• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. SELULOSA ASETAT

2.5.1 Proses Pembuatan Selulosa Asetat

Selulosa asetat merupakan suatu ester organik penting yang pada saat ini dibuat dalam jumlah yang besar untuk keperluan berbagai industri. Dari sekian banyak proses yang dilakukan, secara umum prosesnya dapat dibedakan menjadi tiga proses berikut.

a. Proses Asam Asetat Glasial (proses larutan)

Proses asetilasi terjadi dengan mereaksikan selulosa yang telah diaktivasi dengan asam asetat glasial atau dengan asam asetat anhidrat secara langsung dengan kehadiran asam asetat glasial sebagai pelarut.

b. Proses Metilen Klorida

Penggunaan metilen klorida sebagai pelarut pada proses ini meiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan proses larutan, antara lain : - konsentrasi katalisnya rendah sehingga dapat digunakan pada

esterifikasi yang tinggi.

- karena titik didihnya rendah (41oC), panas reaksi dapat dikeluarkan dengan penguapan.

- hanya sepertiga asam asetat yang dapat harus dipulihkan kembali dibanding dengan proses larutan, akan tetapi proses ini menimbulkan terjadinya korosi selama esterifikasi dan hidrolisis.

c. Proses Fiber Asetat (proses heterogen)

Pada proses ini selulosa diesterifikasi dengan menjaga struktur seratnya dengan penambahan sejumlah non-pelarut pada triasetat selama asetilasi.

Non-pelarut yang dapat digunakan pada proses ini antara lain adalah karbon tetraklorida, benzen dan toluen. Tetapi penggunaan proses ini terbatas hanya untuk penggunaan khusus saja, misalnya untuk pembuatan foil dan film dari triasetat.

Dari semua ester selulosa yang diproduksi secara komersial dilakukan dengan proses larutan. Proses larutan secara umum terdiri dari empat tahap berikut ini, yaitu (1) Aktivasi, sebelum proses asetilasi dilakukan, selulosa terlebih dahulu diaktivasi agar mudah dimasuki reaktan anhidrida asetat dan katalis asam sulfat.

Aktivasi yang paling baik adalah menggunakan air, tetapi air ini harus diekstraksi kembali dengan asam asetat untuk menghindari reaksi air dengan anhidrida asetat yang bisa mengurangi kebutuhan anhidrida asetat untuk reaksi asetilasi. Untuk menghindari reaksi yang sangat eksotermik antara air dan anhidrida asetat, maka aktivasi selalu menggunakan asam asetat glasial tanpa kehadiran air. (2) Asetilasi, asetilasi selulosa merupakan reaksi heterogen dimana selulosa akan tersuspensi pada pertengahan reaksi dan melarut setelah reaksi esterifikasi terjadi. Kandungan α-selulosa akan menentukan kualitas produk asetilasi. Pada awalnya reaksi asetilasi dikendalikan oleh perpindahan massa katalis dan anhidrida asetat menuju dan melalui serat selulosa. Setelah selulosa triasetat yang terbentuk mulai melarut, laju reaksi kemudian ditentukan oleh konsentrasi anhidrida asetat, asam sulfat dan temperatur. Asetilasi selulosa dibiarkan terjadi cukup lambat pada awalnya sehingga suhu reaksi dapat dikontrol dengan pendinginan eksternal untuk mencegah kenaikan suhu secara mendadak karena pada suhu yang tinggi akan menyebabkan meningkatnya kecepatan degradasi. Selama tahap asetilasi, suhu naik secara berangsur – angsur hingga mencapai suhu maksimum dan dikontrol

