• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan Dan Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi Dan Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pengetahuan Dan Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi Dan Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER DALAM PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BAYI DAN BALITA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS DESA LALANG TAHUN 2014

S K R I P S I

Oleh: RIA SUTIANI NIM: 101000041

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER DALAM PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BAYI DAN BALITA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS DESA LALANG TAHUN 2014

S K R I P S I

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memproleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh: Ria Sutiani

101000041

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi :GAMBARAN PENGETAHUAN DAN

KETERAMPILAN KADER DALAM

PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BAYI DAN BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESA LALANG TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : RIA SUTIANI

Nomor Induk Mahasiswa : 101000041

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan : Gizi Kesehatan Masyarakat

Tanggal Lulus : 21 Juli 2014

Disahkan Oleh Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si NIP. 19620529 198903 2 001 NIP. 19670613 199303 3 1004

Medan, Juli 2014 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, M.S NIP. 19610831 198903 1 001

(4)

ABSTRAK

Pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan yang penting dalam rangka kewaspadaan gizi bayi dan balita. Hasil pemantauan pertumbuhan yang tidak tepat dapat menyebabkan interpretasi status gizi yang salah sehingga salah pula dalam mengambil keputusan untuk menanganinya. Keberhasilan dari kegiatan ini terkait dengan kualifikasi kader termasuk pengetahuan dan keterampilannya dalam melaksanakan tugas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengetahuan kader diukur dengan menggunakan kuesioner sedangkan keterampilannya dengan lembar observasi. Populasi pada penelitian ini adalah 155 kader sedangkan sampel sebanyak 62 kader yang dipilih secara purposif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi, sedangkan hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan kader diuji dengan uji Chi Square (CI=95%).

Hasil penelitian menunjukkan 80,6% kader memiliki pengetahuan yang baik dan sebanyak 66,1% kader kurang terampil dalam melaksanakan tugasnya. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita (p=0,046).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemantauan pertumbuhan bayi dan balita belum terlaksana dengan optimal karena masih banyak kader kurang terampil walaupun pengetahuan mereka baik. Disarankan agar petugas kesehatan lebih mengutamakan pelatihan dengan metode praktek daripada metode ceramah sehingga pengetahuan kader yang sudah baik dapat diterapkan ke dalam tidakan untuk meningkatkan keterampilannya. Kader diharapkan dapat mengikuti pelatihan yang diadakan oleh pihak Puskesmas dan menerapkan pengetahuan yang telah mereka dapatkan dalam tindakan saat melaksanakan tugas di Posyandu.

Kata Kunci: posyandu, pengetahuan kader, pemantauan pertumbuhan bayi dan balita

(5)

ABSTRACT

Growth monitoring is an important activity in order to alert the nutrition of infant and under five children. The results of growth monitoring which is not appropriate can lead to the wrong interpretation of nutritional status and so do in making decisions to solve it. The success of these activities related to the cadres qualifications including their knowledge and skills in performing their duties.

This study aimed to determine the knowledge and skills of cadres in monitoring the growth of infant and under five children at Puskesmas Desa Lalang. This research is an analytical study with cross sectional approach. The knowledge of cadres was measured by using a questionnaire, while their skills by the observation sheet. The population in this study was 155 cadres while the sample of 62 cadres chosen purposively. Data analysis was performed by using frequency distributions, while the correlation between knowledge and skills of cadres was tested by Chi-square test (CI = 95%).

The results showed that 80,6% of cadres had knowledge in good category and 66,1% of them has less skilled in carrying out their duties. There was a significant correlation between knowledge and skills of cadres in growth monitoring of infant and under five children (p = 0,046).

Based on the results it can be concluded that growth monitoring of infant and under five children has not been performing optimally because of many cadres has less skills although their knowledge is good. It is suggested that health workers can prioritize the training with practice methods than lecturing method so that good knowledge of cadres can be applied into action to improve their skills. Cadres are expected to following the training which is organized by Puskesmas and applying their information obtained in the action when carrying out their duties at Posyandu.

Key words : Posyandu, cadres knowledge, infant and under five children growth monitoring

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ria Sutiani

Tempat Tanggal Lahir : Pangkalan, 01 Maret 1992

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Bersaudara : 5 (Lima) Orang Bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Lintas Sumbar-Riau, Pauh Anok Kenagarian

Pangkalan Kecamatan Pangkalan Koto Baru

Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat

Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1996-1998: TK Bundo Kanduang Pangkalan

Koto Baru

2. Tahun 1998-2004: SDN 01 Pangkalan Koto Baru

3. Tahun 2004-2007: SMPN 01 Pangkalan Koto Baru

4. Tahun 2007-2010: SMAN 02 Payakumbuh

5. Tahun 2010-2014: Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul

“Gambaran Pengetahuan dan Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan

Bayi Dan Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014”. Skripsi ini

penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Rasyidi Hasan

dan Ibunda Hj. Candrawati yang tak pernah berhenti memberikan kasih sayang, doa,

arahan, motivasi serta dukungan moril maupun materil. Penulis berharap dapat

menjadi kebanggaan bagi mereka.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh bimbingan,

bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Hj. Rafidah, SpAK selaku Kepala Puskesmas Desa Lalang yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kelurahan

Lalang.

3. dr. Rini Susanty selaku Kepala Puskesmas Pembantu Balam yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kelurahan Sei

Sikambing B.

4. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Kepala Departemen Gizi Kesehatan

Masyarakat dan selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu

(8)

untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam menyelesaikan skripsi

ini.

5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

meluangkan waktu dan memberikan saran serta arahan sejak persiapan hingga

skripsi ini diselesaikan.

6. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku dosen Pembimbing Akademik

sekaligus Dosen Penguji skripsi yang banyak memberikan masukan dan

motivasi kepada penulis.

7. Ir. Etti Sudaryati, MKM, Ph.D selaku Dosen Penguji skripsi yang telah

memberikan saran dan arahan demi penyusunan skripsi yang lebih baik.

8. Seluruh dosen yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menjalani

pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak Marihot Samosir, S.T serta seluruh staff yang telah membantu penulis

dalam urusan administrasi.

10.Saudara-saudariku tercinta yang telah memberikan dukungan secara moril,

materil dan kasih sayang tak terhingga; Richi Haswandi, Wira Masmora,S.pd,

Rudolf Agita Chandra (Alm.), Wempi Rasyd,S.ip, dr.Yona Oktavia.

Keponakan-keponakan tersayang: Fadhil, Aby, Echa, dan Aurel.

11.Keluarga yang telah memberikan banyak bantuan dan tempat berlindung: Om

Win, Amai Lina, Bang Eri, Kak Willy, Bang Adri, dan seluruh sanak saudara

yang ada di Medan.

12.Keluarga besar Imapaliko Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan,

(9)

13.Sahabat-sahabat seperjuangan di perantauan yang selalu ada: Nadia Chalida

Nur, Fitri Haniffa, Rizki Fajariyah, Febria Octasari, Sri Novita Amelia,

Mabruri Pratama, Syahid Izuddin, Surya Ramadhani, terima kasih atas

bantuannya, kerjasama yang baik dan hari-hari perkuliahan dengan rasa

persaudaraan, serta seluruh teman-teman angkatan 2010 yang namanya tidak

dapat disebutkan satu persatu.

14.Keluarga Limah Duah: Om dan Tante Bernali, Kak Yanti, Kak Ayu, Kak

Icha, Kak Ipit, Kak Sari, Gita, Tari, Ika, Qori, Indah, Putri, Rizka, Dwi,

Retno, Mayang, Mia, dan Fika.

15.Keluarga Orange House yang selalu kompak: Mak Ge, Mak Ayi, Akkang,

Yuyu, Mbak Yu, Bang Les, Miong Hee, Hong Tae Song dan Opung.

