Short Path Distillation Plant type KDL 5. Alat ini terdiri dari bagian Product Feed, Distillation Unit, Discharge Residue, Discharge Distilat, Cold Trap, Wiper Basket, Unit Pompa, dan Heating Device. Product Feed merupakan wadah umpan yang akan diproses secara distilasi molekuler. Product feed dilengkapi dengan jaket pemanas. Sementara Distillation Unit terdapat evaporator dan dilengkapi dengan jaket pemanas, suhu bisa mencapai 300oC. Pada Distillation Unit bagian internal condenser terdapat tiga feed system di dalamnya yaitu dosing vessel, gear pump (heatable), dan dosing pump (non heatable). Yang mana ketiga bagian tersebut terhubung langsung dengan wiper basket. Wiper Basket berfungsi untuk memperluas permukaan sampel dari unit feed. Umpan yang jatuh tetes demi tetes ke dalam unit distilasi diperluas permukaannya dengan alat rotary pada dinding unit distilasi ( , 2004).

2.1.3. Epoksidasi

Epoksida merupakan eter siklik cincin segitiga dengan salah satu atom pembentuknya adalah oksigen. Epoksida atau dalam tata nama International of Union Pure and Applied Chemistry (IUPAC) disebut sebagai oksirana termasuk golongan senyawa eter tetapi mempunyai sifat berbeda dengan sifat eter pada umumnya.

Untuk mengkonversi alkena menjadi epoksida yang paling umum adalah dengan menggunakan peroksida. Reaksi peroksida yang terjadi meliputi

(34)

R R

R R

:O: :O:

H

R :O:

R R

R O

O

O R

+ +

pemutusan homolitik ikatan O-O, yang selanjutnya akan bereaksi dengan alkena.

Peroksida memiliki tiga kelompok yang digunakan untuk epoksidasi yaitu hidrogen peroksida, alkil hidroperoksida dan asam peroksida. Alkena berikatan dengan elektrofil oksigen dari peroksida. Pemutusan secara heterolitik dari peroksida mentransfer oksigen ke alkena dan pelepasan oksigen menghasilkan hasil samping yaitu air dari hidrogen peroksida, alkohol dari alkil hidroperoksida dan asam karboksilat dari peroksi asam. Gugus -OH dari peroksida merupakan sumber elekrofilik oksigen dan bereaksi dengan nukleofilik ikatan π dari alkena (Derawi and Salimon, 2010 dan Fessenden, R.J. dan J.S. Fessenden, 1989).

Prinsip dasar dari reaksi epoksidasi yaitu asam peroksi mengoksidasi ikatan rangkap yang terdapat pada alkena sehingga terjadi pemutusan ikatan rangkap dan pembentukan gugus oksiran. Ikatan rangkap dua pada alkena merupakan sumber elektron karena mengandung awan elektron π. Elektron π mempunyai ikatan yang sangat lemah sehingga mudah putus dan mendonorkan elektronnya (basa Lewis).

Akibatnya reagen yang elektrofilik dapat bereaksi dengan ikatan rangkap dua pada alkena. Reaksi jenis ini disebut reaksi adisi elektrofilik. Jika suatu molekul mengandung dua alkena, maka alkena yang lebih banyak tersubtitusi akan lebih cepat terepoksidasi. Alkena yang lebih banyak tersubtitusi merupakan alkena yang kaya elektron dan bereaksi lebih cepat daripada alkena yang kurang tersubtitusi.

Hal ini disebabkan oleh bertambahnya gugus pendorong elektron pada alkena tersubtitusi, sehingga gugus elektrofilik dari peroksida akan lebih mudah mendapatkan elektron daripada dengan alkena yang kurang tersubtitusi. Penelitian tentang reaksi epoksidasi alkena telah banyak dilakukan diantaranya yaitu reaksi epoksidasi alkena dengan per-asam. Pada reaksi tersebut terjadi serah terima dari asam peroksi langsung kepada alkena. Mekanisme serah terima oksigen dari asam peroksi kepada alkena ditunjukkan pada Gambar 2.3. di bawah ini (Fessenden, R.J. dan J. S. Fessenden, 1989).

