• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords: Posyandu, cadres knowledge, infant and under five children growth monitoring

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords: Posyandu, cadres knowledge, infant and under five children growth monitoring"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER POSYANDU DALAM PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BAYI DAN BALITA DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS DESA LALANG TAHUN 2014

( DESCRIPTION OF CADRES KNOWLEDGE AND SKILLS IN MONITORING THE GROWTH OF INFANT AND UNDER FIVE CHILDREN IN PUSKESMAS DESA LALANG 2014)

Oleh:

Ria Sutiani¹, Zulhaida Lubis², Albiner Siagian 3

¹Program Sarjana, FKM USU, Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat

²

,3

Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara Medan, 20155, Indonesia

Email: riasutiani@gmail.com ABSTRACT

The results of growth monitoring which is not appropriate can lead to the wrong interpretation of nutritional status and so do in making decisions to solve it. The success of these activities related to the cadres qualifications including their knowledge and skills in performing their duties.

This study aimed to determine the knowledge and skills of cadres in monitoring the growth of infant and under five children in Puskesmas Desa Lalang. This research is an analytical study with cross sectional approach. The knowledge of cadres was measured by using a questionnaire, while their skills by the observation sheet. The population in this study was 155 cadres while the sample of 62 cadres chosen purposively. Data analysis was performed by using frequency distributions, while the correlation between knowledge and skills of cadres by Chi-square test (CI = 95%).

The results showed that 80,6% of cadres had knowledge in good category and 66,1% of them has less skilled in carrying out their duties. There was a significant correlation between knowledge and skills of cadres in growth monitoring of infant and under five children (p = 0,046).

Based on the results it can be concluded that growth monitoring of infant and under five children has not been performing optimally because of many cadres has less skills although their knowledge is good. It is suggested that health workers can held the training with practice methods than lecturing method so that good knowledge of cadres can be applied into action to improve their skills. Cadres are suggested to following the training which is organized by Puskesmas and applying their information obtained in the action when carrying out their duties at Posyandu.

Keywords: Posyandu, cadres knowledge, infant and under five children growth monitoring

Pendahuluan

Pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan yang penting dalam rangka kewaspadaan gizi bayi dan balita. Menurut Kemenkes RI (2011), kegiatan ini mempunyai tiga tujuan penting, yaitu mencegah bertambah buruknya keadaan gizi, mempertahankan keadaan gizi yang baik, dan meningkatkan keadaan gizi.

Apabila ketiga tujuan tersebut dapat dilaksanakan oleh petugas kesehatan, kader, dan masyarakat dengan baik, maka

penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk dapat segera terwujud.

Secara nasional status gizi anak di Indonesia masih menjadi masalah. Prevalensi berat- kurang pada tahun 2013 adalah 19,6% yang terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang (Riskesdas, 2013). Jumlah kasus gizi kurang dan gizi buruk yang ada di Kota Medan adalah sebanyak 1491 yang terdiri dari 1367 gizi kurang dan 124 gizi buruk.

Salah satu Puskesmas yang jumlah gizi

kurang dan gizi buruknya cukup banyak dan

(2)

2 meningkat dari tahun 2012 hingga tahun 2013 adalah Puskesmas Desa Lalang. Ada 30 kasus pada tahun 2012, terdiri dari 25 gizi kurang dan 5 gizi buruk (Profil Kesehatan Kota Medan tahun 2012).

Sedangkan pada tahun 2013, ada 43 kasus yang terdiri dari 38 gizi kurang dan 5 gizi buruk. Artinya, telah terjadi peningkatan kasus gizi kurang sebesar 52% sedangkan jumlah kasus gizi buruk tidak berkurang.

Hal ini terlihat pula pada cakupan hasil penimbangan (N/D) yang tidak mencapai target, yaitu sebesar 78,73% pada tahun 2013 dari target 80%.