16.Ibu Pesi, Ibu Ameta, Ibu Devi, Ibu Diana, Ibu Pida, Ibu Nurma, Ibu Leni dan

seluruh Petugas Puskesmas Desa Lalang dan Puskesmas Pembantu Balam

yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.

17.Seluruh kader Posyandu yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Namun harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2014 Penulis,

(Ria Sutiani)

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN... i

ABSTRAK ... ii

2.3. Pengetahuan dan Keterampilan Kader ... 13

2.4. Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita ... 18

2.5. Landasan Teori ... 27

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 31

3.3.1. Populasi Penelitian ... 31

3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 33

3.7. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 36

3.7.1. Variabel Penelitian ... 36

(11)

3.8. Aspek Pengukuran ... 37

3.9. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 38

3.9.1. Metode Pengolahan Data ... 38

3.9.2. Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

4.1.1. Letak Geografis ... 40

4.1.2. Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

4.1.3. Sumber Daya Manusia di Puskesmas Desa Lalang ... 41

4.1.4. Cakupan Penimbangan Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang ... 42

4.2. Karakteristik Kader ... 43

4.3. Pengetahuan Kader... 45

4.4. Keterampilan Kader ... 47

4.5. Distribusi Pengetahuan Berdasarkan Karakteristik Kader ... 49

4.6. Distribusi Keterampilan Berdasarkan Karakteristik Kader... 51

4.7. Hubungan Pengetahuan dengan Keterampilan Kader... 53

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pengetahuan Kader Tentang Kegiatan Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita di Posyandu ... 56

5.2 Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita di Posyandu... 58

5.3 Hubungan Pengetahuan dengan Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita di Posyandu ... 61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 66

6.2. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian Lampiran 2 Kuesioner Penelitian Lampiran 3 Master Data

Lampiran 4 Output Pengilahan Data

Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Penelitian

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan

Kader ... 35 Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Keterampilan

Kader ... 36 Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di

Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2013 ... 40 Tabel 4.2 Sumber Daya Manusia di Puskesmas Desa Lalang

Tahun 2014... 41 Tabel 4.3 Cakupan Penimbangan Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Desa Lalang Periode Januari – Desember 2013 ... 42 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Kader Posyandu ... 44 Tabel 4.5 Distribusi Pengetahuan Kader dalam Pemantauan Pertumbuhan

Bayi dan Balita ... 45 Tabel 4.6 Gambaran Pengetahuan Kader dalam Pemantauan Pertumbuhan

Bayi dan Balita ... 46 Tabel 4.7 Distribusi Keterampilan Kader dalam Pemantauan Pertumbuhan

Bayi dan Balita ... 47 Tabel 4.8 Gambaran Keterampilan Kader dalam Pemantauan Pertumbuhan

Bayi dan Balita ... 48 Tabel 4.9 Distribusi Pengetahuan Kader Tentang Tugasnya Dalam

Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita Berdasarkan Umur Kader ... 50 Tabel 4.10 Distribusi Pengetahuan Kader Tentang Tugasnya Dalam

Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita Berdasarkan Pendidikan Kader ... 50 Tabel 4.11 Distribusi Pengetahuan Kader Tentang Tugasnya Dalam

Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita Berdasarkan Lama Menjadi Kader ... 51 Tabel 4.12 Distribusi Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan

Bayi dan Balita Berdasarkan Umur Kader ... 51 Tabel 4.13 Distribusi Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan

Bayi dan Balita Berdasarkan Pendidikan Kader ... 52 Tabel 4.14 Distribusi Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan

Bayi dan Balita Berdasarkan Lama Menjadi Kader ... 53 Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan dengan Keterampilan Kader dalam

Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita ... 54

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja ... 28 Gambar 2.2 Gambaran Pengetahuan dan Keterampilan Kader Dalam Pemantauan

Pertumbuhan Bayi dan Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang ... 29

(14)

ABSTRAK

Pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan yang penting dalam rangka kewaspadaan gizi bayi dan balita. Hasil pemantauan pertumbuhan yang tidak tepat dapat menyebabkan interpretasi status gizi yang salah sehingga salah pula dalam mengambil keputusan untuk menanganinya. Keberhasilan dari kegiatan ini terkait dengan kualifikasi kader termasuk pengetahuan dan keterampilannya dalam melaksanakan tugas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengetahuan kader diukur dengan menggunakan kuesioner sedangkan keterampilannya dengan lembar observasi. Populasi pada penelitian ini adalah 155 kader sedangkan sampel sebanyak 62 kader yang dipilih secara purposif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi, sedangkan hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan kader diuji dengan uji Chi Square (CI=95%).

Hasil penelitian menunjukkan 80,6% kader memiliki pengetahuan yang baik dan sebanyak 66,1% kader kurang terampil dalam melaksanakan tugasnya. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita (p=0,046).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemantauan pertumbuhan bayi dan balita belum terlaksana dengan optimal karena masih banyak kader kurang terampil walaupun pengetahuan mereka baik. Disarankan agar petugas kesehatan lebih mengutamakan pelatihan dengan metode praktek daripada metode ceramah sehingga pengetahuan kader yang sudah baik dapat diterapkan ke dalam tidakan untuk meningkatkan keterampilannya. Kader diharapkan dapat mengikuti pelatihan yang diadakan oleh pihak Puskesmas dan menerapkan pengetahuan yang telah mereka dapatkan dalam tindakan saat melaksanakan tugas di Posyandu.

Kata Kunci: posyandu, pengetahuan kader, pemantauan pertumbuhan bayi dan balita

(15)

ABSTRACT

Growth monitoring is an important activity in order to alert the nutrition of infant and under five children. The results of growth monitoring which is not appropriate can lead to the wrong interpretation of nutritional status and so do in making decisions to solve it. The success of these activities related to the cadres qualifications including their knowledge and skills in performing their duties.

This study aimed to determine the knowledge and skills of cadres in monitoring the growth of infant and under five children at Puskesmas Desa Lalang. This research is an analytical study with cross sectional approach. The knowledge of cadres was measured by using a questionnaire, while their skills by the observation sheet. The population in this study was 155 cadres while the sample of 62 cadres chosen purposively. Data analysis was performed by using frequency distributions, while the correlation between knowledge and skills of cadres was tested by Chi-square test (CI = 95%).

The results showed that 80,6% of cadres had knowledge in good category and 66,1% of them has less skilled in carrying out their duties. There was a significant correlation between knowledge and skills of cadres in growth monitoring of infant and under five children (p = 0,046).

Based on the results it can be concluded that growth monitoring of infant and under five children has not been performing optimally because of many cadres has less skills although their knowledge is good. It is suggested that health workers can prioritize the training with practice methods than lecturing method so that good knowledge of cadres can be applied into action to improve their skills. Cadres are expected to following the training which is organized by Puskesmas and applying their information obtained in the action when carrying out their duties at Posyandu.

Key words : Posyandu, cadres knowledge, infant and under five children growth monitoring

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan yang strategis serta

berfungsi sebagai media promosi maupun sarana pemantauan pertumbuhan bayi dan

balita. Kegiatan Posyandu diharapkan dapat mendeteksi kasus gizi buruk secara dini

di masyarakat sehingga tidak berkembang menjadi kejadian luar biasa. Hal ini sesuai

dengan salah satu tujuan penyelenggaraan Posyandu dalam Kemenkes RI (2010),

yaitu untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian bayi dan balita serta

mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak melalui program penimbangan.

Pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan yang penting dalam rangka

kewaspadaan gizi bayi dan balita. Menurut Kemenkes RI (2011), kegiatan ini

mempunyai tiga tujuan penting, yaitu mencegah bertambah buruknya keadaan gizi,

mempertahankan keadaan gizi yang baik, dan meningkatkan keadaan gizi. Apabila

ketiga tujuan tersebut dapat dilaksanakan oleh petugas kesehatan, kader, dan

masyarakat dengan baik, maka penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk dapat

segera terwujud.

