• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Metil Ester Sulfonat Dari Asam Stearat Dan Metil Ester Sulfonat Dari Asam Oleat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sintesis Metil Ester Sulfonat Dari Asam Stearat Dan Metil Ester Sulfonat Dari Asam Oleat"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS METIL ESTER SULFONAT DARI ASAM STEARAT DAN METIL ESTER SULFONAT DARI ASAM OLEAT

SKRIPSI

OLEH

YUSTINA SAMOSIR 081524008

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

SINTESIS METIL ESTER SULFONAT DARI ASAM STEARAT DAN METIL ESTER SULFONAT DARI ASAM OLEAT

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH

YUSTINA SAMOSIR 081524008

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul:

SINTESIS METIL ESTER SULFONAT DARI ASAM STEARAT DAN METIL ESTER SULFONAT DARI ASAM OLEAT

Oleh:

YUSTINA SAMOSIR 081524008

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: Maret 2011

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. Drs. Ismail, M.Si., Apt.

NIP 1954062819830031002 NIP 195006141980031001

Pembimbing II Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. NIP 1954062819830031002

Dra. Saodah, M.Sc., Apt. Dra Saleha Salbi, M.Si., Apt NIP 194901131976032001 NIP194909061980032001

Dra. Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt. NIP 195005081977022001

Medan, Maret 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera dalam Kasih Yesus Kristus

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas

segala berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi ini dengan baik yang berjudul “SINTESIS METIL ESTER

SULFONAT DARI ASAM STEARAT DAN METIL ESTER SULFONAT DARI

ASAM OLEAT” yang bertujuan untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tulus dan teristimewa kepada Ayahanda Ab.

Samosir., S.Pd dan Ibunda M. Pasaribu, yang telah memberikan kasih sayang,

motivasi dan doa yang tiada hentinya serta untuk dukungan moril dan materil (u’r

my soul and inspiration for my life), kakak saya Yanti, Ervina dan Adik-adik

saya Rindu, Daniel dan Samuel, sepupu saya Marlina, teman-teman dan

sahabat-sahabat saya Harry, Kak Deasy, Kak Sirnip, Bang Ollo, James, Nina, Bang Tano,

Parman, Heryani, Bang Kenz, Sischa, Agnez, serta keluarga besar aku terima

kasih buat doa, kasih sayang, perhatian, dorongan, dan semangat kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. dan Ibu Dra. Saodah, M.Sc., Apt. selaku

pembimbing yang telah memberikan waktu, kesabaran, nasehat selama penelitian

hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Pada Kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis juga mengucapkan

(5)

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas

Farmasi USU

2. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU, Apt. selaku dosen

wali yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan

hingga selesai

3. Bapak dan Ibu Staf Laboratorium Sintesa Bahan Obat serta Laboratorium

Penelitian yang telah memberi Fasilitas selama penulis melakukan

penelitian

4. Teman-teman, kakak dan abang asisten Laboratorium Sintesa Bahan Obat

dan Laboratorium Penelitian

5. Rekan-rekan mahasiswa Ekstensi Farmasi stambuk 2008 yang selalu

memberikan semangat, dukungan doa berbagi suka dan duka dalam

menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak

kekurangan baik dalam susunan kata-kata maupun isi. Untuk itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun

demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi.

Medan, Maret 2011 Penulis

(6)

SINTESIS METIL ESTER SULFONAT DARI ASAM STEARAT DAN METIL ESTER SULFONAT DARI ASAM OLEAT

ABSTRAK

Telah dilakukan sintesis Metil Ester Sulfonat (MES) dari asam stearat dan

Metil Ester Sulfonat dari asam oleat melalui tahapan reaksi yaitu reaksi

esterifikasi terhadap asam stearat dan asam oleat yang membentuk metil ester

asam stearat dan metil ester asam oleat kemudian dilakukan sulfonasi terhadap

kedua metil ester tersebut membentuk metil ester sulfonat asam stearat dan metil

ester sulfonat asam oleat. Selanjutnya kedua metil ester sulfonat asam lemak

dinetralisasi dengan NaOH untuk mendapatkan garam sulfonat.

Terbentuknya metil ester asam stearat dan metil ester asam oleat, serta

MES asam stearat dan MES asam oleat dan garam sulfonat dilakukan pengujian

karakterisasi yaitu identifikasi dengan spektroskopi FT-IR, pengukuran tegangan

permukaan terhadap garam sulfonat yang terbentuk dengan mengunakan alat

Tensiometer Du Nuoy.

Metil ester asam stearat dan metil ester asam oleat terbentuk ditandai

dengan terdapatnya spektrum FT-IR menunjukkan adanya ikatan C-O-C dari

ester, sedangkan MES asam stearat terdapat ikatan sulfonat, pada MES asam oleat

gugus sulfonat yang terbentuk memutuskan ikatan rangkap, dimana pada MES

asam oleat tidak terdapat spektrum ikatan rangkap dari metil ester asam oleat.

Untuk identifikasi terhadap surfaktan dari kedua asam lemak tersebut dilakukan

pengukuran tegangan permukaan dan diperoleh nilai dari tegangan permukaan

surfaktan MES asam stearat 29,04 dyne/cm dengan nilai HLB sebesar 12,325 dan

surfaktan MES asam oleat 32,46 dyne/cm dengan nilai HLB 25,255 menunjukkan

surfaktan MES asam lemak tersebut bersifat hidrofilik, dimana MES asam stearat

dapat digunakan sebagai detergen dan bahan pengemulsi tipe m/a, sedangkan

MES asam oleat dapat digunakan sebagai pelarut (solubilizer) dan pengemulsi

tipe m/a.

Kata kunci: surfaktan, metil ester sulfonat, tegangan permukaan, spektroskopi

(7)

SYNTHESIS OF METHYL ESTER SULFONATE FROM STEARIC ACID AND METHYL ESTER SULFONATE FROM ACID OLEIC

ABSTRACT

The Synthesis of Methyl Ester Sulfonate (MES) from stearic acid and

from oleic acid through the stages of esterification reaction, that are esterification

from stearic acid and oleic acid that forms methyl ester stearic acid and methyl

ester oleic acid next stage was sulfonating the two of methyl esters to form a

methyl ester sulfonate stearic acid and methyl ester oleic acid sulfonate.

Furthermore, both fatty acid methyl ester sulfonate is neutralized with NaOH to

obtain sulfonate salt.

The formation of methyl ester stearic acid, methyl ester oleic acid, and

MES stearic acid, MES oleic acid and sulfonate salt are continued by the

characterization test with FT-IR spectroscopy identification and the measurement

of surface tension of the sulfonate salt by using the Du Nuoy Tensiometer.

The form of methyl ester stearic acid and methyl ester in FT-IR spectrum

are shown by C-O-C bond from ester, the MES stearic acid shown by sulfonate

bond, the MES oleic acid shown sulfonate bond which is decide the double bond,

where is the MES oleic acid did not show double bond spectrum from methyl

ester oleic acid. Surfactant identification of both fatty acid using the

measurements of surface tension and surface tension values obtained from the

MES stearic acid 29.04 dyne/cm with HLB values of 12.325 and MES oleic acid

32.46 dyne/cm with HLB values of 25.255. MES stearic acid and MES oleic acid

is hydrophilic fatty acid, MES stearic acid can be used as detergents and material

type emulsifiers o/w, while MES oleic acid can be used as solubilizer and

emulsifiers type o/w.

Key words: surfactants, methyl ester sulfonate, surface tension, the FT-IR

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan ... 5

2.1.1 Asam Stearat ... 5

(9)

2.2 Lemak dan Minyak... 6

2.3 Asam Lemak ... 7

2.4 Ester ... 9

2.5 Metil Ester Asam Lemak ... 9

2.6 Metil Ester Sulfonat... 10

2.7 Sabun Dan Detergen ... 11

2.7.1 Sabun ... 11

2.7.2 Detergen ... 12

2.8 Surfaktan ... 13

2.8.1 Tegangan Permukaan ... 16

2.8.2 Penentuan Nilai HLB ... 16

2.9 Spektrofotometer Inframerah ... 18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan ... 22

3.1.1 Alat ... 22

3.1.2 Bahan ... 22

3.2 Pembuatan Pereaksi ... 23

3.2.1 Pembuatan Larutan NaOH 20% b/v ... 23

3.3 Pembuatan Metil Ester Asam Stearat ... 23

3.4 Pembuatan Metil Ester Asam Oleat ... 23

3.5 Pembuatan Metil Ester Asam Sulfonat dari Metil Ester Asam Stearat ... 24

(10)

3.7 Analisis Spektrofotometri Inframerah ... 25

3.8 Uji Secara Kimia ... 25

3.8.1 Tes dengan BaCl2 ... 25

3.8.2 Tes dengan Bromine ... 26

3.8.3 Tes dengan Baeyer ... 27

3.9 Penentuan Tegangan Permukaan ... 27

3.10 Penentuan Harga HLB (Hidrophilic Lipophilic Balance ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Spektrometri FT-IR pada Asam Stearat ... 29

