GAMBARAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER DALAM PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BAYI DAN BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS DESA LALANG TAHUN 2014
S K R I P S I
Oleh: RIA SUTIANI NIM: 101000041
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER DALAM PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BAYI DAN BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS DESA LALANG TAHUN 2014
S K R I P S I
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memproleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh: Ria Sutiani
101000041
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi :GAMBARAN PENGETAHUAN DAN
KETERAMPILAN KADER DALAM
PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BAYI DAN BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESA LALANG TAHUN 2014
Nama Mahasiswa : RIA SUTIANI
Nomor Induk Mahasiswa : 101000041
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Gizi Kesehatan Masyarakat
Tanggal Lulus : 21 Juli 2014
Disahkan Oleh Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si NIP. 19620529 198903 2 001 NIP. 19670613 199303 3 1004
Medan, Juli 2014 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
Dr. Drs. Surya Utama, M.S NIP. 19610831 198903 1 001
ABSTRAK
Pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan yang penting dalam rangka kewaspadaan gizi bayi dan balita. Hasil pemantauan pertumbuhan yang tidak tepat dapat menyebabkan interpretasi status gizi yang salah sehingga salah pula dalam mengambil keputusan untuk menanganinya. Keberhasilan dari kegiatan ini terkait dengan kualifikasi kader termasuk pengetahuan dan keterampilannya dalam melaksanakan tugas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengetahuan kader diukur dengan menggunakan kuesioner sedangkan keterampilannya dengan lembar observasi. Populasi pada penelitian ini adalah 155 kader sedangkan sampel sebanyak 62 kader yang dipilih secara purposif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi, sedangkan hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan kader diuji dengan uji Chi Square (CI=95%).
Hasil penelitian menunjukkan 80,6% kader memiliki pengetahuan yang baik dan sebanyak 66,1% kader kurang terampil dalam melaksanakan tugasnya. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita (p=0,046).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemantauan pertumbuhan bayi dan balita belum terlaksana dengan optimal karena masih banyak kader kurang terampil walaupun pengetahuan mereka baik. Disarankan agar petugas kesehatan lebih mengutamakan pelatihan dengan metode praktek daripada metode ceramah sehingga pengetahuan kader yang sudah baik dapat diterapkan ke dalam tidakan untuk meningkatkan keterampilannya. Kader diharapkan dapat mengikuti pelatihan yang diadakan oleh pihak Puskesmas dan menerapkan pengetahuan yang telah mereka dapatkan dalam tindakan saat melaksanakan tugas di Posyandu.
Kata Kunci: posyandu, pengetahuan kader, pemantauan pertumbuhan bayi dan balita
ABSTRACT
Growth monitoring is an important activity in order to alert the nutrition of infant and under five children. The results of growth monitoring which is not appropriate can lead to the wrong interpretation of nutritional status and so do in making decisions to solve it. The success of these activities related to the cadres qualifications including their knowledge and skills in performing their duties.
This study aimed to determine the knowledge and skills of cadres in monitoring the growth of infant and under five children at Puskesmas Desa Lalang. This research is an analytical study with cross sectional approach. The knowledge of cadres was measured by using a questionnaire, while their skills by the observation sheet. The population in this study was 155 cadres while the sample of 62 cadres chosen purposively. Data analysis was performed by using frequency distributions, while the correlation between knowledge and skills of cadres was tested by Chi-square test (CI = 95%).
The results showed that 80,6% of cadres had knowledge in good category and 66,1% of them has less skilled in carrying out their duties. There was a significant correlation between knowledge and skills of cadres in growth monitoring of infant and under five children (p = 0,046).
Based on the results it can be concluded that growth monitoring of infant and under five children has not been performing optimally because of many cadres has less skills although their knowledge is good. It is suggested that health workers can prioritize the training with practice methods than lecturing method so that good knowledge of cadres can be applied into action to improve their skills. Cadres are expected to following the training which is organized by Puskesmas and applying their information obtained in the action when carrying out their duties at Posyandu.
Key words : Posyandu, cadres knowledge, infant and under five children growth monitoring
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ria Sutiani
Tempat Tanggal Lahir : Pangkalan, 01 Maret 1992
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah Bersaudara : 5 (Lima) Orang Bersaudara
Alamat Rumah : Jl. Lintas Sumbar-Riau, Pauh Anok Kenagarian
Pangkalan Kecamatan Pangkalan Koto Baru
Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat
Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1996-1998: TK Bundo Kanduang Pangkalan
Koto Baru
2. Tahun 1998-2004: SDN 01 Pangkalan Koto Baru
3. Tahun 2004-2007: SMPN 01 Pangkalan Koto Baru
4. Tahun 2007-2010: SMAN 02 Payakumbuh
5. Tahun 2010-2014: Fakultas Kesehatan Masyarakat
USU
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul
“Gambaran Pengetahuan dan Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan
Bayi Dan Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014”. Skripsi ini
penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Rasyidi Hasan
dan Ibunda Hj. Candrawati yang tak pernah berhenti memberikan kasih sayang, doa,
arahan, motivasi serta dukungan moril maupun materil. Penulis berharap dapat
menjadi kebanggaan bagi mereka.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh bimbingan,
bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Hj. Rafidah, SpAK selaku Kepala Puskesmas Desa Lalang yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kelurahan
Lalang.
3. dr. Rini Susanty selaku Kepala Puskesmas Pembantu Balam yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kelurahan Sei
Sikambing B.
4. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Kepala Departemen Gizi Kesehatan
Masyarakat dan selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam menyelesaikan skripsi
ini.
5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktu dan memberikan saran serta arahan sejak persiapan hingga
skripsi ini diselesaikan.
6. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku dosen Pembimbing Akademik
sekaligus Dosen Penguji skripsi yang banyak memberikan masukan dan
motivasi kepada penulis.
7. Ir. Etti Sudaryati, MKM, Ph.D selaku Dosen Penguji skripsi yang telah
memberikan saran dan arahan demi penyusunan skripsi yang lebih baik.
8. Seluruh dosen yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menjalani
pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
9. Bapak Marihot Samosir, S.T serta seluruh staff yang telah membantu penulis
dalam urusan administrasi.
10.Saudara-saudariku tercinta yang telah memberikan dukungan secara moril,
materil dan kasih sayang tak terhingga; Richi Haswandi, Wira Masmora,S.pd,
Rudolf Agita Chandra (Alm.), Wempi Rasyd,S.ip, dr.Yona Oktavia.
Keponakan-keponakan tersayang: Fadhil, Aby, Echa, dan Aurel.
11.Keluarga yang telah memberikan banyak bantuan dan tempat berlindung: Om
Win, Amai Lina, Bang Eri, Kak Willy, Bang Adri, dan seluruh sanak saudara
yang ada di Medan.
12.Keluarga besar Imapaliko Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan,
13.Sahabat-sahabat seperjuangan di perantauan yang selalu ada: Nadia Chalida
Nur, Fitri Haniffa, Rizki Fajariyah, Febria Octasari, Sri Novita Amelia,
Mabruri Pratama, Syahid Izuddin, Surya Ramadhani, terima kasih atas
bantuannya, kerjasama yang baik dan hari-hari perkuliahan dengan rasa
persaudaraan, serta seluruh teman-teman angkatan 2010 yang namanya tidak
dapat disebutkan satu persatu.
14.Keluarga Limah Duah: Om dan Tante Bernali, Kak Yanti, Kak Ayu, Kak
Icha, Kak Ipit, Kak Sari, Gita, Tari, Ika, Qori, Indah, Putri, Rizka, Dwi,
Retno, Mayang, Mia, dan Fika.