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,

kecenderungan frekuensi pemantauan pertumbuhan anak umur 6-59 bulan di

Posyandu yang lebih dari empat kali penimbangan pada enam bulan terakhir sedikit

menurun pada tahun 2013 yaitu sebesar 44,6% dibanding tahun 2007 yang mencapai

angka 45,4%. Sedangkan anak umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang dalam

enam bulan terakhir meningkat dari 25,5% pada tahun 2007 menjadi 34,3% pada

(17)

tahun 2013. Berdasarkan provinsi yang ada di Indonesia, frekuensi penimbangan

yang lebih dari empat kali dalam enam bulan terakhir tertinggi adalah di DI

Yogyakarta (79,0%) dan terendah di Sumatera Utara (12,5%).

Secara nasional status gizi anak di Indonesia masih menjadi masalah.

Berdasarkan data dari Riskesdas (2013), prevalensi berat-kurang pada tahun 2013

adalah 19,6% yang terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Berarti

masalah gizi berat-kurang di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang mendekati prevalensi tinggi. Prevalensi masalah gizi pada tahun

2013 juga meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010

(17,9%). Terdapat 19 dari 33 provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi gizi

kurang dan gizi buruk di atas angka prevalensi nasional, yaitu berkisar antara 21,2%

sampai dengan 33,1% dan Sumatera Utara berada pada urutan ke-16.

Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kota Medan tahun 2012, jumlah kasus

gizi kurang dan gizi buruk yang ada di Kota Medan adalah sebanyak 1491 yang

terdiri dari 1367 gizi kurang dan 124 gizi buruk. Kasus gizi kurang dan gizi buruk ini

tersebar pada wilayah kerja 39 Puskesmas di Kota Medan. Salah satu Puskesmas

yang jumlah gizi kurang dan gizi buruknya cukup banyak dan meningkat dari tahun

2012 hingga tahun 2013 adalah Puskesmas Desa Lalang. Terdapat 30 kasus pada

tahun 2012, terdiri dari 25 gizi kurang dan 5 gizi buruk yang tersebar pada 31 unit

Posyandu di wilayah kerjanya. Berdasarkan Profil Puskesmas Desa Lalang tahun

2013, jumlah kasus gizi kurang dan gizi buruk yang ada di wilayah kerja Puskesmas

tersebut adalah 43 kasus yang terdiri dari 38 gizi kurang dan 5 gizi buruk. Hal ini

(18)

wilayah kerja Puskesmas tersebut, sedangkan jumlah kasus gizi buruk tidak

mengalami perubahan dari tahun 2012 hingga tahun 2013. Hal ini terlihat pula pada

cakupan hasil penimbangan yang tidak mencapai target, yaitu sebesar 74,04% pada

tahun 2013.

Menurut Sukiarko (2007), salah satu penyebab terjadinya peningkatan kasus

gizi kurang adalah kurang berfungsinya lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat,

seperti Posyandu. Akibatnya, pemantauan status gizi pada bayi dan balita tidak

terlaksana dengan optimal. Ada tidaknya masalah gizi di suatu daerah tidak terlepas

dari peranan kader dalam menyelenggarakan Posyandu.

Kader merupakan pelayan kesehatan (health provider) yang memiliki frekuensi

tatap muka lebih sering dengan masyarakat daripada petugas kesehatan lainnya sehingga

kader lebih tahu tentang harapan dan kebiasaan masyarakat (Simanjuntak, 2012). Peran

kader terhadap Posyandu sangat besar mulai dari tahap perintisan, penghubung

dengan lembaga yang menunjang penyelenggaraan Posyandu, sebagai perencana

pelaksana dan sebagai pembina serta sebagai penyuluh untuk memotivasi masyarakat

agar berperan serta dalam kegiatan Posyandu di wilayahnya. Oleh karena itu, kader

dapat dikatakan garda terdepan dalam pelayanan kesehatan untuk masyarakat melalui

Posyandu. Namun menurut Kemenkes RI (2012), masih banyak kader yang belum

memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam melaksanakan

tugasnya. Kader sebaiknya mampu mengelola Posyandu dengan baik sehingga fungsi

Posyandu dapat dimanfaatkan dengan optimal oleh masyarakat di wilayahnya.

Menurut Setijowati, Wirawan, dan Mbeo (2012), kader seharusnya memiliki

(19)

kegiatan ini dibutuhkan dalam memberikan intervensi terhadap keadaan pertumbuhan

bayi dan balita. Jika hasil pemantauan pertumbuhan tidak tepat, maka dapat

menyebabkan interpretasi status gizi yang salah dan berakibat pula pada kesalahan

dalam pengambilan keputusan untuk penanganan masalah gizi.

Penelitian Sumiatun, Subagyo, dan Sukardi (2012) di Desa Musir Kidul

Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk menggambarkan bahwa kader telah

melaksanakan perannya sebesar 80% di meja I, 76% di meja II, 44% di meja III dan

hanya 16% kader yang sudah melaksanakan perannya di meja IV. Menurutnya, faktor

dominan yang menyebabkan peran kader di meja III dan IV masih kurang adalah

karena pengetahuan dan keterampilan kader yang kurang, serta belum mendapatkan

pelatihan secara berkala bagi kader yang masih baru. Penelitian Irma (2013) di

Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang juga menyebutkan bahwa lebih

dari setengah kader di Posyandu tersebut tidak terampil dalam melaksanakan

tugasnya (54,1%), sedangkan faktor yang paling berpengaruh terhadap keterampilan

tersebut adalah pengetahuan kader.

Pemantauan pertumbuhan bayi dan balita perlu ditingkatkan peranannya

dalam tindak kewaspadaan untuk mencegah buruknya keadaan gizi melalui

peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader dalam melaksanakan tugasnya di

Posyandu. Penelitian Fitrianigrum (2010) menyebutkan bahwa kader yang

mempunyai pengetahuan yang baik (77%) belum tentu keterampilannya juga baik

(22,9%) dalam melakukan pemantauan pertumbuhan. Penelitian Hamariyana (2011)

juga menunjukkan hal yang serupa, bahwa kader yang pengetahuannya baik adalah

(20)

balita hanya 25,7%. Namun dari kedua penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat

hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan kader dalam melaksanakan

tugasnya di Posyandu.

Menurut Jaya et al. (2010), terdapat hubungan pengetahuan dan keterampilan

kader dengan capaian pemantauan pertumbuhan balita di Kabupaten Lombok Barat.

Capaian pemantauan pertumbuhan balita dapat menggambarkan kinerja kader dalam

melaksanakan kegiatan Posyandu. Jika pengetahuan dan keterampilan kader baik,

maka capaian pemantauan pertumbuhan balita akan baik. Apabila capaian

pemantauan pertumbuhan di Posayndu tersebut baik, maka diharapkan status gizi

bayi dan balita juga baik sehingga prevalensi masalah gizi kurang dan gizi buruk

tidak meningkat.

Poduktivitas suatu Posyandu dalam memantau pertumbuhan bayi dan balita

tentu saja tidak terlepas dari kinerja kadernya. Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi produktivitas Posyandu adalah pengetahuan dan keterampilan kader.

Kader yang kinerjanya bagus merupakan kader yang memiliki pengetahuan baik dan

terampil dalam menjalankan tugasnya. Jika tugasnya tidak terlaksana dengan baik,

maka kader tersebut dapat dikatakan kurang terampil.

Survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 orang kader di

lokasi penelitian menghasilkan bahwa masih terdapat kader yang melakukan

kesalahan dalam melaksanakan tugasnya. Beberapa hal yang dapat menyebabkan

kesalahan dalam memperoleh hasil pemantauan pertumbuhan bayi dan balita, yaitu

penimbangan yang tidak dilakukan dengan benar. Sebagian besar bayi ditimbang

(21)

penimbangan dilakukan dengan pakaian bayi dan balita seminimal mungkin.