(35)

Gambar 2.3. Mekanisme reaksi epoksidasi alkena dengan asam peroksi Epoksidasi umumnya dilakukan menggunakan asam peroksi format atau peroksi asetat yang dihasilkan in situ dari asam format atau asam asetat dengan hidrogen peroksida (70% w/w). Senyawa asam peroksi bersifat tak stabil dan reaksinya bersifat eksotermis. Konsentrasi asam peroksi dijaga tetap rendah dengan cara menggunakan asam karboksilat berkonsentrasi rendah. Proses oksidasi dapat berlangsung dua metode. Metode pertama, asam perasetat dibuat terlebih dahulu dengan mereaksikan asam asetat dengan hidrogen peroksida dan metode kedua dengan proses insitu epoksidasi yaitu proses dimana asam perasetat dibuat serentak dengan reaksi epoksidasinya. Untuk epoksidasi proses terpisah, tidak dibutuhkan katalis, namun pada suhu operasi 200-800 oC, sebelum pembentukan asam perasetat. Metode ini tidak efisien, kecuali pada perbandingan konsentrasi yang tinggi dari asam asetat maupun hidrogen peroksida (Gan, et. al., 1992 dan Kirk and Othmer, 1982).

Alternatif lain dapat digunakan katalis heterogen dari golongan resin asam, misalnya resin asam polistirensulfonat. Beberapa peneliti melaporkan bahwa reaksi epoksidasi berkatalis resin asam ini kurang efisien karena memerlukan konsentrasi resin dalam jumlah besar sekitar 10-15% (w/w dari berat minyak) di samping kemungkinan terjadinya degradasi resin setelah 6-8 kali pemakaian, sehingga harus diganti (Rios, L.A., 2003). Epoksidasi enzimatik telah terbukti efektif untuk mengoksidasi minyak nabati dengan hidrogen peroksida encer.

Lipase dan esterase terimmobilisasi menunjukkan aktivitas yang tinggi untuk mengubah asam lemak dan metil ester menjadi asam peroksikarboksilat menggunakan H2O2 sebagai oksidan. Beberapa peneliti menggunakan sistem ini untuk mengepoksidasi minyak nabati dengan rendemen yang sangat tinggi (Piazza, et. al. 2003).

(36)

Asam Lemak Sawit distilat (ALSD) mengandung asam lemak tak jenuh yang memiliki satu atau lebih gugus alkena yang dapat diubah menjadi senyawa epoksida. Reaksi epoksidasi merupakan salah satu reaksi yang penting dalam kimia organik karena senyawa epoksida yang dihasilkan dapat digunakan sebagai intermediet untuk diubah menjadi berbagai produk (Lee, et. al. 2009 dan Scrimgeour, 2005).

2.1.3.1. Epoksidasi dengan Hidrogen Peroksida (H2O2

Hidrogen peroksida merupakan peroksida yang lazim digunakan dan merupakan zat pengoksidasi yang kuat. Hidrogen peroksida merupakan cairan tak berwarna dan salah satu reagen yang dapat mengkonversi alkena menjadi epoksida.

Hidrogen peroksida encer (3-6%) digunakan sebagai antiseptik dan pemutih kain, seperti katun dan wool, sedangkan larutan pekatnya dipakai sebagai bahan bakar roket. Banyak jenis peroksida yang dapat digunakan untuk membuat suatu epoksida, tetapi hidrogen peroksida termasuk reagen yang disukai karena mudah diperoleh. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai reaksi epoksidasi menggunakan oksidator hidrogen peroksida (H

)

2O2).

Reaksi pembentukan epoksidasi ini menggunakan katalis H2SO4, semakin banyak H2SO4 yang ditambahkan semakin cepat reaksi epoksidasi berlangsung tetapi oksigen oksiran yang diperoleh semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh penambahan H2SO4 yang semakin banyak dapat mempercepat terjadinya degradasi gugus oksiran. H2SO4 selain mempunyai kemampuan sebagai katalis juga dapat mendegradasi gugus oksiran. H2SO4 yang masih terdapat dalam fase air dapat menjadi katalisator terjadinya pembukaan cincin epoksida (Yuliasari dan Herawan, 1999a).

