SINTESIS SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT
DARI SULFONASI METIL ESTER ASAM LEMAK
MINYAK KASTOR (Ricinus communis L.)
SKRIPSI
OLEH:
RIANTI E J ARITONANG 050804054
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
SINTESIS SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT
DARI SULFONASI METIL ESTER ASAM LEMAK
MINYAK KASTOR (Ricinus communis L.)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
RIANTI E J ARITONANG NIM : 050804054
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
SINTESIS SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT
DARI SULFONASI METIL ESTER ASAM LEMAK
MINYAK KASTOR (Ricinus communis L.)
OLEH:
RIANTI E J ARITONANG NIM: 050804054
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal : Maret 2010
Pembimbing I Panitia Penguji
(Drs. Nahitma Ginting, M.Si.,Apt.) (Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt.) NIP. 195406281983031002 NIP. 195108161980031002
Pembimbing II
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan
berkat dan kasih karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul ”Sintesis Surfaktan Metil Ester Sulfonat dari Sulfonasi Metil Ester
asam Lemak Minyak Kastor (Ricinus communis L.)”. Skripsi ini diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat surfaktan metil ester
sulfonat dari minyak kastor (Ricinus communis L.) dan untuk mengetahui sifat
dari surfaktan tersebut. Melalui penelitian diketahui bahwa reaksi sulfonasi pada
metil ester minyak kastor (Ricinus communis L.) menggunakan gas SO3 dari
pemanasan H2SO4(p) sebagai agen pensulfonasi, menghasilkan surfaktan metil
ester sulfonat (MES), yang dapat menurunkan tegangan permukaan dengan nilai
38,05 dyne/cm dan nilai HLB sebesar 41,925 sehingga surfaktan MES dapat
digunakan sebagai bahan penglarut (solubilizer) dan sebagai bahan pengemulsi
m/a. Hendaknya hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi pemanfaatan
minyak kastor (Ricinus communis L.) sebagai bahan pembuatan surfaktan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si, Apt., dan Ibu Dra. Saodah,
M.Sc, Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, tulus dan
ikhlas hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga
disampaikan kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof.
Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah memberikan fasilitas selama masa
yang telah memberi bimbingan dan dorongan kepada penulis selama perkuliahan,
dan kepada Bapak Dr. Ginda Haro, M.Sc.,Apt., Ibu Dra. Djendakita Purba,
M.Si.,Apt., dan Ibu Dra. Saleha Salbi, M.Si.,Apt., selaku dosen penguji yang
banyak memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini, kepada seluruh staf
Laboratorium Sintesa Bahan Obat/ Kimia Organik dan Farmasi Fisik atas fasilitas
yang diberikan demi kelancaran penelitian ini.
Penulis juga menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tulus
kepada kedua orang tua, Ayahanda alm. M. Aritonang dan Ibunda J. br Hutabarat
tercinta, oppung br Hutagalung, abangku Rikson, adik-adikku: Jintar, Christopel,
Tamrin dan Hendra dan seluruh keluarga yang tidak dapat dituliskan satu persatu
atas kasih sayang, doa, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun material
dalam penyelesaian skripsi ini.
Dan tidak lupa juga penulis menyampaikan terimakasih kepada
teman-temanku, Intan, Ernita, Susan, Siska, Hermin, Juni, Dian, Anggelia, Riris, Yuli,
Kak Susi, Harry, Andi, Tagor, Iwanto, Januar, Sandri, Victor, teman-teman
asisten Laboratorium Sintesa Bahan Obat/ Kimia Organik dan seluruh
teman-taman Farmasi stambuk 2005 yang namanya tidak dapat ditulis satu persatu, yang
telah banyak memberi dorongan dan membantu penulis dalam proses penelitian
hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Medan, Maret 2010
Penulis,
Sintesis Surfaktan Metil Ester Sulfonat dari Sulfonasi Metil Ester Asam Lemak Minyak Kastor (Ricinus communis L.)
Abstrak
Surfaktan metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang
dapat disintesis dari minyak. Surfaktan mampu menurunkan tegangan permukaan,
tegangan antarmuka dan meningkatkan kestabilan sistem emulsi. Bahan baku
pembuatan surfaktan dapat diperoleh dari minyak bumi, minyak nabati dan
hewani. Salah satu minyak nabati adalah minyak kastor yang bersifat polar
karena mengandung asam risinoleat yang memiliki gugus –OH, sebagai
komponen utama.
Minyak kastor dapat disintesis menjadi surfaktan melalui serangkaian
tahapan reaksi, yaitu reaksi metanolisis untuk mengubah minyak menjadi metil
ester, dilanjutkan dengan reaksi sulfonasi untuk mengubah metil ester menjadi
metil ester sulfonat (MES), kemudian dinetralisasi untuk membentuk garam MES.
Setiap tahap diidentifikasi dengan spektroskopi FT-IR untuk menunjukkan bahwa
reaksi berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Terbentuknya metil ester sulfonat ditandai dengan terdapatnya spektrum
FT-IR dari gugus sulfonat pada bilangan gelombang 1153,95 cm-1 dan 1186,79 cm-1 yang terikat pada atom Cα dan atom C yang berikatan rangkap. Gugus sulfonat memutus ikatan rangkap, dimana pada metil ester sulfonat tidak terdapat
spektrum ikatan rangkap dari metil ester. Untuk membuktikan terbentuknya
surfaktan, dilakukan pengujian tegangan permukaan dengan Tensiometer Du
Nuoy dan diperoleh tegangan permukaan surfaktan MES 38,05 dyne/cm. Pada
penentuan nilai HLB diperoleh nilai HLB sebesar 41,925 menunjukkan surfaktan
MES bersifat hidrofilik, sehingga dapat digunakan sebagai bahan penglarut dan
sebagai bahan pengemulsi m/a.
Kata kunci: surfaktan, metil ester sulfonat, tegangan permukaan, spektroskopi
Synthesis Methyl Ester Sulfonate Surfactant by Sulphonation of Fatty Acid Methyl Ester of Castor Oil (Ricinus communis L.)
Abstract
Methyl ester sulfonate (MES) surfactant is an anionic surfactant which
could be synthesized from oil. Surfactant have a capability to reduce surface
tension, interface tension and elevate the stability of emulsion system. The
material sources to produce surfactant was derived from petroleum oil, vegetables
oil and animals fats. One of vegetables oil is polar castor oil, because it contained
of ricinoleic acid as the major compound which has –OH group.
Castor oil could be synthesize became surfactant through a few process of
reactions, such as methanolisis to change oil became methyl ester, sulfonation to
change methyl ester became methyl ester sulfonate (MES) and neutralization to
form MES salt. Every step was identify by FT-IR spectroscopy in order to show
that reaction were successfully happened.
Methyl ester sulfonate formation was shown by SO3H presents of FT-IR
spectrum at 1153,95 cm-1 and 1186,79 cm-1which is bound with Cα and C double bond. Sulfonate change of double bond, which of methyl ester double bound is not
found in methyl ester sulfonate spectrum. To clarify surfactant formation surface
tension testing was done by Du Nuoy tensiometer which showed that the MES
surface tension was 38,05 dyne/cm. The result of HLB determination showed that
MES surfactant had a hidrofilic property with the number of HLB was 41,925, so
it could be used as a solubilizer and o/w emulsifier.