Kemudian saat bandul dacin diletakkan pada angka nol, paku timbang pada dacin

tidak tegak lurus karena adanya beban dari sarung atau kain yang digantung pada

dacin tersebut sehingga hasil penimbangan seharusnya dikurangi dengan berat sarung

atau kain. Kesalahan ini tidak mendapat perhatian dari kader sehingga hasil

penimbangan anak berlebih dari berat badan yang sebenarnya.

Kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan

balita merupakan pertanda bahwa kurangnya keterampilan kader dalam kegiatan

tersebut. Keterampilan kader yang kurang baik dapat juga disebabkan oleh karena

tidak adanya pergantian tugas. Artinya kader hanya bertugas pada kegiatan yang

sama pada setiap bulannya sehingga kader tidak terampil dalam menjalankan setiap

tugas yang ada di Posyandu. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti

gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi

dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang tahun 2014.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimana gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam

pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang

tahun 2014.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam

(22)

1.3.2Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

pengetahuan dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan

balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang.

1.4Hipotesis

Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keterampilan kader

dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa

Lalang tahun 2014.

1.5Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi pihak Puskesmas tentang gambaran pengetahuan dan

keterampilan kader di wilayah kerjanya sehingga menjadi bahan evaluasi serta

masukan untuk perencanaan dalam melakukan pembinaan kader di masa yang

akan datang.

2. Sebagai bahan evaluasi bagi kader Posyandu tentang pengetahuan dan

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kader Posyandu

Kader, menurut Widodo et al. (2004) berarti perwira-perwira rendahan; orang

yang diberi pendidikan untuk menjadi pelanjut tongkat estafet suatu partai atau

organisasi; calon; tunas (muda); generasi muda. Kader Posyandu adalah anggota

masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan

kegiatan Posyandu secara sukarela. (Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 19 tahun

2011).

Menurut Anggidin (2011), kader Posyandu adalah warga masyarakat yang

ditunjuk untuk bekerja secara sukarela dalam melaksanakan kegiatan yang

berhubungan dengan pelayanan kesehatan sederhana di Posyandu. Kader Posyandu

dipilih oleh pengurus Posyandu dari anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan

memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan Posyandu.

Kriteria kader posyandu menurut Kemenkes RI (2011) ada tiga, yaitu

pertama, kader yang dipilih diutamakan berasal dari anggota masyarakat setempat

sehingga kader lebih mengetahui karakteristik dan memahami kebiasaan

masyarakat. Selain itu kader lebih mudah dalam memantau situasi dan kondisi bayi

dan balita yang ada di wilayah kerja Posyandu dengan melakukan kunjungan rumah

bagi bayi dan balita yang tidak datang pada hari buka Posyandu maupun memantau

status pertumbuhan bayi dan balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk.

Kedua, kader juga harus bisa membaca dan menulis huruf latin karena

(24)

KMS yang menuntut kader agar bisa membaca dan menulis. Kemampuan dalam

membaca dan menulis ini merupakan hasil dari pendidikan dasar kader tersebut.

Menurut Rosphita (2007), terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan

dan pendidikan kader dengan interprestasi hasil penimbangan dan menggambar

grafik pertumbuhan anak. Interpretasi tersebut hanya dapat dilakukan jika kader

dapat membaca dan menuliskan hasil penimbangan di KMS.

Ketiga, kader sebaiknya dapat menggerakkan masyarakat untuk

berpartisipasi dalam kegiatan di Posyandu serta bersedia bekerja secara sukarela,

memiliki kemampuan dan waktu luang agar kegiatan dapat terlaksana dengan baik.

Jika kader dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam arti sebagian besar ibu

dari bayi dan balita mau datang ke Posyandu, maka keberhasilan program Posyandu

akan terwujud.

Jadi, persyaratan-persyaratan yang diutamakan dapatlah disimpulkan bahwa

kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain sanggup bekerja secara sukarela,

mendapat kepercayaan dari masyarakat serta mempunyai kredibilitas yang baik

dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang

tinggi, mempunyai penghasilan tetap, pandai baca tulis, sanggup membina

masyarakat sekitarnya. Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upaya

meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal. Selain itu peran kader ikut membina masyarakat dalam

bidang kesehatan dengan melalui kegiatan yang dilakukan baik di posyandu.

Dalam keadaan tertentu, terutama di daerah perkotaan karena kesibukan yang

(25)

sebagai kader Posyandu. Untuk mengatasinya kedudukan dan peranan kader

Posyandu dapat digantikan oleh tenaga profesional terlatih yang bekerja secara

purna/paruh waktu sebagai kader Posyandu dengan mendapat imbalan khusus dari

dana yang dikumpulkan oleh dan dari masyarakat. Kader mempunyai peran yang

besar dalam upanya meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk

mencapai derajat kesehatan yang optimal. Selain itu kader berperan dalam membina

masyarakat di bidang kesehatan melalui kegiatan di Posyandu yang mana salah

satunya adalah pemantauan pertumbuhan bayi dan balita (Zulkifli, 2003).

2.2 Tugas Kader Posyandu

Menurut Depkes RI (2006) jumlah minimal kader yang dibutuhkan untuk

setiap Posyandu adalah lima orang yang mengacu pada sistem kerja lima meja.

Mengingat bahwa pada umumnya kader bukanlah tenaga kesehatan profesional

melainkan hanya membantu dalam pelayanan kesehatan, maka perlu adanya

pembatasan tugas yang diemban, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan.

Kegiatan yang dapat dilaksanakan dengan penuh oleh kader di Posyandu adalah

pendaftaran, penimbangan, pencatatan, dan penyuluhan. Sedangkan tugas kader

untuk pelayanan kesehatan hanya membantu petugas dari Puskesmas misalnya

mendampingi ibu bayi dan balita saat imunisasi.

Kader diharapkan berperan aktif dan mampu menjadi pendorong, motivator

dan penyuluh masyarakat. Kader diharapkan dapat menjembatani antara petugas

kesehatan dengan masyarakat serta membantu masyarakat mengidentifikasi dan

memenuhi kebutuhan kesehatan mereka sendiri. Kader juga diharapkan dapat

(26)

mencapai masyarakat langsung, serta mampu mendorong para pejabat kesehatan di

sistem kesehatan agar mengerti dan merespons kebutuhan masyarakat. Kader dapat

membantu mobilisasi sumber daya masyarakat, mengadvokasi masyarakat serta

membangun kemampuan lokal (Iswarawanti, 2010).

Tugas kader dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: tugas pada sebelum hari

Posyandu, tugas pada hari Posyandu, dan tugas setelah hari buka Posyandu

(Kemenkes RI, 2012).

1. Tugas sebelum hari buka Posyandu, yaitu berupa tugas-tugas persiapan yang

dilakukan oleh kader agar kegiatan pada hari buka Posyandu berjalan dengan

baik. Misalnya melakukan persiapan penyelenggaraan kegiatan Posyandu berupa

penyiapan tempat, pemeriksaan alat penimbangan apakah masih layak digunakan

atau sudah tiba waktunya untuk ditera atau dikalibrasi, menyiapkan materi

penyuluhan, menyiapkan buku register Posyandu, dan menyiapkan pemberian

makanan tambahan. Selain itu kader juga bertugas untuk menyebarluaskan

informasi tentang hari buka Posyandu melalui pertemuan warga setempat atau

surat edaran agar partisipasi masyarakat meningkat dalam kegiatan Posyandu

sehingga pemantauan pertumbuhan bayi dan balita dapat dilaksanakan dengan

optimal.