Menurut Sukiarko (2007), salah satu penyebab terjadinya peningkatan kasus gizi kurang adalah kurang berfungsinya lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat, seperti Posyandu. Kesalahan yang terjadi merupakan pertanda keterampilan kader yang kurang sehingga dapat menyebabkan interpretasi status gizi yang salah dan berakibat pula pada kesalahan dalam pengambilan keputusan dalam penanganan masalah gizi. Peran kegiatan ini dalam mencegah buruknya keadaan gizi dapat juga dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader dalam melaksanakan tugasnya di Posyandu.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu bagaimana gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang tahun 2014.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan keterampilan kader tersebut dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Lokasi

penelitian ini adalah pada 31 Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang yang dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2014. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kader posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang, yaitu sebanyak 155 orang. Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus Slovin dengan perhitungan sebagai berikut:

n =

n =

n = 60,7

Keterangan :

N : besar populasi yang diketahui n : besar sampel

e : tingkat kesalahan yang dapat ditolerir (10%)

Setiap Posyandu diambil 2 orang kader sebagai sampel sehingga besar sampel digenapkan menjadi 62 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara pusposif dimana kader yang dipilih adalah mereka yang bertugas pada kegiatan penimbangan dan pengisian KMS.

Data primer tentang pengetahuan kader diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, sedangkan keterampilan kader diperoleh dengan menggunakan lembar observasi terhadap kegiatan kader dalam malaksankan pemantauan pertumbuhan bayi dan balita.

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh, maka pengetahuan kader dikategorikan sebagai berikut (Arikunto, 2009):

Baik, jika skor>66,6% atau >10 poin.

Cukup, jika skor 33,3%-66,6% atau 5–

10 poin.

Kurang, jika skor <33,3% atau <5 poin.

Keterampilan kader dikategorikan sebagai berikut (DepKes RI, 2003 dalam Hamariyana, 2011):

Terampil, jika skor ≥ 80% atau ≥ 12 poin.

Kurang terampil, jika skor <80% atau

<12 poin.

(3)

3 Gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita dianalisis dengan menggunakan distribusi frekuensi. Sedangkan hubungan pengetahuan dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita dianalisis dengan uji Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95% (p<0,05).

Hasil dan Pembahasan

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Kader Posyandu

No. Karakteristik n %

1 Umur:

15-22 tahun 23-30 tahun 31-38 tahun 39-46 tahun 47-54 tahun 55-62 tahun

>62 tahun

4 9 14 16 12 5 2

6,5 14,5 22,6 25,8 19,4 8,1 3,2 Total 62 100, 0 2 Pendidikan Terakhir:

1. SD 2. SMP 3. SMA

4. Akademi/Diploma 5. Perguruan Tinggi

3 11 44 2 2

4,8 17,7 71,0 3,2 3,2

Total 62 100,0

3 Pekerjaan:

1. Ibu Rumah Tangga 2. Karyawan Swasta 3. Pedagang 4. Lain-lain

52 2 6 2

83,9 3,2 9,7 3,2

Total 62 100,0

4 Lama Menjadi Kader:

1. <5 Tahun 2. 5-10 Tahun 3. >10 Tahun

36 8 18

58,1 12,9 29,0

Total 62 100,0

Berdasarkan Tabel 1 diketahui umur kader paling banyak berkisar antara 39-46 tahun.

Ada sebanyak 44 orang (71,0%) yang pendidikannya setingkat SMA sedangkan 52 orang (83,9%) merupakan ibu rumah tangga atau tidak bekerja. Menurut Saifullah (2011) seorang kader posyandu sebaiknya tidak mempunyai pekerjaan tetap sehingga tersedia waktu luang untuk menjalankan peran mereka sebagai kader. Ada sebanyak

36 orang (58,1%) yang masa kerjanya kurang dari lima tahun.

Tabel 2. Distribusi Pengetahuan Kader dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita

No Pengetahuan n %

1 Baik 50 80,6

2 Cukup 11 17,7

3 Kurang 1 1,6

Jumlah 62 100,0

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa lebih dari setengah kader di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang memiliki pengetahuan yang baik tentang tugasnya di Posyandu, yaitu sebanyak 50 orang (80,6%).

Sebagian besar kader sudah mengetahui tugas mereka dalam kegiatan penimbangan namun agak kurang pada kegiatan pengisian KMS. Kebanyakan kader kurang memahami prosedur pengisian KMS yang benar sehingga kolom informasi di KMS tidak diisi dengan lengkap, misalnya status pertumbuhan. Pengetahuan kader yang kurang mengenai tata cara pengisian KMS juga didukung oleh penelitian Mashudi dan Rossita (2011) yang menyebutkan bahwa hanya 6,25% kader yang pengetahuannya baik dalam penggunaan KMS. Sedangkan Hamariyana (2011) menyebutkan bahwa 48,6% tingkat pengetahuan kader sudah baik tentang penilaian kurva pertumbuhan balita.