Keywords: surfactant, methyl ester sulfonate, surface tension, FT-IR
DAFTAR ISI
1.2 Perumusan masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan penelitian ... 3
1.5 Manfaat penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Tanaman jarak duri ... 4
2.2 Lemak dan minyak ... 4
2.3 Minyak kastor ... 5
2.4 Metode untuk mendapatkan minyak ... 6
2.4.1 Rendering ... 6
Halaman
2.4.1.2 Wet Rendering ... 6
2.4.2 Pengepresan mekanik ... 6
2.4.2.1 Pengepresan hidraulik ... 7
2.4.2.2 Pengepresan berulir ... 7
2.4.3 Ekstraksi dengan pelarut ... 7
2.5 Ester asam lemak... 7
2.6 Metil ester sulfonat ... 9
2.7 Sabun dan Detergen ... 11
2.8 Surfaktan ... 11
2.8.1 Tegangan permukaan ... 13
2.8.2 Keseimbangan hidrofilik lipofilik ... 14
2.9 Spektroskopi FT-IR ... 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 16
3.1 Alat-alat yang digunakan ... 16
3.2 Bahan-bahan yang digunakan ... 16
3.3 Penyiapan bahan ... 17
3.3.1 Pengambilan bahan ... 17
3.3.2 Determinasi tumbuhan ... 17
3.3.3 Pengolahan bahan ... 17
3.4 Pembuatan pereaksi ... 17
3.4.1 Pembuatan larutan NaOH 20% ... 17
3.5 Pengepresan biji jarak ... 17
Halaman
3.7 Pembuatan metil ester sulfonat (MES) dari metil ester asam lemak
minyak kastor ... 18
3.8 Prosedur analisis ... 19
3.8.1 Penentuan tegangan permukaan ... 19
3.8.2 Penentuan harga HLB (Hidrophilic Lipophilic Balance) ... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21
4.1 Pengepresan biji jarak ... 21
4.1.1 Analisis spektroskopi FT-IR minyak kastor ... 22
4.2 Pembuatan metil ester asam lemak ... 24
4.2.1 Analisis spektrskopi FT-IR metil ester asam lemak ... 24
4.3 Pembuatan metil ester sulfonat (MES) dari metil ester asam lemak ... 26
4.3.1 Analisis spektroskopi FT-IR metil ester sulfonat ... 28
4.3.2 Penentuan nilai HLB dan tegangan permukaan ... 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
5.1 Kesimpulan ... 34
5.2 Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Reaksi transesterifikasi... 8
Gambar 2. Reaksi sulfonasi ... 10
Gambar 3. Molekul surfaktan membentuk misel ... 13
Gambar 4. Spektrum FT-IR dari minyak kastor ... 22
Gambar 5. Trigliserida asam risinoleat ... 23
Gambar 6. Reaksi pembentukan metil ester asam lemak... 24
Gambar 7. Spektrum FT-IR dari metil ester risinoleat ... 25
Gambar 8. Reaksi pembentukan metil ester sulfonat (MES) ... 27
Gambar 9. Spektrum FT-IR dari metil ester sulfonat (MES) hasil sulfonasi dari metil ester asam lemak minyak kastor ... 29
Gambar 10. Grafik pengaruh konsentrasi terhadap tegangan permukaan (γ) surfaktan MES ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Determinasi tanaman jarak duri ... 37
Lampiran 2. Penentuan Faktor Koreksi pada Pengukuran Tegangan Permukaan (γ) MES dengan Alat Tensiometer Du Nuoy ... 38
Lampiran 3. Data Pengukuran Tegangan Permukaan (γ) Surfaktan MES ... 39
Lampiran 4. Tabel Nilai HLB (Keseimbangan Hidrofilik-Lipofilik) dan Perhitungan Nilai HLB Surfaktan MES ... 40
Lampiran 5. Tabel Skala Keseimbangan Hidrofilik-Lipofilik (HLB) ... 41
Lampiran 6. Penentuan Faktor Koreksi pada Pengukuran Tegangan Permukaan (γ) dengan Alat Tensiometer Du Nouy ... 42
Lampiran 7. Data Pengukuran Tegangan Permukaan Surfaktan Na lauril sulfat ... 43
Lampiran 8. Tanaman Jarak Duri (Ricinus communis L.) ... 44
Lampiran 9. Biji Jarak Duri dengan dan tanpa Cangkang ... 45
Lampiran 10. Alat pres ... 46
Lampiran 11. Rangkaian alat transesterifikasi... 47
Lampiran 12. Rangkaian alat sulfonasi ... 48
Lampiran 13. Spektrofotometer FT-IR ... 49
Lampiran 14. Tensiometer Du Nuoy ... 49
Lampiran 15. Minyak kastor, metil ester asam lemak dari minyak kastor dan metil ester sulfonat (MES) ... 50
Lampiran 16. Flowsheet pengepresan biji jarak duri (Ricinus communis L.) ... 51
Lampiran 17. Flowsheet pembuatan metil ester asam lemak dari minyak kastor ... 52
Sintesis Surfaktan Metil Ester Sulfonat dari Sulfonasi Metil Ester Asam Lemak Minyak Kastor (Ricinus communis L.)
Abstrak
Surfaktan metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang
dapat disintesis dari minyak. Surfaktan mampu menurunkan tegangan permukaan,
tegangan antarmuka dan meningkatkan kestabilan sistem emulsi. Bahan baku
pembuatan surfaktan dapat diperoleh dari minyak bumi, minyak nabati dan
hewani. Salah satu minyak nabati adalah minyak kastor yang bersifat polar
karena mengandung asam risinoleat yang memiliki gugus –OH, sebagai
komponen utama.
Minyak kastor dapat disintesis menjadi surfaktan melalui serangkaian
tahapan reaksi, yaitu reaksi metanolisis untuk mengubah minyak menjadi metil
ester, dilanjutkan dengan reaksi sulfonasi untuk mengubah metil ester menjadi
metil ester sulfonat (MES), kemudian dinetralisasi untuk membentuk garam MES.
Setiap tahap diidentifikasi dengan spektroskopi FT-IR untuk menunjukkan bahwa
reaksi berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Terbentuknya metil ester sulfonat ditandai dengan terdapatnya spektrum
FT-IR dari gugus sulfonat pada bilangan gelombang 1153,95 cm-1 dan 1186,79 cm-1 yang terikat pada atom Cα dan atom C yang berikatan rangkap. Gugus sulfonat memutus ikatan rangkap, dimana pada metil ester sulfonat tidak terdapat
spektrum ikatan rangkap dari metil ester. Untuk membuktikan terbentuknya
surfaktan, dilakukan pengujian tegangan permukaan dengan Tensiometer Du
Nuoy dan diperoleh tegangan permukaan surfaktan MES 38,05 dyne/cm. Pada
penentuan nilai HLB diperoleh nilai HLB sebesar 41,925 menunjukkan surfaktan
MES bersifat hidrofilik, sehingga dapat digunakan sebagai bahan penglarut dan
sebagai bahan pengemulsi m/a.
Kata kunci: surfaktan, metil ester sulfonat, tegangan permukaan, spektroskopi
Synthesis Methyl Ester Sulfonate Surfactant by Sulphonation of Fatty Acid Methyl Ester of Castor Oil (Ricinus communis L.)
Abstract
Methyl ester sulfonate (MES) surfactant is an anionic surfactant which
could be synthesized from oil. Surfactant have a capability to reduce surface
tension, interface tension and elevate the stability of emulsion system. The
material sources to produce surfactant was derived from petroleum oil, vegetables
oil and animals fats. One of vegetables oil is polar castor oil, because it contained
of ricinoleic acid as the major compound which has –OH group.
Castor oil could be synthesize became surfactant through a few process of
reactions, such as methanolisis to change oil became methyl ester, sulfonation to
change methyl ester became methyl ester sulfonate (MES) and neutralization to
form MES salt. Every step was identify by FT-IR spectroscopy in order to show
that reaction were successfully happened.
Methyl ester sulfonate formation was shown by SO3H presents of FT-IR
spectrum at 1153,95 cm-1 and 1186,79 cm-1which is bound with Cα and C double bond. Sulfonate change of double bond, which of methyl ester double bound is not
found in methyl ester sulfonate spectrum. To clarify surfactant formation surface
tension testing was done by Du Nuoy tensiometer which showed that the MES
surface tension was 38,05 dyne/cm. The result of HLB determination showed that
MES surfactant had a hidrofilic property with the number of HLB was 41,925, so
it could be used as a solubilizer and o/w emulsifier.
Keywords: surfactant, methyl ester sulfonate, surface tension, FT-IR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Surfaktan merupakan zat penurun tegangan permukaan yang dapat
diproduksi melalui sintesis kimiawi maupun biokimiawi. Bahan baku pembuatan
surfaktan dapat diperoleh dari minyak bumi atau dari minyak nabati dan hewani.
Karakteristik utama surfaktan adalah memiliki gugus polar dan non polar pada
molekul yang sama. Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan diantaranya
mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan meningkatkan
kestabilan sistem emulsi. Hal ini membuat surfaktan banyak digunakan dalam
berbagai industri, seperti industri sabun, deterjen, produk kosmetika dan produk
perawatan diri, farmasi, cat dan pelapis, kertas, tekstil, pertambangan (Hidayati,
dkk. 2008).
Surfaktan MES merupakan surfaktan anionik yang dihasilkan melalui
proses sulfonasi terhadap metil ester asam lemak dengan pereaksi kimia yang
mengandung gugus sulfat atau sulfit seperti gasSO3, NaHSO3 dan H2SO4 sebagai
agen pensulfonasi. Keunggulan yang dimiliki surfaktan MES dibandingkan
surfaktan lain yaitu lebih ramah lingkungan, secara alami mudah didegradasi,
memiliki sifat detergensi yang baik walaupun digunakan pada air dengan tingkat
kesadahan yang cukup tinggi, juga bahan baku lebih murah dan dapat
diperbaharui (Satsuki, 1994; Schwuger & Lewandowski, 1995).
Pereaksi kimia yang banyak digunakan dalam reaksi sulfonasi adalah gas
SO3 yang sangat reaktif dan bereaksi cepat dengan beberapa komponen organik.
dialiri udara yang akan membebaskan gas SO2, kemudian dengan adanya udara
dan katalis vanadium pentoxyde yang disebut proses bilik timbal akan terbentuk
gas SO3 (Foster, et al. 2001; Nightingale,1987). Namun proses ini cukup sulit,
membutuhkan alat dan biaya yang mahal untuk skala laboratorium.
Tanaman jarak (Ricinus communis L.) merupakan salah satu tanaman
potensial penghasil minyak. Minyak tersebut biasanya diperoleh dengan cara
pengepresan biji jarak, yang dikenal sebagai minyak kastor (castor oil) atau
minyak jarak duri. Minyak kastor mempunyai komposisi kimia tidak seperti
minyak nabati pada umumnya, sehingga minyak ini bernilai tinggi. Asam lemak
pada minyak kastor 90% terdiri atas asam risinoleat yaitu asam lemak tidak jenuh
dengan satu ikatan rangkap pada atom C9 dan gugus hidroksil (-OH) pada atom
C12. Adanya gugus –OH ini menyebabkan minyak kastor bersifat polar. Saat ini,
pembuatan biodisel dari minyak nabati sebagai alternatif sumber energi yang
dapat diperbaharui sedang berkembang. Namun, minyak kastor kurang cocok
untuk pembuatan biodisel karena viskositasnya yang tinggi. Akan tetapi, minyak
kastor dapat dikembangkan sebagai bahan baku surfaktan (Prihandana dan
Hendroko, 2006; Widodo dan Sumarsih, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk memanfaatkan
minyak kastor dalam pembuatan surfaktan metil ester sulfonat dengan mengubah
minyak kastor menjadi metil ester asam lemak, kemudian melakukan sulfonasi
terhadap metil ester asam lemak minyak kastor dengan menggunakan gas SO3 dari
pemanasan H2SO4 pekat sebagai agen pensulfonasi, melakukan analisa FT-IR dan
melakukan uji terhadap surfaktan yang dihasilkan meliputi uji tegangan
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah dapat dibuat surfaktan metil ester sulfonat (MES) melalui reaksi
sulfonasi pada metil ester asam lemak dari minyak kastor (Ricinus
communis L.) menggunakan gas SO3 dari pemanasan H2SO4 pekatsebagai
agen pensulfonasi.
2. Apakah surfaktan metil ester sulfonat hasil sulfonasi metil ester minyak
kastor (Ricinus communis L.) tersebut bersifat anionik dan dapat
menurunkan tegangan permukaan.
1.3 Hipotesis
1. Surfaktan metil ester sulfonat (MES) dapat dibuat melalui reaksi sulfonasi
pada metil ester asam lemak dari minyak kastor (Ricinus communis L.)
menggunakan gas SO3 sebagai agen pensulfonasi.
2. Surfaktan metil ester sulfonat dari minyak kastor (Ricinus communis L.)
merupakan surfaktan anionik yang dapat menurunkan tegangan
permukaan.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk membuat surfaktan metil ester sulfonat dari minyak kastor (Ricinus
communis L.).
2. Untuk mengetahui sifat dari surfaktan metil ester sulfonat hasil sulfonasi
metil ester asam lemak minyak kastor (Ricinus communis L.).
1.5 Manfaat Penelitian
Sebagai sumber informasi pemanfaatan minyak kastor (Ricinus communis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jarak Duri
Tanaman jarak duri (Ricinus communis L.) termasuk dalam famili
Euphorbiaceae, merupakan tanaman tahunan yang hidup di daerah tropik maupun
sub tropik, dan dapat tumbuh pada ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut.
Tanaman jarak duri telah lama dikenal di Indonesia, tanaman ini berkembang
sangat cepat, tidak bergantung pada musim, serta dapat memperbanyak diri
dengan cepat melalui biji-bijinya yang tanggal dan tersebar dengan sendirinya
(Ketaren, 1986).
Tanaman jarak duri memiliki banyak sebutan di masyarakat Indonesia,
antara lain jarak kaliki (Sunda), jarak atau kepyar (Jawa), kaleke (Madura), gloah
atau nawaih nawas (Aceh Gayo), lulang (Karo), dan dulang (Tapanuli)
(Prihandana dan Hendroko, 2006).
Biji jarak terdiri dari 75% kernel (daging biji) dan 25% kulit dengan
komposisi 54% minyak, 13% karbohidrat, 12,5% serat, 2,5% abu dan 18% protein
(Ketaren, 1986).
2.2 Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak adalah triester dari gliserol dan disebut trigliserida.
Perbedaan lemak dan minyak adalah pada temperatur kamar lemak berwujud
padat sedangkan minyak berwujud cair, karena minyak mengandung persentase
asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan lemak. Umumnya, lemak
asam yang diperoleh dari penyabunan lemak dan minyak (Fessenden dan
Fessenden, 1984; Hart, 2003).
2.3 Minyak Kastor
Minyak kastor diperoleh dari biji tanaman jarak duri duri. Minyak kastor
mempunyai kandungan asam lemak dengan komposisi 89,5% asam risinoleat,
4,2% asam linoleat, 3% asam oleat, 1 % asam stearat,1% asam palmitat, 0,7%
asam dihidroksi stearat, 0,3% asam eikasanoat dan 0,3% asam linolenat. Asam
risinoleat merupakan penyusun utama minyak kastor. Asam risinoleat adalah
(Naughton, 1973).
Minyak kastor dapat dibedakan dengan trigliserida lain karena memiliki
kekentalan dan kelarutan dalam pelarut organik yang polar seperti alkohol yang
relatif tinggi. Kandungan tokoferol relatif kecil (0,05%), serta kandungan asam
lemak esensial yang sangat rendah menyebabkan minyak kastor tidak digunakan
sebagai bahan pangan. Kulit biji jarak duri mengandung risin yang merupakan
protein yang bersifat racun (Ketaren, 1986).
Orang Mesir kuno sudah menggunakan minyak kastor untuk minyak
lampu sejak lebih dari 4000 tahun lalu. Pada masa sekarang, minyak kastor dapat
diproses menjadi minyak pelumas dan minyak rem. Minyak kastor dan
turunannya banyak digunakan dalam pembuatan obat-obatan, industri sabun,
parfum dan kosmetik lain. Juga digunakan dalam pembutan lilin dan cat,
pembuatan tinta printer dan transparansi, plastik, dan surfaktan (Widodo dan
2.4 Metode untuk Medapatkan Minyak
Ada beberapa cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak, antara lain:
2.4.1 Rendering
Rendering adalah cara mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada
rendering dilakukan pemanasan dengan tujuan untuk menggumpalkan protein
pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga
mudah ditembus oleh minyak atau bahan yang terkandung di dalamnya (Ketaren,
1986).
2.4.1.1 Dry Rendering
Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses
berlangsung. Bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dimasukkan ke
dalam ketel tanpa penambahan air, dipanaskan (pada temperatur 105-110oC) dan
diaduk. Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan mengendap dan
pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel (Ketaren, 1986).
2.4.1.2 Wet Rendering
Wet rendering adalah cara rendering dengan penambahan air selama
proses berlangsung. Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang
dilengkapi dengan alat pengaduk, kemudian ditambahkan air, dipanaskan
pelahan-lahan sampai suhu 50oC sambil diaduk (Ketaren, 1986).
2.4.2 Pengepresan Mekanis (Mechanical Expression)
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara mendapatkan minyak atau
bahan berupa biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk minyak dari bahan yang
berkadar minyak tinggi (30%-70%). Pemanasan sebelum pengepresan bertujuan
untuk memudahkan proses pengepresan dengan mengurangi kekentalan minyak
dan menggumpalkan protein (Ketaren, 1986).
2.4.2.1 Pengepresan Hidraulik (Hydraulic Pressing)
Besarnya tekanan dan lama pengepresan akan mempengaruhi jumlah
minyak yang dihasilkan. Umumnya, jumlah minyak yang diperoleh pada
pengepresan hidraulik mencapai 80% dari kadar minyak yang terdapat pada
daging biji (Ketaren, 1986).
2.4.2.2 Pengepresan Berulir (Expeller Pressing)
Biji dipres dengan pengepresan berulir yang berjalan secara kontinu. Biji
dapat dimasukkan ke dalam alat pengepres secara kontinu sehingga jumlah bahan
yang dapat dipres dan minyak yang dihasilkan lebih banyak (Ketaren, 1986;
Widodo dan Sumarsih, 2006).
2.4.3 Ekstraksi dengan Pelarut (Slvent Extraction)
Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak atau
lemak dalam pelarut minyak atau lemak. Pada cara ini diperoleh kadar minyak
yang lebih tinggi, namun sebagian fraksi yang bukan minyak juga akan ikut
terekstraksi (Ketaren, 1986).