4.2 Analisis Spektrometri FT-IR pada Asam Oleat ... 30

4.3 Pembuatan Metil Ester Asam Stearat dan Asam Oleat ... 31

4.4 Analisis Spektrometri FT-IR Metil Ester Asam Stearat ... 31

4.5 Analisis Spektrometri FT-IR Metil Ester Asam Oleat ... 33

4.6 Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Metil Ester Asam Stearat dan Asam Oleat... 35

4.7 Analisis Spektrometri FT-IR Metil Ester Sulfonat Asam Stearat .. 37

4.8 Analisis Spektrometri FT-IR Metil Ester Sulfonat Asam Oleat ... 38

4.9 Analisis MES Asam Stearat Dan MES Asam Oleat Terhadap Adanya Gugus sulfonat Dengan Beberapa Pereaksi ... 40

4.10 Penentuan Nilai Tegangan Permukaan dan nilai HLB (Hydrophilic Lipophilic Balance) ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 46

(11)
(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.3.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa ... 8

2.8.2.1 Harga HLB Beberapa Gugus Fungsi ... 17

4.9.1 Hasil Analisis Gugus Sulfonat Terhadap MES Asam Stearat Dan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.7.1 Struktur Surfaktan ... 13

2.8.2.2 Skala yang menunjukkan fungsi surfaktan berdasarkan nilai-nilai HLB ... 17

4.1.1 Spektrum FT-IR dari Asam Stearat ... 29

4.1.2 Spektrum FT-IR dari Asam Oleat ... 30

4.3.1 Reaksi Pembentuk Metil Ester Asam Stearat ... 31

4.3.2 Reaksi Pembentuk Metil Ester Asam Oleat ... 31

4.4.1 Spektrum FT-IR Metil Ester Asam Stearat ... 32

4.5.1 Spektrum FT-IR Metil Ester Asam Oleat ... 33

4.6.1 Reaksi Pembentukan Metil Ester Sulfonat (MES) Asam Stearat ... 35

4.6.2 Reaksi pembentukan Metil Ester Sulfonat (MES) Asam Oleat ... 36

4.7.1 Spektrum FT-IR dari MES Asam Stearat ... 38

4.8.1 Spektrum FT-IR dari MES Asam Oleat ... 39

4.9.1 Hasil Analisis Gugus Sulfonat Terhadap MES Asam Stearat Dan MES Asam Oleat ... 40

4.10.1 Grafik Pengaruh Konsentrasi Terhadap Tegangan Permukaan SurfaktanMES Asam Stearat ... 41

4.10.2 Grafik Pengaruh Konsentrasi Terhadap Tegangan Permukaan SurfaktanMES Asam Oleat... 42

(14)

17 Alat Esterifikasi ... 45

18 Alat Sulfonasi ... 46

19 Alat Tensiometer Du Nuoy ... 47

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Penentuan Faktor Koreksi pada Pengukuran Tegangan

Permukaan (γ) Surfaktan MES Asam Stearat dengan Alat

Tensiometer Du Nuoy ... 51

2 Data Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan (γ) Surfaktan

MES Asam Stearat dengan berbagai Konsentrasi ... 52

3 Perhitungan Nilai HLB Surfaktan MES Asam Stearat dari

Nilai HLB (Keseimbangan Hidrofilik-Lipofilik)... 53

4 Penentuan Faktor Koreksi pada Pengukuran Tegangan

Permukaan (γ) Surfaktan MES Asam Oleat dengan alat

Tensiometer Du Nuoy dan Harga cmc... 54

5 Data Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan (γ) Surfaktan

MES Asam Oleat dengan berbagai Konsentrasi ... 55

6 Perhitungan Nilai HLB Surfaktan MES Asam Oleat dari

Nilai HLB (Keseimbangan Hidrofilik-Lipofilik)... 56

7 Penentuan Faktor Koreksi pada Pengukuran Tegangan

Permukaan (γ) Surfaktan MES Asam Oleat dengan alat

Tensiometer Du Nuoy dan Harga cmc... 57

8 Data Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan (γ) Surfaktan

Natrium Lauril Sulfat dengan berbagai Konsentrasi ... 58

9. Flowsheet Pembuatan Metil Ester dari Asam Stearat ... 59

(16)

11 Flowsheet Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Metil

Ester Asam Stearat ... 61

12 Flowsheet Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Metil Ester Asam Oleat ... 62

13 Gambar Asam Stearat, Asam Oleat, Metil Ester Asam Stearat dan Metil Ester Asam Oleat ... 63

14 Gambar MES Asam Stearat, MES Asam Oleat, MES (serbuk) Asam Stearat dan MES (pasta) Asam Oleat ... 64

15 Rangkaian alat Esterifikasi ... 65

16 Rangkaian alat Sulfonasi ... 66

17 Tensiometer Du Nouy ... 67

(17)

SINTESIS METIL ESTER SULFONAT DARI ASAM STEARAT DAN METIL ESTER SULFONAT DARI ASAM OLEAT

ABSTRAK

Telah dilakukan sintesis Metil Ester Sulfonat (MES) dari asam stearat dan

Metil Ester Sulfonat dari asam oleat melalui tahapan reaksi yaitu reaksi

esterifikasi terhadap asam stearat dan asam oleat yang membentuk metil ester

asam stearat dan metil ester asam oleat kemudian dilakukan sulfonasi terhadap

kedua metil ester tersebut membentuk metil ester sulfonat asam stearat dan metil

ester sulfonat asam oleat. Selanjutnya kedua metil ester sulfonat asam lemak

dinetralisasi dengan NaOH untuk mendapatkan garam sulfonat.

Terbentuknya metil ester asam stearat dan metil ester asam oleat, serta

MES asam stearat dan MES asam oleat dan garam sulfonat dilakukan pengujian

karakterisasi yaitu identifikasi dengan spektroskopi FT-IR, pengukuran tegangan

permukaan terhadap garam sulfonat yang terbentuk dengan mengunakan alat

Tensiometer Du Nuoy.

Metil ester asam stearat dan metil ester asam oleat terbentuk ditandai

dengan terdapatnya spektrum FT-IR menunjukkan adanya ikatan C-O-C dari

ester, sedangkan MES asam stearat terdapat ikatan sulfonat, pada MES asam oleat

gugus sulfonat yang terbentuk memutuskan ikatan rangkap, dimana pada MES

asam oleat tidak terdapat spektrum ikatan rangkap dari metil ester asam oleat.

Untuk identifikasi terhadap surfaktan dari kedua asam lemak tersebut dilakukan

pengukuran tegangan permukaan dan diperoleh nilai dari tegangan permukaan

surfaktan MES asam stearat 29,04 dyne/cm dengan nilai HLB sebesar 12,325 dan

surfaktan MES asam oleat 32,46 dyne/cm dengan nilai HLB 25,255 menunjukkan

surfaktan MES asam lemak tersebut bersifat hidrofilik, dimana MES asam stearat

dapat digunakan sebagai detergen dan bahan pengemulsi tipe m/a, sedangkan

MES asam oleat dapat digunakan sebagai pelarut (solubilizer) dan pengemulsi

tipe m/a.

Kata kunci: surfaktan, metil ester sulfonat, tegangan permukaan, spektroskopi

(18)

SYNTHESIS OF METHYL ESTER SULFONATE FROM STEARIC ACID AND METHYL ESTER SULFONATE FROM ACID OLEIC

ABSTRACT

The Synthesis of Methyl Ester Sulfonate (MES) from stearic acid and

from oleic acid through the stages of esterification reaction, that are esterification

from stearic acid and oleic acid that forms methyl ester stearic acid and methyl

ester oleic acid next stage was sulfonating the two of methyl esters to form a

methyl ester sulfonate stearic acid and methyl ester oleic acid sulfonate.

Furthermore, both fatty acid methyl ester sulfonate is neutralized with NaOH to

obtain sulfonate salt.

The formation of methyl ester stearic acid, methyl ester oleic acid, and

MES stearic acid, MES oleic acid and sulfonate salt are continued by the

characterization test with FT-IR spectroscopy identification and the measurement

of surface tension of the sulfonate salt by using the Du Nuoy Tensiometer.

The form of methyl ester stearic acid and methyl ester in FT-IR spectrum

are shown by C-O-C bond from ester, the MES stearic acid shown by sulfonate

bond, the MES oleic acid shown sulfonate bond which is decide the double bond,

where is the MES oleic acid did not show double bond spectrum from methyl

ester oleic acid. Surfactant identification of both fatty acid using the

measurements of surface tension and surface tension values obtained from the

MES stearic acid 29.04 dyne/cm with HLB values of 12.325 and MES oleic acid

32.46 dyne/cm with HLB values of 25.255. MES stearic acid and MES oleic acid

is hydrophilic fatty acid, MES stearic acid can be used as detergents and material

type emulsifiers o/w, while MES oleic acid can be used as solubilizer and

emulsifiers type o/w.