15.Keluarga Orange House yang selalu kompak: Mak Ge, Mak Ayi, Akkang,
Yuyu, Mbak Yu, Bang Les, Miong Hee, Hong Tae Song dan Opung.
16.Ibu Pesi, Ibu Ameta, Ibu Devi, Ibu Diana, Ibu Pida, Ibu Nurma, Ibu Leni dan
seluruh Petugas Puskesmas Desa Lalang dan Puskesmas Pembantu Balam
yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.
17.Seluruh kader Posyandu yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Namun harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2014 Penulis,
(Ria Sutiani)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN... i
ABSTRAK ... ii
2.3. Pengetahuan dan Keterampilan Kader ... 13
2.4. Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita ... 18
2.5. Landasan Teori ... 27
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 31
3.3.1. Populasi Penelitian ... 31
3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 33
3.7. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 36
3.7.1. Variabel Penelitian ... 36
3.8. Aspek Pengukuran ... 37
3.9. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 38
3.9.1. Metode Pengolahan Data ... 38
3.9.2. Analisis Data ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40
4.1.1. Letak Geografis ... 40
4.1.2. Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40
4.1.3. Sumber Daya Manusia di Puskesmas Desa Lalang ... 41
4.1.4. Cakupan Penimbangan Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang ... 42
4.2. Karakteristik Kader ... 43
4.3. Pengetahuan Kader... 45
4.4. Keterampilan Kader ... 47
4.5. Distribusi Pengetahuan Berdasarkan Karakteristik Kader ... 49
4.6. Distribusi Keterampilan Berdasarkan Karakteristik Kader... 51
4.7. Hubungan Pengetahuan dengan Keterampilan Kader... 53
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pengetahuan Kader Tentang Kegiatan Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita di Posyandu ... 56
5.2 Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita di Posyandu... 58
5.3 Hubungan Pengetahuan dengan Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita di Posyandu ... 61
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 66
6.2. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian Lampiran 2 Kuesioner Penelitian Lampiran 3 Master Data
Lampiran 4 Output Pengilahan Data
Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Penelitian
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan
Kader ... 35 Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Keterampilan
Kader ... 36 Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di
Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2013 ... 40 Tabel 4.2 Sumber Daya Manusia di Puskesmas Desa Lalang
Tahun 2014... 41 Tabel 4.3 Cakupan Penimbangan Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Desa Lalang Periode Januari – Desember 2013 ... 42 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Kader Posyandu ... 44 Tabel 4.5 Distribusi Pengetahuan Kader dalam Pemantauan Pertumbuhan
Bayi dan Balita ... 45 Tabel 4.6 Gambaran Pengetahuan Kader dalam Pemantauan Pertumbuhan
Bayi dan Balita ... 46 Tabel 4.7 Distribusi Keterampilan Kader dalam Pemantauan Pertumbuhan
Bayi dan Balita ... 47 Tabel 4.8 Gambaran Keterampilan Kader dalam Pemantauan Pertumbuhan
Bayi dan Balita ... 48 Tabel 4.9 Distribusi Pengetahuan Kader Tentang Tugasnya Dalam
Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita Berdasarkan Umur Kader ... 50 Tabel 4.10 Distribusi Pengetahuan Kader Tentang Tugasnya Dalam
Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita Berdasarkan Pendidikan Kader ... 50 Tabel 4.11 Distribusi Pengetahuan Kader Tentang Tugasnya Dalam
Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita Berdasarkan Lama Menjadi Kader ... 51 Tabel 4.12 Distribusi Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan
Bayi dan Balita Berdasarkan Umur Kader ... 51 Tabel 4.13 Distribusi Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan
Bayi dan Balita Berdasarkan Pendidikan Kader ... 52 Tabel 4.14 Distribusi Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan
Bayi dan Balita Berdasarkan Lama Menjadi Kader ... 53 Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan dengan Keterampilan Kader dalam
Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita ... 54
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja ... 28 Gambar 2.2 Gambaran Pengetahuan dan Keterampilan Kader Dalam Pemantauan
Pertumbuhan Bayi dan Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang ... 29
ABSTRAK
Pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan yang penting dalam rangka kewaspadaan gizi bayi dan balita. Hasil pemantauan pertumbuhan yang tidak tepat dapat menyebabkan interpretasi status gizi yang salah sehingga salah pula dalam mengambil keputusan untuk menanganinya. Keberhasilan dari kegiatan ini terkait dengan kualifikasi kader termasuk pengetahuan dan keterampilannya dalam melaksanakan tugas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengetahuan kader diukur dengan menggunakan kuesioner sedangkan keterampilannya dengan lembar observasi. Populasi pada penelitian ini adalah 155 kader sedangkan sampel sebanyak 62 kader yang dipilih secara purposif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi, sedangkan hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan kader diuji dengan uji Chi Square (CI=95%).
Hasil penelitian menunjukkan 80,6% kader memiliki pengetahuan yang baik dan sebanyak 66,1% kader kurang terampil dalam melaksanakan tugasnya. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita (p=0,046).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemantauan pertumbuhan bayi dan balita belum terlaksana dengan optimal karena masih banyak kader kurang terampil walaupun pengetahuan mereka baik. Disarankan agar petugas kesehatan lebih mengutamakan pelatihan dengan metode praktek daripada metode ceramah sehingga pengetahuan kader yang sudah baik dapat diterapkan ke dalam tidakan untuk meningkatkan keterampilannya. Kader diharapkan dapat mengikuti pelatihan yang diadakan oleh pihak Puskesmas dan menerapkan pengetahuan yang telah mereka dapatkan dalam tindakan saat melaksanakan tugas di Posyandu.
Kata Kunci: posyandu, pengetahuan kader, pemantauan pertumbuhan bayi dan balita
ABSTRACT
Growth monitoring is an important activity in order to alert the nutrition of infant and under five children. The results of growth monitoring which is not appropriate can lead to the wrong interpretation of nutritional status and so do in making decisions to solve it. The success of these activities related to the cadres qualifications including their knowledge and skills in performing their duties.
This study aimed to determine the knowledge and skills of cadres in monitoring the growth of infant and under five children at Puskesmas Desa Lalang. This research is an analytical study with cross sectional approach. The knowledge of cadres was measured by using a questionnaire, while their skills by the observation sheet. The population in this study was 155 cadres while the sample of 62 cadres chosen purposively. Data analysis was performed by using frequency distributions, while the correlation between knowledge and skills of cadres was tested by Chi-square test (CI = 95%).
The results showed that 80,6% of cadres had knowledge in good category and 66,1% of them has less skilled in carrying out their duties. There was a significant correlation between knowledge and skills of cadres in growth monitoring of infant and under five children (p = 0,046).
Based on the results it can be concluded that growth monitoring of infant and under five children has not been performing optimally because of many cadres has less skills although their knowledge is good. It is suggested that health workers can prioritize the training with practice methods than lecturing method so that good knowledge of cadres can be applied into action to improve their skills. Cadres are expected to following the training which is organized by Puskesmas and applying their information obtained in the action when carrying out their duties at Posyandu.
Key words : Posyandu, cadres knowledge, infant and under five children growth monitoring
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan yang strategis serta
berfungsi sebagai media promosi maupun sarana pemantauan pertumbuhan bayi dan
balita. Kegiatan Posyandu diharapkan dapat mendeteksi kasus gizi buruk secara dini
di masyarakat sehingga tidak berkembang menjadi kejadian luar biasa. Hal ini sesuai
dengan salah satu tujuan penyelenggaraan Posyandu dalam Kemenkes RI (2010),
yaitu untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian bayi dan balita serta
mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak melalui program penimbangan.
Pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan yang penting dalam rangka
kewaspadaan gizi bayi dan balita. Menurut Kemenkes RI (2011), kegiatan ini
mempunyai tiga tujuan penting, yaitu mencegah bertambah buruknya keadaan gizi,
mempertahankan keadaan gizi yang baik, dan meningkatkan keadaan gizi. Apabila
ketiga tujuan tersebut dapat dilaksanakan oleh petugas kesehatan, kader, dan
masyarakat dengan baik, maka penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk dapat
segera terwujud.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
kecenderungan frekuensi pemantauan pertumbuhan anak umur 6-59 bulan di
Posyandu yang lebih dari empat kali penimbangan pada enam bulan terakhir sedikit
menurun pada tahun 2013 yaitu sebesar 44,6% dibanding tahun 2007 yang mencapai
angka 45,4%. Sedangkan anak umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang dalam
enam bulan terakhir meningkat dari 25,5% pada tahun 2007 menjadi 34,3% pada
tahun 2013. Berdasarkan provinsi yang ada di Indonesia, frekuensi penimbangan
yang lebih dari empat kali dalam enam bulan terakhir tertinggi adalah di DI
Yogyakarta (79,0%) dan terendah di Sumatera Utara (12,5%).
Secara nasional status gizi anak di Indonesia masih menjadi masalah.
Berdasarkan data dari Riskesdas (2013), prevalensi berat-kurang pada tahun 2013
adalah 19,6% yang terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Berarti
masalah gizi berat-kurang di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang mendekati prevalensi tinggi. Prevalensi masalah gizi pada tahun
2013 juga meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010
(17,9%). Terdapat 19 dari 33 provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi gizi
kurang dan gizi buruk di atas angka prevalensi nasional, yaitu berkisar antara 21,2%
sampai dengan 33,1% dan Sumatera Utara berada pada urutan ke-16.
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kota Medan tahun 2012, jumlah kasus
gizi kurang dan gizi buruk yang ada di Kota Medan adalah sebanyak 1491 yang
terdiri dari 1367 gizi kurang dan 124 gizi buruk. Kasus gizi kurang dan gizi buruk ini
tersebar pada wilayah kerja 39 Puskesmas di Kota Medan. Salah satu Puskesmas
yang jumlah gizi kurang dan gizi buruknya cukup banyak dan meningkat dari tahun
2012 hingga tahun 2013 adalah Puskesmas Desa Lalang. Terdapat 30 kasus pada
tahun 2012, terdiri dari 25 gizi kurang dan 5 gizi buruk yang tersebar pada 31 unit
Posyandu di wilayah kerjanya. Berdasarkan Profil Puskesmas Desa Lalang tahun
2013, jumlah kasus gizi kurang dan gizi buruk yang ada di wilayah kerja Puskesmas
tersebut adalah 43 kasus yang terdiri dari 38 gizi kurang dan 5 gizi buruk. Hal ini
wilayah kerja Puskesmas tersebut, sedangkan jumlah kasus gizi buruk tidak
mengalami perubahan dari tahun 2012 hingga tahun 2013. Hal ini terlihat pula pada
cakupan hasil penimbangan yang tidak mencapai target, yaitu sebesar 74,04% pada
tahun 2013.
Menurut Sukiarko (2007), salah satu penyebab terjadinya peningkatan kasus
gizi kurang adalah kurang berfungsinya lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat,
seperti Posyandu. Akibatnya, pemantauan status gizi pada bayi dan balita tidak
terlaksana dengan optimal. Ada tidaknya masalah gizi di suatu daerah tidak terlepas
dari peranan kader dalam menyelenggarakan Posyandu.
Kader merupakan pelayan kesehatan (health provider) yang memiliki frekuensi
tatap muka lebih sering dengan masyarakat daripada petugas kesehatan lainnya sehingga
kader lebih tahu tentang harapan dan kebiasaan masyarakat (Simanjuntak, 2012). Peran
kader terhadap Posyandu sangat besar mulai dari tahap perintisan, penghubung
dengan lembaga yang menunjang penyelenggaraan Posyandu, sebagai perencana
pelaksana dan sebagai pembina serta sebagai penyuluh untuk memotivasi masyarakat
agar berperan serta dalam kegiatan Posyandu di wilayahnya. Oleh karena itu, kader
dapat dikatakan garda terdepan dalam pelayanan kesehatan untuk masyarakat melalui
Posyandu. Namun menurut Kemenkes RI (2012), masih banyak kader yang belum
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam melaksanakan
tugasnya. Kader sebaiknya mampu mengelola Posyandu dengan baik sehingga fungsi
Posyandu dapat dimanfaatkan dengan optimal oleh masyarakat di wilayahnya.
Menurut Setijowati, Wirawan, dan Mbeo (2012), kader seharusnya memiliki
kegiatan ini dibutuhkan dalam memberikan intervensi terhadap keadaan pertumbuhan
bayi dan balita. Jika hasil pemantauan pertumbuhan tidak tepat, maka dapat
menyebabkan interpretasi status gizi yang salah dan berakibat pula pada kesalahan
dalam pengambilan keputusan untuk penanganan masalah gizi.
Penelitian Sumiatun, Subagyo, dan Sukardi (2012) di Desa Musir Kidul
Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk menggambarkan bahwa kader telah
melaksanakan perannya sebesar 80% di meja I, 76% di meja II, 44% di meja III dan
hanya 16% kader yang sudah melaksanakan perannya di meja IV. Menurutnya, faktor
dominan yang menyebabkan peran kader di meja III dan IV masih kurang adalah
karena pengetahuan dan keterampilan kader yang kurang, serta belum mendapatkan
pelatihan secara berkala bagi kader yang masih baru. Penelitian Irma (2013) di
Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang juga menyebutkan bahwa lebih
dari setengah kader di Posyandu tersebut tidak terampil dalam melaksanakan
tugasnya (54,1%), sedangkan faktor yang paling berpengaruh terhadap keterampilan
tersebut adalah pengetahuan kader.
Pemantauan pertumbuhan bayi dan balita perlu ditingkatkan peranannya
dalam tindak kewaspadaan untuk mencegah buruknya keadaan gizi melalui
peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader dalam melaksanakan tugasnya di
Posyandu. Penelitian Fitrianigrum (2010) menyebutkan bahwa kader yang
mempunyai pengetahuan yang baik (77%) belum tentu keterampilannya juga baik
(22,9%) dalam melakukan pemantauan pertumbuhan. Penelitian Hamariyana (2011)
juga menunjukkan hal yang serupa, bahwa kader yang pengetahuannya baik adalah
balita hanya 25,7%. Namun dari kedua penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat
hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan kader dalam melaksanakan
tugasnya di Posyandu.
Menurut Jaya et al. (2010), terdapat hubungan pengetahuan dan keterampilan
kader dengan capaian pemantauan pertumbuhan balita di Kabupaten Lombok Barat.
Capaian pemantauan pertumbuhan balita dapat menggambarkan kinerja kader dalam
melaksanakan kegiatan Posyandu. Jika pengetahuan dan keterampilan kader baik,
maka capaian pemantauan pertumbuhan balita akan baik. Apabila capaian
pemantauan pertumbuhan di Posayndu tersebut baik, maka diharapkan status gizi
bayi dan balita juga baik sehingga prevalensi masalah gizi kurang dan gizi buruk
tidak meningkat.
Poduktivitas suatu Posyandu dalam memantau pertumbuhan bayi dan balita
tentu saja tidak terlepas dari kinerja kadernya. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi produktivitas Posyandu adalah pengetahuan dan keterampilan kader.
Kader yang kinerjanya bagus merupakan kader yang memiliki pengetahuan baik dan
terampil dalam menjalankan tugasnya. Jika tugasnya tidak terlaksana dengan baik,
maka kader tersebut dapat dikatakan kurang terampil.
Survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 orang kader di
lokasi penelitian menghasilkan bahwa masih terdapat kader yang melakukan
kesalahan dalam melaksanakan tugasnya. Beberapa hal yang dapat menyebabkan
kesalahan dalam memperoleh hasil pemantauan pertumbuhan bayi dan balita, yaitu
penimbangan yang tidak dilakukan dengan benar. Sebagian besar bayi ditimbang
penimbangan dilakukan dengan pakaian bayi dan balita seminimal mungkin.
Kemudian saat bandul dacin diletakkan pada angka nol, paku timbang pada dacin
tidak tegak lurus karena adanya beban dari sarung atau kain yang digantung pada
dacin tersebut sehingga hasil penimbangan seharusnya dikurangi dengan berat sarung
atau kain. Kesalahan ini tidak mendapat perhatian dari kader sehingga hasil
penimbangan anak berlebih dari berat badan yang sebenarnya.
Kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan
balita merupakan pertanda bahwa kurangnya keterampilan kader dalam kegiatan
tersebut. Keterampilan kader yang kurang baik dapat juga disebabkan oleh karena
tidak adanya pergantian tugas. Artinya kader hanya bertugas pada kegiatan yang
sama pada setiap bulannya sehingga kader tidak terampil dalam menjalankan setiap
tugas yang ada di Posyandu. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti
gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi
dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang tahun 2014.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimana gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam
pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang
tahun 2014.
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam
1.3.2Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
pengetahuan dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan
balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang.
1.4Hipotesis
Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keterampilan kader
dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa
Lalang tahun 2014.
1.5Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi bagi pihak Puskesmas tentang gambaran pengetahuan dan
keterampilan kader di wilayah kerjanya sehingga menjadi bahan evaluasi serta
masukan untuk perencanaan dalam melakukan pembinaan kader di masa yang
akan datang.
2. Sebagai bahan evaluasi bagi kader Posyandu tentang pengetahuan dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kader Posyandu
Kader, menurut Widodo et al. (2004) berarti perwira-perwira rendahan; orang
yang diberi pendidikan untuk menjadi pelanjut tongkat estafet suatu partai atau
organisasi; calon; tunas (muda); generasi muda. Kader Posyandu adalah anggota
masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan
kegiatan Posyandu secara sukarela. (Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 19 tahun
2011).
Menurut Anggidin (2011), kader Posyandu adalah warga masyarakat yang
ditunjuk untuk bekerja secara sukarela dalam melaksanakan kegiatan yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan sederhana di Posyandu. Kader Posyandu
dipilih oleh pengurus Posyandu dari anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan
memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan Posyandu.
Kriteria kader posyandu menurut Kemenkes RI (2011) ada tiga, yaitu
pertama, kader yang dipilih diutamakan berasal dari anggota masyarakat setempat
sehingga kader lebih mengetahui karakteristik dan memahami kebiasaan
masyarakat. Selain itu kader lebih mudah dalam memantau situasi dan kondisi bayi
dan balita yang ada di wilayah kerja Posyandu dengan melakukan kunjungan rumah
bagi bayi dan balita yang tidak datang pada hari buka Posyandu maupun memantau
status pertumbuhan bayi dan balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk.
Kedua, kader juga harus bisa membaca dan menulis huruf latin karena
KMS yang menuntut kader agar bisa membaca dan menulis. Kemampuan dalam
membaca dan menulis ini merupakan hasil dari pendidikan dasar kader tersebut.
Menurut Rosphita (2007), terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan
dan pendidikan kader dengan interprestasi hasil penimbangan dan menggambar
grafik pertumbuhan anak. Interpretasi tersebut hanya dapat dilakukan jika kader
dapat membaca dan menuliskan hasil penimbangan di KMS.
Ketiga, kader sebaiknya dapat menggerakkan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam kegiatan di Posyandu serta bersedia bekerja secara sukarela,
memiliki kemampuan dan waktu luang agar kegiatan dapat terlaksana dengan baik.
Jika kader dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam arti sebagian besar ibu
dari bayi dan balita mau datang ke Posyandu, maka keberhasilan program Posyandu
akan terwujud.
Jadi, persyaratan-persyaratan yang diutamakan dapatlah disimpulkan bahwa
kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain sanggup bekerja secara sukarela,
mendapat kepercayaan dari masyarakat serta mempunyai kredibilitas yang baik
dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang
tinggi, mempunyai penghasilan tetap, pandai baca tulis, sanggup membina
masyarakat sekitarnya. Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upaya
meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal. Selain itu peran kader ikut membina masyarakat dalam
bidang kesehatan dengan melalui kegiatan yang dilakukan baik di posyandu.
Dalam keadaan tertentu, terutama di daerah perkotaan karena kesibukan yang
sebagai kader Posyandu. Untuk mengatasinya kedudukan dan peranan kader
Posyandu dapat digantikan oleh tenaga profesional terlatih yang bekerja secara
purna/paruh waktu sebagai kader Posyandu dengan mendapat imbalan khusus dari
dana yang dikumpulkan oleh dan dari masyarakat. Kader mempunyai peran yang
besar dalam upanya meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal. Selain itu kader berperan dalam membina
masyarakat di bidang kesehatan melalui kegiatan di Posyandu yang mana salah
satunya adalah pemantauan pertumbuhan bayi dan balita (Zulkifli, 2003).
2.2 Tugas Kader Posyandu
Menurut Depkes RI (2006) jumlah minimal kader yang dibutuhkan untuk
setiap Posyandu adalah lima orang yang mengacu pada sistem kerja lima meja.
Mengingat bahwa pada umumnya kader bukanlah tenaga kesehatan profesional
melainkan hanya membantu dalam pelayanan kesehatan, maka perlu adanya
pembatasan tugas yang diemban, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan.
Kegiatan yang dapat dilaksanakan dengan penuh oleh kader di Posyandu adalah
pendaftaran, penimbangan, pencatatan, dan penyuluhan. Sedangkan tugas kader
untuk pelayanan kesehatan hanya membantu petugas dari Puskesmas misalnya
mendampingi ibu bayi dan balita saat imunisasi.
Kader diharapkan berperan aktif dan mampu menjadi pendorong, motivator
dan penyuluh masyarakat. Kader diharapkan dapat menjembatani antara petugas
kesehatan dengan masyarakat serta membantu masyarakat mengidentifikasi dan
memenuhi kebutuhan kesehatan mereka sendiri. Kader juga diharapkan dapat
mencapai masyarakat langsung, serta mampu mendorong para pejabat kesehatan di
sistem kesehatan agar mengerti dan merespons kebutuhan masyarakat. Kader dapat
membantu mobilisasi sumber daya masyarakat, mengadvokasi masyarakat serta
membangun kemampuan lokal (Iswarawanti, 2010).
Tugas kader dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: tugas pada sebelum hari
Posyandu, tugas pada hari Posyandu, dan tugas setelah hari buka Posyandu
(Kemenkes RI, 2012).
1. Tugas sebelum hari buka Posyandu, yaitu berupa tugas-tugas persiapan yang
dilakukan oleh kader agar kegiatan pada hari buka Posyandu berjalan dengan
baik. Misalnya melakukan persiapan penyelenggaraan kegiatan Posyandu berupa
penyiapan tempat, pemeriksaan alat penimbangan apakah masih layak digunakan
atau sudah tiba waktunya untuk ditera atau dikalibrasi, menyiapkan materi
penyuluhan, menyiapkan buku register Posyandu, dan menyiapkan pemberian
makanan tambahan. Selain itu kader juga bertugas untuk menyebarluaskan
informasi tentang hari buka Posyandu melalui pertemuan warga setempat atau
surat edaran agar partisipasi masyarakat meningkat dalam kegiatan Posyandu
sehingga pemantauan pertumbuhan bayi dan balita dapat dilaksanakan dengan
optimal.