2.5 Ester Asam Lemak
Ester adalah suatu senyawa yang mengandung gugus –COOR, R dapat
berupa alkil maupun aril. Ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara
suatu asam karboksilat dengan suatu alkohol yang disebut reaksi esterifikasi
Transesterifikasi adalah pembentukan ester dengan mereaksikan: ester
asam lemak dengan asam lemak yang disebut asidolisis; ester asam lemak dengan
alkohol atau gliserol yang disebut alkoholisis atau gliserolisis; ester dengan ester
atau pertukaran ester yang disebut sebagai interesterifikasi (Davideck, et al.
1990).
Transesterifikasi trigliserida terdiri dari tiga tahap reaksi dan bersifat
reversibel, secara berturut trigliserida diubah menjadi digliserida, monogliserida
dan akhirnya menjadi gliserol dan membebaskan satu molekul ester di setiap
langkahnya. Pada prinsipnya, proses transesterifikasi adalah memisahkan gliserol
dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (biasanya
metanol) menjadi metil ester asam lemak (MEAL) atau dikenal dengan biodisel.
Dalam reaksi alkoholisis, alkohol bereaksi dengan ester dan menghasilkan ester
baru. Reaksi ini merupakan reaksi dapat balik yang pada suhu kamar tanpa
bantuan katalisator akan berlangsung sangat lambat (Meher, 2004).
Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol adalah sebagai berikut:
trigliserida metanol ester gliserol
2.6 Metil Ester Sulfonat
Surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa antara metil
ester asam lemak (fatty acid) dan alkohol lemak (fatty alcohol). Salah satu proses
untuk menghasilkan surfaktan adalah proses sulfonasi untuk menghasilkan metil
ester sulfonat (MES). Proses sulfonasi terjadi dengan mereaksikan pereaksi yang
mengandung sulfat atau sulfit dengan minyak, asam lemak, ester, dan alkohol
lemak. Disebut sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan gugus sulfon
pada senyawa organik (Nightingale, 1987; Schwuger and Lewandowski, 1995).
Surfaktan digunakan dalam jumlah besar pada berbagai produk kebutuhan
rumah tangga, kosmetik dan farmasi, detergen dan produk-produk pembersih
lainnya. Biasanya setelah digunakan, prduk yang mengandung surfaktan tersebut
dibuang sebagai limbah yang pada akhirnya akan dibebaskan ke permukaan air.
Bidegradasi dan mekanisme penguraian lain sangat diperlukan untuk mengurangi
jumlah dan konsentrasi surfaktan yang mencapai lingkungan. Salah satu alternatif
untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat penggunaan surfaktan adalah
memperluas peggunaan surfaktan alami. Metil ester sulfonat merupakan turunan
ester asam lemak yang dibuat secara sintesis adalah surfaktan alami (Brown,
1995).
Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat
melalui proses sulfonasi dengan menggunakan bahan baku dari minyak nabati.
Keunggulan MES dibandingkan dengan surfaktan yang dibuat dari minyak bumi
(petroleum) adalah sifatnya dapat diperbarui, lebih ramah lingkungan karena
temperatur tinggi, dan memiliki pembusaan yang rendah (Satsuki, 1994;
Schwuger and Lewandowski, 1995).
Proses sulfonasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat, sulfit,
NaHSO3, atau gas SO3 dengan ester asam lemak. Pereaksi kimia yang banyak
digunakan adalah gas SO3 yang sangat reaktif dan bereaksi cepat dengan beberapa
senyawa organik (Schwuger and Lewandowski, 1995). Reaksi sulfonasi dengan
gas SO3 terjadi sebagai berikut:
metil ester metil ester sulfonat
Gambar 2. Reaksi sulfonasi
MES yang dihasilkan pada proses sulfonasi masih mengandung
produk-produk samping yang dapat mengurangi kinerja surfaktan sehingga memerlukan
proses pemurnian. Menurut Satsuki, 1994; Schwuger and Lewandowski, 1995),
proses produksi MES dilakukan dengan mereaksikan metil ester dan gas SO3
dalam failing film reactor pada suhu 80-90oC. Proses sulfonasi ini akan
menghasilkan produk berwarna gelap, sehingga dibutuhkan proses pemurnian
meliputi pemucatan dan netralisasi. Untuk mengurangi warna gelap tersebut,
pada tahap pemucatan ditambahkan larutan H2O2 atau larutan metanol, yang
dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan menambahkan larutan alkali (KOH
atau NaOH), setelah melewati tahap netralisasi, produk dikeringkan sehingga
Foster (1996) menyatakan bahwa untuk mendapatkan produk yang unggul
dari reaksi sulfonasi, rasio mol reaktan merupakan faktor utama yang harus
dikendalikan. Faktor lainnya adalah suhu reaksi, konsentrasi reaktan (gas SO3),
pH netralisasi, lama penetralan, dan suhu selama penetralan.
2.7 Sabun dan Detergen
Sabun adalah garam dari asam lemak berantai panjang, biasanya
merupakan garam natrium, contohnya natrium stearat. Suatu molekul sabun
mengandung suatu rantai hidrokarbon yang bersifat hidrofobik dan mengandung
suatu ujung ion yang bersifat hidrofilik, sehingga sabun adalah surfaktan yang
mampu mengemulsi kotoran berminyak. Kekurangan dari sabun ialah membentuk
garam yang tidak larut dengan Ca2+, Mg2+ dan ion-ion lain yang terdapat dalam air
sadah (Fessenden dan Fessenden, 1984).
Detergen meupakan garam sulfat atau sulfonat dari asam lemak lemak
berantai panjang, contohnya natrium lauril sulfat. Sama seperti sabun, detergen
adalah surfaktan, dengan rantai hidrokarbon yang bersifat hidrofobik dan ujung
ion sulfat atau sulfonat yang bersifat hidrofilik. Adanya gugus sulfat atau sulfonat
menyebabkan detergen dapat digunakan dalam air sadah karena detergen
membentuk garam yang dapat larut dalam air sadah (Fessenden dan Fessenden,
1984).
2.8 Surfaktan
Surfaktan atau zat aktif permukaan adalah molekul dan ion yang
diadsorpsi pada antarmuka. Surfaktan disebut juga amfifil, dimana molekul atau
ion tersebut mempunyai afinitas tertentu, baik terhadap pelarut polar maupun non
satu molekulnya, surfaktan memiliki dua gugus yang berbeda polaritasnya yaitu
gugus polar dan non polar. Gugus polar memperlihatkan afinitas (daya ikat) yang
kuat dengan pelarut polar contohnya air, sehingga sering disebut gugus hidrofilik.
Gugus non polar biasa disebut hidrofobik atau lipofilik yang berasal dari bahasa
Yunani phobos (takut) dan lipos (lipid) (Martin, dkk. 1993).
Gugus hidrofil antara lain adalah gugus hidroksil (-OH), gugus karbksilat
(-COOH), gugus sulfat (-SO2-OH), gugus sulfonat (-SO2-OH), gugus amino
(-NH2), atau gugus amino tersubstitusi: -NHR1, -NR1R2. Gugus lipofil
Berdasarkan muatan gugus hidrofilnya, surfaktan dibagi atas surfaktan
anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan amfoterik. Surfaktan
anionik memiliki gugus hidrofil yang bermuatan negatif dalam bagian aktif
permukaan, seperti gugus karboksilat (RCOO-M+), sulfonat (RSO3-M+) atau
posfat (ROPO3-M+). Surfaktan kationik memiliki gugus hidrofil yang bermuatan
positif pada bagian aktif permukaan, contoh ammonium halida kwarterner
(R4N+X-). Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak
terjadi ionisasi molekul. Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang mengandung
gugus anionik dan kationik, dimana muatannya bergantung kepada pH, pada pH
tinggi dapat menunjukkan sifat anionik dan pada pH rendah dapat menunjukkan
sifat kationik (Rieger, 1985).
Tegangan permukaan turun dengan tajam apabila konsentrasi zat aktif
permukaan dinaikkan sampai mencapai suatu harga yang tetap. Sifat-sifat larutan
yang mengandung zat aktif permukaan berubah dengan tajam pada suatu kisaran
knsentrasi yang sempit. Konsentrasi ini yang disebut konsentrasi misel kritis. Zat
pada konsentrasi di atas knsentrasi misel kritis, tetapi bergabung (50-150 molekul
surfaktan) membentuk agregat berukuran koloid yang disebut misel dimana rantai
hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air
(Martin, dkk. 1993).
a b
Gambar 3. Molekul surfaktan membentuk misel (a. Gugus hidrofilik dan
hidrofobik surfaktan; b. Agregat surfaktan atau misel)
Karena adanya rantai hidrokarbon, molekul surfaktan secara keseluruhan
tidaklah benar-benar larut dalam air, namun teremulsi dalam air karena
membentuk misel.