Key words: surfactants, methyl ester sulfonate, surface tension, the FT-IR

(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Telah dilakukakan sintesis surfaktan MES dari sulfonasi metil ester

minyak kastor (Ricinus communis L.) dan MES dari sulfonasi metil ester minyak

jarak (Jatropha Curcas L.) melalui reaksi sulfonasi menggunakan gas SO3

dengan pemanasan H2SO4 (p) sebagai agen pensulfonasi, menghasilkan surfaktan

MES minyak kastor yang dapat menurunkan tegangan permukaan dengan nilai

38 dyne/cm dan nilai HLB sebesar 27,125 dapat digunakan sebagai bahan pelarut

(solubilizer) dan sebagai bahan pengemulsi m/a sedangkan surfaktan MES

minyak jarak juga dapat menurunkan tegangan permukaan dengan nilai 28,3

dyne/cm dan nilai HLB sebesar 12,245, surfaktan ini bersifat hidrofilik dan dapat

digunakan sebagai detergen dan sebagai bahan pengemulsi m/a (Aritonang, 2010;

Purba, 2010).

Asam stearat dan asam oleat merupakan asam lemak jenuh dan asam

lemak tak jenuh, biasanya berupa asam monokarboksilat dengan rantai yang tidak

bercabang dan mempunyai jumlah atom karbon genap. Asam lemak tak jenuh

berbeda dengan asam lemak jenuh dalam posisi ikatan rangkapnya. Asam stearat

wujudnya padat pada suhu ruang. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh

yang mempunyai satu ikatan rangkap dan mempunyai jumlah atom karbon 18

dengan satu ikatan rangkap diantara atom C ke-9 dan ke-10. Kedua asam lemak

ini dapat diesterifikasi membentuk metil ester asam lemak. (Winarno, 1998).

Metil Ester Sulfonat (MES) adalah salah satu surfaktan anionik yang

(20)

dapat berperan sebagai pengganti surfaktan anionik. Sumber bahan baku dari alam

yang dapat digunakan dalam pembuatan surfaktan diantaranya adalah minyak

bumi (fossil fuel), minyak nabati dan minyak hewani. Kelemahan surfaktan dari

minyak bumi adalah bahan baku bersifat tidak dapat diperbaharui, harga mahal,

tidak tahan pada kesadahan tinggi, dan sulit didegradasi oleh mikroba sehingga

tidak ramah lingkungan (Coulin, 2001).

Surfaktan merupakan zat penurun tegangan permukaan yang dapat

diproduksi melalui sintesis kimiawi. Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan

diantaranya mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan

meningkatkan sistem emulsi. Hal ini membuat surfaktan banyak digunakan dalam

berbagai industri, seperti industri sabun, detergen produk kosmetik dan produk

perawatan diri, dan farmasi (Hidayati, 2008).

Surfaktan merupakan suatu molekul yang memiliki gugus hidrofilik dan

gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan

minyak. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya.

Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan

bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik) (Martin, 1993).

MES dapat dibuat melalui proses sulfonasi terhadap minyak yang

mempunyai ikatan jenuh dan tak jenuh atau gugus hidroksil pada molekulnya

dengan pereaksi kimia yang mengandung gugus sulfit atau sulfat seperti gas SO3,

NaHSO3 dan H2SO4 sebagai agen pensulfonasi. Dalam sulfonasi skala industri,

gas SO2 diperoleh dengan pembakaran sulfur dan dialiri udara yang akan

membebaskan gas SO2 kemudian dengan adanya udara dan katalis vanadium

(21)

ini cukup sulit membutuhkan biaya dan alat yang mahal untuk skala laboratorium

(Foster, 2001; Nightingale, 1987).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap asam stearat dan asam oleat yang merupakan salah satu bahan

baku pembuat surfaktan melalui proses sulfonasi dengan mengubah asam stearat

dan asam oleat menjadi metil ester asam lemak, kemudian melakukan sulfonasi

terhadap metil ester asam lemak dengan menggunakan gas SO3 dari pemanasan

H2SO4 (p) sebagai agen pensulfonasi dan melakukan analisa FT-IR dan

melakukan uji terhadap surfaktan yang dihasilkan meliputi uji tegangan

permukaan dan penentuan nilai HLB.

1.2Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah dapat disintesis

MES dari asam stearat yang merupakan asam lemak jenuh dan MES dari asam

oleat yang merupakan asam lemak tak jenuh, menggunakan gas SO3 yang

dihasilkan dari pemanasan H2SO4 (p) sebagai agen pensulfonasi, dan apakah

kedua surfaktan MES asam lemak tersebut dapat menurunkan tegangan

permukaan.

1.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah MES dari asam stearat yang

merupakan asam lemak jenuh dan MES asam oleat yang merupakan asam lemak

tak jenuh diduga dapat disintesis melalui reaksi sulfonasi pada metil ester asam

stearat dan metil ester asam oleat menggunakan gas SO3 sebagai agen

pensulfonasi dan kedua surfaktan MES asam lemak tersebut dapat menurunkan

(22)

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui MES asam stearat

dari metil ester asam stearat dan MES asam oleat dari metil ester asam oleat serta

mengetahui uji untuk penurunan tegangan permukaan.

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan data informasi

yang lebih akurat lagi terhadap metil ester sulfonat dari asam stearat serta asam

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Uraian Bahan

2.1.1 Asam Stearat

Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari

lemak sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat, C18H36O2 dan asam

heksadekanoat, C16H32O2 (Ditjen POM, 1979).

Asam lemak ini merupakan asam lemak jenuh, wujudnya padat pada suhu

ruang. Asam stearat diproses dengan memperlakukan lemak hewan dengan air

pada suhu dan tekanan tinggi. Asam ini dapat pula diperoleh dari hidrogenasi

minyak nabati. Dalam bidang industri asam stearat dipakai sebagai bahan

pembuata

a, 2010).

Pemerian : zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur; putih

atau kuning pucat; mirip lemak lilin

Titik lebur : 540

Titik didih : 3840

Kelarutan : sangat sedikit larut dalam air; larut dalam alkohol; benzena

kloroform; aseton; karbon tetraklorida; karbon disulfida; amil

asetat dan toluen (Merck, 1976 ).

2.1.2 Asam Oleat

Asam oleat adalah asam lemak cair yang terutama terdiri dari C18H34O2,

dapat dibuat dengan menghidrolisa lemak atau minyak lemak, dipisahkan dengan

(24)

Asam oleat (C17H33COOH, C18:1) merupakan asam lemak tidak jenuh yang

mempunyai satu ikatan rangkap dan mempunyai jumlah atom karbon 18 dengan

satu ikatan rangkap diantara atom C ke-9 dan ke-10

Pada temperatur kamar asam oleat berupa cairan seperti minyak yang tidak

berwarna yang secara perlahan-lahan menjadi coklat oleh udara dan berbau

tengik. Asam oleat tidak dapat bercampur dengan air, tapi dapat bercampur

dengan eter dan alkohol dalam semua perbandingan (Holleman, 1970).

Pemerian : cairan kental; kekuningan sampai coklat muda, bau dan rasa khas

Titik lebur : 140

Titik didih : 2860

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam etanol,

kloroform, eter, eter minyak tanah (Ditjen POM, 1979).

2.2Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada

golongan lipid , yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut

dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter

(C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan

minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan

minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut (McMurry, 1992;

Salomons, 1988).

Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau triasilgliserol,

yang berarti “triester dari gliserol”. Jadi lemak dan minyak juga merupakan

(25)

gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai

hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang (Hart, 1983).

Perbedaan antara minyak dan lemak disebabkan karena terdapat jenis asam

lemak yang berbeda. Lemak yang mengandung sebagian besar asam lemak jenuh

sedangkan minyak mengandung sebagian besar asam lemak tidak jenuh yang

terdistribusi antara molekul trigliserida. Pada umumnya lemak diperoleh dari

bahan hewani sedangkan minyak dari bahan nabati (Gaman, 1992).

2.3Asam Lemak

Asam lemak jarang terdapat bebas di alam tetapi terdapat sebagai ester

dalam gabungan dengan fungsi alkohol. Asam lemak pada umumnya adalah asam

lemak monokarboksilat berantai lurus yang mempunyai jumlah atom karbon

genap yang dapat dijenuhkan atau dapat mempunyai satu atau lebih ikatan

rangkap. Asam-asam ini banyak dijumpai dalam minyak goreng, margarin atau

lemak hewan. Bersama-sama dengan gliserol asam lemak merupakan penyusun

utama minyak nabati atau hewani dan salah satu bahan baku untuk semua lipida

pada makhluh hidup. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas maupun

terikat dengan gliserida. Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisa suatu

lemak atau minyak disebut asam lemak. Asam lemak merupakan bahan dasar

pada industri oleokimia. Dari asam lemak ini dapat diturunkan berbagai turunan

asam lemak seperti: amida asam lemak, alkohol asam lemak dan metil ester asam

lemak yang kemudian dapat diubah kedalam berbagai turunan asam lemak

melalui amidasi, klorinasi, hidrogenasi, sulfasi, sulfonasi dan reaksi lainnya

(26)

Asam lemak yang ditemukan di alam dapat dibagi dalam dua golongan

yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh yang memiliki perbedaan pada

jumlah dan posisi ikatan rangkapnya serta bentuk molekul keseluruhannya.

Tabel 2.3.1 Komposisi asam lemak minyak kelapa

Biasanya asam lemak tidak jenuh terdapat dalam bentuk cis dan trans

karena molekulnya akan bengkok pada ikatan rangkap.