2.1.3.2. Reaksi Pembukan Cincin Epoksida

Setelah reaksi epoksidasi selesai, epoksida yang terbentuk selanjutnya diadisi dengan alkohol untuk membuka cincin oksiran. Proses ini relatif mudah karena cincin beranggota 3 atom memiliki regangan yang tinggi sehingga mudah putus pada salah satu ikatan C-O. Reaksi ini dapat dikatalis oleh asam atau basa. Variasi

(37)

O CH2 H

R : ..

+ H. .O. .-: SN2

C CH2OH R1

H O

H OH

-:. .: . . . .

R1 C CH2OH H

:. .OH

+ H. .O. .- :

jenis alkohol dapat dilakukan untuk memperoleh poliol dengan struktur yang berbeda, namun karena epoksida kurang stabil dan mudah berubah menjadi senyawa lain, diperlukan langkah-langkah reaksi yang dapat mengarahkan pembentukan epoksida menjadi poliol. Pereaksi yang dapat dipilih antara lain, alkohol dengan katalis asam, atau alkoksida dengan katalis basa.

Dalam pembukaan cincin epoksida berkatalis basa, nukleofil menyerang karbon yang kurang terhalang (less-hindered) dengan mekanisme SN2. Tahap- tahap reaksi antara epoksida dengan ion hidroksida (NaOH atau KOH dalam air) atau dengan ion metoksida (NaOCH3 dalm metanol) seperti pada Gambar 2.4.

berikut (Campanella and Baltanas, 2005a).

Gambar 2.4. Mekanisme reaksi pembukaan cincin epoksida berkatalis basa Pada pembukaan cincin berkatalis asam, nukleofil menyerang cincin epoksida yang telah terprotonisasi dari sisi yang berlawanan dari gugus epoksida. Atom karbon yang diserang akan mengalami perubahan konfigurasi sehingga ikatan C- O yang baru akan selalu terbentuk pada sisi yang berlawanan dari cincin epoksida semula (SN2). Berbeda dengan pembukaan cincin berkatalis basa, serangan dalam suasana asam justru berlangsung dalam karbon yang lebih terhalang (Gambar 2.5).

Epoksida terprotonisasi memiliki cukup karakter karbokation, sehingga makin banyak gugus alkil yang dimiliki akan lebih besar muatan positif parsial pada karbon itu. Serangan nukleofil yang terjadi setelah terprotonisasi akan memilih karbon yang lebih positif, meskipun karbon ini lebih terhalang (Campanella and Baltanas, 2005b).

(38)

Gambar 2.5. Mekanisme reaksi pembukaan cincin epoksida berkatalis asam 2.2. TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

Perkembangan areal tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat pesat, dan diperkirakan pada tahun 2010 luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai lebih dari 7,8 juta ha (Dirjenbun, 2010). Semakin luasnya perkebunan kelapa sawit ini akan diikuti dengan peningkatan produksi minyak kelapa sawit / Crude Palm Oil (CPO) dan jumlah limbah cair maupun padat yang dihasilkan.

Pada proses produksi CPO, Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan limbah padat terbanyak yaitu sekitar 20 % dari jumlah Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang diolah hampir setara dengan jumlah CPO yang diperoleh. Jika pada tahun 2010 produksi CPO Indonesia mencapai 21,1 juta ton per tahun, maka TKKS yang dihasilkan juga mencapai 21,1 juta ton per tahun (Oil World, 2010).

Suatu jumlah yang sangat banyak dan jika tidak dikelola dengan baik, akan menjadi sumber pencemaran lingkungan.

Pada masa lalu, TKKS ini dibakar di inceenerator dan abunya dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk kalium, karena di dalam abu TKKS mengandung sekitar 30 % K2

O

O. Namun saat ini pemerintah sudah melarang pembakaran TKKS ini

C C R 1

R

H H

: :

H +

O +

C C R 1

R

H H

H : : Aktivasi epoksida:

Penyerangan Nukleofil:

Nu - +

O +

C C R 1

R

H H

H : :