2.8.1 Tegangan Permukaan
Tegangan permukaan adalah gaya per satuan panjang yang harus diberikan
sejajar pada permukaan untuk mengimbangi tarikan ke dalam, dengan satuan
dyne/cm dalam system cgs (Martin, 1993).
Pengukuran tegangan permukaan dapat dilakukan dengan beberapa
metode, tetapi yang sering digunakan adalah metode kenaikan kapiler dan Du
Nouy. Prinsip dari tensimeter Du Nouy adalah bahwa gaya yang diperlukan untuk
antarmuka. Gaya yang diperlukan untuk melepaskan cincin dengan cara ini
diberikan oleh suatu kawat spiral dan dicatat dalam satuan dyne pada suatu
penunjuk yang dikalibrasi (Martin, dkk. 1993).
2.8.2 Keseimbangan Hidrofilik Lipofilik
Sifat aktivitas permukaan terutama tergantung dari perbandinganhidrofilik
dan lipofilik dari surfaktan. Perbandingan ini harus dalam batas tertentu supaya
zat tersebut dapat bekerja sebagai surfaktan. Besarnya bagian hidrofilik dan
lipofilik menentukan potensi surfaktan. Semakin tinggi nilai HLB suatu zat,
semakin hidrofilik zat tersebut. Jika bagian hidrofilik terlalu dominant maka zat
tersebut tidak akan melekat ada permukaan tetapi akan melarut dalam air. Jika
bagian lipofilik terlalu dominant maka zat tersebut akan melarut sempurna dalam
minyak dan tidak lagi berfungsi sebagai surfaktan (Martin, dkk. 1993).
Davies telah menghitung nilai Keseimbangan Hidrofilik dan Lipofilik
(KHL) untuk zat aktif permukaan dengan memecah berbagai molekul surfaktan ke
dalam gugus-gugus penyusunnya, yang masing-masing diberi suatu angka gugus.
Penjumlahan dari angka-angka gugus untuk suatu surfaktan tertentu
memungkinkan perhitungan nilai HLB nya menurut persamaan:
HLB = ∑(angka -angka gugus hidrofilik) + ∑(angka -angka gugus lipfilik) + 7
(Martin, dkk. 1993).
2.9 Spektroskopi Inframerah
Spektrofotometri inframerah banyak digunakan dalam identifikasi analisa
kimia organik untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa. Frekuensi
inframerah biasanya dinyatakan dalam satuan bilangan gelombang (wavenumber),
pengukuran radiasi inframerah yang umumnya digunakan untuk menyelidiki
senyawa-senyawa organik adalah 700-4000 cm-1, dimana pada daerah 1500-4000
cm-1 merupakan daerah gugus fungsi, dan pada daerah 700-1500 cm-1 adalah
daerah sidik jari (fingerprint region) yang memberikan spektrum yang khas untuk
setiap senyawa (Hart, dkk. 2003; Silverstein, 1986).
Spektrum inframerah suatu senyawa dapat dengan mudah diperoleh dalam
beberapa menit. Sedikit sampel senyawa diletakkan dalam instrumen dengan
sumber radiasi inframerah. Spektrofotometer secara otomatis membaca sejumlah
radiasi yang menembus sampel dengan kisaran frekuensi tertentu dan merekam
pada kertas berapa persen radiasi yang ditransmisikan. Radiasi yang diserap oleh
molekul muncul sebagai pita pada spektrum (Hart, dkk. 2003).
Metode Spektroskopi inframerah ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui, karena spektrum yang
dihasilkan spesifik untuk senyawa tersebut. Metode ini banyak digunakan karena
cepat dan relatif murah, dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional
dan jenis ikatan yag ada dalam molekul, selain itu inframerah yang dihasilkan
oleh suatu senyawa adalah khas karena dapat menyajikan sebuah fingerprint (sidik
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian meliputi pengumpulan dan preparasi bahan,
pengepresan minyak dari biji jarak, pembuatan metil ester asam lemak dari
minyak kastor, sulfonasi metil ester asam lemak, analisis spektroskopi FT-IR
untuk mengkonfirmasi hasil dari setiap tahap, dan penentuan tegangan permukaan
serta nilai HLB dari surfaktan MES yang terbentuk. Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Sintesa Bahan Obat Fakultas Farmasi USU, dan Laboratorium
Farmasi Fisik Fakultas Farmasi USU. Analisis FT-IR dilakukan di Laboratorium
FT-IR Bea Cukai Belawan Medan.
3.1Alat–alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas, oven
(Gallenkamp), neraca kasar, neraca analitik (Mettler AE 200), perangkat pres
sederhana, hotplate stirrer, termometer, indikator universal, perangkat sulfonasi,
spektrofotometer FT-IR, tensiometer Du Nouy.
3.2 Bahan-bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak kastor
dari pengepresan biji jarak duri (Ricinus communis L.) dan akuades. Bahan kimia
yang digunakan berkualitas pro analisa produksi E-Merck: metanol, benzen, asam
sulfat pekat, dietil eter, natrium sulfat anhidrat, hidrogen peroksida, natrium
3.3 Penyiapan Bahan
3.3.1 Pengambilan bahan
Pengambilan bahan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan
dengan tanaman yang sama dari daerah lain. Bagian yang diambil adalah buah
jarak duri (Ricinus communis L.) yang sudah tua (berwarna hitam). Buah jarak
duri diambil dari Kec. Medan Denai.
3.3.2 Determinasi tumbuhan
Determinasi tumbuhan jarak dilakukan oleh Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan, Departemen Biologi Fakultas MIPA USU. Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran 1 halaman 36.
3.3.3 Pengolahan bahan
Buah jarak duri (Ricinus communis L.) yang sudah berwarna hitam
dijemur di bawah sinar matahari hingga kulitnya menjadi pecah dengan
sendirinya. Lalu biji jarak yang diperoleh dilepas dari cangkangnya (Widodo dan
Sumarsih, 2006).
3.4 Pembuatan Pereaksi
3.4.1 Pembuatan Larutan NaOH 20%
Dilarutkan 20 g natrium hidroksida P ke dalam 100 ml akuades bebas CO2.
3.5 Pengepresan Biji Jarak
Biji yang sudah dipisahkan dari cangkangnya dihaluskan kemudian
dipanaskan dalam oven pada suhu 80o C selama 30 menit, lalu segera dipres
dalam keadaan panas (Widodo dan Sumarsih, 2006). Minyak yang diperoleh
3.6 Pembuatan Metil Ester Asam Lemak dari Minyak Kastor
Kedalam labu alas bulat leher tiga dimasukkan sebanyak 100 ml minyak
kastor, 50 ml metanol dan 100 ml benzena sambil diaduk dan melalui corong
penetes diteteskan sebanyak 2 ml H2SO4 (p) secara perlahan-lahan, kemudian
dirangkai alat refluks, dan direfluks selama 5 jam pada suhu ± 80oC. Kelebihan
metanol dan pelarut didestilasi pada suhu 80-81oC. Residu yang diperoleh
diekstraksi dengan 100 ml dietil eter dan dicuci dengan 25 ml aquadest sebanyak
2 kali. Lapisan atas diambil lalu ditambahkan Na2SO4 anhidrat dan disaring.
Filtratnya didestilasi pada suhu 34-35oC sehingga diperoleh residu metil ester
asam lemak campuran dari minyak kastor (Daniel, 2006) dan dikonfirmasikan
strukturnya melalui analisis FT-IR.
3.7 Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Metil Ester Asam Lemak Minyak Kastor
Ke dalam labu pensulfonasi yang sudah dilengkapi stirrer dan pendingin
balik di atas hotplate, dimasukkan metil ester asam lemak dari minyak kastor
sebanyak 100 mL. Ke dalam labu dialirkan gas SO3 yang diperoleh dari
pemanasan H2SO4 pekat dengan bantuan blower, direfluks pada suhu 90oC selama
± 4 jam. Ke dalam MES crude hasil sulfonasi ditambahkan metanol (35% v/v) dan
dibleaching dengan H2O2 50% lalu direfluks pada suhu 50oC selama 1,5 jam. Sisa
metanol didestilasi pada suhu 64-65oC, lalu MES didinginkan, ditambahkan
NaOH 20% setetes demi setetes hingga pH mendekati 8 sambil diaduk. Kemudian
MES dipanaskan di atas hotplate berstirer pada suhu 50-55oC selama 30 menit
(Schwuger & Lewandowski, 1995). Dilakukan analisa FT-IR, uji penentuan
3.8 Prosedur Analisis
3.8.1 Penentuan tegangan permukaan
Pengukuran tegangan permukaan dilakukan dengan menggunakan alat
tensiometer Du Nouy dengan cara :
Sebanyak 1 g MES ditimbang, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml
dan dilarutkan dalam akuades hingga garis tanda (konsentrasi 1%). Dipipet dari
larutan 1% sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan
diencerkan dengan akuades hingga garis tanda (konsentrasi 0,01%). Konsentrasi
larutan MES yang ditentukan adalah: 0,001; 0,005; 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05;
0,06; 0,07; 0,08; 0,09; 0,1 % b/v.