1. Asam lemak jenuh

Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan

tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil,

misalnya asam laurat, asam palmitat, asam stearat dan asam-asam lemak lainnya.

Asam lemak Rumus kimia Jumlah (%)

Asam lemak jenuh :

Asam Kaproat Asam Kaprilat Asam Kaprat Asam Laurat Asam Palmitat Asam Stearat Asam Arachidat

Asam lemak tak jenuh :

Asam Palmitoleat

Asam Oleat

Asam Linoleat

C5H11COOH

C7H15 COOH

C9H19COOH

C11H23COOH

C13H27COOH

C17H35COOH

C19H39COOH

C15H29COOH

C17H33COOH

C17H31COOH

0 – 0,8

5,5 – 9,5

4,5 – 9,5

44 – 52

7,5 – 10,5

1 – 3

0 – 0,4

0 – 1,3

5 – 8

1,5 – 2,5

(27)

2. Asam lemak tak jenuh

Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan

rangkap pada rantai karbonnya. Misalnya asam oleat, asam linoleat, asam

linolenat dan asam-asam lemak lainnya.

Asam lemak dapat diperoleh dengan menghidrolisis lemak atau minyak

dengan suatu basa (saponifikasi) menghasilkan sabun garam alkali kemudian

dilanjutkan dengan penambahan suatu asam (David, 1989).

2.4Ester

Ester adalah suatu senyawa yang mengandung gugus –COOR, R dapat

berupa alkil maupun aril. Ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara

suatu asam karboksilat dengan suatu alkohol yang disebut reaksi esterifikasi.

(Fessenden dan Fessenden, 1984).

Interesterifikasi adalah suatu reaksi pertukaran gugus asil yang terdapat

dalam molekul trigliserida sehingga menghasilkan bentuk trigliserida yang baru

(Solomons, 1988).

Transesterifikasi adalah suatu reaksi antara ester dengan alkohol asam atau

ester yang lain (Solomons, 1988).

2.5Metil Ester Asam Lemak

Metil ester asam lemak dapat diperoleh dengan melakukan reaksi secara

esterifikasi dan interesterifikasi. Pada reaksi esterifikasi, asam lemak bebas yang

terbentuk dari proses penyabunan dan hidrolisa minyak/lemak yang direaksikan

(28)

Proses terjadinya reaksi esterifikasi dengan katalis asam sangat lambat

dimana asam dan alkohol selama beberapa jam dan kedalamnya telah

ditambahkan sedikit asam sulfat yang berfungsi sebagai katalis sehingga terjadi

reaksi kesetimbangan membentuk senyawa ester. Untuk lebih meningkatkan hasil

reaksi esterifikasi maka digunakan asam karboksilat atau alkohol yang berlebihan

(Solomons, 1988).

2.6Metil Ester Sulfonat

Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang bermuatan

negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan yang dibuat melalui

sulfonasi menggunakan bahan baku dari minyak nabati. MES memiliki beberapa

kelebihan dibandingkan surfaktan lainnya, yaitu antara lain kemampuan

penyabunan yang baik; terutama yang berasal dari C16 dan C18 (dari minyak

kelapa), toleransi yang baik terhadap kesadahan air, bersinergi baik dengan sabun

(sebagai zat aditif sabun), daya larut dalam air yang baik, lembut dan tidak iritasi

pada kulit, dan memiliki karakteristik biodegradasi yang baik (Hui, 1996).

Salah satu proses untuk menghasilkan surfaktan adalah proses sulfonasi

terhadap metil ester menghasilkan metil ester sulfonat (MES). Proses Sulfonasi

terjadi dengan mereaksikan pereaksi pensulfonasi gas SO3, H2SO4 berasap,

NaHSO3 dengan metil ester asam lemak. Disebut sulfonasi karena proses ini

melibatkan penambahan gugus sulfon pada senyawa organik (Nightingale, 1987;

Schwuger dan Lewandowski, 1995).

MES yang dihasilkan pada proses sulfonasi masih mengandung

(29)

proses pemurnian. Proses produksi MES dilakukan dengan mereaksikan metil

ester dan gas SO3 dalam failing film reactor pada suhu 80-90oC (Hidayati, 2008).

Proses sulfonasi ini akan menghasilkan produk berwarna gelap, sehingga

dibutuhkan proses pemurnian meliputi pemucatan dan netralisasi. Untuk

mengurangi warna gelap tersebut, pada tahap pemucatan ditambahkan larutan

H2O2 dan metanol, yang dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan

menambahkan larutan alkali (KOH atau NaOH), setelah melewati tahap

netralisasi, produk yang berbentuk cairan dikeringkan sehingga produk akhir yang

dihasilkan berbentuk pasta, serpihan, atau granula (Schwuger dan Lewandowski,

1995).

Gambar 2.6.1 Reaksi pembentukan MES

2.7Sabun dan Detergen

2.7.1 Sabun

Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari

asam-asam lemak. Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon yang

bersifat hidrofobik dan mengandung suatu ujung ion yang bersifat hidrofilik.

Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun tidak benar-benar larut

dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel

(30)

dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air. Sabun adalah surfaktan yang

mampu mengemulsi kotoran berminyak jadi sabun dapat berfungsi sebagai

emulgator. Kekurangan sabun adalah mengendap dalam air sadah yaitu air yang

mengandung Ca+2, Mg+2, Fe+3 dan meninggalkan suatu residu (Fessenden dan

Fessenden, 1984).

2.7.2 Detergen

Detergen merupakan garam sulfat atau sulfonat dari asam lemak berantai

panjang. Sama seperti sabun, detergen adalah surfaktan dengan rantai hidrokarbon

yang bersifat hidrofobik dan ujung ion sulfat atau sulfonat yang bersifat hidrofilik.

Adanya gugus sulfat dan sulfonat menyebabkan detergen dapat digunakan dalam

air sadah karena detergen membentuk garam yang dapat larut dalam air sadah

(Fessenden dan Fessenden, 1984; Poedjiadi, 1994).

R- (non polar dan hidrofob) akan membelah molekul minyak dan kotoran

menjadi partikel yang lebih kecil sehingga air mudah membentuk emulsi dengan

kotoran dan mudah dipisahkan. Sedangkan -C-O- (polar dan hidrofil) akan larut

dalam air membentuk buih dan mengikat partikel-partikel kotoran sehingga

terbentuk emulsi.

Dengan adanya minyak, lemak, dan bahan organik tidak larut dalam air

lainnya, kecenderungan untuk “ekor” dan anion melarut dalam bahan organik,

sedangkan bagian “kepala ” tetap tinggal dalam larutan air. Oleh karena itu sabun

mengemulsi atau mensuspensi bahan organik dalam air. Dalam proses ini,

(31)
[image:31.596.147.475.83.215.2]

a b

Gambar 2.7.1 Struktur surfaktan (a. Gugus hidrofilik dan lipofilik surfaktan b.

Agregat atau misel surfaktan)

Keuntungan yang utama sebagai bahan pencuci karena terjadi reaksi

dengan kation-kation membentuk garam-garam dari asam lemak yang tidak larut.

Padatan-padatan tidak larut ini, biasanya garam-garam dari magnesium dan

kalsium (Poedjiadi, 1994).

2.8Surfaktan

Surfaktan adalah zat aktif permukaan berupa molekul/ion yang diadsorbsi

pada antarmuka yang memiliki gugus polar atau non-polar (amfifil) yang dapat

menurunkan tegangan permukaan air. Dimana gugus polar memperlihatkan

afinitas (daya ikat) yang kuat dengan pelarut polar contohnya air, sehingga sering

disebut gugus hidrofilik. Gugus non-polar biasanya disebut hidrofobik atau

lipofilik yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut non-polar. Gugus

hidrofil antara lain adalah gugus hidroksil (-OH), gugus karboksilat (-COOH),

gugus sulfat (-SO4Na), gugus sulfonat (-SO3Na), gugus amino (-NH2) sedangkan

gugus lipofil merupakan gugus senyawa hidrokarbon baik jenuh maupun tidak

jenuh (Martin, 1993).

Penggunaan surfaktan sangat bervariasi, seperti bahan detergen, kosmetik,

(32)

produk pangan yaitu bahwa surfaktan tersebut mempunyai nilai Hydrophyle

Lypophyle Balance (HLB) antara 2-16, tidak beracun, serta tidak menimbulkan

iritasi. Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan

pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan

pelarut (solubilizing agent). Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk

meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antarmuka,

antar fase minyak dan fase air. Surfaktan dipergunakan baik berbentuk emulsi

minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam minyak.

Berdasarkan muatan gugus hidrofilnya, surfaktan dibagi atas surfaktan

anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan amfoterik. Surfaktan

anionik memiliki gugus hidrofil yang bermuatan negatif seperti gugus karboksilat

(RCOO-M+), sulfonat (RSO3-M+) atau posfat (ROPO3-M+). Surfaktan kationik,

gugus hidrofil bermuatan positif. Contoh ammonium halida kwarterner (R4N+X-).

Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi

ionisasi molekul. Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang mengandung gugus

anionik dan kationik, dimana muatannya bergantung kepada pH, pada pH tinggi

dapat menunjukkan sifat anionik dan pada pH rendah dapat menunjukkan sifat

kationik (Rieger, 1985).