2. Tugas pada hari buka Posyandu, yaitu berupa tugas-tugas dalam melaksanakan
pelayanan lima kegiatan. Kegiatan wajib yang selalu dilaksanakan di Posyandu
adalah pendaftaran, penimbangan, pencatatan (pengisian KMS), penyuluhan, dan
pelayanan kesehatan yang berkoordinasi dengan petugas kesehatan dari
dan seterusnya dilaporkan ke Puskesmas. Penimbangan merupakan kegiatan yang
wajib dilakukan setiap bulan untuk memantau pertumbuhan bayi dan balita
kemudian kader memplot hasil penimbangan pada KMS sehingga membentuk
grafik berat badan dan kader memberikan penjelasan kepada ibu bayi dan balita
tentang keadaan pertumbuhan anaknya berdasarkan hasil penimbangan yang
tertera di KMS melalui konseling ataupun penyuluhan. Tugas kader dalam
pelayanan kesehatan biasanya hanya untuk mendampingi ibu yang mempunyai
bayi dan balita saat imunisasi. Sedangkan pelayanan kesehatan yang lain, seperti
KB dilakukan sendiri oleh petugas kesehatan.
Penelitian Sumiatun dkk. (2012) di Desa Musir Kidul Kecamatan Rejoso
Kabupaten Nganjuk menggambarkan bahwa kader telah melaksanakan perannya
sebesar 80% di meja I, 76% di meja II, 44% di meja III dan hanya 16% kader
yang sudah melaksanakan perannya di meja IV. Faktor dominan yang
menyebabkan peran serta kader Posyandu di meja III dan IV masih kurang adalah
kurangnya pengetahuan dan keterampilan kader oleh karena tingkat pendidikan
yang kurang memadai, serta belum mendapatkan pelatihan secara berkala bagi
kader yang masih baru.
3. Tugas sesudah hari buka Posyandu, yaitu berupa tugas-tugas kader yang
dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan Posyandu yang telah diselenggarakan,
melakukan kunjungan rumah pada balita yang tidak hadir pada hari buka
Posyandu, pada anak yang kurang gizi, atau pada anak yang mengalami gizi
buruk rawat jalan, dan lain-lain. Selain itu kader juga merencanakan waktu
data bulanan untuk pelaporan ke Puskesmas. Secara teknis tugas-tugas tersebut
sangat sempurna untuk menghasilkan pelayanan yang baik, namun untuk
operasional di lapangan sekiranya belum dilaksanakan dengan maksimal oleh
kader.
2.3Pengetahuan dan Keterampilan Kader
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi
keterampilan, seperti yang disebutkan Sutermeister (1978) dalam Sugiyono (2008)
tentang teori produktivitas kerja. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
keterampilan adalah pengetahuan, pengalaman, pendidikan, pembinaan, sikap dan
kepribadian seseorang.
Pengetahuan adalah hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap sesuatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2010).
Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang menurut taksonomi Bloom yang
diurutkan secara hirarki piramidal. Sistem klasifiksi Bloom ini dijabarkan oleh
Notoatmodjo (2010), yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintetis, dan evaluatif.
Berdasarkan klasifikasi ini, maka keterampilan kader baru dapat terlihat jika telah
sampai pada tahap aplikasi. Hasil penelitian Fitrianingrum (2010) menyatakan bahwa
kader yang memiliki pengetahuan baik (77,1%) tidak selalu merupakan kader yang
terampil (22,9%), tetapi ditemukan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan
penelitian Hamariyana (2011) dan Irma (2013), pengetahuan merupakan variabel
yang paling berpengaruh terhadap keterampilan kader dalam melaksanakan kegiatan
Posyandu. Selain itu, tingkat pengetahuan dan ketrampilan kader akan lebih baik jika
pendidikannya tinggi, mengikuti kursus, mendapat pengajaran lima modul dasar
dalam kursus, aktif dalam mengikuti pembinaan serta mempunyai frekuensi tinggi
mengikuti pembinaan.
Pengalaman juga dapat mempengaruhi keterampilan. Semakin lama seseorang
bekerja menjadi kader Posyandu maka keterampilan dalam melaksanakan tugas pada
saat kegiatan posyandu akan semakin meningkat. Semua tindakan yang pernah
dilakukan akan direkam dalam bawah sadar mereka dan akan dibawa terus sepanjang
hidupnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa semakin banyak pengalaman seseorang
dan dikaitkan dengan masa kerja yang lama dalam menangani suatu pekerjaan, orang
tersebut akan semakin terampil dan pekerjaannya menjadi kebiasaan (Hidayat, 2011).
Namun penelitian Hamariyana (2011) di Kota Semarang menyebutkan bahwa tidak
ada hubungan antara lama bekerja sebagai kader dengan keterampilan kader dalam
menilai kurva pertumbuhan balita.
Pendidikan yang dimaksud disini adalah pendidikan formal yang merupakan
bagian dari karakteristik kader. Tingkat pendidikan seorang kader Posyandu
merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi cakupan pelayanan Posyandu.
Pendidikan merupakan modal untuk bisa menjalankan tugas dan peranannya dengan
baik disamping pelatihan yang didapatnya (Kemenkes RI, 2011). Semakin tinggi
tingkat pendidikan kader, maka semakin bertambah pula kecakapannya baik secara
Semakin tinggi pendidikan formal kader maka keterampilannya juga akan
semakin baik. Tingkat pendidikan formal kader berperan penting dalam pengelolaan
Posyandu khususnya dalam hal pencatatan dan pelaporan karena kader dengan
pendidikan formal yang tinggi cepat dan mudah mengerti serta memahami segala
sesuatu yang diperolehnya baik pada waktu mengikuti pelatihan maupun waktu
melaksanakan kegiatan di Posyandu. Menurut Notoatmodjo (2010), pendidikan
merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan untuk memperoleh hasil berupa
pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang. Pendidikan yang tinggi membuat
seseorang lebih mudah memahami suatu informasi.
Pembinaan merupakan intervensi yang datang dari luar diri kader dan
dilakukan dengan tujuan untuk memantapkan dan meningkatkan pengetahuan, sikap
serta keterampilan terhadap kegiatan yang telah berjalan. Pembinaan sangat penting
artinya untuk kelangsungan kegiatan yang telah dijalankan, karena pada tahap awal
latihan kader hanya sekedar memperoleh informasi sehubungan dengan peningkatan
pengetahuan. Hasil penelitian Irma (2013) menyebutkan bahwa pembinaan dapat
mempengaruhi keterampilan kader. Semakin tinggi frekuensi pembinaan yang diikuti
kader maka semakin baik juga pengetahuan dan keterampilannya. Menurut
Fitrianingrum (2010) pembinaan dapat dilakukan oleh pihak Puskesmas ataupun
orang-orang yang ahli dalam bidang tersebut menyangkut tugas-tugas yang harus
dilaksanan kader di Posyandu. Namun hasil penelitian Sagala (2005) menyebutkan
bahwa 50% kader tidak pernah mendapatkan pembinaan dari Puskesmas.
Pengetahuan dan keterampilan kader dipengaruhi oleh adanya pembinaan. Pembinaan
menjalankan tugasnya. Menurut Junaedi (1990) dalam Sandi (2012), bahwa
bimbingan dan supervisi dari petugas kesehatan akan berpengaruh terhadap
peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader. Disamping itu pengetahuan dan
kemampuan kader juga dapat ditingkatkan melalui pelatihan kader baru, pelatihan
ulang kader, pengalaman kader selama menjalankan kegiatan posyandu dan
kunjungan petugas di luar hari kegiatan posyandu.