Munfarida (2012) juga menyebutkan bahwa 79,5% kader di wilayah kerja Puskesmas Jagir telah memiliki pengetahuan yang baik.

Selain itu, faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan adalah umur, pendidikan, lama menjadi kader, keaktifan, pelatihan dan pembinaan.

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa

sebagian besar dari kader tersebut termasuk

pada kategori usia produktif bekerja dan

pengetahuannya relatif baik, yaitu sebesar

82,1% dari 56 orang. Artinya pengetahuan

kader yang termasuk pada usia produktif

bekerja lebih baik daripada kader yang

merupakan termasuk pada usia tidak

(4)

4 produktif bekerja. Hal ini sesuai dengan penelitian Sukiarko (2007) yang menyebutkan bahwa umur tidak berepengaruh terhadap keterampilan kader dalam melaksanakan tugasnya.

Tabel 3. Distribusi Pengetahuan Kader Tentang Tugasnya Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita Berdasarkan Umur Kader

Umur Kader

Pengetahuan Kader

Jumlah Baik Kurang

Baik

n % n % N %

Usia Produktif

(15-55 tahun)

46 82,1 10 17,9 56 100,0 Usia Tidak

Produktif (>55 tahun)

4 66,7 2 33,3 6 100,0

Untuk keperluan analisis kategori pendidikan dibagi menjadi dua, yaitu tinggi jika kader tersebut tamat SMA, Akademi, atau Perguruan Tinggi dan rendah jika kader tersebut tamat SD atau SMP.

Tabel 4. Distribusi Pengetahuan Kader Tentang Tugasnya Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita Berdasarkan Pendidikan Kader

Pendidikan Kader

Pengetahuan Kader

Jumlah Baik Kurang

Baik

n % n % N %

Tinggi 42 87,5 6 12,5 48 100,0 Rendah 8 57,1 6 42,9 14 100,0

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa 48 orang merupakan kader yang berpendidikan tinggi dan 87,5% dari mereka memiliki pengetahuan yang baik tentang tugasnya.

Saifullah (2011) menyebutkan bahwa kader yang memiliki pendidikan menengah (SMA) lebih cepat mengerti, memahami kegiatan serta mampu melaksanakan pencatatan prosedur kegiatan penimbangan balita yang telah ditetapkan dibandingkan dengan yang memiliki pendidikan dasar.

Tabel 5. Distribusi Pengetahuan Kader Tentang Tugasnya Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita Berdasarkan Lama Menjadi Kader

Lama Menjadi

Kader

Pengetahuan Kader

Jumlah Baik Kurang

Baik

n % n % N %

Baru

(<5tahun) 29 80,5 7 19,5 36 100,0 Lama(≥5

tahun) 21 80,8 5 19,2 26 100,0

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa frekuensi pengetahuan kader lama dengan kader baru tidak terlalu berbeda. Adapun kader lama yang pengetahuannya baik adalah sebesar 80,8% dari 26 orang.

Artinya, tidak semua kader yang telah lama bertugas penegtahuannya baik jika tidak ada penyegaran informasi melalui pelatihan- pelatihan yang diadakan oleh Puskesmas.

Tabel 6. Distribusi Keterampilan Kader dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita

No Keterampilan n %

1 Terampil 21 33,9

2 Kurang Terampil 41 66,1

Jumlah 62 100,0

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa

keterampilan kader dalam kegiatan

pemantauan pertumbuhan bayi dan balita

lebih banyak termasuk pada kategori kurang

terampil, yaitu sebesar 66,1% yang

menunjukkan bahwa kegiatan pemantauan

pertumbuhan bayi dan balita di wilayah

kerja Puskesmas Desa Lalang belum

terlaksana dengan optimal. Sebagian kader

kurang terampil pada kegiatan penimbangan

dan penyuluhan, misalnya dalam

menggunakan dacin saat penimbangan,

kader juga tidak mengusahakan anak

ditimbang dengan pakaian yang seminimal

mungkin. Menurut Aliyatun (2014),

kesalahan menimbang anak biasanya juga

(5)

5 disebabkan oleh pemasangan dacin yang salah dimana batang dacin tidak diatur agar seimbang setelah meletakkan sarung penimbang, akibatnya berat anak berlebih dari yang seharusnya.

Sedangkan untuk pengisian KMS masih banyak kader yang ragu karena kurang mengetahui prosedurnya. Kekurangan dalam pengisian KMS yang banyak terjadi adalah tidak adanya penilaian status pertumbuhan bayi dan balita di KMS sehingga ibu bayi dan balita tidak mendapatkan informasi tentang keadaan pertumbuhan anaknya serta kebanyakan kader tidak menghubungkan grafik berat badan sehingga pertumbuhan tidak dapat dideskripsikan dengan jelas.