R R 1

O H

H Nu

H

(39)

karena menimbulkan polusi udara. Pemanfaatan TKKS saat ini adalah sebagai sumber bahan organik bagi pertanaman kelapa sawit, baik secara langsung maupun tidak lansung. Pemanfaatan secara langsung adalah dengan menyebarkan langsung TKKS ke kebun kelapa sawit sebagai mulsa. Namun cara ini masih dianggap kurang efisien karena memerlukan biaya yang tinggi untuk penyebarannya ke kebun (Nuryanto, 2000). Sedangkan pemanfaatan TKKS secara tidak langsung adalah dengan mengkomposkan terlebih dahulu TKKS sebelum digunakan sebagai pupuk organik. Saat ini sudah banyak Pabrik Kelapa Sawit yang melakukan pengomposan TKKS ini. Pemanfaatan TKKS sebagai kompos merupakan suatu alternatif yang menarik. Pengomposan TKKS akan menghasilkan produk yang dapat digunakan sebagai penambah unsur hara tanah dan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Namun masa pengomposan TKKS ini masih relatif lama, yaitu sekitar 6 minggu (Darnoko, dkk.

1993, Herawan, dkk. 1999b dan Suhaimi, M. and H.K. Ong, 2002). Pemanfaatan TKKS untuk bahan-bahan lain yang lebih bernilai tinggi terus dilakukan seperti untuk pot, pulp, kertas kraft, selulosa nitrat, dan lain-lain (Erwinsyah, dkk. 1997, Guritno, dkk. 1998, Guritno, dkk. 1995, Darnoko, dkk. 1995, Marikena, dkk.

2007).

Apabila ditinjau dari kandungan yang terdapat di dalam TKKS, maka TKKS terdiri atas komponen-komponen utama selulosa, hemiselulosa dan lignin.

Sehingga TKKS disebut sebagai limbah ligno-selulosa (Darnoko, dkk. 1995).

Dengan demikian TKKS dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produk berbasis selulosa, seperti pulp dan produk berbasis lignin (Abdul Azis, et. al.

2002). Beberapa peneliti telah melaporkan komposisi kimia dari TKKS seperti terlihat pada Tabel 2.2.

(40)

Tabel 2.2. Komposisi kimia TKKS

Komponen (%) %

Selulosa 38,76 Holoselulosa 67,88

Lignin 22,23

Abu 6,59

Sumber: Darnoko, dkk. 1995

2.3. PROSES PEMBUBURAN TKKS (PULPING)

Proses pulping bertujuan untuk memisahkan selulosa dari lignin dan komponen lainnya dapat dilakukan dengan cara mekanik, semikimia, dan kimia. Proses kimia dapat menghasilkan pulp yang lebih baik dari pada proses semikimia dan mekanik. Proses secara kimia dapat dilakukan dengan cara proses kraft (sulfat), sulfit, asam nitrat, soda dan soda klor (Sari, R., 2004).

Metode pulping soda merupakan metode kimia pulping pertama yang dikenalkan pada tahun 1851 oleh Burgess (Amerika) dan Watts (Inggris). Pabrik pulp pertama didirikan pada tahun 1860 di Amerika. Metoda pulping soda mampu menghasilkan kecerahan warna hingga 80,9%, sehingga memenuhi standard jika diolah menjadi kertas (Tanaka, R., 2005).

Metode soda menggunakan soda kaustik dan soda abu sebagai aktivatornya pada suhu 70 0C - 90 0C. Dengan kondisi tersebut lignin dan beberapa hemiselulosa memutuskan fragmen-fragmen yang larut dalam cairan yang kuat.

Lignin-lignin yang mengikat kuat selulosa akan terdegradasi. Proses pulping soda biasanya menghasilkan pulp yang berwarna gelap, namun dapat dilakukan proses pemutihan untuk menghasilkan pulp yang berwana cerah.

2.3.1. Bilangan Kappa

Bilangan Kappa digunakan untuk menyatakan seberapa jumlah lignin yang masih tersisa didalam pulp setelah pemasakan (Fengel, D., 1995). Pengujian bilangan Kappa dilakukan didalam industri pulp memiliki dua tujuan, yaitu:

(41)

a. merupakan indikasi terhadap derajat delignifikasi yang tercapai selama proses pemasakan, artinya bilangan kappa digunakan untuk mengontrol pemasakan.

b. menunjukkan kebutuhan bahan kimia yang akan digunakan untuk proses selanjutnya yaitu proses pemutihan (bleaching).