Emulsi didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua fasa cairan

yang tidak saling melarut, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk

globula-globula cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula

dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula

(33)

Berdasarkan jenisnya emulsi dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Emulsi minyak dalam air (m/a), adalah emulsi dimana minyak terdispersi

di dalam air sehingga air dikatakan sebagai fase eksternal.

2) Emulsi air dalam minyak (a/m), adalah emulsi dimana air terdispersi di

dalam minyak sehingga minyak dikatakan sebagai fase eksternal.

Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa

dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa

dengan minyak. Di dalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih

dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka

molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan

dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah

sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya,

bila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut

akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya

tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan

menjadi fase kontinu. Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan

turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu,

tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan.

Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan

mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut

Critical Micelle Concentration (cmc). Tegangan permukaan akan menurun hingga

cmc tercapai. Setelah cmc tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang

menunjukkan bahwa antarmuka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada

(34)

2.8.1 Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan adalah gaya per satuan panjang yang harus diberikan

sejajar pada permukaan untuk mengimbangi tarikan ke dalam, dengan satuan

dyne/cm dalam system cgs atau energi yang diperlukan untuk memperbesar

permukaan atau antarmuka sebesar 1 cm2 dan dinyatakan dalam erg/cm2 (Martin,

1993).

Ada beberapa cara untuk menetapkan tegangan permukaan cairan yaitu

cara kenaikan kapiler dan cara Du Nouy. Metode yang sering digunakan adalah

metode cincin Du Nuoy yang menggunakan alat tensiometer Du Nouy. Prinsip

dari tensiometer Du Nouy bahwa gaya yang diperlukan untuk melepaskan suatu

cincin platina-iridium yang dicelupkan pada permukaan atau antarmuka adalah

sebanding dengan tegangan permukaan atau tegangan antarmuka. Selain daripada

jenis cairan suhu juga sangat berpengaruh terhadap nilai tegangan permukaan.

Bila temperatur makin tinggi maka, tegangan permukaan makin turun (Martin,

1993).

2.8.2 Penentuan Nilai HLB

Menurut Adamson (1990), harga HLB suatu bahan dapat dihitung

(35)

Tabel 2.8.2.1 Harga HLB Beberapa Gugus Fungsi

Berdasarkan harga yang terdapat pada tabel di atas dapat ditentukan harga

HLB secara teori dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

HLB = Σ (gugus hidrofil) + Σ (gugus lipofil) + 7

Hasil yang diperoleh dari rumus di atas, kemudian ditentukan dengan

menggunakan skala penentuan fungsi surfaktan berdasarkan nilai-nilai HLB,

Semakin tinggi HLB suatu zat, makin hidrofilik zat tersebut.

Adamson, (1990)

Gambar 2.8.2.2 Skala yang menunjukkan fungsi surfaktan berdasarkan nilai-nilai

HLB

Berdasarkan skala fungsi surfaktan di atas maka dapat ditentukan apakah

(36)

emulsi m/a atau a/m tergantung pada keseimbangan hidrofilik-lipofilik balance

(HLB). HLB dapat menunjukkan bila suatu surfaktan sebagai bahan stabilisator,

wetting agent, detergen ataupun bahan pelarut. Secara umum, HLB dari bahan

penstabil adalah 9-12 pada sistem emulsi m/a dan sistem emulsi a/m memiliki

HLB sebesar 3-6 (Martin, 1993).

2.9 Spektrofotometer Inframerah

Radiasi inframerah mengandung beberapa range frekuensi tetapi tidak

dapat dilihat oleh mata. Pengukuran spektrum inframerah dilakukan pada daerah

bilangan gelombang 4000-650 cm-1. Energi yang dihasilkan akan menyebabkan

vibrasi pada molekul. Pita absorbsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk

setiap tipe ikatan kimia dan gugus fungsi. Metode ini sangat berguna untuk

mengidentifikasi senyawa organik (George, 1987).

Bila sinar inframerah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka

sejumlah frekuensi diserap sedang frekuensi yang lain diteruskan atau

ditransmisikan tanpa diserap. Penggunaan spektrofotometri inframerah untuk

maksud analisis lebih banyak ditujukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini

dimungkinkan, disebabkan spektrum inframerah senyawa organik bersifat khas

artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula

(Noerdin, 1985).

Menurut Silverstein (1981), berbagai tehnik untuk persiapan sampel,

bergantung pada bentuk fisik sampel yang akan dianalisis.

a. Padat

Jika zat yang akan dianalisis berbentuk padat, maka ada dua metode untuk

(37)

1) Nujol Mull

Cara persiapan sampel dengan menggunakan Nujol Mull yaitu: sampel

digerus dengan morter dan stamfer agar diperoleh bubuk yang halus. Dalam

jumlah yang sedikit bubuk tersebut dicampur dengan Nujol agar terbentuk pasta,

kemudian beberapa tetes pasta ini ditempatkan antara dua plat natrium klorida

(plat ini tidak mengabsorbsi inframerah pada wilayah tersebut). Kemudian plat

ditempatkan dalam tempat sampel pada alat spektroskopi inframerah untuk

dianalisis.

2) Pelet KBr

Sedikit sampel padat (kira-kira 1-2 mg), kemudian ditambahkan bubuk

KBr murni (kira-kira 200 mg) dan diaduk hingga rata. Campuran ini kemudian

ditempatkan dalam cetakan dan ditekan dengan menggunakan alat tekanan

mekanik. Tekanan ini dipertahankan beberapa menit, kemudian sampel (pelet KBr

yang terbentuk) diambil dan kemudian ditempatkan dalam tempat sampel pada

alat spektroskopi inframerah untuk dianalisis.

b. Cairan

Bentuk ini adalah paling sederhana dan metode yang paling umum pada

persiapan sampel. Setetes sampel ditempatkan antara dua plat KBr atau plat NaCl

untuk membuat film tipis. Kemudian plat ditempatkan dalam tempat sampel alat

spektroskopi inframerah untuk dianalisis.

c. Gas

Untuk menghasilkan sebuah spektrum inframerah pada gas, dibutuhkan

sebuah sel silinder/tabung gas dengan jendela pada setiap akhir pada sebuah

(38)

mempunyai inlet dan outlet dengan keran untuk mengaktifkan sel agar

memudahkan pengisian dengan gas yang akan dianalisis.

Perbedaan antara FT-IR (Fourier Transform Infra-Red) dan

spektrofotometer inframerah terletak pada pengembangan sistem optik sebelum

berkas sinar inframerah melewati contoh. FT-IR memiliki sistem optik

interferometer yang pemakaiannya lebih mudah dibandingkan sistem optik

monokromator dari spektrofotometri inframerah. FT-IR lebih sering digunakan

karena mempunyai sensitifitas yang lebih baik akibat radiasi yang masuk ke

sistem detektor lebih banyak tanpa harus melalui celah. Keunggulan lain dari

FT-IR adalah dapat dipakai pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan

sehingga analisis berlangsung lebih cepat (Anonim b , 2010).

FT-IR pada umumnya digunakan untuk mengetahui gugus fungsi dan

mengetahui informasi struktur senyawa dengan membandingkan daerah sidik

jarinya. Pengukuran spektrum infra merah dilakukan pada daerah cahaya infra

merah tengah (mid infra-red) yaitu pada panjang gelombang 2,5-50 mikrometer

atau bilangan gelombang 4000-200 cm-1. Energi radiasi yang dihasilkan

inframerah menyebabkan getaran pada molekul. Pita absorbsi inframerah spesifik

untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi (Dachriyanus, 2004).

Spektrum inframerah suatu senyawa dapat dengan mudah diperoleh dalam

beberapa menit. Sedikit sampel diletakkan dalam instrumen dengan sumber

radiasi inframerah. Spektrofotometer secara otomatis membaca sejumlah radiasi

yang menembus sampel dengan kisaran frekuensi tertentu dan merekam pada

kertas berapa persen radiasi yang ditransmisikan. Radiasi yang diserap oleh

(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian meliputi pengumpulan bahan, pembuatan metil

ester asam lemak dari asam stearat dan asam oleat, sulfonasi metil ester asam

lemak, analisis spektroskopi FT-IR untuk mengkonfirmasi hasil dari setiap tahap,

dan penentuan tegangan permukaan, serta nilai HLB dari surfaktan MES asam

lemak yang terbentuk. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sintesis Bahan

Obat, Laboratorium Penelitian, Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara, Medan dan di Laboratorium FT-IR Bea Cukai

Medan.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas, oven

(Gallenkamp), neraca analitik (Mettler AE 200), hot plate, stirrer, termometer,

indikator universal, rangkaian alat sulfonasi, hairdryer, spektrofotometer FT-IR,

Tensiometer Du Nouy.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, asam

stearat, asam oleat berkualitas pro analis. Bahan kimia yang digunakan berkualitas

pro analisa keluaran E-Merck seperti metanol, benzena, asam sulfat pekat,

n-heksan, natrium sulfat anhidrat, hidrogen peroksida, natrium hidroksida.