2. Tugas pada hari buka Posyandu, yaitu berupa tugas-tugas dalam melaksanakan

pelayanan lima kegiatan. Kegiatan wajib yang selalu dilaksanakan di Posyandu

adalah pendaftaran, penimbangan, pencatatan (pengisian KMS), penyuluhan, dan

pelayanan kesehatan yang berkoordinasi dengan petugas kesehatan dari

(27)

dan seterusnya dilaporkan ke Puskesmas. Penimbangan merupakan kegiatan yang

wajib dilakukan setiap bulan untuk memantau pertumbuhan bayi dan balita

kemudian kader memplot hasil penimbangan pada KMS sehingga membentuk

grafik berat badan dan kader memberikan penjelasan kepada ibu bayi dan balita

tentang keadaan pertumbuhan anaknya berdasarkan hasil penimbangan yang

tertera di KMS melalui konseling ataupun penyuluhan. Tugas kader dalam

pelayanan kesehatan biasanya hanya untuk mendampingi ibu yang mempunyai

bayi dan balita saat imunisasi. Sedangkan pelayanan kesehatan yang lain, seperti

KB dilakukan sendiri oleh petugas kesehatan.

Penelitian Sumiatun dkk. (2012) di Desa Musir Kidul Kecamatan Rejoso

Kabupaten Nganjuk menggambarkan bahwa kader telah melaksanakan perannya

sebesar 80% di meja I, 76% di meja II, 44% di meja III dan hanya 16% kader

yang sudah melaksanakan perannya di meja IV. Faktor dominan yang

menyebabkan peran serta kader Posyandu di meja III dan IV masih kurang adalah

kurangnya pengetahuan dan keterampilan kader oleh karena tingkat pendidikan

yang kurang memadai, serta belum mendapatkan pelatihan secara berkala bagi

kader yang masih baru.

3. Tugas sesudah hari buka Posyandu, yaitu berupa tugas-tugas kader yang

dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan Posyandu yang telah diselenggarakan,

melakukan kunjungan rumah pada balita yang tidak hadir pada hari buka

Posyandu, pada anak yang kurang gizi, atau pada anak yang mengalami gizi

buruk rawat jalan, dan lain-lain. Selain itu kader juga merencanakan waktu

(28)

data bulanan untuk pelaporan ke Puskesmas. Secara teknis tugas-tugas tersebut

sangat sempurna untuk menghasilkan pelayanan yang baik, namun untuk

operasional di lapangan sekiranya belum dilaksanakan dengan maksimal oleh

kader.

2.3Pengetahuan dan Keterampilan Kader

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi

keterampilan, seperti yang disebutkan Sutermeister (1978) dalam Sugiyono (2008)

tentang teori produktivitas kerja. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

keterampilan adalah pengetahuan, pengalaman, pendidikan, pembinaan, sikap dan

kepribadian seseorang.

Pengetahuan adalah hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap sesuatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoatmodjo, 2010).

Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang menurut taksonomi Bloom yang

diurutkan secara hirarki piramidal. Sistem klasifiksi Bloom ini dijabarkan oleh

Notoatmodjo (2010), yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintetis, dan evaluatif.

Berdasarkan klasifikasi ini, maka keterampilan kader baru dapat terlihat jika telah

sampai pada tahap aplikasi. Hasil penelitian Fitrianingrum (2010) menyatakan bahwa

kader yang memiliki pengetahuan baik (77,1%) tidak selalu merupakan kader yang

terampil (22,9%), tetapi ditemukan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan

(29)

penelitian Hamariyana (2011) dan Irma (2013), pengetahuan merupakan variabel

yang paling berpengaruh terhadap keterampilan kader dalam melaksanakan kegiatan

Posyandu. Selain itu, tingkat pengetahuan dan ketrampilan kader akan lebih baik jika

pendidikannya tinggi, mengikuti kursus, mendapat pengajaran lima modul dasar

dalam kursus, aktif dalam mengikuti pembinaan serta mempunyai frekuensi tinggi

mengikuti pembinaan.

Pengalaman juga dapat mempengaruhi keterampilan. Semakin lama seseorang

bekerja menjadi kader Posyandu maka keterampilan dalam melaksanakan tugas pada

saat kegiatan posyandu akan semakin meningkat. Semua tindakan yang pernah

dilakukan akan direkam dalam bawah sadar mereka dan akan dibawa terus sepanjang

hidupnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa semakin banyak pengalaman seseorang

dan dikaitkan dengan masa kerja yang lama dalam menangani suatu pekerjaan, orang

tersebut akan semakin terampil dan pekerjaannya menjadi kebiasaan (Hidayat, 2011).

Namun penelitian Hamariyana (2011) di Kota Semarang menyebutkan bahwa tidak

ada hubungan antara lama bekerja sebagai kader dengan keterampilan kader dalam

menilai kurva pertumbuhan balita.

Pendidikan yang dimaksud disini adalah pendidikan formal yang merupakan

bagian dari karakteristik kader. Tingkat pendidikan seorang kader Posyandu

merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi cakupan pelayanan Posyandu.

Pendidikan merupakan modal untuk bisa menjalankan tugas dan peranannya dengan

baik disamping pelatihan yang didapatnya (Kemenkes RI, 2011). Semakin tinggi

tingkat pendidikan kader, maka semakin bertambah pula kecakapannya baik secara

(30)

Semakin tinggi pendidikan formal kader maka keterampilannya juga akan

semakin baik. Tingkat pendidikan formal kader berperan penting dalam pengelolaan

Posyandu khususnya dalam hal pencatatan dan pelaporan karena kader dengan

pendidikan formal yang tinggi cepat dan mudah mengerti serta memahami segala

sesuatu yang diperolehnya baik pada waktu mengikuti pelatihan maupun waktu

melaksanakan kegiatan di Posyandu. Menurut Notoatmodjo (2010), pendidikan

merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan untuk memperoleh hasil berupa

pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang. Pendidikan yang tinggi membuat

seseorang lebih mudah memahami suatu informasi.

Pembinaan merupakan intervensi yang datang dari luar diri kader dan

dilakukan dengan tujuan untuk memantapkan dan meningkatkan pengetahuan, sikap

serta keterampilan terhadap kegiatan yang telah berjalan. Pembinaan sangat penting

artinya untuk kelangsungan kegiatan yang telah dijalankan, karena pada tahap awal

latihan kader hanya sekedar memperoleh informasi sehubungan dengan peningkatan

pengetahuan. Hasil penelitian Irma (2013) menyebutkan bahwa pembinaan dapat

mempengaruhi keterampilan kader. Semakin tinggi frekuensi pembinaan yang diikuti

kader maka semakin baik juga pengetahuan dan keterampilannya. Menurut

Fitrianingrum (2010) pembinaan dapat dilakukan oleh pihak Puskesmas ataupun

orang-orang yang ahli dalam bidang tersebut menyangkut tugas-tugas yang harus

dilaksanan kader di Posyandu. Namun hasil penelitian Sagala (2005) menyebutkan

bahwa 50% kader tidak pernah mendapatkan pembinaan dari Puskesmas.

Pengetahuan dan keterampilan kader dipengaruhi oleh adanya pembinaan. Pembinaan

(31)

menjalankan tugasnya. Menurut Junaedi (1990) dalam Sandi (2012), bahwa

bimbingan dan supervisi dari petugas kesehatan akan berpengaruh terhadap

peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader. Disamping itu pengetahuan dan

kemampuan kader juga dapat ditingkatkan melalui pelatihan kader baru, pelatihan

ulang kader, pengalaman kader selama menjalankan kegiatan posyandu dan

kunjungan petugas di luar hari kegiatan posyandu.

Sikap dan kepribadian kader berhubungan dengan kemauan kader dalam

melaksanakan Posyandu. Jika sikap dan kepribadian kader terbuka terhadap

perkembangan, maka dapat membawa modifikasi terhadap kemampuannya selama ini

dalam bertugas. Selain beberapa hal tersebut, keterampilan tidak akan dapat dicapai

bilamana tidak didukung dengan sarana yang memadai sesuai dengan apa yang

diinginkan, karena sarana merupakan bagian dari proses untuk membuat seseorang

terampil (Hidayat, 2011). Sarana disini adalah seluruh fasilitias (termasuk tempat

penyelenggaraan Posyandu) dan peralatan yang memadai yang digunakan dalam

suatu kegiatan pemantauan pertumbuhan bayi dan balita, misalnya timbangan atau

dacin untuk menimbang berat badan bayi, microtioise atau infantometer untuk

mengukur tinggi atau panjang badan, alat pengukur lingkar kepala maupun lingkar

lengan atas. Faktor sarana dapat menjadikan suasana kerja menjadi lebih optimal dan

tentunya lebih mendukung keterampilan seseorang dalam melakukan suatu tindakan.