Sikap dan kepribadian kader berhubungan dengan kemauan kader dalam
melaksanakan Posyandu. Jika sikap dan kepribadian kader terbuka terhadap
perkembangan, maka dapat membawa modifikasi terhadap kemampuannya selama ini
dalam bertugas. Selain beberapa hal tersebut, keterampilan tidak akan dapat dicapai
bilamana tidak didukung dengan sarana yang memadai sesuai dengan apa yang
diinginkan, karena sarana merupakan bagian dari proses untuk membuat seseorang
terampil (Hidayat, 2011). Sarana disini adalah seluruh fasilitias (termasuk tempat
penyelenggaraan Posyandu) dan peralatan yang memadai yang digunakan dalam
suatu kegiatan pemantauan pertumbuhan bayi dan balita, misalnya timbangan atau
dacin untuk menimbang berat badan bayi, microtioise atau infantometer untuk
mengukur tinggi atau panjang badan, alat pengukur lingkar kepala maupun lingkar
lengan atas. Faktor sarana dapat menjadikan suasana kerja menjadi lebih optimal dan
tentunya lebih mendukung keterampilan seseorang dalam melakukan suatu tindakan.
Keterampilan merupakan suatu kemampuan seseorang untuk bertindak setelah
menerima pengalaman belajar tertentu dengan menggunakan anggota badan dan
peralatan yang tersedia atau kemampuan seseorang dalam menerapkan pengetahuan
dituntut apabila kader telah mendapatkan pelatihan dari Puskesmas, setelah diberikan
penjelasan-penjelasan maka kader sebaiknya menerapkannya pada tindakan dalam
melaksanakan tugasnya di Posyandu.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia Online, pengertian keterampilan adalah
kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Jadi, keterampilan kader Posyandu merupakan
kecakapan seorang kader dalam menjalankan tugasnya di Posyandu setelah
sebelumnya mendapatkan pengetahuan baik melalui pelatihan maupun pengalaman
kader tersebut. Keterampilan adalah hasil dari latihan berulang, yang dapat disebut
perubahan yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari keterampilan
tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu. Menurut Juliawan, Prabandari, dan Hartini
(2010) keterampilan kader Posyandu merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam
sistem pelayanan di Posyandu, karena dengan pelayanan kader yang terampil akan
mendapat respon positif dari ibu-ibu dari balita dan balita sehingga terkesan ramah,
baik, pelayanannya teratur hal ini yang mendorong ibu-ibu rajin ke Posyandu.
Menurut James A.F. Stoner 1996 dalam Hidayat (2011) keterampilan dapat
digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu keterampilan teknis, keterampilan manusiawi
(Human Relation Skills), dan keterampilan konseptual. Ketiga bagian keterampilan
ini seharusnya dimiliki oleh kader sehingga pelaksanaan kegiatan Posyandu menjadi
lebih baik.
Keterampilan teknis merupakan kecakapan seseorang dalam menggunakan
prosedur yang sudah ditetapkan sebelumnya. Keterampilan jenis ini lebih
mengutamakan pada penggunaan tenaga daripada pemikiran yang mendalam, serta
Misalnya seorang kader hanya terampil pada kegiatan penimbangan saja karena tidak
ada pergantian tugas setiap bulannya. Jadi, keterampilan teknis kader dapat terlihat
saat mereka melaksanakan tugas-tugasnya pada hari buka Posyandu.
Keterampilan manusiawi merupakan kecakapan dalam mengadakan kerja
sama, memahami dan memotivasi orang lain. Keterampilan jenis ini biasanya banyak
dimiliki oleh orang yang mudah bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang
disekitarnya dari berbagai lapis masyarakat. Seorang kader Posyandu seharusnya juga
memiliki keterampilan manusiawi sehingga menimbulkan kenyamanan bagi peserta
maupun dengan sesama kader, meningkatkan partisipasi peserta Posyandu, dan
akhirnya peserta tidak malas untuk datang lagi ke Posyandu pada bulan berikutnya.
Keterampilan konseptual merupakan kecakapan seseorang dalam
mengkoordinasikan, mengintegrasikan dan mengaktifkan organisasi. Biasanya jenis
keterampilan ini banyak dimiliki oleh seorang menejer yang sudah berpengalaman
dalam bidang tertentu dan digunakan untuk membuat suatu keputusan mulai dari
perencanaan sampai dengan evaluasi. Keterampilan konseptual ketua Posyandu harus
baik sehingga dapat membawa anggota dalam pencapaian program Posyandu yang
optimal.
2.4Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita
Menurut Supariasa et al. (2008) pertumbuhan (growth) berkaitan dengan
perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, dan fungsi tingkat sel, organ maupun
individu, yang diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang
(centimeter, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan
Pertumbuhan paling capat dalam kehidupan terjadi selama empat bulan
pertama sesudah dilahirkan. Masa empat bulan hingga delapan bulan berikutnya
merupakan masa transisi ke pola pertumbuhan yang lebih lambat. Pada usia delapan
bulan pola tumbuh bayi sama dengan usia dua tahun. Penilaian pola tumbuh fisik
merupakan cara utama untuk menetapkan status gizi bayi dan balita (Almatsier, 2011).
Proses pertumbuhan dapat diamati dengan perubahan-perubahan yang dapat
dinyatakan dalam nilai ukuran tubuh, misalnya berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala, lingkar lengan atas dan sebagainya. Jadi pertumbuhan ini bersifat kuantitatif
sehingga dengan demikian dapat diukur dengan mempergunakan satuan panjang atau
satuan berat (Narendra et al., 2010).
Kemenkes RI tahun 2010 dalam buku Pedoman Kader Seri Kesehatan Anak
menyebutkan bahwa pertumbuhan memenuhi beberapa aspek, yaitu bertambahnya
ukuran jumlah sel serta jaringan interselular; bertambahnya ukuran fisik dan struktur
tubuh sebagian atau keseluruhan; dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.
Masa lima tahun pertama kehidupan anak balita merupakan masa yang sangat peka
terhadap lingkungan dan masa ini berlangsung sangat pendek serta tidak dapat
diulang lagi, maka masa baltia disebut sebagai “masa keemasan” (golden period), “jendela kesempatan” (window of opportunity) dan “masa kritis” (critical period).
Oleh karena itu, diperlukan pemantauan yang baik terhadap pertumbuhan maupun
perkembangan pada masa tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian Kusminarti (2009) di Kelurahan Salaman Mloyo
adalah riwayat status gizi balita, penyakit infeksi, pendapatan orangtua, dan
pengetahuan ibu tentang gizi.
Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat
badan, tinggi badan atau ukuran tubuh lainnya, tetapi lebih dari itu memberikan
gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak
yang sedang dalam proses tumbuh. Pertumbuhan fisik merupakan indikator status
gizi bayi dan balita. Oleh karena itu pemantauan pertumbuhan fisik ini hendaknya
dilakukan secara rutin setiap bulan sehingga apabila terjadi masalah gizi dan masalah
pertumbuhan dapat dideteksi lebih awal sehingga untuk penanganannya dapat
dilakukan lebih baik dan optimal.