Alat tensiometer dikalibrasi menggunakan akuades pada suhu 30oC.
Sebanyak 25 ml larutan MES 0,001% dimasukkan ke dalam cawan. Kemudian
cawan tersebut diletakkan pada meja pengukuran yang dihubungkan dengan
sebuah termostat. Meja pengukuran dinaikkan dengan hati-hati sampai cincin
terletak ditengah-tengah cairan dan dikunci. Sekrup penurun meja pengukuran
diputar dan dipertahankan agar jarum penunjuk tetap terletak diantara bagian
hitam dari cakram tanda, sementara sekrup pada penunjuk skala diputar
berlawanan dengan putaran jarum jam sampai cincin terlepas dari permukaan
3.8.2 Penentuan Harga HLB (Hidrophilic Lipophilic Balance)
Penentuan harga HLB dilakukan secara teori, dengan rumus:
∑{gugus-gugus hidrofilik}+ ∑{gugus-gugus lipofilik}+ 7
(Adamson, 1990).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengepresan Biji Jarak
Hasil identifikasi jarak duri yang dilakukan di Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas MIPA USU, menunjukkan bahwa jarak
duri termasuk dalam suku Euphorbiaceae seperti yang tertera pada Lampiran 1
halaman 36. Minyak kastor diperoleh dari pengepresan biji jarak duri (Ricinus
communis L.) menggunakan alat pres hidrolik sederhana.
Minyak kastor terdapat dalam biji tanaman jarak duri (Ricinus communis
L.) dengan kandungan minyak 54%. Menurut Hambali, dkk (2006), pengepresan
merupakan cara pemisahan minyak dari bahan yang berupa biji-bijian. Cara ini
paling sesuai untuk memisahkan minyak dari bahan yang kadar minyaknya tinggi
yaitu 30-70 %.
Dengan demikian, metode yang paling sesuai untuk memperoleh minyak
kastor dari biji jarak untuk tujuan pembuatan surfaktan adalah teknik pengepresan
mekanis. Pengepresan yang dilakukan adalah pengepresan dengan panas, dimana
biji jarak yang telah dihaluskan dipanaskan terlebih dahulu dalam oven lalu dipres
dalam keadaan panas.
Proses pemanasan biji jarak sebelum dipres bertujuan untuk
menggumpalkan protein dalam biji jarak dan menurunkan kekentalan minyak
sehingga mempermudah proses pengepresan minyak dan pemisahan minyak dari
4.1.1 Analisis Spektroskopi FT-IR Minyak Kastor
Analisis spektroskopi FT-IR minyak kastor yang diperoleh dari
pengepresan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Spektrum FT-IR dari Minyak Kastor.
Spektrum FT-IR pada Gambar 4 menunjukkan puncak serapan pada
daerah bilangan gelombang 3413,69 cm-1 yang merupakan serapan khas untuk
gugus hidroksil (-OH), pada bilangan gelombang lebih kurang 3008,45 cm-1
dengan serapan pada bilangan gelombang 1656,10 cm-1 yang merupakan serapan
khas dari ikatan C=C. Pada bilangan gelombang 1745,76 cm-1 merupakan serapan
khas dari gugus karbonil (C=O) dari ester dan didukung dengan puncak serapan
C-O-C pada daerah bilangan gelombang 1166,11 cm-1 sehingga dapat
disimpulkan adanya gugus ester. Pada daerah bilangan gelombang 2855,28 cm-1
dan 2927,28 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi sretching dari C-H sp3 yang
didukung vibrasi bending C-H sp3 dari -CH2 pada bilangan gelombang 1464,05
cm-1 dan dari –CH3 pada bilangan gelombang 1377,60 cm-1 (Hart, dkk. 2003;
Silverstein, et al. 1981).
Minyak kastor mengandung trigliserida asam-asam lemak, terutama asam
risinoleat dengan konsentrasi hampir 90 % sehingga minyak kastor disebut
sebagai trigliserida asam risinoleat. Struktur trigliserida asam risinoleat dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Trigliserida Asam Risinoleat.
Pada gambar 5 terdapat ikatan atau gugus -C-H dan C-C dari alkana, C=C
dan =C-H dari alkena, C=O dan C-O-C dari ester, dan –OH dari alkohol (gugus
hidroksil) (Prihandana dan Hendroko, 2006). Dengan demikian, spektrum FT-IR
pada Gambar 4 menunjukkan adanya trigliserida asam risinoleat dari minyak
4.2 Pembuatan Metil Ester Asam Lemak
Pembentukan metil ester asam lemak dengan reaksi transesterisfikasi
secara alkoholisis dari 100 ml minyak kastor dengan 50 ml metanol menggunakan
katalis H2SO4 dalam pelarut benzena pada suhu 80oC diperoleh metil ester asam
lemak, dengan reaksi seperti pada Gambar 6.
trigliserida metanol metil ester gliserol
Gambar 6. Reaksi Pembentukan Metil Ester Asam Lemak.
4.2.1 Analisis Spektrskopi FT-IR Metil Ester Asam Lemak
Untuk mengetahui apakah reaksi sesuai dengan yang diharapkan, metil
ester asam lemak minyak kastor (metil risinoleat) yang diperoleh diidentifikasi
dengan spektroskopi FT-IR menghasilkan spektrum seperti pada Gambar 7
halaman 25, memberikan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang
3448,43 cm-1 yang merupakan serapan khas untuk gugus hidroksil (-OH), pada
bilangan gelombang lebih kurang 3009,01 cm-1 merupakan puncak serapan untuk
C-H sp2 dari gugus -CH=CH- dan didukung dengan serapan pada bilangan
gelombang 1655,81 cm-1 yang merupakan serapan khas dari ikatan C=C. Pada
(C=O) dari ester dan didukung dengan puncak serapan C-O-C pada daerah
bilangan gelombang 1196,98 cm-1 sehingga dapat disimpulkan adanya gugus
ester. Pada daerah bilangan gelombang 2856,67 cm-1 dan 2924,50 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi sretching dari C-H sp3 yang didukung vibrasi
bending C-H sp3 dari –CH2 pada bilangan gelombang 1460 cm-1 dan dari –CH3
pada bilangan gelombang 1376,79 (Hart, dkk. 2003; Silverstein, et al. 1981).
Gambar 7. Spektrum FT-IR dari Metil Ester Risinoleat.
Metil ester asam lemak minyak kastor memiliki ikatan –C-H dan -C-C,
=C-H dan C=C dari alkena, C=O dan C-O-C dari ester, -OH dari alkohol (gugus
OH O CH3-(CH2)5-CH-CH2-CH=CH-(CH2)7-C
hidroksil). Ikatan dan gugus-gugus tersebut juga sama seperti pada minyak kastor.
Puncak –OH dan C=O pada spektrum FT-IR metil ester (gambar 7) menunjukkan
adanya sedikit perbedaan dengan puncak –OH dan C=O pada spektrum FT-IR
minyak kastor. Puncak –OH pada metil ester terdapat pada bilangan gelombang
yang lebih besar dari minyak kastor. Puncak C=O pada metil ester lebih lebar dan
terdapat pada bilangan gelombang yang lebih besar dari minyak kastor. Hal ini
dapat disebabkan oleh pergeseran gugus-gugus yang terjadi akibat perubahan
ikatan-ikatan pada minyak (trigliserida) dengan metil ester asam lemak minyak
kastor.
Menurut Hart, dkk (2003), dua senyawa yang memiliki ikatan dan gugus
yang sama memiliki spektrum yang sama di daerah gugus fungsi (1500-4000
cm-1) tetapi spektrum kedua senyawa tersebut berbeda di daerah sidik jari atau
finger print region (700-1500 cm-1). Pita-pita di daerah sidik jari dihasilkan dari
gabungan gerakan bengkok dan regangan dari atom-atom yang ada. Daerah sidik
jari adalah khas untuk setiap senyawa.
4.3 Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Metil Ester Asam Lemak
Sulfonasi metil ester risinoleat dengan pereaksi pensulfonasi gas SO3
(reaksi dapat dilihat pada Gambar 8) yang diperoleh dari pemanasan H2SO4(p),
pada suhu 90oC selama ± 4 jam, kemudian melalui tahap bleaching, reesterifikasi
dan netralisasi menghasilkan garam natrium dari metil ester sulfonat. Reaksi yang
OH O
Garam Natrium Metil Ester Sulfonat
Gambar 8. Reaksi Pembentukan Metil Ester Sulfonat (MES).