3.2 Pembuatan Pereaksi

3.2.1 Pembuatan Larutan NaOH 20% b/v

(40)

3.3 Pembuatan Metil Ester Asam Stearat

Ke dalam labu alas bulat leher tiga dimasukan sebanyak 100 g asam

stearat 50 ml metanol dan 100 ml benzena sambil diaduk dan melalui corong

penetes diteteskan sebanyak 2 ml H2SO4 (p) secara perlahan-lahan, kemudian

dirangkai alat refluks, dan direfluks selama 5 jam pada suhu ± 800C. Kelebihan

metanol dan pelarut didestilasi pada suhu 80-810C. Residu yang diperoleh

diekstraksi dengan 100 ml n-heksan dan dicuci dengan 25 ml akuades sebanyak 2

kali. Lapisan atas diambil lalu ditambah Na2SO4 anhidrat dan disaring. Filtratnya

didestilasi pada suhu 69-700C hingga diperoleh residu metil ester asam lemak dari

asam stearat (Daniel, 2006) dan dikonfirmasikan strukturnya melalui analisis

spektrometri FT-IR (dapat dilihat pada gambar 4.4.1 halaman 32).

3.4 Pembuatan Metil Ester Asam Oleat

Ke dalam labu alas bulat leher tiga dimasukan sebanyak 100 g asam oleat

50 ml metanol dan 100 ml benzena sambil diaduk dan melalui corong penetes

diteteskan sebanyak 2 ml H2SO4 (p) secara perlahan-lahan, kemudian dirangkai

alat refluks, dan direfluks selama 5 jam pada suhu ± 800C. Kelebihan metanol dan

pelarut didestilasi pada suhu 80-810C. Residu yang diperoleh diekstraksi dengan

100 ml n-heksan dan dicuci dengan 25 ml akuades sebanyak 2 kali. Lapisan atas

diambil lalu ditambah Na2SO4 anhidrat dan disaring. Filtratnya didestilasi pada

suhu 69-700C hingga diperoleh residu metil ester asam lemak dari asam oleat

(Daniel, 2006) dan dikonfirmasikan strukturnya melalui analisis spektrometri

(41)

3.5 Pembuatan Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Asam Stearat

Ke dalam labu pensulfonasi yang sudah dilengkapi stirrer dan pendingin

balik di atas hotplate, dimasukkan metil ester asam lemak dari asam stearat

sebanyak 100 ml. Ke dalam labu dialirkan gas SO3 yang diperoleh dari pemanasan

H2SO4 (p) dengan bantuan blower, direfluks pada suhu 900C Selama ± 4 jam. Ke

dalam MES crude hasil sulfonasi ditambahkan 35 ml metanol dan dibleaching

dengan H2O2 50% lalu direfluks pada suhu 64-650C, lalu MES didinginkan,

ditambahkan NaOH 20% setetes demi setetes hingga pH mendekati 8 sambil

diaduk. Kemudian MES dipanaskan diatas hotplate pada suhu 50-550C selama 30

menit (Schwuger dan Lewandowski, 1995) dilakukan analisis spektrometri FT-IR

(dapat dilihat pada gambar 4.7.1 halaman 38), uji penentuan tegangan permukaan

(pada gambar 4.10.1 halaman 41) dan penentuan nilai HLB (pada lampiran 3

halaman 53).

3.6 Pembuatan Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Asam Oleat

Ke dalam labu pensulfonasi yang sudah dilengkapi stirrer dan pendingin

balik di atas hotplate, dimasukkan metil ester asam lemak dari asam stearat

sebanyak 100 ml. Ke dalam labu dialirkan gas SO3 yang diperoleh dari pemanasan

H2SO4 (p) dengan bantuan blower, direfluks pada suhu 900C Selama ± 4 jam. Ke

dalam MES crude hasil sulfonasi ditambahkan 35 ml metanol dan dibleaching

dengan H2O2 50% lalu direfluks pada suhu 64-650C, lalu MES didinginkan,

ditambahkan NaOH 20% setetes demi setetes hingga pH mendekati 8 sambil

diaduk. Kemudian MES dipanaskan diatas hotplate pada suhu 50-550C selama 30

menit (Schwuger dan Lewandowski, 1995) dilakukan analisis spektrometri FT-IR

(42)

(pada gambar 4.10.2 halaman 42) dan penentuan nilai HLB (pada lampiran 6

halaman 56).

3.7 Analisis Spektofotometri Inframerah

Analisis spektrofotometri inframerah dilakukan di Laboratorium

Laboratorium Penelitian dan FT-IR Bea Cukai Medan.

Prosedur:

Cuplikan berbentuk cair diteteskan sebagai lapisan film tipis diantara

lempeng KBr yang transparan, selanjutnya ditentukan spektrumnya.

Cuplikan padat dicampur dengan serbuk KBr anhidrat kemudian ditekan

dengan alat khusus sehingga membentuk cakram tipis dan selanjutnya

ditempatkan diantara kaca transparan untuk diamati spekturmnya.

3.8 Uji Secara Kimia

3.8.1 Tes dengan BaCl2 (Miller, 1982)

Tes dengan barium klorida digunakan untuk menguji adanya gugus olefin.

Hasilnya dinyatakan positif bila terbentuk endapan putih.

Prosedur:

Pada pengujian asam stearat: MES asam stearat secukupnya dilarutkan

dalam aseton dalam tabung reaksi, tambahkan larutan pereaksi setetes demi

setetes sambil dikocok, diamkan beberapa menit dan amati perubahan yang

terjadi. Hasil dapat dilihat pada tabel 4.9.1 halaman 40.

Pada pengujian asam oleat: MES asam oleat secukupnya dilarutkan dalam

aseton dalam tabung reaksi, tambahkan larutan pereaksi setetes demi setetes

sambil dikocok, diamkan beberapa menit dan amati perubahan yang terjadi. Hasil

(43)

3.8.2 Tes Bromine (Miller, 1982)

Tes bromine digunakan untuk menguji adanya gugus olefin pada suatu

senyawa melalui reaksi adisi Br2. Pereaksi terdiri dari 2% liquid brom dalam

kloroform. Hasil dinyatakan positif bila warna coklat brom hilang.

Prosedur:

Pada pengujian asam stearat: MES asam stearat secukupnya dilarutkan

dalam aseton dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan larutan pereaksi setetes

demi setetes sambil dikocok, dan amati perubahan warna larutan. Hasil dapat

dilihat pada tabel 4.9.1 halaman 40.

Pada pengujian asam oleat: MES asam oleat secukupnya dilarutkan dalam

aseton dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan larutan pereaksi setetes demi

setetes sambil dikocok, dan amati perubahan warna larutan. Hasil dapat dilihat

tabel 4.9.1 halaman 40.

3.8.3 Tes Baeyer (Miller, 1982)

Tes baeyer digunakan untuk menentukan adanya gugus olefin pada

senyawa melalui reaksi oksidasi pada ikatan rangkap. Pereaksi terdiri dari larutan

1% b/v KMnO4 dalam air suling. Hasil dinyatakan positif bila warna ungu

KMnO4 hilang dan terbentuk endapan MnO2.

Prosedur:

Pengujian asam stearat: MES asam stearat secukupnya dilarutkan dalam

aseton dalam tabung reaksi, tambahkan 4-5 tetes larutan pereaksi sambil dikocok,

biarkan selama 1-2 menit, amati perubahan yang terjadi. Hasil dapat dilihat pada

(44)

Pengujian asam oleat: MES asam oleat secukupnya dilarutkan dalam

aseton dalam tabung reaksi, tambahkan 4-5 tetes larutan pereaksi sambil dikocok,

biarkan selama 1-2 menit, amati perubahan yang terjadi. Hasil dapat dilihat pada

tabel 4.9.1 halaman 40.

3.9 Penentuan Tegangan Permukaan

Pengukuran tegangan permukaan dilakukan dengan menggunakan alat

Tensiometer Du Nouy dengan cara:

Sebanyak 1 g MES ditimbang, dimasukan dalam labu tentukur 100 ml dan

dilarutkan dalam akuades hingga garis tanda (konsentrasi 1%). Dipipet dari

larutan 1% sebanyak 1 ml, dimasukan ke dalam labu tentukur 100 ml dan

diencerkan dengan akuades hingga garis tanda (konsentrasi 0,01%). Konsentrasi

larutan MES yang ditentukan adalah: 0,0008; 0,001; 0,002; 0,004; 0,006; 0,009;

0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05; 0,06; 0,07; 0,08; 0,09; 0,1; 0,2% b/v.