Peneliti juga memperoleh informasi bahwa hampir seluruh posyandu tidak melakukan pembagian tugas diantara kader sehingga kader tetap melakukan tugas yang sama dalam setiap kegiatan posyandu. Hal ini dapat mengakibatkan kejenuhan akibat tugas yang monoton. Oleh karena itu, diharapkan kebijakan dari ketua posyandu ataupun pihak terkait untuk memperhatikan pembagian tugas tersebut agar setiap kader dapat terampil dalam mengejakan setiap tugas yang ada di posyandu. Menurut Munfarida (2012), sebanyak 67,5% kader masih termasuk pada kategori kurang terampil. Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan kader tersebut adalah paritas, pendidikan, pekerjaan, lama menjadi kader, tugas di Posyandu, keaktifan, pelatihan dan pembinaan. Berdasrakan penelitian Irma (2013), terdapat 54,1% kader yang tidak terampil di Puskesmas Hamparan Perak.

Sedangkan faktor yang paling mempengaruhi keterampilan kader dalam melaksanakan tugas adalah pengetahuannya sehingga diperlukan pelatihan dan pembinaan yang berkesinambungan agar keterampilan kader menjadi baik dan kinerja posyandu juga meningkat.

Tabel 7. Distribusi Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita Berdasarkan Umur Kader

Umur Kader

Keterampilan Kader

Jumlah Terampil

(≥80%)

Kurang Terampil

(<80%)

n % n % N %

Usia Produktif

(15-55 tahun)

19 33,9 37 66,1 56 100,0 Usia Tidak

Produktif (>55 tahun)

2 33,3 4 66,7 6 100,0

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa sebanyak 66,1% dari 56 kader kurang terampil dalam melaksanakan tugasnya.

Namun jumlah kader yang kurang terampil pada usia tidak produktif bekerja lebih banyak, yaitu sebesar 66,7% dari 6 orang kader. Artinya keterampilan kader yang termasuk pada usia produktif bekerja lebih baik daripada kader yang termasuk usia tidak produktif bekerja.

Tabel 8. Distribusi Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita Berdasarkan Pendidikan Kader

Pendidikan Kader

Keterampilan Kader

Jumlah Terampil

(≥80%)

Kurang Terampil

(<80%)

n % n % N %

Tinggi 19 33,9 37 66,1 56 100,0 Rendah 2 33,3 4 66,7 6 100,0

Untuk keperluan analisis kategori

pendidikan dibagi menjadi dua, yaitu tinggi

jika kader tersebut tamat SMA, Akademi,

atau Perguruan Tinggi dan rendah jika kader

tersebut tamat SD atau SMP. Berdasarkan

Tabel 8 diketahui bahwa hanya 37,5% dari

48 orang yang berpendidikan tinggi dan

terampil dalam melaksanakan pemantauan

pertumbuhan bayi dan balita. Artinya kader

yang berpendidikan tinggi lebih cenderung

(6)

6 pengetahuannya baik namun mereka tidak selalu merupakan kader yang terampil dan kebanyakan mereka tidak menerapkan pengetahuannya kedalam tindakan saat melaksanakan tugas di Posyandu sehingga mereka termasuk pada kategori kurang terampil.

Tabel 9. Distribusi Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita Berdasarkan Lama MenjadiKader

Lama Menjadi

Kader

Keterampilan Kader

Jumlah Terampil

(≥80%)

Kurang Terampil

(<80%)

n % n % N %

Baru

(<5tahun) 19 33,9 37 66,1 56 100,0 Lama(≥5

tahun) 2 33,3 4 66,7 6 100,0

Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa 75,0%

dari 36 orang kader baru merupakan kader yang kurang terampil. Sedangkan kader lama ada 46,1% dari 26 orang yang terampil dalam melaksanakan pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di Posyandu.

Artinya, kader lama lebih terampil daripada kader baru. Oleh karena itu, pelatihan dengan metode praktek dapat menjadi pilihan sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan kader yang masih baru.