Cairan hasil sulfonasi yang berwarna gelap direesterifikasi dengan
penambahan metanol dan dibleaching dengan penambahan H2O2 menghasilkan
cairan berwarna lebih jernih. Penambahan metanol berfungsi untuk mengesterkan
kembali gugus yang terhidrolisa sehingga mengurangi hasil samping reaksi yang
berupa garam disodium karboksi sulfonat (di-salt) dan juga untuk mengurangi
viskositas cairan pada saat proses netralisasi. Netralisasi hasil bleaching dilakukan
dengan penambahan NaOH 20% hingga pH surfaktan MES tersebut mendekati 8.
Netralisasi dilakukan agar diperoleh ester sulfonat yang stabil, karena ester
sulfonat dalam suasana asam dapat terhidrolisa menjadi sulfonat asam lemak
(fatty acid sulfonated). Sementara itu dalam suasana basa (pH >9), ester dapat
terhidrolisa membentuk garam disodium dari sulfonat asam lemak. Larutan MES
bentuk padat berupa pasta atau serbuk (Germain, 2001; Satsuki, 1994; Schwuger
& Lewandowski, 1995).
Pada tahap akhir sulfonasi, setelah dinetralisasi terbentuk dua lapisan yang
dipisahkan dengan corong pisah. Lapisan bawah berupa cairan berwarna kuning
lemah yang membentuk busa pada penambahan air dan pengocokan, merupakan
lapisan surfaktan MES yang mengandung air dari penguraian H2O2 dan NaOH dan
mengandung sisa metanol. Setelah dikeringkan dengan penguapan diperoleh
surfaktan MES padat. Lapisan atas yang tidak bercampur dengan air merupakan
sisa metil ester asam lemak yang tidak tersulfonasi, menyebabkan rendemen
cairan surfaktan MES yang diperoleh hanya ± 30%. Lapisan metil ester yang
tidak tersulfonasi menunjukkkan kondisi reaksi yang kurang sempurna, dimana
jumlah gas SO3 sebagai pereaksi pensulfonasi yang bereaksi dengan metil ester
tidak terpenuhi untuk mensulfonasi seluruh metil ester asam lemak.
Foster, et al. (2001); Schwuger & Lewandowski (1995) menyatakan
bahwa, faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang baik
dari reaksi sulfonasi antara lain: rasio mol reaktan, konsentrasi reaktan (gas SO3),
suhu reaksi, pH netralisasi, lama penetralan, dan suhu selama penetralan.
4.3.1 Analisis Spektroskopi FT-IR Metil Ester Sulfonat
Untuk mengetahui apakah reaksi berjalan sesuai dengan yang diharapkan,
garam MES yang terbentuk diidentifikasi dengan spektroskopi FT-IR dengan
Gambar 9. Spektrum FT-IR dari Metil Ester Sulfonat (MES) Hasil Sulfonasi dari
Metil Ester Asam Lemak Minyak Kastor.
Spektrum FT-IR pada Gambar 9 menunjukkan puncak serapan pada
daerah bilangan gelombang 3445,08 cm-1 yang merupakan serapan khas untuk
gugus hidroksil (-OH), pada bilangan gelombang lebih kurang 1680 cm-1
merupakan serapan khas dari gugus karbonil (C=O) dari ester dan didukung
dengan puncak serapan C-O-C pada daerah bilangan gelombang 1117,04 cm-1
sehingga dapat disimpulkan adanya gugus ester. Puncak serapan pada daerah
bilangan gelombang 1153,95 cm-1 dan 1186,79 cm-1 menunjukkan adanya
serapan khas dari gugus sulfonat (-SO3H). Pada daerah bilangan gelombang
sp3 yang didukung vibrasi bending C-H sp3 dari –CH2 pada bilangan gelmbang
lebih kurang 1420 cm-1 dan dari –CH3 pada bilangan gelombang 1360,72 cm-1
(Brown, et al. 1988; Silverstein, et al. 1981).
Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa pada metil ester sulfonat tidak ada lagi
spektrum C=C dan =C-H dari ikatan rangkap metil ester risinoleat. Reaksi
sulfonasi memutus ikatan rangkap dari metil ester risinoleat dengan masuknya
gugus sulfonat yang terikat pada atom C9 dari metil ester risinoleat tersebut.
Sehingga pada gambar juga terdapat perubahan spektrum dengan adanya
spektrum gugus O=S=O dari gugus sulfonat pada bilangan gelombang 1153,95
cm-1 dan 1186,79 cm-1. Naughton, (1973) menyatakan bahwa, gugus hidroksil,
ikatan rangkap dan gugus ester dalam struktur asam risinoleat merupakan
gugus-gugus reaktif dalam reaksi atau modifikasi untuk pembuatan berbagai produk
industri. Reaksi sulfonasi terjadi pada ikatan rangkap membentuk hasil senyawa
sulfonat.
4.3.2 Penentuan Nilai HLB dan Tegangan Permukaan
MES memiliki gugus hidroksil, gugus karboksilat, gugus sulfonat dan
gugus hidrokarbon dalam strukturnya. Menurut Martin, dkk. (1993), gugus
hidroksil, gugus karboksilat dan gugus sulfonat merupakan gugus hidrofilik dan
gugus hidrokarbon merupakan gugus lipofilik. Rieger (1997), mengklasifikasikan
surfaktan dalam empat tipe umum berdasarkan sifat ioniknya (gugus hidrofilik),
yaitu: anionik (bagian hidrofilik dari molekul bermuatan negatif), kationik (bagian
hidrofilik dari molekul bermuatan positif), nonionik (bagian hidrofilik dari
molekul tidak bermuatan), dan amfoterik (bagian hidrofilik dari molekul
klasifikasi surfaktan berdasarkan sifat ioniknya (bagian hidrofilik) MES
merupakan surfaktan anionik dimana bagian hidrofilik dari molekulnya bermuatan
negatif.
Perhitungan nilai HLB dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 40, dimana
nilai HLB MES adalah 41,925. Besarnya bagian hidrofilik dan lipofilik
menentukan potensi surfaktan. Semakin tinggi nilai HLB suatu zat, semakin
hidrofilik zat tersebut. Dengan demikian, MES bersifat hidrofilik. Dan dari skala
ukuran keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB) dapat dilihat pada Lampiran 5
halaman 41, dapat diketahui bahwa MES dengan nilai HLB 41,925 dapat
digunakan sebagai bahan penglarut (solubilizer) dan sebagai bahan pengemulsi
m/a (Adamson, 1990; Martin, dkk. 1993).
Hasil pengukuran tegangan permukaan MES dengan tensiometer Du Nuoy
pada konsentrasi 0.001-0.1% b/v (dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 39)
adalah 38,05 dyne/cm. Grafik dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik Pengaruh Konsentrasi terhadap Tegangan Permukaan
Grafik pengaruh konsentrasi terhadap tegangan permukaan surfaktan MES
pada Gambar 10 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi nilai
tegangan permukaan surfaktan MES semakin menurun, hingga akhirnya konstan
pada peningkatan konsentrasi selanjutnya, dimana nilai konsentrasi misel kritis
(kmk) larutan MES adalah pada titik Log C -1,2 yaitu pada konsentrasi surfaktan
MES 0.07 %.
Suatu zat aktif permukaan mengandung bagian lipofilik dan hidrofilik,
molekul yang mengandung bagian lipofilik dan hidrofilik kedua-duanya
diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, dengan gugus
hidrofilik dalam fase air dan gugus hidrofobik diarahkan terhadap udara atau
dalam fase minyak. Dimana semakin tinggi konsentrasi surfaktannya, semakin
besar aktivitas permukaannya dalam menurunkan tegangan permukaan, karena
semakin banyak zat terlarut yang diadsorbsi pada permukaan hingga kemudian
tegangan permukaan menjadi konstan dengan penambahan konsentrasi, karena
pada konsentrasi tersebut surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi
dimana misel ini terbentuk disebut konsentrasi misel kritis (kmk) (Martin, dkk.
1993).
Untuk melihat kemampuannya dalam menurunkan tegangan permukaan,
tegangan permukaan MES dibandingkan dengan Na Lauril Sulfat. Na Lauril
Sulfat merupakan surfaktan anionik (nilai HLB 40) yang biasa digunakan dalam
bidang farmasi. Dari data pengukuran tegangan permukaan Na Lauril Sulfat
(dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 43) diperoleh nilai tegangan permukaan
sebesar 30,08 dyne/cm. Grafik Tegangan Permukaan terhadap Log C dapat dilihat
Gambar 11. Grafik Pengaruh Konsentrasi terhadap Tegangan Permukaan
Surfaktan Na Lauril Sulfat
Grafik tegangan permukaan terhadap log C Na Lauril Sulfat pada Gambar
11 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi nilai tegangan
permukaan surfaktan MES semakin menurun, hingga akhirnya konstan pada
peningkatan konsentrasi selanjutnya, dimana nilai konsentrasi misel kritis (kmk)
larutan MES adalah pada titik Log C yaitu pada konsentrasi MES 0,069% %.