Pada pengujian bilangan Kappa, sejumlah larutan kalium permanganat yang sudah diketahui konsentrasinya ditambahkan kedalam sampel pulp. Setelah waktu tertentu, jumlah permanganat yang bereaksi dengan pulp ditentukan dengan mentitrasi sampel dengan Na2S2O3. Bilangan Kappa selanjutnya didefinisikan sebagai jumlah mililiter KMnO4 0,1N yang dikonsumsi oleh 10 gram pulp selama 10 menit pada temperatur 250

% lignin = 0,147 X bilangan Kappa

C. Hasilnya dikoreksikan terhadap konsumsi oleh 50% permanganat yang ditambahkan. Hubungan antara bilangan Kappa dengan lignin adalah sebagai berikut:

2.4. SELULOSA

Selulosa adalah unsur pembentuk utama kerangka tumbuh-tumbuhan yang merupakan senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air, dan ditemukan di dalam dinding sel pelindung tumbuhan terutama pada tangkai batang, dahan dan semua bahagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan homopolisakarida linier tidak bercabang, terdiri dari ribuan unit D-glukosa yang terhubung oleh ikatan 1 – 4 glikosida, senyawa ini akan kelihatan seperti amilosa dari rantai utama glikogen. Tetapi terdapat perbedaan yang sangat penting pada selulosa, ikatan 1 – 4 berada dalam konfigurasi β, sedangkan pada amilosa, amilopektin, dan glikogen, ikatan 1 - 4 nya berbentuk α. Bila dihidrolisis sempurna, selulosa memberikan glukosa, sedangkan jika dihidrolisis parsial akan menghasilkan selobiosa. Hal ini menunjukkan bahwa selulosa merupakan polimer yang mempunyai ikatan β (Klem, et. al. 2012).

Untuk memahami peristilahan ini pertama-tama kita harus melihat struktur glukosa. Glukosa mempunyai rumus molekul C6H12O6. Dengan kata lain kita

(42)

dapat menggambarkan struktur glukosa sebagai rantai lurus ataupun struktur cincin. Struktur cincin dapat terbentuk dari hasil pembentukan hemiasetal internal. Namun, penelahan yang mendalam terhadap mekanisme ini menunjukkan bahwa terdapat dua kemungkinan bagi konfigurasi glukosa, bergantung pada bahwa terdapat dua kemungkinan pada cara gugus -OH pada atom korban nomor 1 (C1) diarahkan. Bilamana gugus - OH pada atom karbon C nomor satu terarah ke bawah, glukosa mengambil bentuk α, bilamana gugus – OH terarah ke atas disebut bentuk β. Dalam larutan, kedua bentuk itu seimbang, karena glukosa menunjukkan sifat mereduksi seperti aldehida (bereaksi dengan pereaksi Tollens dan larutan Fehling), hal ini membuktikan adanya sejumlah kecil struktur terbuka atau struktur rantai lurus. Telah dikemukakan bahwa polisakarida dibangun dari banyak kesatuan monosakarida yang saling bergabung dengan melepaskan air, dan hasilnya ialah deret ikatan glikosida (jembatan oksigen). Deret ikatan glikosida dalam selulosa antara C1 dari satu kesatuan C4 dari kesatuan berikutnya diperlihatkan pada Gambar 2.6. Hal ini juga menjadi bukti mengapa selulosa tergolong bukan pereduksi, karena titik ikatan adalah pada atom karbon nomor satu pereduksi (Fengel, 1995). Pada Gambar 2.6. disajikan struktur dari selulosa (Klem, et. al.

2012).

Gambar 2.6. Struktur selulosa

Rumus molekul selulosa ialah (C6H10O5)n dan n dapat berupa angka ribuan. Sangat sukar untuk mengukur massa molekul nisbi selulosa, karena (1) tidak banyak pelarut untuk selulosa, (2) selulosa sangat cenderung terombak selama proses dan (3) cukup rumit menggunakan selulosa dari sumber yang berbeda. Cara yang acap kali dipilih ialah menitratkan selulosa dengan cara tak merusak (Fengel, D., 1995).