Keterampilan merupakan suatu kemampuan seseorang untuk bertindak setelah

menerima pengalaman belajar tertentu dengan menggunakan anggota badan dan

peralatan yang tersedia atau kemampuan seseorang dalam menerapkan pengetahuan

(32)

dituntut apabila kader telah mendapatkan pelatihan dari Puskesmas, setelah diberikan

penjelasan-penjelasan maka kader sebaiknya menerapkannya pada tindakan dalam

melaksanakan tugasnya di Posyandu.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia Online, pengertian keterampilan adalah

kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Jadi, keterampilan kader Posyandu merupakan

kecakapan seorang kader dalam menjalankan tugasnya di Posyandu setelah

sebelumnya mendapatkan pengetahuan baik melalui pelatihan maupun pengalaman

kader tersebut. Keterampilan adalah hasil dari latihan berulang, yang dapat disebut

perubahan yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari keterampilan

tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu. Menurut Juliawan, Prabandari, dan Hartini

(2010) keterampilan kader Posyandu merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam

sistem pelayanan di Posyandu, karena dengan pelayanan kader yang terampil akan

mendapat respon positif dari ibu-ibu dari balita dan balita sehingga terkesan ramah,

baik, pelayanannya teratur hal ini yang mendorong ibu-ibu rajin ke Posyandu.

Menurut James A.F. Stoner 1996 dalam Hidayat (2011) keterampilan dapat

digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu keterampilan teknis, keterampilan manusiawi

(Human Relation Skills), dan keterampilan konseptual. Ketiga bagian keterampilan

ini seharusnya dimiliki oleh kader sehingga pelaksanaan kegiatan Posyandu menjadi

lebih baik.

Keterampilan teknis merupakan kecakapan seseorang dalam menggunakan

prosedur yang sudah ditetapkan sebelumnya. Keterampilan jenis ini lebih

mengutamakan pada penggunaan tenaga daripada pemikiran yang mendalam, serta

(33)

Misalnya seorang kader hanya terampil pada kegiatan penimbangan saja karena tidak

ada pergantian tugas setiap bulannya. Jadi, keterampilan teknis kader dapat terlihat

saat mereka melaksanakan tugas-tugasnya pada hari buka Posyandu.

Keterampilan manusiawi merupakan kecakapan dalam mengadakan kerja

sama, memahami dan memotivasi orang lain. Keterampilan jenis ini biasanya banyak

dimiliki oleh orang yang mudah bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang

disekitarnya dari berbagai lapis masyarakat. Seorang kader Posyandu seharusnya juga

memiliki keterampilan manusiawi sehingga menimbulkan kenyamanan bagi peserta

maupun dengan sesama kader, meningkatkan partisipasi peserta Posyandu, dan

akhirnya peserta tidak malas untuk datang lagi ke Posyandu pada bulan berikutnya.

Keterampilan konseptual merupakan kecakapan seseorang dalam

mengkoordinasikan, mengintegrasikan dan mengaktifkan organisasi. Biasanya jenis

keterampilan ini banyak dimiliki oleh seorang menejer yang sudah berpengalaman

dalam bidang tertentu dan digunakan untuk membuat suatu keputusan mulai dari

perencanaan sampai dengan evaluasi. Keterampilan konseptual ketua Posyandu harus

baik sehingga dapat membawa anggota dalam pencapaian program Posyandu yang

optimal.

2.4Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita

Menurut Supariasa et al. (2008) pertumbuhan (growth) berkaitan dengan

perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, dan fungsi tingkat sel, organ maupun

individu, yang diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang

(centimeter, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan

(34)

Pertumbuhan paling capat dalam kehidupan terjadi selama empat bulan

pertama sesudah dilahirkan. Masa empat bulan hingga delapan bulan berikutnya

merupakan masa transisi ke pola pertumbuhan yang lebih lambat. Pada usia delapan

bulan pola tumbuh bayi sama dengan usia dua tahun. Penilaian pola tumbuh fisik

merupakan cara utama untuk menetapkan status gizi bayi dan balita (Almatsier, 2011).

Proses pertumbuhan dapat diamati dengan perubahan-perubahan yang dapat

dinyatakan dalam nilai ukuran tubuh, misalnya berat badan, tinggi badan, lingkar

kepala, lingkar lengan atas dan sebagainya. Jadi pertumbuhan ini bersifat kuantitatif

sehingga dengan demikian dapat diukur dengan mempergunakan satuan panjang atau

satuan berat (Narendra et al., 2010).

Kemenkes RI tahun 2010 dalam buku Pedoman Kader Seri Kesehatan Anak

menyebutkan bahwa pertumbuhan memenuhi beberapa aspek, yaitu bertambahnya

ukuran jumlah sel serta jaringan interselular; bertambahnya ukuran fisik dan struktur

tubuh sebagian atau keseluruhan; dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.

Masa lima tahun pertama kehidupan anak balita merupakan masa yang sangat peka

terhadap lingkungan dan masa ini berlangsung sangat pendek serta tidak dapat

diulang lagi, maka masa baltia disebut sebagai “masa keemasan” (golden period), “jendela kesempatan” (window of opportunity) dan “masa kritis” (critical period).

Oleh karena itu, diperlukan pemantauan yang baik terhadap pertumbuhan maupun

perkembangan pada masa tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian Kusminarti (2009) di Kelurahan Salaman Mloyo

(35)

adalah riwayat status gizi balita, penyakit infeksi, pendapatan orangtua, dan

pengetahuan ibu tentang gizi.

Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat

badan, tinggi badan atau ukuran tubuh lainnya, tetapi lebih dari itu memberikan

gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak

yang sedang dalam proses tumbuh. Pertumbuhan fisik merupakan indikator status

gizi bayi dan balita. Oleh karena itu pemantauan pertumbuhan fisik ini hendaknya

dilakukan secara rutin setiap bulan sehingga apabila terjadi masalah gizi dan masalah

pertumbuhan dapat dideteksi lebih awal sehingga untuk penanganannya dapat

dilakukan lebih baik dan optimal.

Pemantauan pertumbuhan adalah serangkaian kegiatan yang terdiri dari

penilaian pertumbuhan anak secara teratur melalui penimbangan berat badan setiap

bulan, pengisian KMS, menentukan status pertumbuhan berdasarkan hasil

penimbangan berat badan, menindaklanjuti setiap kasus gangguan pertumbuhan

berupa konseling, pemberian makanan tambahan, pemberian suplementasi gizi dan

rujukan (Kemenkes, 2010). Menurut Aliyatun (2014) peran pemantauan pertumbuhan

balita adalah untuk mengontrol pertambahan berat badan anak agar anak tetap

terjamin dapat tumbuh normal dalam upaya mempartahankan anak yang berstatus

gizi baik tetap bergizi baik, meningkatkan status gizi anak menjadi lebih baik,

mencegah agar status gizi anak tidak memburuk, dan promosi untuk menciptakan

keluarga sadar gizi.

Pemantauan pertumbuhan bayi dan balita sebenarnya dapat dilakukan sendiri

(36)

dengan melakukan penimbangan setiap bulan. Hasil penimbangan tersebut akan

diplot oleh kader Posyandu di Kartu Menuju Sehat (KMS) yang dibedakan menjadi

dua, yaitu KMS untuk laki-laki berwarna biru atau KMS untuk perempuan yang

berwarna merah muda (Almatsier, 2011).