Nilai tegangan permukaan dari pengukuran yang dilakukan terhadap MES
(38,05 dyne/cm dengan kmk 0,07 %) dan Na Lauril Sulfat (30,08 dyne/cm dengan
kmk 0,069%) menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Dengan demikian
seperti Na Lauril Sulfat, MES juga efektif dalam menurunkan tegangan
permukaan, namun penurunan tegangan permukaan Na Lauril Sulfat lebih besar.
Hal ini dapat disebabkan kondisi pembentukan MES yang tidak optimum
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian pembuatan dan karakterisasi surfaktan metil ester sulfonat
dari sulfonasi metil ester minyak kastor (Ricinus communis L.) dapat disimpulkan
bahwa:
1. Reaksi sulfonasi pada metil ester minyak kastor (Ricinus communis L.)
menggunakan gas SO3 dari pemanasan H2SO4(p) sebagai agen pensulfonasi
menghasilkan surfaktan metil ester sulfonat (MES).
2. Surfaktan metil ester sulfonat dari minyak kastor (Ricinus communis L.)
efektif dalam menurunkan tegangan permukaan dengan nilai 38,05
dyne/cm dan nilai HLB sebesar 41,925 sehingga surfaktan MES bersifat
hidrofilik dan dapat digunakan sebagai bahan penglarut (solubilizer) dan
sebagai bahan pengemulsi m/a.
5.2 Saran
Disarankan untuk melanjutkan penelitian:
1. Menentukan kondisi optimum proses sulfonasi metil ester sulfonat dari
metil ester asam lemak minyak kastor (Ricinus communis L.)
menggunakan gas SO3 dari pemanasan H2SO4(p) sebagai agen
pensulfonasi terhadap nilai tegangan permukaan.
2. Melakukan sintesis surfaktan metil ester sulfonat dari sulfonasi metil ester
DAFTAR PUSTAKA
Adamson, A W. (1990). Physical Chemistry of Surfaces. 5th Ed. New York: John & Wiley & Sons, Inc: 538-539.
Brown, D.W., Floyd, A.J., dan Sainsburry, M. (1988). Organic spectroscopy. New York: John Wiley & Sons: 41-51.
Brown, D. (1995). Introduction to Surfactant Biodegradation. In: Karsa, D.R., and Porter, M.R., editors. Biodegrability of Surfactants. USA: Springer Press:p.144-146.
Daniel (2006). Transformasi Asam Lemak Tak Jenuh Minyak Kemiri Menjadi Surfaktan Alkanolamida Di, Tetra dan Heksahidroksi Oktadekanoat.
Disertasi. Program Doktor Ilmu Kimia FMIPA USU Medan.
Davideck, J., Velisel and Pokorny. (1990). Chemical Changes during Food ProcessingDevelopment in Food Sience 21. Elsevier.
Foster, N.C., McArthur, B.W., Sheats, W.B., Shea, M.C., Trivedi, S.N. (2001). Production of Methyl Ester Sulfonates. In: Zoller, U., and Paul S., editors.
Handbook of Detergents. USA; CRC Press: p.201-211.
Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. (1984). Kimia Organik. Jilid II. Edisi Ke II. Penerjemah: Pudjaatmaka, A.H. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 89-90;424-430.
Germain, T. (2001). Sulfonated Methyl Ester. In: Friedli,F.E., editor. Detergency
of Speciality Surfactants. New York: CRC Press: p.118-119.
Hambali, E., Suryani, A., Dadang, Hariyadi (2006). Jarak Pagar Tanaman
Penghasil Biodiesel. Depok: Penebar Swadaya. Hal. 47-57.
Hart, H., Craine, L.E., Hart, D.J. (2003). Kimia Organik. Edisi Ke XI. Penterjemah: Suminar S Achmadi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 461-466.
Hidayati, S., Ilim, Permadi, P. (2008). Optimasi Proses Sulfonasi untuk Memproduksi Metil Ester Sulfonat dari Minyak Sawit Kasar. Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II; 2008: Nov 17-18; Bandar
Lampung: Universitas Lampung.
Martin, A., James S., Arthur C. (1993). Farmasi Fisik. Edisi Ke III. Jakarta: Penerbit UI Press. Hal. 923-945.
Meher, L.C. (2004). Technical Aspects of Biodiesel Production by Transesterification a Review El Sevier Renewable and Sustainable Energy Reviews. New Delhi: Indian Institute f Technolgy Delhi.
Nightingale, P.M. (1987). Tower Powder Making and Process Control. In: Baldwin, A.R., editor. Second World Conference on Detergents: looking
towards the 90’s. USA: The American Oil Chemists Society: p.194-196.
Naughton, F.C. (1973). Production, Chemistry and Commercial Applications of Various Chemichals from Castor Oil. Symposium: Novel Uses of
Agricultural Oils. Journal of the AmericanOil Chemists Society.51:65-69.
Prihandana, R. dan Hendroko, R. (2006). Energi Hijau Pilihan Bijak Menuju
Negeri Mandiri Energi. Depok: Penebar Swadaya. Hal 175.
Ritschel, W.A. (1974). Laboratory Manual. P.187.
Satsuki, T. (1994). Methyl Ester Sulfonates: a surfactant based on natural fats. In: Cahn,A., editor. Proceedings of the 3rd World Conference on Detergents: global perspectives. Switzerland: The American Oil Chemists Society:
p.135-137.
Schwuger & Lewandowski, (1995). α-Sulfomonocarboxylic Esters. In: Stache, H., editor. Anion surfactans: organic chemistry. New York; CRC Press: p.468-470.
Silverstein, R.M., Bassler, G.C., Morrill, T.C. (1981). Spectrometric Identification
of Organic Compounds. 4th Ed. USA: John Wiley & Sons: 95,96,173-179.
Widodo, W., Sumarsih, S. (2006). Jarak Kepyar Tanaman Penghasil Minyak
Lampiran 2. Penentuan Faktor Koreksi pada Pengukuran Tegangan Permukaan
(γ) Surfaktan MES dengan Alat Tensiometer Du Nuoy
(γ) air menurut literatur pada suhu 30o
Lampiran 3. Data Pengukuran Tegangan Permukaan (γ) Surfaktan MES
No Konsentrasi
C (% b/v) Log C
γ terbaca (dyne/cm) γ
(dyne/cm)
γ setelah koreksi (dyne/cm)
γ1 γ2 γ3
Lampiran 4. Tabel Nilai HLB (Keseimbangan Hidrofilik-Lipofilik) dan
Perhitungan Nilai HLB Surfaktan MES
Tabel Nilai HLB
Perhitungan nilai HLB Surfaktan MES
Nilai HLB = ∑{gugus-gugus hidrofilik}+ ∑{gugus-gugus lipofilik}+ 7
= ∑{gugus ester (-COOC) + 2gugus sulfonat (SO3H) + gugus hidroksil
(-OH)} + ∑{-CH3 + 14(-CH2) + 2(-CH-)} + 7
= ∑{2,4 + 2(11) + 1,9} + ∑{-,475 + 14(-0,475) + 2(-0,475)}+ 7
= 43 + (-8,075) + 7
Lampiran 6. Penentuan Faktor Koreksi pada Pengukuran Tegangan Permukaan
(γ) dengan Alat Tensiometer Du Nuoy
Faktor koreksi =
(γ) air menurut literatur pada suhu 30o
Lampiran 7. Data Pengukuran Tegangan Permukaan (γ) Na lauril sulfat
No Konsentrasi
C (% b/v) Log C
γ terbaca (dyne/cm) γ
(dyne/cm)
γ setelah koreksi (dyne/cm)
γ1 γ2 γ3
1 0,001 -3 50,8 52,2 52,4 51,8 53,87 2 0,005 -2,3 43,0 44,0 43,4 43,47 45,21 3 0,01 -2 37,5 37,6 37,9 37,67 39,18 4 0,02 -1.7
Lampiran 8. Tanaman Jarak Duri (Ricinus communis L.)
(b) (c)
Keterangan: (a) tanaman jarak (b) tanaman jarak yang berbuah (c) buah jarak.
Lampiran 9. Biji Jarak Duri dengan dan tanpa Cangkang
(a) Biji jarak duri (dengan cangkang)
Lampiran 13. Spektrofotometer FT-IR
Lampiran 15. Minyak Kastor, Metil Ester Asam Lemak Minyak Kastor dan Metil
Ester Sulfonat (MES)
(c) (d)
Keterangan: (a) minyak kastor (b) metil ester asam lemak dari kastor
(c & d) metil ester sulfonat dari metil ester
Lampiran 17. Flowsheet Pembuatan Metil Ester Asam Lemak dari Minyak
Lampiran 18. Flowsheet Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Metil Ester