Pelaksanaan kegiatan pemantauan pertumbuhan bayi dan balita membutuhkan kemampuan dan keterampilan yang baik dari tenaga kesehatan, termasuk juga kader Posyandu. Adapun sumber utama dari suatu keterampilan kader adalah pengetahuan tentang metode dalam melaksanakan tugas disamping pengalaman kader tersebut. Hal ini juga ditegaskan dalam penelitian Irma (2013) bahwa pengetahuan merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap keterampilan kader dalam melaksanakan kegiatan Posyandu. Menurutnya, kader yang berpengetahuan kurang mempunyai kemungkinan 10 kali lebih besar untuk tidak

terampil dibanding dengan kader yang memiliki pengetahuan baik.

Tabel 10. Hubungan Pengetahuan dengan Keterampilan Kader dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi dan Balita

Pengetahuan Kader

Keterampilan Kader

Jumlah Terampil Kurang

Terampil

n % n % N %

Baik 20 40,0 30 60,0 50 100 Kurang 1 8,3 11 91,7 12 100

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kader yang pengetahuannya baik cenderung lebih terampil dibandingkan dengan kader yang pengetahuannya kurang.

Namun tidak berarti bahwa semua kader yang berpengetahuan baik selalu merupakan kader yang terampil. Pengetahuan yang baik tidak menjamin seseorang akan menerapkannya dalam tindakan dan membuatnya terampil dalam melaksanakan tugas mereka sehingga diperlukan pelatihan yang lebih mengutamakan praktek daripada hanya dengan metode ceramah saja dari pihak Puskesmas.

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan

nilai p=0,046. Nilai p yang kecil dari 0,05

menunjukkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan

keterampilan kader dalam pemantauan

pertumbuhan bayi dan balita. Hal ini sesuai

dengan hasil-hasil penelitian terdahulu yang

menyebutkan bahwa pengetahuan

berhubungan dengan keterampilan. Hasil

penelitian Fitrianingrum pada tahun 2010

menyebutkan bahwa terdapat hubungan

antara pengetahuan dengan keterampilan

kader dalam pemantauan pertumbuhan balita

walaupun banyaknya kader yang memiliki

pengetahuan baik mencapai 77,1%,

sedangkan kader yang terampil hanya

22,9%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak

semua kader menerapkan pengetahuannya

kedalam tindakan sehingga menyebabkan

mereka menjadi tidak terampil.

(7)

7 Hamariyana (2011) juga menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan keterampilan kader dalam menilai kurva pertumbuhan balita. Kader yang memiliki pengetahuan yang baik ada sebanyak 48,6 % sedangkan kader yang terampil dalam menilai kurva pertumbuhan balita adalah sebesar 25,7%.

Selain itu, Rosphita (2007) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan kader dalam menginterpretasikan hasil penimbangan dan menggambar grafik pertumbuhan anak.

Tingkat pengetahuan individu berpengaruh terhadap keadaan yang ikut serta dalam suatu kegiatan dan mempunyai dampak terhadap perilaku. Namun apabila dianalisis lebih jauh proses terbentuknya suatu tindakan tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan. Jadi, pengetahuan saja belum cukup untuk merubah perilaku seseorang karena perubahan perilaku merupakan proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang panjang. Oleh karena itu, pelatihan yang rutin dan berkesinambungan dapat membantu kader untuk tetap mengaplikasikan pengetahuannya dalam tindakan sehingga dalam waktu tertentu dapat menjadikannya terampil dalam melaksanakan pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di Posyandu.

Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan

Sebagian besar kader memiliki pengetahuan yang baik tentang tugasnya dalam melaksanakan pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di Posyandu, yaitu sebesar 80,6%. Namun masih ada 19,4% kader yang pengetahuannya kurang baik terutama dalam hal melakukan penilaian terhadap pertumbuhan yang dapat menimbulkan kesalahan dalam menginterpretasikan status gizi bayi dan balita tersebut.

Keterampilan kader masih banyak yang berada pada kategori kurang terampil, yaitu sebesar 66,1%, terutama dalam penggunaan dacin. Lebih dari setengah kader tidak menyeimbangkan dacin sebelum melakukan penimbangan sehingga berat badan anak berlebih dari berat yang seharusnya.

Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita. Artinya, ada kecenderungan bahwa kader yang pengetahuannya baik lebih terampil daripada keder yang pengetahuannya kurang dalam melaksanakan pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di Posyandu.

2. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah agar pihak Puskesmas diharapkan lebih mengutamakan pelatihan dengan metode praktek daripada metode ceramah, seperti tahapan penimbangan balita dengan dacin, mengisi dan membaca KMS, penyuluhan gizi menggunakan pesan yang ada di KMS.