Menurut Adoerrachman et al. (2007), KMS anak balita tahun merupakan

salah satu alat untuk menerangkan bagaimana keadaan status gizi anak tersebut,

kelengkapan imunisasi, penyakit-penyakit apa saja yang telah diderita anak tersebut

dan sebagainya. Selain itu, menurut Kemenkes RI (2011) KMS juga dapat digunakan

sebagai media edukasi dan komunikasi antara kader dengan ibu bayi dan balita. KMS

menjadi media edukasi dan komunikasi ketika kader menjelaskan status pertumbuhan

kepada ibu anak yang bersangkutan dan memberikan konseling serta penyuluhan

tentang pola asuh anak yang baik, ASI eksklusif, makanan yang bergizi dan

berimbang dan materi-materi lainnya yang dapat menunjang perbaikan kesehatan

anak.

Pemantauan pertumbuhan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara

terus menerus dan teratur, dengan adanya kegiatan ini setiap ada gangguan

keseimbangan gizi pada seorang anak dapat diketahui secara dini melalui perubahan

pertumbuhannya. Jika gangguan gizi dapat diketahui secara dini maka tindakan

penanggulangannya dapat dilakukan dengan segera, sehingga keadaan gizi yang

memburuk dapat dicegah.

Hasil penimbangan anak setiap bulan secara tetap dan teratur yang tercatat

pada KMS dapat memberikan informasi apakah pertumbuhan anak mengalami

(37)

deteksi tumbuh-kembang balita dilakukan setiap bulan. Kemudian semua kolom

isian, keadaan kesehatan dan gizi anak diisi dengan benar oleh kader. Sedangkan

orangtua diharapkan selalu memperhatikan catatan-catatan pada KMS, setiap ada

gangguan pertumbuhan anak, maka harus dilaporkan kepada kader maupun petugas

kesehatan dan mereka mencari penyebabnya kemudian melakukan tindakan yang

sesuai, seperti penyuluhan gizi dalam bentuk konseling yang dilakukan setiap kali

anak selesai ditimbang.

Pertumbuhan bayi dan balita dapat dipantau dari beberapa indikator seperti

berat badan (BB), tinggi badan (TB) atau panjang badan (PB), lingkar kepala (LK)

dan Lingkar Lengan Atas (LILA). Namun pada sebagian Posyandu pengukuran hanya

dilakukan untuk berat badan saja padahal selain berat badan paling tidak pemantauan

juga dilakukan terhadap panjang/tinggi badan yang dilakukan dengan teliti dan

dicatat dengan cermat sehingga peningkatan atau perlambatan pertumbuhan dapat

dimonitor dengan baik (Almatsier, 2011). Pengukuran antropometri dapat dilakukan

oleh tenaga kesehatan dan kader terlatih.

Antropometri dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita yang biasa

digunakan di Posyandu, yaitu berat badan dan panjang/tinggi badan. Berat badan

merupakan ukuran antropometri terpenting dan dipakai pada setiap kesempatan

memeriksa kesehatan anak pada setiap kelompok umur. Berat badan merupakan hasil

keseluruhan peningkatan jaringan-jaringan tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan

lainnya (Hidayat, 2009). Menurut Kemenkes RI (2010) perubahan berat badan

merupakan indikator yang sangat sensitif untuk memantau pertumbuhan anak. Jika

(38)

terganggu dan anak beresiko mengalami kekurangan gizi. Sebaliknya jika kenaikan

berat badan lebih besar dari yang seharusnya merupakan indikasi risiko kelebihan

gizi.

Pengukuran berat badan dapat dilakuan dengan tepat menggunakan timbangan

elektronik, dimana bayi ditimbang dalam keadaan telanjang atau memakai baju dalam

saja. Timbangan ini hanya digunakan untuk menimbang anak sampai umur dua tahun

atau selama anak masih bisa berbaring atau duduk tenang sedangkan timbangan lain

yang dapat digunakan adalah dacin, atau timbangan injak yang secara teratur ditera

untuk menjaga ketepatannya (Narendra et al., 2010). Menurut Kemenkes RI (2010)

penimbangan berat badan anak dengan umur diatas dua tahun dapat dilakukan dengan

menggunakan timbangan injak atau seperti timbangan badan untuk orang dewasa.

Kader diharapkan dapat mengusahakan agar pada saat penimbangan bayi atau balita

ditimbang dengan pakaian yang seminimal mungkin atau paling tidak memakai baju

sehari-hari yang tipis sehingga tidak mempengaruhi hasil penimbangan.

Tinggi badan merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menilai status

gizi anak disamping faktor genetik. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan mudah

dalam menilai gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak (Hidayat, 2009).

Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting karena dengan

menghubungkan barat badan terhadap tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat

dikesampingkan (Supariasa et al, 2008). Menurut Kemenkes RI (2010) pengukuran

panjang badan atau tinggi badan sangat penting untuk menentukan status gizi bayi

dan balita. Pada kenyataannya ada sebagian besar kader Posyandu yang tidak

(39)

tersedia di Puskesmas. Menurut Almatsier et al. (2011) jika pengukuran dilakukan

dengan cara anak dibaringkan maka hasilnya disebut dengan panjang badan. Jika

pengukuran dilakukan dengan posisi anak berdiri maka hasilnya disebut dengan

tinggi badan.

Menurut Patterson dan Pietinen (2004) dari semua ukuran antropometri yang

ada, ukuran berat badan dan tinggi/panjang badan memiliki keuntungan utama bahwa

ukuran ini cukup akurat, tidak invasif, dan tidak mahal. Keuntungan lainnya adalah

bahwa pengukuran ini dapat memberikan informasi mengenai riwayat gizi jangka

panjang dan dapat dikerjakan oleh petugas yang relatif tidak terampil.

Aliyatun (2014) menyebutkan bahwa masalah yang sering ditemukan dalam

pemantauan pertumbuhan kesalahan dalam menimbang anak dan kesalahan dalam

menghitung umur anak. Kesalahan menimbang anak biasanya disebabkan oleh

pemasangan dacin yang salah dimana batang dacin tidak diatur agar seimbang setelah

meletakkan sarung penimbang, akibatnya berat anak berlebih dari yang seharusnya.

Menurut Kemenkes RI (2010) untuk menyeimbangkan batang dacin yang telah

digantungi kain penimbang, maka perlu dipasang bandul penyeimbang berupa plastic

yang diisi batu atau pasir.

Kesalahan menimbang anak juga disebabkan karena dacin yang digunakan

tidak layak pakai (harus ditera). Kesalahan menghitung umur anak terjadi karena

umur dihitung hanya mengurangkan bulan dan tahun penimbangan dengan bulan dan

tahun lahir anak dan mengabaikan mengabaikan selisih hari, konsekuensinya umur

anak lebih tua atau lebih muda dari sebenarnya karena sangat tergantung dari jadwal

(40)

Kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pemantauan pertumbuhan dapat

mengakibatkan terjadinya kesalahan interpretasi status pertumbuhan anak dan

kesalahan plot pada KMS. Kesalahan interpretasi status pertumbuhan dapat

menyebabkan kesalahan dalam memberikan intervensi kepada bayi atau balita

tersebut.

Kemenkes RI (2011) menyebutkan bahwa pertumbuhan bayi dan balita dapat

dipantau dengan menimbang berat badan anak setiap bulan. Hasil penimbangan balita

diterjemahkan ke dalam KMS yang menghasilkan status pertumbuhan balita. Status

pertumbuhan dapat diketahui dengan dua cara, yaitu dengan menilai garis

pertumbuhannya atau dengan menghitung kenaikan berat badan anak dibandingkan

dengan kenaikan Berat Badan Minimum (KBM). Kesimpulan dari penentuan status

pertumbuhan anak adalah Naik (N) atau Tidak naik (T).