Pemantauan pertumbuhan adalah serangkaian kegiatan yang terdiri dari
penilaian pertumbuhan anak secara teratur melalui penimbangan berat badan setiap
bulan, pengisian KMS, menentukan status pertumbuhan berdasarkan hasil
penimbangan berat badan, menindaklanjuti setiap kasus gangguan pertumbuhan
berupa konseling, pemberian makanan tambahan, pemberian suplementasi gizi dan
rujukan (Kemenkes, 2010). Menurut Aliyatun (2014) peran pemantauan pertumbuhan
balita adalah untuk mengontrol pertambahan berat badan anak agar anak tetap
terjamin dapat tumbuh normal dalam upaya mempartahankan anak yang berstatus
gizi baik tetap bergizi baik, meningkatkan status gizi anak menjadi lebih baik,
mencegah agar status gizi anak tidak memburuk, dan promosi untuk menciptakan
keluarga sadar gizi.
Pemantauan pertumbuhan bayi dan balita sebenarnya dapat dilakukan sendiri
dengan melakukan penimbangan setiap bulan. Hasil penimbangan tersebut akan
diplot oleh kader Posyandu di Kartu Menuju Sehat (KMS) yang dibedakan menjadi
dua, yaitu KMS untuk laki-laki berwarna biru atau KMS untuk perempuan yang
berwarna merah muda (Almatsier, 2011).
Menurut Adoerrachman et al. (2007), KMS anak balita tahun merupakan
salah satu alat untuk menerangkan bagaimana keadaan status gizi anak tersebut,
kelengkapan imunisasi, penyakit-penyakit apa saja yang telah diderita anak tersebut
dan sebagainya. Selain itu, menurut Kemenkes RI (2011) KMS juga dapat digunakan
sebagai media edukasi dan komunikasi antara kader dengan ibu bayi dan balita. KMS
menjadi media edukasi dan komunikasi ketika kader menjelaskan status pertumbuhan
kepada ibu anak yang bersangkutan dan memberikan konseling serta penyuluhan
tentang pola asuh anak yang baik, ASI eksklusif, makanan yang bergizi dan
berimbang dan materi-materi lainnya yang dapat menunjang perbaikan kesehatan
anak.
Pemantauan pertumbuhan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara
terus menerus dan teratur, dengan adanya kegiatan ini setiap ada gangguan
keseimbangan gizi pada seorang anak dapat diketahui secara dini melalui perubahan
pertumbuhannya. Jika gangguan gizi dapat diketahui secara dini maka tindakan
penanggulangannya dapat dilakukan dengan segera, sehingga keadaan gizi yang
memburuk dapat dicegah.
Hasil penimbangan anak setiap bulan secara tetap dan teratur yang tercatat
pada KMS dapat memberikan informasi apakah pertumbuhan anak mengalami
deteksi tumbuh-kembang balita dilakukan setiap bulan. Kemudian semua kolom
isian, keadaan kesehatan dan gizi anak diisi dengan benar oleh kader. Sedangkan
orangtua diharapkan selalu memperhatikan catatan-catatan pada KMS, setiap ada
gangguan pertumbuhan anak, maka harus dilaporkan kepada kader maupun petugas
kesehatan dan mereka mencari penyebabnya kemudian melakukan tindakan yang
sesuai, seperti penyuluhan gizi dalam bentuk konseling yang dilakukan setiap kali
anak selesai ditimbang.
Pertumbuhan bayi dan balita dapat dipantau dari beberapa indikator seperti
berat badan (BB), tinggi badan (TB) atau panjang badan (PB), lingkar kepala (LK)
dan Lingkar Lengan Atas (LILA). Namun pada sebagian Posyandu pengukuran hanya
dilakukan untuk berat badan saja padahal selain berat badan paling tidak pemantauan
juga dilakukan terhadap panjang/tinggi badan yang dilakukan dengan teliti dan
dicatat dengan cermat sehingga peningkatan atau perlambatan pertumbuhan dapat
dimonitor dengan baik (Almatsier, 2011). Pengukuran antropometri dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan dan kader terlatih.
Antropometri dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita yang biasa
digunakan di Posyandu, yaitu berat badan dan panjang/tinggi badan. Berat badan
merupakan ukuran antropometri terpenting dan dipakai pada setiap kesempatan
memeriksa kesehatan anak pada setiap kelompok umur. Berat badan merupakan hasil
keseluruhan peningkatan jaringan-jaringan tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan
lainnya (Hidayat, 2009). Menurut Kemenkes RI (2010) perubahan berat badan
merupakan indikator yang sangat sensitif untuk memantau pertumbuhan anak. Jika
terganggu dan anak beresiko mengalami kekurangan gizi. Sebaliknya jika kenaikan
berat badan lebih besar dari yang seharusnya merupakan indikasi risiko kelebihan
gizi.
Pengukuran berat badan dapat dilakuan dengan tepat menggunakan timbangan
elektronik, dimana bayi ditimbang dalam keadaan telanjang atau memakai baju dalam
saja. Timbangan ini hanya digunakan untuk menimbang anak sampai umur dua tahun
atau selama anak masih bisa berbaring atau duduk tenang sedangkan timbangan lain
yang dapat digunakan adalah dacin, atau timbangan injak yang secara teratur ditera
untuk menjaga ketepatannya (Narendra et al., 2010). Menurut Kemenkes RI (2010)
penimbangan berat badan anak dengan umur diatas dua tahun dapat dilakukan dengan
menggunakan timbangan injak atau seperti timbangan badan untuk orang dewasa.
Kader diharapkan dapat mengusahakan agar pada saat penimbangan bayi atau balita
ditimbang dengan pakaian yang seminimal mungkin atau paling tidak memakai baju
sehari-hari yang tipis sehingga tidak mempengaruhi hasil penimbangan.
Tinggi badan merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menilai status
gizi anak disamping faktor genetik. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan mudah
dalam menilai gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak (Hidayat, 2009).
Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting karena dengan
menghubungkan barat badan terhadap tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat
dikesampingkan (Supariasa et al, 2008). Menurut Kemenkes RI (2010) pengukuran
panjang badan atau tinggi badan sangat penting untuk menentukan status gizi bayi
dan balita. Pada kenyataannya ada sebagian besar kader Posyandu yang tidak
tersedia di Puskesmas. Menurut Almatsier et al. (2011) jika pengukuran dilakukan
dengan cara anak dibaringkan maka hasilnya disebut dengan panjang badan. Jika
pengukuran dilakukan dengan posisi anak berdiri maka hasilnya disebut dengan
tinggi badan.
Menurut Patterson dan Pietinen (2004) dari semua ukuran antropometri yang
ada, ukuran berat badan dan tinggi/panjang badan memiliki keuntungan utama bahwa
ukuran ini cukup akurat, tidak invasif, dan tidak mahal. Keuntungan lainnya adalah
bahwa pengukuran ini dapat memberikan informasi mengenai riwayat gizi jangka
panjang dan dapat dikerjakan oleh petugas yang relatif tidak terampil.
Aliyatun (2014) menyebutkan bahwa masalah yang sering ditemukan dalam
pemantauan pertumbuhan kesalahan dalam menimbang anak dan kesalahan dalam
menghitung umur anak. Kesalahan menimbang anak biasanya disebabkan oleh
pemasangan dacin yang salah dimana batang dacin tidak diatur agar seimbang setelah
meletakkan sarung penimbang, akibatnya berat anak berlebih dari yang seharusnya.
Menurut Kemenkes RI (2010) untuk menyeimbangkan batang dacin yang telah
digantungi kain penimbang, maka perlu dipasang bandul penyeimbang berupa plastic
yang diisi batu atau pasir.
Kesalahan menimbang anak juga disebabkan karena dacin yang digunakan
tidak layak pakai (harus ditera). Kesalahan menghitung umur anak terjadi karena
umur dihitung hanya mengurangkan bulan dan tahun penimbangan dengan bulan dan
tahun lahir anak dan mengabaikan mengabaikan selisih hari, konsekuensinya umur
anak lebih tua atau lebih muda dari sebenarnya karena sangat tergantung dari jadwal
Kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pemantauan pertumbuhan dapat
mengakibatkan terjadinya kesalahan interpretasi status pertumbuhan anak dan
kesalahan plot pada KMS. Kesalahan interpretasi status pertumbuhan dapat
menyebabkan kesalahan dalam memberikan intervensi kepada bayi atau balita
tersebut.