Alat tensiometer dikalibrasi menggunakan akuades pada suhu 300C

sebanyak 25 ml larutan MES 0,001% dimasukan ke dalam cawan. Kemudian

cawan tersebut diletakkan pada meja pengukur yang dihubungkan dengan sebuah

termostat. Meja pengukur dinaikkan dengan hati-hati sampai cincin terletak

ditengah-tengah cairan dan dikunci. Sekrup penurunan meja pengukur diputar dan

dan dipertahankan agar jarum penunjuk tetap terletak diantara bagian hitam dari

cakram tanda, sementara sekrup pada petunjuk skala diputar berlawanan dengan

putaran jarum jam sampai cincin terlepas dari permukaan larutan. Dicatat skala

(45)

3.10 Penentuan Harga HLB (Hidrophilic-Lipophilic Balance)

Penentuan harga HLB dilakukan secara teori dengan rumus :

HLB = Σ (gugus hidrofil) + Σ (gugus lipofil) + 7

Hasil yang diperoleh dari rumus di atas, kemudian ditentukan dengan

menggunakan skala penentuan fungsi surfaktan berdasarkan nilai-nilai HLB

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Analisis Spektrometri FT-IR pada Asam Stearat

Analisis sampel asam stearat dilakukan melalui spektrofotometer FT-IR

yang dapat dilihat spektrumnya pada gambar 4.1.1 berikut:

Gambar 4.1.1 Spektrum FT-IR dari asam stearat

Hasil spektrum FT-IR pada gambar menunjukkan adanya puncak pada

bilangan gelombang 3444,97 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil (-OH)

dari karboksilat, dan ini didukung dengan adanya puncak kuat pada bilangan

(47)

pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 dan 2849,96 cm-1 merupakan serapan khas

dari C-H sp3 sehingga dapat disimpulkan bahwa spektrum pada gambar

menunjukkan spektrum dari asam stearat (George, 1988; Howard, 1980;

Silverstein, 1981).

4.2Analisis Spektrometri FT-IR pada Asam Oleat

Analisis sampel asam oleat dilakukan melalui spektrofotometer FT-IR

yang dapat dilihat spektrumnya pada gambar 4.2.1 berikut:

Gambar 4.2.1 Spektrum FT-IR dari asam oleat

Spektrum FT-IR pada gambar menunjukkan adanya ikatan -OH yaitu

gugus hidroksil dari karboksilat pada bilangan gelombang 3466,33 cm-1, pada

(48)

didukung dengan serapan pada bilangan gelombang 1710,45 cm-1 menunjukkan

adanya gugus karbonil (C=O). Dua puncak kuat yang berhimpit pada bilangan

gelombang 2925,52 cm-1 dan 2854,75 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-H sp3.

Puncak pada bilangan gelombang 1650,88 cm-1 menunjukkan gugus C=C dari

alkena, sehingga dapat disimpulkan bahwa spektrum pada gambar menunjukkan

spektrum dari asam oleat (Howard, 1980; Pavia, 1989; Silverstein, 1981).

4.3Pembuatan Metil Ester Asam Stearat dan Asam Oleat

Pembuatan metil ester asam lemak dengan reaksi esterifikasi dari 100 ml

asam lemak dengan 50 ml metanol menggunakan katalis H2SO4 (p) dalam pelarut

benzena pada suhu 800C diperoleh metil ester asam lemak dengan reaksi seperti

pada gambar 4.3.1 dan 4.3.2 berikut:

Gambar 4.3.1 Reaksi pembentukan metil ester asam stearat

Gambar 4.3.2 Reaksi pembentukan metil ester asam oleat

4.4Analisis Spektrometri FT-IR Metil Ester Asam Stearat

Untuk mengetahui apakah reaksi sesuai dengan yang diharapkan, metil

ester asam stearat yang diperoleh diidentifikasi dengan spektrofotometer FT-IR

(49)

Gambar 4.4.1 Spektrum FT-IR metil ester asam stearat

Spektrum FT-IR pada gambar menunjukkan hilangnya puncak dari gugus

hidroksil (-OH). Pada bilangan gelombang 2920,83 cm-1 dan 2851,88 cm-1

menunjukkan adanya vibrasi stretching dari C-H sp3 yang didukung vibrasi

bending C-H sp3 dari -CH2 pada bilangan gelombang 1466,90 cm-1 dan dari -CH3

pada bilangan gelombang 1362,54 cm-1 dan didukung dengan serapan pada

bilangan gelombang 1743,58 cm-1 menunjukkan adanyan gugus karbonil (C=O)

dari ester yang didukung dengan puncak serapan C-O pada daerah bilangan

gelombang 1170,83 cm-1 sehingga dapat disimpulkan adanya gugus ester

(50)

Metil ester asam stearat memiliki ikatan C-H dari alkena, C=O dan C-O

dari ester, hilangnya gugus –OH menyatakan bahwa reaksi esterifikasi terbentuk

dari asam stearat. Puncak C=O pada metil ester bilangan gelombangnya lebih

besar dari asam stearat yaitu dari bilangan gelombang 1702,68 cm-1 menjadi

1743,58 cm-1. Hal ini disebabkan oleh pergeseran gugus-gugus yang terjadi akibat

perubahan ikatan-ikatan pada asam stearat.

4.5Analisis Spektrometri FT-IR Metil Ester Asam Oleat

Metil ester asam oleat yang diperoleh diidentifikasi melalui analisa

spektrofotometer FT-IR menghasilkan spektrum seperti pada gambar 4.5.1.

(51)

Pada spektrum ini menunjukkan hilangnya puncak dari gugus hidroksil

(-OH), pada bilangan gelombang 3008,34 cm-1 merupakan puncak serapan untuk

C-H sp2 dari gugus -CH=CH- dan didukung dengan serapan pada bilangan

gelombang 1655,61 cm-1 yang merupakan serapan khas dari ikatan C=C. Pada

bilangan gelombang 1743,47 cm-1 merupakan serapan khas dari gugus karbonil

(C=O) dari ester dan didukung dengan puncak serapan C-O ester pada daerah

bilangan gelombang 1171,38 cm-1 sehingga dapat disimpulkan adanya gugus ester

antara metanol dan asam lemak. Pada daerah bilangan gelombang 2926,12 cm-1

2854,88 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi sretching dari C-H sp3 yang didukung

vibrasi bending C-H sp3 dari -CH2 pada bilangan gelombang 1464,22 cm-1 dan

dari -CH3 pada bilangan gelombang 1362,47 cm-1 (Hart, 2003; Howard, 1980;

Silverstein, 1981).

Namun diperoleh adanya pergeseran bilangan gelombang yang

ditunjukkan oleh gugus karbonil (C=O) pada bilangan gelombang 1710,45 cm-1

dengan C=O metil ester asam oleat pada bilangan gelombang 1743,47 cm-1.

Menurut Hart (2003), pita-pita di daerah ini dihasilkan dari gabungan

gerakan bengkok dan regangan dari atom-atom yang ada dan khas untuk setiap

senyawa, sehingga daerah sidik jari adalah khas untuk setiap senyawa. Setiap

senyawa yang berbeda menghasilkan pola lembah yang berbeda-beda pada

spektrum di daerah sidik jari. Dua senyawa yang memiliki ikatan dan gugus yang

sama memiliki spektrum yang sama di daerah gugus (1500-4000 cm-1) tetapi

spektrum kedua senyawa tersebut berbeda di daerah sidik jari atau finger print

region (700-1500 cm-1). Pita-pita di daerah ini dihasilkan dari gabungan gerakan

(52)

menghasilkan pola lembah yang berbeda-beda pada spektrum di daerah sidik jari.

Daerah sidik jari adalah khas untuk setiap senyawa.

4.6Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Metil Ester Asam Stearat dan Asam Oleat

Sulfonasi metil ester asam lemak dengan pereaksi pensulfonasi gas SO3

(reaksi dapat dilihat pada gambar 4.6.1 dan 4.6.2) yang diperoleh dari pemanasan

H2SO4 (p), pada suhu 90oC selama ± 4 jam, kemudian melalui tahap bleaching,

reesterifikasi dan netralisasi menghasilkan garam natrium dari metil ester sulfonat,

cairan yang menghasilkan busa pada penambahan air dan pengocokan.

Gambar 4.6.1 Reaksi pembentukan metil ester sulfonat (MES) asam stearat

(53)

MES yang dihasilkan pada proses sulfonasi masih mengandung

produk-produk samping yang dapat mengurangi kinerja surfaktan sehingga memerlukan

proses pemurnian. Menurut Schwuger & Lewandowski (1995), proses produksi

MES dilakukan dengan mereaksikan metil ester dan gas SO3 dalam failing film

reactor pada suhu 80-90oC. Proses sulfonasi ini akan menghasilkan produk

berwarna gelap kemudiaan direesterifikasi dengan panambahan metanol dan

dibleaching dengan penambahan H2O2 menghasilkan cairan yang lebih jernih,

dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan menambahkan larutan alkali (NaOH

20%), hingga pH surfaktan tersebut mendekati 8, setelah melewati tahap

netralisasi, produk yang berbentuk cairan dikeringkan sehingga produk akhir yang

dihasilkan berbentuk pasta, serpihan, atau granula.

Penambahan metanol pada proses bleaching berfungsi untuk mengesterkan

kembali gugus yang terhidrolisa sehingga mengurangi hasil samping reaksi yang

berupa garam disodium karboksi sulfonat (di-salt) dan juga untuk mengurangi

viskositas cairan pada saat proses netralisasi. Netralisasi hasil bleaching dilakukan

dengan penambahan NaOH 20% hingga pH surfaktan MES tersebut mendekati 8.