H O H

OH

OH H

H H

CH2OH

O H

H

HOH2C

OH

O H C H3

O

H O

H O H

OH

OH H H

H H

CH2OH

O H

H

HOH2C

OH

O H O H

H

O O

CH3

1 4

1 4

n unit selobiosa

1 4

β β

β

(43)

Ditinjau dari struktur, dapat saja diharapkan selulosa mempunyai kelarutan yang besar dalam air, karena banyaknya kandungan gugus hidroksi yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air (antaraksi yang tinggi antara pelarut- pelarut). Akan tetapi kenyataannya tidak demikian, dan selulosa bukan hanya tidak larut dalam air tetapi juga banyak dalam pelarut lain.

Penyebabnya ialah kekuatan rantai dan tingginya gaya antar rantai akibat ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan. Faktor ini dipandang menjadi penyebab kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. Jika ikatan hidrogen berkurang, gaya antaraksipun berkurang, dan oleh karenanya gugus hidoksil selulosa harus diganti sebagian atau seluruhnya oleh pengesteran. Hal ini dapat dilakukan, dan ester yang dihasilkan larut dalam sejumlah pelarut.

Selulosa akan larut dalam asam mineral kuat seperti asam sulfat 72%, asam klorida 40%, dan asam fosfat 85%, akan tetapi tidak larut dalam air. Viskositas larutan selulosa akan meningkat seiring dengan naiknya konsentrasi atau derajat polimerisasi. Densitas selulosa bervariasi sesuai dengan perlakuan kimia, derajat polimerisasi, dan media pada saat penentuan densitas.

Kegunaan selulosa yang utama adalah sebagai bahan baku pembuatan kertas dan sebagai bahan untuk pembuatan turunan selulosa seperti selulosa nitrat, selulosa asetat, selulosa butirat, metilselulosa, dan sebagainya.

2.4.1. Sifat Kimia Selulosa

Selulosa yang secara langsung dijadikan serat sangatlah terbatas. Yang lebih lazim dilakukan ialah memproses larutan turunan selulosa dan kemudian membuat polimer itu menjadi bentuk yang dikehendaki. Selulosa yang diperoleh dengan cara itu disebut selulosa teregenerasi. Di dalam struktur selulosa banyak terdapat gugus – OH yang merupakan gugus reaktif yang dapat bereaksi dengan gugus lain dari suatu pereaksi. Reaksi yang dapat dilakukan terhadap gugus – OH tersebut antara lain adalah esterifikasi menjadi selulosa nitrat dan asetilasi menjadi selulosa asetat.

Gambar

Gambar 2.1. Skema pengolahan CPO menjadi minyak goreng kelapa sawit  Seiring dengan semakin banyaknya konsumsi minyak goreng kelapa sawit ini,  maka kondisi ini memberikan gambaran betapa banyaknya ALSD yang akan  diperoleh setiap tahunnya
Gambar 2.2.  Dasar-dasar evaporasi dan kondensasi pada distilasi molekuler  Distilasi molekuler menggunakan lapisan tipis dilakukan karena beberapa alasan,  diantaranya adalah:
Gambar 2.5. Mekanisme reaksi pembukaan cincin epoksida berkatalis asam  2.2. TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
Gambar 2.6. Struktur selulosa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Contoh biaya kegagalan eksternal yang tidak dapat direalisasi (Biaya Sosial) adalah :. • Perawatan medis karena udara yang terpolusi (kesejahteraan individu) 

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 0 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN SETELAH PAJAK0. TOTAL LABA (RUGI) KOMPREHENSIF TAHUN

Kurang D D 40.00 - 49.99 1.0 Mahasiswa tidak memenuhi beberapa komponen penilaian dan tidak menyelesaikan tugas dengan cukup baik serta tidak dapat memaparkan

Pada kegiatan mengkaji materi modul kelompok kompetensi B Pedagogik: Teori dan Prinsip-Prinsip Pembelajaran , fasilitator memberi kesempatan kepada guru sebagai peserta

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa arus kas operasi berpengaruh terhadap return saham, sehingga dari kegiatan operasi perusahaan dapat dilihat

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan batasan masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah kemampuan penalaran siswa yang diajar

[r]

5.1.4 Mengkombinasikan beragam pendekatan/ strategi/ metode/ teknik pembelajaran IPA untuk mencapai tujuan pembelajaran (produk, proses, dan sikap ilmiah). Pada kompetensi