Kemenkes RI (2011) menyebutkan bahwa pertumbuhan bayi dan balita dapat
dipantau dengan menimbang berat badan anak setiap bulan. Hasil penimbangan balita
diterjemahkan ke dalam KMS yang menghasilkan status pertumbuhan balita. Status
pertumbuhan dapat diketahui dengan dua cara, yaitu dengan menilai garis
pertumbuhannya atau dengan menghitung kenaikan berat badan anak dibandingkan
dengan kenaikan Berat Badan Minimum (KBM). Kesimpulan dari penentuan status
pertumbuhan anak adalah Naik (N) atau Tidak naik (T).
Berat badan bayi dan balita dapat dikatakan Naik (N) jika grafik berat badan
memotong garis pertumbuhan di atasnya dan kenaikan berat badan lebih besar dari
KBM atau grafik berat badan mengikuti garis pertumbuhannya dan kenaikan berat
badan lebih besar dari KBM. Sedangkan berat badan dikatakan Tidak Naik (T) jika
grafik berat badan memotong garis pertumbuhan di bawahnya dan kenaikan berat
badan lebih kecil dari KBM atau jika grafik berat badan mendatar dan kenaikan berat
badan lebih kecil dari KBM atau grafik berat badan menurun dan kenaikan grafik
berat badan lebih kecil dari KBM. Kemudian dari penentuan status pertumbuhan
tersebut dapat diberikan intervensi atau tindaklanjut agar masalah pertumbuhan dapat
Tindak lanjut terhadap status pertumbuhan dapat dilakukan dengan memberi
dukungan kepada ibu yang berat badannya normal agar mempertahankan pola asuh
yang baik tersebut untuk mempertahankan status kesehatan anak. Jika berat badan
anak tidak naik satu kali maka kader memberikan makanan tambahan, konseling
tentang pola asuh yang baik kemudian menunggu penimbangan pada bulan
berikutnya. Jika pada bulan berikutnya anak tidak juga naik berat badannya atau berat
badannya berada di bawah garis merah, maka kader sebaiknya merujuk anak
tersebuut ke Puskesmas (Kemenkes, 2011).
Menurut Depkes RI (2006) data yang tersedia di Posyandu dapat dibagi
menjadi dua kelompok sesuai dengan fungsinya, yaitu: kelompok data yang dapat
digunakan untuk pemantauan pertumbuhan balita, baik untuk penilaian keadaan
pertumbuhan individu (N, T, atau BGM), dan penilaian keadaan pertumbuhan balita
di suatu wilayah (N/D). Kelompok data yang digunakan untuk tujuan pengelolaan
program atau kegiatan di Posyandu (D/S dan K/S).
Hasil penelitian Jaya et al. (2010) menyebutkan bahwa pengetahuan dan
keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan mempunyai hubungan dengan
cakupan hasil penimbangan balita (N/D) di Kabupaten Lombok Barat, namun tidak
ada hubungan antara keterampilan dengan balita yang berat badannya berada di
Bawah Garis Merah (BGM) berdasarkan balita yang ditimbang pada bulan tersebut
(BGM/D). Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan berat badan balita ternyata juga
tidak terlepas dari pengetahuan dan keterampilan kader dalam memantau
2.5 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi
dari teori Sutermeister (1978) dalam Sugiyono (2008) tentang faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Sutermeister menyebutkan bahwa
produktivitas seseorang tidak terlepas dari penampilan kerja atau yang biasa disebut
dengan kinerja serta didukung oleh perkembangan teknologi. Tanpa adanya teknologi
maka produktivitas kerja seseorang tidak akan terwujud. Penampilan kerja juga
dipengaruhi oleh kemampuan dan motivasi kerja. Kemampuan kerja sangat
ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam bekerja. Pengetahuan
dan keterampilan ini dipengaruhi pula oleh latihan dan pengalaman, pendidikan,
sikan dan kepribadian individu tersebut sedangkan motivasi kerja dipengaruhi oleh
kondisi sosial, kebutuhan individu (psikologis, sosial, dan sebagainya), maupun
kondisi fisik tempat kerja (cahaya, temperatur, ventilasi, waktu istirahat, tata ruang
dan sebagainya).
Kader yang pengetahuannya baik diharapkan juga memiliki keterampilan
yang baik agar tercipta suatu kemampuan dalam melaksanakan tugasnya untuk
memantau pertumbuhan bayi dan balita melalui Posyandu. Kegiatan pemantauan
pertumbuhan yang dilakukan oleh kader merupakan suatu upaya untuk mencegah
terjadinya gizi kurang maupun gizi buruk secara dini sehingga penanganannya akan
lebih efektif dan produktivitas Posyandu terwujud secara optimal. Adapun kerangka
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas Sumber: Sugiyono (2008)
Berdasarkan kerangka teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
produktivitas kerja kader dapat pula mewujudkan produktivitas, efektivitas dan
efisiensi Posyandu dalam melayani masyarakat. Salah satu factor yang dapat
mempengaruhi produktivitas kerja kader adalah kemampuannya dalam melaksanakan
tugas. Kemampuan tersebut dapat ditingkatkan melalui peningkatan pengetahuan dan
2.6 Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori pada gambar 2.1 di atas, maka kerangka konsep
pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2 Gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Jadi, penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengetahuan kader
tentang tugasnya dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita serta sejauh mana
kader tersebut melaksanakan tugas tersebut di Posyandu. Pelaksanaan tugas ini
nantinya ditetapkan sebagai indikator untuk mengukur keterampilan kader. Jika kader
tersebut pengetahuannya baik dan dapat menerapkan pengetahuaannya itu kedalam
bentuk tindakan yang mencerminkan keterampilan yang baik pula, maka kader
tersebut dapat dikatakan mempunyai kemampuan dalam memantau pertumbuhan bayi
dan balita. Selain itu, peneliti juga bermaksud untuk menganalisis hubungan
pengetahuan dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan
balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang. Pengetahuan kader tentang
pemantauan pertumbuhan bayi dan balita
Keterampilan kader dalam memantau pertumbuhan
bayi dan balita
Kemampuan kader dalam memantau pertumbuhan
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat (Arikunto, 2009).
Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dimana
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat, artinya pengukuran variabel bebas dan
variabel terikat dilakukan pada waktu yang bersamaan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Desa Lalang. Puskesmas ini beralamat di Jalan Binjai Km 7,2 Kelurahan Lalang,
Kecamatan Medan Sunggal dengan wilayah kerja yang terdiri dari 2 kelurahan, yaitu
Kelurahan Lalang dan Kelurahan Sei Sikambing B. Posyandu di Kelurahan Lalang
merupakan binaan Puskesmas Desa Lalang sedangkan Posyandu di Kelurahan Sei
Sikambing B merupakan binaan Puskesmas Pembantu Balam yang berada di Jalan
Balam.
Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
Puskesmas Desa Lalang merupakan salah satu Puskesmas di Kota Medan yang kasus
gizi kurangnya meningkat pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012, yaitu
sebesar 52% dan jumlah kasus gizi buruknya tidak mengalami perubahan. Terdapat
30 kasus pada tahun 2012 yang terdiri dari 25 gizi kurang dan 5 gizi buruk sedangkan
pada tahun 2013 adalah 43 kasus yang terdiri dari 38 gizi kurang dan 5 gizi buruk.