Berat badan bayi dan balita dapat dikatakan Naik (N) jika grafik berat badan

memotong garis pertumbuhan di atasnya dan kenaikan berat badan lebih besar dari

KBM atau grafik berat badan mengikuti garis pertumbuhannya dan kenaikan berat

badan lebih besar dari KBM. Sedangkan berat badan dikatakan Tidak Naik (T) jika

grafik berat badan memotong garis pertumbuhan di bawahnya dan kenaikan berat

badan lebih kecil dari KBM atau jika grafik berat badan mendatar dan kenaikan berat

badan lebih kecil dari KBM atau grafik berat badan menurun dan kenaikan grafik

berat badan lebih kecil dari KBM. Kemudian dari penentuan status pertumbuhan

tersebut dapat diberikan intervensi atau tindaklanjut agar masalah pertumbuhan dapat

(41)

Tindak lanjut terhadap status pertumbuhan dapat dilakukan dengan memberi

dukungan kepada ibu yang berat badannya normal agar mempertahankan pola asuh

yang baik tersebut untuk mempertahankan status kesehatan anak. Jika berat badan

anak tidak naik satu kali maka kader memberikan makanan tambahan, konseling

tentang pola asuh yang baik kemudian menunggu penimbangan pada bulan

berikutnya. Jika pada bulan berikutnya anak tidak juga naik berat badannya atau berat

badannya berada di bawah garis merah, maka kader sebaiknya merujuk anak

tersebuut ke Puskesmas (Kemenkes, 2011).

Menurut Depkes RI (2006) data yang tersedia di Posyandu dapat dibagi

menjadi dua kelompok sesuai dengan fungsinya, yaitu: kelompok data yang dapat

digunakan untuk pemantauan pertumbuhan balita, baik untuk penilaian keadaan

pertumbuhan individu (N, T, atau BGM), dan penilaian keadaan pertumbuhan balita

di suatu wilayah (N/D). Kelompok data yang digunakan untuk tujuan pengelolaan

program atau kegiatan di Posyandu (D/S dan K/S).

Hasil penelitian Jaya et al. (2010) menyebutkan bahwa pengetahuan dan

keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan mempunyai hubungan dengan

cakupan hasil penimbangan balita (N/D) di Kabupaten Lombok Barat, namun tidak

ada hubungan antara keterampilan dengan balita yang berat badannya berada di

Bawah Garis Merah (BGM) berdasarkan balita yang ditimbang pada bulan tersebut

(BGM/D). Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan berat badan balita ternyata juga

tidak terlepas dari pengetahuan dan keterampilan kader dalam memantau

(42)

2.5 Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi

dari teori Sutermeister (1978) dalam Sugiyono (2008) tentang faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Sutermeister menyebutkan bahwa

produktivitas seseorang tidak terlepas dari penampilan kerja atau yang biasa disebut

dengan kinerja serta didukung oleh perkembangan teknologi. Tanpa adanya teknologi

maka produktivitas kerja seseorang tidak akan terwujud. Penampilan kerja juga

dipengaruhi oleh kemampuan dan motivasi kerja. Kemampuan kerja sangat

ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam bekerja. Pengetahuan

dan keterampilan ini dipengaruhi pula oleh latihan dan pengalaman, pendidikan,

sikan dan kepribadian individu tersebut sedangkan motivasi kerja dipengaruhi oleh

kondisi sosial, kebutuhan individu (psikologis, sosial, dan sebagainya), maupun

kondisi fisik tempat kerja (cahaya, temperatur, ventilasi, waktu istirahat, tata ruang

dan sebagainya).

Kader yang pengetahuannya baik diharapkan juga memiliki keterampilan

yang baik agar tercipta suatu kemampuan dalam melaksanakan tugasnya untuk

memantau pertumbuhan bayi dan balita melalui Posyandu. Kegiatan pemantauan

pertumbuhan yang dilakukan oleh kader merupakan suatu upaya untuk mencegah

terjadinya gizi kurang maupun gizi buruk secara dini sehingga penanganannya akan

lebih efektif dan produktivitas Posyandu terwujud secara optimal. Adapun kerangka

(43)

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas Sumber: Sugiyono (2008)

Berdasarkan kerangka teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

produktivitas kerja kader dapat pula mewujudkan produktivitas, efektivitas dan

efisiensi Posyandu dalam melayani masyarakat. Salah satu factor yang dapat

mempengaruhi produktivitas kerja kader adalah kemampuannya dalam melaksanakan

tugas. Kemampuan tersebut dapat ditingkatkan melalui peningkatan pengetahuan dan

(44)

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori pada gambar 2.1 di atas, maka kerangka konsep

pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Jadi, penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengetahuan kader

tentang tugasnya dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita serta sejauh mana

kader tersebut melaksanakan tugas tersebut di Posyandu. Pelaksanaan tugas ini

nantinya ditetapkan sebagai indikator untuk mengukur keterampilan kader. Jika kader

tersebut pengetahuannya baik dan dapat menerapkan pengetahuaannya itu kedalam

bentuk tindakan yang mencerminkan keterampilan yang baik pula, maka kader

tersebut dapat dikatakan mempunyai kemampuan dalam memantau pertumbuhan bayi

dan balita. Selain itu, peneliti juga bermaksud untuk menganalisis hubungan

pengetahuan dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan

balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang. Pengetahuan kader tentang

pemantauan pertumbuhan bayi dan balita

Keterampilan kader dalam memantau pertumbuhan

bayi dan balita

Kemampuan kader dalam memantau pertumbuhan

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat (Arikunto, 2009).

Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dimana

pengumpulan data sekaligus pada suatu saat, artinya pengukuran variabel bebas dan

variabel terikat dilakukan pada waktu yang bersamaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Desa Lalang. Puskesmas ini beralamat di Jalan Binjai Km 7,2 Kelurahan Lalang,

Kecamatan Medan Sunggal dengan wilayah kerja yang terdiri dari 2 kelurahan, yaitu

Kelurahan Lalang dan Kelurahan Sei Sikambing B. Posyandu di Kelurahan Lalang

merupakan binaan Puskesmas Desa Lalang sedangkan Posyandu di Kelurahan Sei

Sikambing B merupakan binaan Puskesmas Pembantu Balam yang berada di Jalan

Balam.

Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa

Puskesmas Desa Lalang merupakan salah satu Puskesmas di Kota Medan yang kasus

gizi kurangnya meningkat pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012, yaitu

sebesar 52% dan jumlah kasus gizi buruknya tidak mengalami perubahan. Terdapat

30 kasus pada tahun 2012 yang terdiri dari 25 gizi kurang dan 5 gizi buruk sedangkan

pada tahun 2013 adalah 43 kasus yang terdiri dari 38 gizi kurang dan 5 gizi buruk.

Gambar

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
Gambar 2.2 Gambaran
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan Kader
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lembar Observasi Keterampilan Kader
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesalahan kader dalam pelaksanan kegiatan posyandu untuk memantau pertumbuhan balita akan berdampak pada kesimpulan yang salah sehingga menghasilkan informasi

Secara parsial pengetahuan tentang gizi balita berpengaruh signifikan terhadap perilaku kader dalam penyuluhan gizi Balita di Posyandu wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak

Simpulan: ibu balita memiliki pengetahuan kurang terkait penatalaksanaan diare pada balita, dimana sebagian besar ibu balita masih merespon negatif dalam penanganan awal saat

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardhiyah Ai (2017) tentang analisis pengetahuan dan sikap kader tentang deteksi dini tumbuh kembang anak di desa pananjung,

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa keterampilan kader dalam kegiatan pemantauan pertumbuhan bayi dan balita lebih banyak termasuk pada kategori kurang terampil,

Distribusi responden berdasarkan hubungan peran serta kader dengan kunjungan balita di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Pineleng menunjukkan bahwa kunjungan balita

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Diketahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan kader dalam menimbang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku kader dalam pemantauan pertumbuhan balita di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung.. Jenis penelitian ini adalah