dengan baik untuk memperoleh viskositas produk yang sesuai. Dalam tahap asetilasi ada beberapa jenis katalis yang digunakan, yaitu asam sulfat, perklorida dan seng klorida. (3) Hidrolisis, reaksi asetilasi dihentikan dengan penambahan air yang cukup untuk mencegah bereaksinya sisa asam asetat yang tersisa. Tingginya rasio air terhadap asam sulfat dalam larutan hidrolisis akan mengurangi degradasi pada temperatur yang ditentukan. Kerentanan degradasi selulosa asetat meningkat dengan menurunnya kadar asetil. Oleh karena itu hidrolisis bisa dilaksanakan dengan menggunakan katalis dalam jumlah yang besar pada temperatur rendah atau dengan sejumlah kecil katalis pada temperatur tinggi. Jika selulosa asetat diharapkan mempunyai kemurnian dan kejernihan yang tinggi, larutan harus mengalami netralisasi asam sulfat dengan natrium dan magnesium asetat sebelum presipitasi. (4) Pemurnian, untuk memperoleh atau mengisolasi produk selulosa asetat dari campuran hasil asetilasi dan hidrolisis, penurunan kelarutan produk selulosa asetat dalam larutan air-asam asetat dimanfaatkan untuk melangsungkan presipitasi. Proses pencucian harus mendapat pertimbangan yang hati-hati dalam operasi komersial, karena biaya pemulihan asam asetat yang meningkat dengan meningkatnya pengenceran (pencucian). Produk yang dicuci dengan air harus dapat menghilangkan asam asetat dan asam sulfat.

Cara lain untuk membuat selulosa asetat adalah dengan metode Emil Heuser.

Proses pembuatan selulosa asetat berdasarkan cara ini terdiri atas tahap-tahap berikut, (1) Tahap hidrolisis selulosa, tahap ini bertujuan untuk menurunkan derajat polimerisasi sumber selulosa yang digunakan. Tahap ini dilakukan dengan mencampurkan asam sulfat dengan selulosa pada suhu 140 0C. Setelah proses pemasakan campuran disaring dan dicuci dengan air. Untuk menghilangkan air dari serat selulosa dapat digunakan dengan dua langkah. Langkah pertama adalah mencuci dengan menggunakan alkohol, kemudian disaring. Dilanjutkan dengan langkah kedua yaitu mencuci dengan menggunakan eter, lalu disaring. Hasil yang didapat dikeringkan dengan oven atau udara terbuka. (2) Tahap pelarutan, tahap ini bertujuan untuk mendegradasi selulosa. Tahap ini dilakukan dengan mereaksikan campuran dari tahap hidrolisis dengan asam fosfat pada waktu dan

suhu tertentu. (3) Tahap asetilasi, tahap ini merupakan tahap pembentukan selulosa asetat yang dilakukan dengan penambahan asam asetat glasial. (4) Tahap pemulihan selulosa asetat, tahap ini bertujuan untuk menghentikan proses dan melepaskan asam fosfat dari campuran. Tahap ini dilakukan dengan penambahan etil eter pada campuran yang kemudian dicuci dengan air hangat. Campuran yang diperoleh didiamkan selama semalam. (5) Tahap pengeringan, tahap ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air dalam produk sehingga didapatkan padatan selulosa asetat.

2.6. BIOPOLIMER

Pengembangan biopolimer dari minyak sawit dilakukan juga untuk mengantisipasi ketersediaan minyak bumi yang semakin hari semakin terbatas.

Sebagai gambaran, diperkirakan cadangan minyak bumi di Laut Utara akan habis pada tahun 2010. Indonesia yang selama ini dikenal sebagai salah satu negara pengekspor minyak bumi, saat ini juga telah menjadinegara pengimpor minyak bumi, karena produksi dalam negeri tidak dapat lagi memenuhi permintaan pasar yang meningkat dengan cepat akibat pertumbuhan penduduk dan industri.

Perkembangan penggunaan produk biopolimer berbasis minyak nabati, secara komersial masih terkendala saat ini, karena masih belum dapat bersaing harga dengan produk polimer berbasis minyak bumi. Biaya produksi produk biopolimer berbasis minyak nabati tampaknya sulit ditekan untuk menjadi lebih rendah lagi selama harga minyak sawit dunia masih tinggi. Tetapi sifat non renewable dan semakin terbatasnya ketersediaan bahan bakar minyak bumi, serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan hidup, akan membuat kebutuhan produk biopolimer berbasis minyak nabati yang ramah lingkungan akan semakin meningkat pula. Tambahan pula, jika aspek sistem manajemen lingkungan ikut diperhitungkan, maka harga produk biopolimer berbasis minyak nabati akan menjadi lebih murah dibandingkan dari turunan minyak bumi.

Dokumen terkait