Netralisasi dilakukan agar diperoleh ester sulfonat yang stabil, karena ester

sulfonat dalam suasana asam dapat terhidrolisa menjadi asam lemak sulfonat

(fatty acid sulfonated). Sementara itu dalam suasana basa (pH >9), ester dapat

terhidrolisa membentuk garam disodium dari asam lemak sulfonat. Larutan MES

kemudian dikeringkan dengan penguapan hingga diperoleh surfaktan MES dalam

bentuk padat berupa pasta atau serbuk (Germain, 2001; Satsuki, 1994).

Pada tahap akhir sulfonasi, sebelum dinetralisasi terbentuk dua lapisan

(54)

cairan berwarna jernih kental dan pada asam oleat berwarna kuning, dinetralisasi

yang membentuk busa pada penambahan air dan pengocokan, merupakan lapisan

surfaktan MES yang mengandung air dari penguaraian H2O2 dan NaOH dan

mengandung sisa metanol. Setelah dikeringkan dengan penguapan diperoleh

surfaktan MES padat. Lapisan bawah merupakan sisa metil ester asam lemak yang

tidak tersulfonasi. Lapisan metil ester yang tidak tersulfonasi menunjukkkan

adanya kekurangan dalam pengerjaan, dimana jumlah gas SO3 sebagai pereaksi

pensulfonasi yang bereaksi dengan metil ester tidak terpenuhi untuk mensulfonasi

seluruh metil ester asam lemak.

Foster (2001) dan Schwuger & Lewandowski (1995), menyatakan bahwa

untuk mendapatkan hasil yang baik dari reaksi sulfonasi antara lain: suhu reaksi,

pH netralisasi, lama penetralan, dan suhu selama penetralan merupakan faktor

utama yang harus dikendalikan selama penetralan.

4.7Analisis Spektrometri FT-IR Metil Ester Sulfonat Asam Stearat

Spektrum FT-IR pada gambar 4.7.1 menunjukkan puncak serapan pada

daerah bilangan gelombang 1741,72 cm-1 merupakan serapan khas dari gugus

karbonil (C=O) dari ester dan didukung dengan puncak serapan C-O-C pada

daerah bilangan gelombang 1172,72 cm-1. Pada daerah bilangan gelombang

2848,86 cm-1 dan 2918,30 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi sretching dari C-H

sp3 yang didukung vibrasi bending C-H sp3 pada bilangan gelombang 1381,03

(55)

Gambar 4.7.1 Spektrum FT-IR MES dari asam stearat

Pada spektrum diatas daerah bilangan gelombang 3464,15 cm-1 yang

menunjukkan adanya gugus –OH (hidroksil), dimana gugus tersebut diduga

berasal dari molekul air yang tidak terpisah secara sempurna pada proses

pengeringan.

4.8Analisis Spektrometri FT-IR Metil Ester Sulfonat Asam Oleat

Untuk mengetahui reaksi berjalan sesuai yang diharapkan garam MES

yang terbentuk diidentifikasi dengan spektrofotometer FT-IR dengan spektrum

(56)

Gambar 4.8.1 Spektrum FT-IR dari MES asam oleat

Spektrum FT-IR pada bilangan gelombang 3001,95 cm-1 merupakan

puncak serapan untuk C-H sp2 dari gugus -CH=CH- puncak serapan pada daerah

bilangan gelombang 1740,01 cm-1 merupakan serapan khas dari gugus karbonil

(C=O) dari ester yang didukung dengan puncak serapan C-O-C pada daerah

bilangan gelombang 1172,19 cm-1 sehingga dapat disimpulkan adanya gugus

ester. Puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 2925,24 cm-1 dan 2854,28

cm-1 menunjukkan adanya vibrasi sretching dari C-H sp3 yang didukung vibrasi

bending C-H sp3 pada bilangan gelombang 1376,83 cm-1 (Silverstein, 1981).

Pada spektrum tidak ada lagi gugus C=C dari ikatan rangkap metil ester

(57)

ester asam oleat dengan masuknya gugus sulfonat yang terikat pada atom C9 dan

C10 (gambar 4.6.2 halaman 35). Pada spektrum diatas juga menunjukkan vibrasi

yang lebar (broad spectrum) pada daerah bilangan gelombang 3464,04 cm-1 yang

menunjukkan adanya gugus -OH (hidroksil), dimana gugus tersebut diduga

berasal dari molekul air yang tidak terpisah secara sempurna pada proses

pengeringan.

Naughton (1973), menyatakan bahwa gugus hidroksil, ikatan rangkap dan

gugus ester merupakan gugus-gugus reaktif dalam reaksi atau modifikasi untuk

pembuatan berbagai produk industri. Ikatan rangkap dapat disulfonasi membentuk

produk sulfonat.

4.9Analisis MES Asam Stearat dan MES Asam Oleat Terhadap adanya Gugus Sulfonat Dengan Beberapa Pereaksi

Analisis terhadap MES asam stearat dan MES asam oleat dengan

[image:57.596.164.500.534.679.2]

menggunakan BaCl2, Aqua Brom, KMnO4 diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.9.1 Hasil Analisis Gugus sulfonat terhadap MES asam stearat dan MES

asam oleat

No Pengujian MES Asam Stearat MES Asam Oleat

1 Bentuk Cair Serbuk

2 Warna kuning Putih

3 Dengan BaCl2 Endapan putih Endapan putih

4 Test bromin Positif Positif

(58)

4.10 Penentuan Nilai HLB dan Tegangan Permukaan

MES memiliki gugus hidroksil, gugus karboksilat, gugus sulfonat dan

gugus hidrokarbon dalam strukturnya. Menurut Martin, (1993), gugus hidroksil,

gugus karboksilat dan gugus sulfonat merupakan gugus hidrofilik dan gugus

hidrokarbon merupakan gugus lipofilik.

Hasil pengukuran tegangan permukaan MES asam stearat dengan

tensiometer Du Nuoy pada konsentrasi 0,0008 - 0,2% b/v (dapat dilihat pada

lampiran 2 halaman 32) adalah 29,04 dyne/cm. Nilai HLB MES asam stearat

adalah 12,325. HLB dapat meramalkan bila suatu surfaktan sebagai bahan

stabilisator, wetting agent, detergen ataupun bahan pelarut. Dari skala ukuran

keseimbangan hidrofilik dan lipofilik (HLB) dapat disimpulkan bahwa MES asam

stearat dengan nilai HLB 12,325 dapat digunakan sebagai detergen dan sebagai

bahan pengemulsi tipe m/a (Martin, 1993).

Gambar 4.10.1 Grafik pengaruh konsentrasi terhadap tegangan permukaan

(59)

Dari grafik tegangan permukaan terhadap log C (dapat dilihat pada gambar

4.10.1 di atas) menunjukkan nilai konsentrasi misel kritis (kmk) larutan surfaktan

MES asam stearat pada titik log C -1,325 yaitu pada konsentrasi surfaktan MES

asam stearat 0,047%.

Suatu zat aktif permukaan mengandung bagian lipofilik dan hidrofilik,

molekul yang mengandung bagian lipofilik dan hidrofilik kedua-duanya

dipusatkan pada antarmuka, dimana semakin banyak kadar surfaktannya, semakin

besar aktivitas permukaannya dalam menurunkan tegangan permukaan, karena

semakin banyak zat terlarut yang diadsorbsi pada permukaan (Martin, 1993).

Gambar 4.10.2 Grafik pengaruh konsentrasi terhadap tegangan permukaan

surfaktan MES asam oleat

Dari gambar di atas menunjukkan nilai tegangan permukaan tercapai

Gambar

Gambar                                                                                                       Halaman
Gambar Asam Stearat, Asam Oleat, Metil Ester Asam Stearat
Gambar 2.7.1 Struktur surfaktan (a. Gugus hidrofilik dan lipofilik surfaktan b. Agregat atau misel surfaktan)
Tabel 4.9.1 Hasil Analisis Gugus sulfonat terhadap MES asam stearat dan MES

Referensi

Dokumen terkait

Upah tenaga kerja langsung (bagian produksi) dan biaya :

Gopher Perangkat yang memungkinkan pemakai untuk menemukan informasi yang terdapat pada server gopher melalui menu yangh bersifat hierarkis Archie Perangkat yang dapat digunakan

Hipotesa diterima yang menyatakan bahwa hasil sarang burung oleh pe- ngusaha intensif 1ebih besar dari- pada pengusaha yang tidak inten.. s

Nitrifikasi adalah proses yang mengubah amonia menjadi nitrit dan kemudian menjadi nitrat dan merupakan langkah penting dalam siklus nitrogen secara global.Ada dua langkah

Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca elastik yang besar secara berulang kali dan bolak balik akibat beban gempa di atas beban gempa

a) Dengan naiknya derajat korelasi di antara variabel-variabel bebas, penaksir-penaksir OLS masih bisa diperoleh, namun kesalahan- kesalahan baku (standard

menyelesaikan model matematika yang telah dibuatnya; c) Kesalahan melaksanakan rencana, dilihat dari hasil pekerjaan siswa yaitu ketika siswa tidak menyelesaikan model

Berdasarkan hasil analisis data dalam perhitungan indeks of similarity (IS) secara vertikal yaitu perbandingan antara habitat, nilai indeks kesamaan jenis anggrek