Selain itu, kader diharapkan dapat mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh pihak Puskesmas dan menerapkan informasi yang didapatkan tersebut dalam tindakan saat melaksanakan tugas di Posyandu.

Daftar Pustaka

Aliyatun, S. 2014. Makalah tentang pertumbuhan balita. Dinas Kesehatan Kota Semarang

Arikunto, S. 2009. Manajemen Penelitian.

(Ed. Rev.) Cet. XI. Jakarta: Rineka Cipta

Dinas Kesehatan Kota Medan. Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2012.

Medan: Dinkes Kota Medan

Fitrianingrum, H.Y. 2010. Hubungan

Tingkat Keaktifan Kader dan Tingkat

Pengetahuan Kader dengan

Ketrampilan Pemantauan

(8)

8 Pertumbuhan Balita di Desa Suwawal Timur Kecamatan Pakis Aji Kabupaten Jepara. Semarang:

Fakultas Ilmu Keperawatan dan

Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Semarang

Hamariyana. 2011. Hubungan Pengetahuan dan Lama Kerja dengan Keterampilan Kader dalam Menilai Kurva Pertumbuhan Balita di Posyandu Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Candisari Kota Semarang. Jurnal Gizi Unimus vol 2, No 1. Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang

Irma, J. 2013. Pengaruh Karakteristik dan Pembinaan Kader dalam Pelaksanaan Kegiatan Posyandu Terhadap Keterampilan Kader di Wilayah Kerja Puskesmas Hamparan Perak tahun 2013. Tesis.

Medan: Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

2010. Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita. Jakarta:

Kemenkes RI

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

2011. Buku Panduan Kader Posyandu Dalam Menuju Keluarga Sadar Gizi. Jakarta: Kemenkes RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

2013. Riset Kesehatan Dasar

Mashudi, S. dan Rossita, M.D. 2011.

Pengetahuan kader posyandu tentang Kartu Menuju Sehat (KMS) Baru. Jurnal. Ponorogo: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Muhammad, P. 2011. Tingkat pengetahuan kader tentang penanggulangan balita dengan gizi di Kecamatan

Klangenan Kabupaten Cirebon.

Skripsi [Abstrak]. Bandung:

Universitas Padjajaran

Munfarida, S. 2012. Faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan kader posyandu. Skripsi [Abstrak].

Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Puskesmas Desa Lalang. Profil Puskesmas

Desa Lalang Tahun 2013. Medan Rosphita, A. 2007. Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Keterampilan Kader dalam Menginterpretasikan Hasil Penimbangan (N dan T) dalam KMS di Puskesmas Baumata Kabupaten Kupang. Skripsi [Abstrak]. Yogyakarta: Program Studi S-1 Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Saifullah. 2011. Pengaruh karakteristik kader posyandu terhadap penimbangan balita di Kecamatn Kembang Tanjung Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Tesis. Medan:

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Sukiarko, E. 2007. Pengaruh Pelatihan dengan Metode Belajar Berdasarkan Masalah Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Kader Gizi Dalam Kegiatan Posyandu. Tesis.

Semarang: Program Pascasarjana

Universitas Diponegoro Semarang

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini pada perhitungan jumlah karyawan sesuai dengan keputusan menteri pendayagunaan apatur negara tersebut adalah pendekatan beban

Kesimpulan, keputusan pilihan raya ke-12 di kawasan majoriti Melayu yang diberi kepada komponen BN iaitu Batu Caves, Ijok dan menunjukkan mereka masih menyokong orang Melayu

Disarankan kepada masyarakat muslimin supaya tetap mencatatkan setiap perkawinan yang berlangsung agar perkawinan tersebut melahirkan akibat hukum sesuai

Karena omset yang sampai Milyaran, pesantren Mukmin Mandiri mampu membeli komplek rumah di sebelah gedung Pesantren dengan harhga senilai 1,6 M yang akan di gunakan untuk gedung

Prosedur analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Sugiyono, 2009: 246). Indikator

dengan T adalah fungsi jarak dari suatu titik terhadap titik awal (starting vertex) , dimana nilai T pada titik awal sama dengan 0 dan F adalah fungsi kecepatan

Menurut Suyadi (2013:9) cinta tanah air merupakan sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekonomi,

Hambahatan yang ditemukan ada 2 (dua), yaitu: Pertama, hambatan internal: (1) sering terjadi perbedaan antara DPRD dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat