PENGARUH SUHU VULKANISASI PADA PEMBUATAN
PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI
TEPUNG KULIT SINGKONG TERMODIFIKASI
PENYERASI ALKANOLAMIDA
SKRIPSI
Oleh
KELVIN HADINATAN
110405032
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
PENGARUH SUHU VULKANISASI PADA PEMBUATAN
PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI
TEPUNG KULIT SINGKONG TERMODIFIKASI
PENYERASI ALKANOLAMIDA
SKRIPSI
Oleh
KELVIN HADINATAN
110405032
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
PERNYATAAN
KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :
PENGARUH
SIIIU
VULKAMSASI PADA PEMBUATAII PRODUKFILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI TEPUNG
KULIT
SINGKONG TERMOI}IFIKASI PENYERASI ALKANOLAMIDA
yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada
Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi
ini
adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkansebelumnya.
Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya
ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Medan, 20 April2015
Kglvin Hadinatan
iii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan
Skrip i engan ju u “Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida” ber a arkan ha i pene itian yang penu i akukan i
Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada dunia industri tentang pemanfaatan limbah kulit singkong yang dapat diolah lebih lanjut sehingga didapat selulosa yang memiliki potensi untuk dijadikan pengisi dalam pembuatan produk film lateks karet alam. Beberapa data dari skripsi ini telah diterima untuk dipresentasikan pada :
1. 2nd International Conference on Advanced Materials Science and Technology (ICAMST) di Solo, Indonesia pada tanggal 16-17 September 2014 dengan judul “EFFECT OF AGING ON MECHANICAL PROPERTIES OF
NATURAL RUBBER LATEX PRODUCTS FILLED WITH
ALKANOLAMIDE-MODIFIED CASSAVA PEEL WASTE POWDER (CPWP)”.
2. 27th Symposium of Malaysian Chemical Engineers (SOMChE 2014) & 21st Regional Symposium on Chemical Engineering (RSCE 2014) di Selangor, Malaysia pada tanggal 29-30 Oktober 2014 engan ju u “THE EFFECT OF DRYING TEMPERATURE ON MECHANICAL PROPERTIES OF NATURAL RUBBER LATEX PRODUCTS FILLED WITH CASSAVA
PEEL WASTE POWDER MODIFIED ALKANOLAMIDE”.
3. International Conference on Sensors, Materials and Manufacturing (ICSMM 2015) di Ho Chi Minh, Vietnam pada tanggal 6-7 Februari 2015 dengan judul
“INFLUENCE OF MODIFIED CASSAVA PEEL WASTE (CPW)
iv
Sedangkan karya ilmiah yang telah diterima untuk terbit pada Journal of Procedia Engineering Elsevier engan ju u “THE EFFECT OF DRYING TEMPERATURE ON MECHANICAL PROPERTIES OF NATURAL RUBBER LATEX PRODUCTS FILLED WITH CASSAVA PEEL WASTE POWDER
MODIFIED ALKANOLAMIDE”.
Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc selaku Dosen Pembimbing atas kesabarannya dalam membimbing penulis pada penyusunan dan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Ir. Renita Manurung, M.T selaku Koordinator Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Halimatuddahliana, ST, M.Sc selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Maulida, ST, M.Sc selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
6. Adrian Hartanto, selaku partner penelitian penulis.
7. Bapak Saharman Gea, Ph.D, yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Bapak Dr. Mimpin Ginting, M.Si dan Bapak Ir. Indra Surya, M.Sc yang telah memberikan bantuan dan arahan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini. 9. Bang Elmer Surya, ST yang selalu mendukung dan memotivasi penulis dalam
penyelesaian kegiatan penelitian ini.
10. Rekan-rekan Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah membagikan informasi kepada penulis.
v
12. Abang dan kakak senior, teman-teman stambuk 2011, dan adik-adik stambuk 2012 hingga 2014 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, 6 April 2015 Penulis
vi
DEDIKASI
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
Bapak & Ibu tercinta
Bapak Tan Sun Ho dan Ibu Pho Lian
Mereka adalah orang tua hebat yang telah membesarkan dan
mendidikku dengan penuh kasih sayang.
Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan do’a yang tiada hentinya
vii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Kelvin Hadinatan NIM : 110405032
Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 3 Desember 1993 Nama orang tua : Tan Sun Ho
Alamat orang tua :
Jalan M.H.Thamrin No. 71 D Medan, 20211 Asal Sekolah :
SD Swasta Budi Murni 3 Medan, tahun 1996-2005 SMP Swasta Methodist 2 Medan, tahun 2005-2008 SMA Swasta Methodist 2 Medan, tahun 2008-2011 Pengalaman Organisasi/Kerja :
1. Asisten Laboratorium Ilmu Teknik Kimia I tahun 2014-2015 modul Adjustable Bed Flow Channel, Kolom Absorpsi Gas dan Tray Dryer. Artikel yang telah dipublikasi dalam Jurnal/Pertemuan Ilmiah :
1. Journal of Procedia Engineering Elsevier.
2. 2nd International Conference on Advanced Materials Science and Technology (ICAMST) di Solo, Indonesia pada tanggal 16-17 September 2014.
3. 27th Symposium of Malaysian Chemical Engineers (SOMChE 2014) & 21st Regional Symposium on Chemical Engineering (RSCE 2014) di Selangor, Malaysia pada tanggal 29-30 Oktober 2014.
4. International Conference on Sensors, Materials and Manufacturing (ICSMM 2015) di Ho Chi Minh, Vietnam pada tanggal 6-7 Februari 2015. Prestasi akademik/non akademik yang pernah dicapai :
viii
ABSTRAK
Kulit singkong merupakan limbah industri yang mengandung selulosa dan berpotensi menjadi bahan pengisi dalam produk film lateks karet alam. Kajian tentang pengaruh suhu vulkanisasi dan penyerasi alkanolamida pada pembuatan produk film lateks karet alam telah dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan suhu vulkanisasi dan komposisi penyerasi alkanolamida yang optimum dalam menghasilkan densitas sambung silang dan sifat mekanik seperti kekuatan tarik, pemanjangan saat putus, dan modulus tarik yang terbaik. Pembuatan produk film lateks karet alam dilakukan dengan teknik pencelupan berkoagulan. Lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dan alkanolamida sebanyak 0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 dan 2,5% berat. Pembuatan produk lateks karet alam dimulai dengan proses pra-vulkanisasi pada suhu 70°C dan diikuti dengan proses pra-vulkanisasi pada suhu 100°C dan 120°C selama 20 menit. Dari hasil karakterisasi FTIR diperoleh bahwa alkanolamida sebagai bahan penyerasi memiliki gugus polar yang mampu memodifikasi pengisi tepung kulit singkong dan gugus non polar yang mampu memodifikasi matriks lateks karet alam. Hasil pengujian sifat-sifat mekanik menunjukkan bahwa suhu vulkanisasi yang lebih tinggi akan meningkatkan terjadinya reaksi sambung silang yang ditunjukkan dengan meningkatnya sifat mekanik produk lateks karet alam pada suhu vulkanisasi 120°C dibandingkan dengan 100°C. Alkanolamida merupakan senyawa yang dapat bertindak sebagai agen vulkanisasi dalam produk lateks karet alam yang dibuktikan dengan meningkatnya nilai densitas sambung silang hingga penambahan 1% senyawa alkanolamida. Hasil uji mekanik selanjutnya didukung oleh analisa scanning electron microscopy (SEM)
yang menunjukkan adanya permukaan patahan yang mulus dan efek sobekan matriks pada produk lateks karet alam dengan penambahan 1% senyawa alkanolamida.
ix
ABSTRACT
Cassava peel is a waste by-product that contains cellulose which was potential to be used as fillers in natural rubber latex products. The study on the effect of drying temperature and alkanolamide compositon on the mechanical properties of natural rubber latex products was done in order to obtain the optimum drying temperature and alkanolamide composition in producing crosslink density and mechanical properties such as tensile strength, elongation at break, and tensile modulus. Natural rubber latex was produced by using coagulant dipping method. Natural rubber latex was filled with cassava peel waste powder and alkanolamide with composition 0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5% wt. The manufacture of natural rubber latex products was started by pre-vulcanization process at 70°C and followed with vulcanization process at 100°C and 120°C for 20 minutes. The result of FTIR characterization showed that alkanolamide as compatibilizer has polar group which can modified cassava peel waste and non-polar group which can modified the natural rubber latex. The results of mechanical properties showed that higher drying temperature will improved the crosslink reaction which was shown from the mechanical properties at 120°C were higher than the mechanical properties at 100°C. Meanwhile, alkanolamide was a substance that can be used as co-curing agent in natural rubber latex which was proven from the improvement of crosslink density until the addition of 1% alkanolamide. The results of mechanical properties were supported by Scanning Electron Microscopy which showed smooth surface and some matrix tearing on the morphology of natural rubber latex products with the addition of 1% alkanolamide.
x
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN UNTUK UJIAN SKRIPSI ii
PRAKATA iii
DEDIKASI vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR TABEL xviii
DAFTAR LAMPIRAN xx
DAFTAR SINGKATAN xxii
DAFTAR ISTILAH / SIMBOL xxiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 3
1.3 TUJUAN PENELITIAN 3
1.4 MANFAAT PENELITIAN 4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 LATEKS KARET ALAM 6
2.2 PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM 7
2.2.1 Bahan Vulkanisasi (Vulcanizing Agent) 8
2.2.2 Bahan Pencepat Reaksi (Accelerator) 9
2.2.3 Bahan Pengaktif (Activator) 10
2.2.4 Bahan Penstabil (Stabilizer) 11
2.2.5 Bahan Antioksidan (Antioxidant) 11
xi
2.2.7 Bahan Penyerasi (Compatibilizer) 12
2.3 PENELITIAN TERDAHULU 13
2.4 KULIT SINGKONG 13
2.5 ALKANOLAMIDA 15
2.6 PROSES PENCELUPAN 18
2.7 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI 19
2.6.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 19
2.6.2 Uji Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) 20
2.6.3 Karakterisasi Fourier-Transform Infra-Red (FTIR) 21
2.6.4 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM) 22
2.8 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK LATEKS KARET
ALAM
22
2.9 ANALISA EKONOMI 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 26
3.1 LOKASI PENELITIAN 26
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 26
3.2.1 Bahan 26
3.2.1.1 Bahan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Bahan
Penyerasi Alkanolamida
26
3.2.1.2 Bahan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Tepung
Kulit Singkong
27
3.2.1.3 Bahan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Senyawa
Lateks Karet Alam
27
3.2.2 Peralatan 28
3.2.2.1 Peralatan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Bahan
Penyerasi Alkanolamida
28
3.2.2.2 Peralatan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Tepung
Kulit Singkong
28
3.2.2.3 Peralatan Yang Digunakan Untuk Pembuatan
Senyawa Lateks Karet Alam
29
3.3 FORMULASI BAHAN 29
xii
3.3.2 Formulasi Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida 29
3.4 PROSEDUR PENELITIAN 30
3.4.1 Prosedur Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 30
3.4.2 Prosedur Pembuatan Tepung Kulit Singkong 31
3.4.3 Prosedur Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
31
3.4.4 Prosedur Analisa Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
31
3.4.5 Prosedur Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) Dari Lateks Karet Alam
32
3.4.6 Prosedur Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam 32
3.4.6.1 Prosedur Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam 32
3.4.6.2 Prosedur Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam
Pra-Vulkanisasi
33
3.4.6.3 Prosedur Vulkanisasi dan Pembuatan Film Lateks
Karet Alam
33
3.5 FLOWCHART PERCOBAAN 34
3.5.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 34
3.5.2 Flowchart Pembuatan Tepung Kulit Singkong 36
3.5.3 Flowchart Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
37
3.5.4 Flowchart Analisa Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
38
3.5.5 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) Dari Lateks Karet Alam
39
3.5.6 Flowchart Pra-Vulkanisasi Senyawa Lateks Karet Alam 40 3.5.7 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-
Vulkanisasi
41
3.5.8 Flowchart Vulkanisasi dan Pembuatan Film Lateks Karet Alam 42
3.6 PENGUJIAN PRODUK LATEKS KARET ALAM 43
3.6.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Dengan ASTM D412 43
xiii ASTM D471
3.6.3 Karakterisasi Fourier-Transform Infra-Red (FTIR) 44
3.6.4 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM) 45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 46
4.1 KARAKTERISTIK FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED)
BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA
46
4.2 KARAKTERISTIK FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED)
TEPUNG KULIT SINGKONG
47
4.3 KARAKTERISTIK FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED)
DISPERSI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN
ALKANOLAMIDA
49
4.4 PENGARUH SUHU VULKANISASI DAN PENAMBAHAN
ALKANOLAMIDA PADA PENGISI TEPUNG KULIT
SINGKONG TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIK PRODUK LATEKS KARET ALAM
51
4.4.1 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) Produk Lateks Karet
Alam
51
4.4.2 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Produk Lateks Karet Alam
53
4.4.3 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) Produk Lateks Karet Alam
54
4.4.4 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Modulus Tarik (Tensile Modulus) Produk Lateks Karet Alam
55
4.5 KARAKTERISTIK SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPE)
PENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG
60
4.6 KARAKTERISTIK SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPE)
PATAHAN PRODUK LATEKS KARET ALAM DENGAN DAN
xiv
TANPA PENAMBAHAN PENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN PENYERASI ALKANOLAMIDA
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 63
5.1 KESIMPULAN 63
5.2 SARAN 64
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Umum Lateks cis-1,4-poliisoprena 6
Gambar 2.2 Reaksi Vulkanisasi Secara Konvensional Menggunakan Belerang
9
Gambar 2.3 Pengaruh Bahan Pengaktif dan Pencepat Terhadap Kekuatan Tarik Film Lateks Karet Alam Dengan Vulkanisasi Sulfur Pada Suhu 93 °C
10
Gambar 2.4 Pola Penambahan Surfaktan Dalam Matriks Polimer 15 Gambar 2.5 Molekul Polar dan Non-polar Senyawa Alkanolamida 16 Gambar 2.6 Reaksi Amidasi Trigliserida dengan Dietanolamina
Membentuk Alkanolamida
18
Gambar 2.7 Berbagai Macam Produk Lateks Karet Alam 23
Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 34
Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Tepung Kulit Singkong 36
Gambar 3.3 Flowchart Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
37
Gambar 3.4 Flowchart Analisa Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
38
Gambar 3.5 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) dari Lateks Karet Alam
39
Gambar 3.6 Flowchart Pra-vulkanisasi Lateks Karet Alam 40
Gambar 3.7 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi
41
Gambar 3.8 Flowchart Vulkanisasi dan Pembuatan Film Lateks Karet Alam
42
Gambar 3.9 Sketsa Spesimen Uji Tarik ASTM D 412 43
Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Bahan Penyerasi Alkanolamida 46
Gambar 4.2 Karakteristik FTIR Tepung Kulit Singkong 48
xvi Alkanolamida
Gambar 4.4 Reaksi Antara Alkanolamida Dengan Selulosa Kulit Singkong
50
Gambar 4.5 Reaksi Antara Surfaktan HTAB dengan Selulosa Anyam 50 Gambar 4.6 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan
Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)
Produk Lateks Karet Alam
51
Gambar 4.7 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Produk
Lateks Karet Alam
53
Gambar 4.8 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break)
Produk Lateks Karet Alam
54
Gambar 4.9 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Modulus Tarik (Tensile Modulus) Produk
Lateks Karet Alam
55
Gambar 4.10 Karakteristik FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan dan Tanpa Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Penyerasi Alkanolamida
57
Gambar 4.11 Kemungkinan Reaksi Antara Lateks Karet Alam Dengan Pengisi Selulosa Kulit Singkong dan Bahan Kuratif
58
Gambar 4.12 Kemungkinan Reaksi Antara Lateks Karet Alam Dengan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Penyerasi Alkanolamida
59
Gambar 4.13 Analisa SEM Tepung Kulit Singkong (a) Perbesaran 1000x (b) Perbesaran 2000x
60
xvii
Gambar C.2 Proses Ekstraksi Bahan Penyerasi Alkanolamida 76
Gambar C.3 Bahan Penyerasi Alkanolamida 77
Gambar C.4 Tepung Kulit Singkong Dengan Ukuran 100 Mesh 77 Gambar C.5 Proses Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan
Alkanolamida
77
Gambar C.6 Larutan Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
78
Gambar C.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam 78
Gambar C.8 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam 78 Gambar C.9 Proses Uji Kloroform Produk Lateks Karet Alam 79 Gambar C.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks Karet
Alam
79
Gambar C.11 Wadah Pencelupan Produk Lateks Karet Alam 79
Gambar C.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam 80
Gambar C.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam 80
Gambar C.14 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong dan Bahan Penyerasi Alkanolamida
80
Gambar D.1 Hasil FTIR Alkanolamida 81
Gambar D.2 Hasil FTIR Tepung Kulit Singkong 81
Gambar D.3 Hasil FTIR Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
82
Gambar D.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Tanpa Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida
82
Gambar D.5 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida
83
Gambar D.6 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Penyerasi Alkanolamida
xviii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Variabel Tetap Yang Dilakukan Dalam Penelitian 4 Tabel 1.2 Variabel Berubah Yang Dilakukan Dalam Penelitian 5 Tabel 1.3 Formulasi Larutan Dispersi Tepung Kulit Singkong dan
Alkanolamida
5
Tabel 1.4 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif 5 Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Lateks Pekat ASTM D 1076 dan ISO
2004
7
Tabel 2.2 Jumlah Produksi Umbi Singkong di Indonesia 14
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kulit Singkong Berdasarkan Bahan Kering
14
Tabel 2.4 Rincian Biaya Pembuatan Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida
24
Tabel 2.5 Perkiraan Rincian Biaya Pembuatan Produk Lateks Karet Alam
25
Tabel 3.1 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif 29 Tabel 3.2 Formulasi Dispersi Tepung Kulit Singkong dan
Alkanolamida
30
Tabel 3.3 Tingkat Pematangan Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi Melalui Tes Koagulasi-Kloroform
33
Tabel A.1 Data Hasil Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) 71
Tabel A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 71
Tabel A.3 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 100% (M100)
72
Tabel A.4 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 300% (M300)
72
Tabel A.5 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus (Elongation at
Break)
xix
Tabel B.1 Perhitungan Densitas Sambung Silang (Crosslink
Density)Produk Lateks Karet Alam
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A Data Penelitian 71
A.1 Data Hasil Densitas Sambung Silang (Crosslink
Density)
71
A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 71
A.3 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 100% (M100)
72
A.4 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 300% (M300)
72
A.5 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus (Elongation at
Break)
73
Lampiran B Contoh Perhitungan 74
B.1 Perhitungan Densitas Sambung Silang (Crosslink
Density)Produk Lateks Karet Alam
74
Lampiran C Dokumentasi Penelitian 76
C.1 Proses Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 76 C.2 Proses Ekstraksi Bahan Penyerasi Alkanolamida 76
C.3 Bahan Penyerasi Alkanolamida 77
C.4 Tepung Kulit Singkong Dengan Ukuran 100 Mesh 77 C.5 Proses Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan
Alkanolamida
77
C.6 Larutan Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
78
C.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam 78
C.8 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam 78 C.9 Proses Uji Kloroform Produk Lateks Karet Alam 79 C.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks
Karet Alam
79
xxi
C.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam 80 C.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam 80 C.14 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit
Singkong dan Bahan Penyerasi Alkanolamida
80
Lampiran D Hasil Pengujian Lab Analisis dan Instrumen 81
D.1 Hasil FTIR Alkanolamida 81
D.2 Hasil FTIR Tepung Kulit Singkong 81
D.3 Hasil FTIR Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
82
D.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Tanpa Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida
82
D.5 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida
83
D.6 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Penyerasi Alkanolamida
xxii
DAFTAR SINGKATAN
ASTM American Standard Testing Method
FTIR Fourier Transform Infra-Red
ISO International Standard Organization
LDPE Low Density Polyethylene
RBDPS Refined Bleached Deodorized Palm Stearin
xxiii
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Dimensi
Ao luas penampang awal mm2
F maks beban maksimum kgf
σ kekuatan tarik kgf/mm2
ρ massa jenis lateks karet alam tervulkanisasi gr/cm3
ρ massa jenis toluena gr/cm3
ρNRL massa jenis lateks karet alam gr/cm3
Vo toluena volume molar toluena mol.cm-3
Wd massa awal produk lateks karet alam gram
Wsol massa pelarut yang terjerap dalam produk lateks karet alam
gram
X toluena parameter interaksi toluena
viii
ABSTRAK
Kulit singkong merupakan limbah industri yang mengandung selulosa dan berpotensi menjadi bahan pengisi dalam produk film lateks karet alam. Kajian tentang pengaruh suhu vulkanisasi dan penyerasi alkanolamida pada pembuatan produk film lateks karet alam telah dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan suhu vulkanisasi dan komposisi penyerasi alkanolamida yang optimum dalam menghasilkan densitas sambung silang dan sifat mekanik seperti kekuatan tarik, pemanjangan saat putus, dan modulus tarik yang terbaik. Pembuatan produk film lateks karet alam dilakukan dengan teknik pencelupan berkoagulan. Lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dan alkanolamida sebanyak 0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 dan 2,5% berat. Pembuatan produk lateks karet alam dimulai dengan proses pra-vulkanisasi pada suhu 70°C dan diikuti dengan proses pra-vulkanisasi pada suhu 100°C dan 120°C selama 20 menit. Dari hasil karakterisasi FTIR diperoleh bahwa alkanolamida sebagai bahan penyerasi memiliki gugus polar yang mampu memodifikasi pengisi tepung kulit singkong dan gugus non polar yang mampu memodifikasi matriks lateks karet alam. Hasil pengujian sifat-sifat mekanik menunjukkan bahwa suhu vulkanisasi yang lebih tinggi akan meningkatkan terjadinya reaksi sambung silang yang ditunjukkan dengan meningkatnya sifat mekanik produk lateks karet alam pada suhu vulkanisasi 120°C dibandingkan dengan 100°C. Alkanolamida merupakan senyawa yang dapat bertindak sebagai agen vulkanisasi dalam produk lateks karet alam yang dibuktikan dengan meningkatnya nilai densitas sambung silang hingga penambahan 1% senyawa alkanolamida. Hasil uji mekanik selanjutnya didukung oleh analisa scanning electron microscopy (SEM)
yang menunjukkan adanya permukaan patahan yang mulus dan efek sobekan matriks pada produk lateks karet alam dengan penambahan 1% senyawa alkanolamida.
ix
ABSTRACT
Cassava peel is a waste by-product that contains cellulose which was potential to be used as fillers in natural rubber latex products. The study on the effect of drying temperature and alkanolamide compositon on the mechanical properties of natural rubber latex products was done in order to obtain the optimum drying temperature and alkanolamide composition in producing crosslink density and mechanical properties such as tensile strength, elongation at break, and tensile modulus. Natural rubber latex was produced by using coagulant dipping method. Natural rubber latex was filled with cassava peel waste powder and alkanolamide with composition 0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5% wt. The manufacture of natural rubber latex products was started by pre-vulcanization process at 70°C and followed with vulcanization process at 100°C and 120°C for 20 minutes. The result of FTIR characterization showed that alkanolamide as compatibilizer has polar group which can modified cassava peel waste and non-polar group which can modified the natural rubber latex. The results of mechanical properties showed that higher drying temperature will improved the crosslink reaction which was shown from the mechanical properties at 120°C were higher than the mechanical properties at 100°C. Meanwhile, alkanolamide was a substance that can be used as co-curing agent in natural rubber latex which was proven from the improvement of crosslink density until the addition of 1% alkanolamide. The results of mechanical properties were supported by Scanning Electron Microscopy which showed smooth surface and some matrix tearing on the morphology of natural rubber latex products with the addition of 1% alkanolamide.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dewasa ini, pembuatan produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi organik maupun anorganik telah menyita banyak perhatian peneliti karena menunjukkan adanya sifat dan karakteristik yang khusus dan unik pada produk lateks karet alam [1-3]. Lateks karet alam terdiri dari 93-95% cis-1,4-poliisoprena yang diperoleh dari hasil penyadapan batang pohon karet Hevea Brasiliensis. Lateks karet
alam merupakan sumber daya alam terbarukan yang memiliki kekuatan (strength)
dan pemanjangan (elongation) yang baik [4-5]. Produk-produk yang dihasilkan dari
lateks karet alam antara lain seperti sarung tangan, benang karet, balon, kateter, pembalut luka elastis, kondom, tiup stetoskop dan lain-lain [6].
Produk lateks karet alam umumnya mempunyai sifat mekanik yang lebih rendah dibandingkan dengan produk lateks karet alam yang sudah diberi tambahan seperti bahan pengisi [7]. Untuk meningkatkan sifat mekanik dari lateks karet alam perlu dilakukan kajian dengan menambahkan bahan pengisi (filler) ke dalam
formulasi lateks karet alam [8]. Penambahan bahan pengisi di dalam lateks karet alam diyakini dapat menguatkan vulkanisat produk karet, sehingga sifat-sifat mekanik seperti kekuatan tarik (tensile strength) menjadi meningkat [9].
Beberapa penelitian tentang pembuatan produk lateks karet alam umumnya menggunakan pengisi mineral anorganik seperti kalsium karbonat [10], sodium
montmorillonite [11], dan kaolin [12]. Adapun pengisi organik seperti pati singkong
[13], pati jagung [14], dan pati kentang [15] juga pernah digunakan sebagai bahan pengisi dalam produk lateks karet alam. Hasil-hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya penambahan pengisi organik maupun anorganik dalam produk lateks karet alam dapat meningkatkan kekuatan tarik (tensile strength) dan
densitas sambung silang (crosslink density) dari produk vulkanisat [10-15].
2
melimpah dan dapat diperoleh sepanjang tahun seperti limbah kulit singkong sudah pernah dilakukan, seperti bahan baku pembuatan bioetanol dengan bakteri
Saccharomyes cereviseae [17]. Melihat potensi dari limbah kulit singkong yang
mengandung selulosa yang cukup tinggi, maka kulit singkong cocok digunakan sebagai pengisi organik dalam produk lateks karet alam. Hal ini disebabkan karena selulosa memiliki ikatan hidrogen yang kuat dan tidak mudah larut dalam pelarut (solvent) yang umum [18]. Akaranta, et al [19] meneliti bahwa penambahan pengisi
tepung kulit singkong termodifikasi menjadi selulosa asetat dalam matriks LDPE (Low Density Polyethylene) dapat meningkatkan sifat mekanik dan karakteristik
produk komposit LDPE (Low Density Polyethylene) [19].
Adapun kendala yang terdapat dalam penyediaan produk lateks karet alam yaitu kurang serasinya antara pengisi yang hidrofilik dan lateks karet alam yang hidrofobik. Untuk itu, diperlukan modifikasi seperti pertukaran ion pada kation di bagian luar pengisi dengan menggunakan surfaktan organik [20]. Proses ini dilakukan dengan mengikatkan rantai hidrokarbon (surfaktan) pada permukaan lapisan pengisi yang hidrofilik sehingga memungkinkan pengisi bercampur dengan lateks karet alam yang hidrofobik [21].
Surfaktan organik yang pernah digunakan dalam beberapa penelitian sebelumnya yakni octadecylamine dan octadecyltrimethyl ammonium bromide
(ODTMA) [20] dan polietilen glikol [22]. Keawkumay, et al [20] meneliti bahwa penambahan surfaktan octadecylamine dan octadecyltrimethyl ammonium bromide
(ODTMA) dalam produk lateks karet alam berpengisi montmorillonite (MMT)
meningkatkan kekuatan antarfasa antara matriks dan pengisi [20]. Gonzalez, et al [22] meneliti bahwa penambahan surfaktan polietilen glikol dalam produk lateks karet alam berpengisi montmorillonite (MMT) meningkatkan kekuatan tarik (tensile
strength) dan meningkatkan kekuatan antarfasa antara matriks dan pengisi [22].
Adapun jenis surfaktan organik lain yang pernah digunakan adalah alkanolamida. Alkanolamida merupakan hasil reaksi antara asam lemak turunan minyak sawit yaitu RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin) dengan
3
foam boosting dan dalam campuran bahan surfaktan lain berguna sebagai cairan
pencuci piring dan juga dalam pembuatan shampoo [24]. Oleh karena itu,
alkanolamida memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan penyerasi pada produk lateks karet alam seperti penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan alkanolamida dapat memodifikasi pengisi silika [23] dan kaolin [25] sehingga produk lateks karet alam yang dihasilkan memiliki sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan tanpa adanya modifikasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka tepung kulit singkong sesuai digunakan sebagai salah satu pengisi organik karena memiliki sifat yang ramah lingkungan serta berasal dari pemanfaatan limbah buangan kulit singkong. Penggunaan bahan penyerasi alkanolamida juga diharapkan dapat meningkatkan interaksi antarfasa (interfacial adhesion) antara pengisi tepung kulit singkong dengan matriks lateks
karet alam.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah :
1. Pengaruh suhu vulkanisasi terhadap sifat mekanik dan karakteristik produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan adanya perbandingan suhu vulkanisasi.
2. Pengaruh penambahan alkanolamida sebagai bahan penyerasi terhadap sifat mekanik dan karakteristik produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan adanya perbandingan komposisi alkanolamida.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan suhu vulkanisasi dan komposisi bahan penyerasi alkanolamida yang terbaik terhadap sifat mekanik dan karakteristik produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong seperti densitas sambung silang (crosslink density), kekuatan tarik (tensile strength), pemanjangan saat putus
(elongation at break), dan modulus tarik (tensile modulus) serta ditunjukkan oleh
karakteristik Fourier Transform Infra-Red (FTIR) dan didukung oleh analisa
4
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan limbah padat kulit singkong yang dihasilkan oleh industri rumah tangga.
2. Memberikan informasi tambahan bagi dunia industri tentang pemanfaatan lanjutan limbah padat kulit singkong.
3. Memberikan informasi terutama dalam bidang rekayasa teknologi tentang pengaruh komposisi alkanolamida sebagai bahan penyerasi pada produk lateks karet alam sehingga dapat diketahui komposisi penyerasi yang terbaik.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Kimia, Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Adapun bahan baku yang digunakan pada penelitian ini yaitu :
1. High Ammonia Lateks dengan kandungan 60% karet kering.
2. Bahan kuratif lateks karet alam seperti sulfur, zink oksida (ZnO), zinc
diethyldithiocarbamate (ZDEC), dan antioksidan (AO). Bahan-bahan kuratif
ini diperoleh dari Farten Technique (M) Sdn Bhd, Pulau Penang, Malaysia. 3. Kulit singkong yang telah dikeringkan dan dihancurkan hingga berukuran 100
mesh (150 µm).
4. Alkanolamida yang disintesa dari bahan baku RBDPS (Refined Bleached
Deodorized Palm Stearin) yang diperoleh dari PT. Socfin Indonesia.
Variabel-variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : Tabel 1.1 Variabel Tetap Yang Dilakukan Dalam Penelitian
No Variabel Keterangan
1 Kadar tepung kulit singkong 10%
2 Larutan dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida 10 phr
3 Ukuran partikel tepung kulit singkong 100 mesh
4 Suhu pra-vulkanisasi 70 °C
5
Tabel 1.2 Variabel Berubah Yang Dilakukan Dalam Penelitian
No Variabel Keterangan
1 Suhu vulkanisasi 100 °C; 120 °C
2 Kadar alkanolamida 0%; 0,5%; 1%; 1,5%; 2%; 2,5%
Formulasi larutan dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 1.3 Formulasi Larutan Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
Bahan Persentase (%)
Tepung kulit singkong 10 10 10 10 10 10
Alkanolamida 0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
Air 90 89,5 89 88,5 88 87,5
Formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 1.4 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif
Bahan Kadar (phr)
High Ammonia Lateks 60 % karet kering 100
Larutan Sulfur 50 % 1,8
Larutan ZDEC 50 % 1,8
Larutan ZnO 30 % 0,5
Larutan Antioksidan 50 % 1,2
Larutan KOH 10 % 1,8
Larutan Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida 10
Uji-uji yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Uji kekuatan tarik (tensile strength), pemanjangan saat putus (elongation at
break), dan modulus tarik (tensile modulus) dengan standar internasional
ASTM D412.
2. Uji densitas sambung silang (crosslink density) dengan standar internasional
ASTM D471.
3. Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) di Laboratorium Scanning
Electron Microscope (SEM), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Teknologi Bandung.
4. Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FTIR) di Laboratorium Penelitian,
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LATEKS KARET ALAM
Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari
famili Euphorbiaceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan
sebelum di bawa ke benua lain. Lateks karet alam yang berasal dari lateks Hevea
Brasiliensis ini adalah cairan seperti susu yang diperoleh dari proses penorehan
[image:33.595.245.393.380.469.2]batang pohon karet. Cairan ini terdiri dari 30-40% partikel hidrokarbon yang terkandung di dalam serum juga mengandung protein, karbohidrat dan komposisi-komposisi organik serta bukan organik. Lateks karet alam terdiri dari sistem koloid cis-1,4-poliisoprena yang tersebar secara stabil dengan jumlah molekul yang tinggi dalam serum. Struktur umum cis-1,4-poliisoprena dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Struktur Umum Lateks cis-1,4-poliisoprena [26]
Komposisi lateks Hevea Bransiliensis bila disentrifugasi dengan kecepatan
18.000 rpm adalah sebagai berikut [26] :
Fraksi karet (37%) : karet (isoprena), protein, lipida dan ion logam.
Fraksi Frey Wyssling (1-3%) : karotinoid, lipida air, karbohidrat dan inositol, protein dan turunannya.
Fraksi serum (48%) : senyawa nitrogen, asam nukleat dan nukleotida, senyawa organik, ion anorganik dan logam.
Fraksi dasar (14%) : fraksi ini mengandung partikel disebut lutoid. Lutoid ini mempunyai dinding semi permiabel. Cairan dalam lutoid ini (serum B) mengandung protein, lipida dan logam.
C
C
CH2
CH3
H
7
Kandungan karet dalam lateks segar biasanya ditingkatkan menjadi 60% kandungan karet kering (dry rubber content) melalui proses pemekatan sebelum
digunakan untuk membuat produk. Proses pengawetan dilakukan di kebun untuk sementara waktu, sebelum proses pemekatan dilakukan. Amonia dengan kepekatan tinggi digunakan untuk pengawetan lateks pekat dalam jangka panjang. Lateks pekat dengan penambahan amonia minimal 1,6% disebut amonia tinggi (High Ammonia
lateks) dan lateks pekat yang mengandung amonia maksimal 0,8% disebut amonia rendah (Low Ammonia lateks). Dalam penelitian ini, digunakan lateks pekat amonia
tinggi (High Ammonia lateks) dengan kandungan karet kering sebesar 60%.
Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Ketidakstabilan lateks terjadi disebabkan karena rusaknya lapisan pelindung karet yang terdispersi dalam serum lateks. Dengan rusaknya sistem kestabilan lateks, maka mutu lateks yang dihasilkan menjadi kurang baik [26]. Untuk tetap menjaga kestabilan lateks, maka lateks pekat harus memenuhi persyaratan mutu menurut ASTM D 1076 dan ISO 2004 yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Lateks Pekat ASTM D 1076 dan ISO 2004 [26]
No. Parameter ASTM D 1076 ISO 2004
HA LA HA LA
1. Kandungan padatan total (TSC) min (%) 61,5 61,5 61,5 61,5 2. Kandungan karet kering (DRC) min (%) 60,0 60,0 60,0 60,0
3. Kandungan non karet maks (%) 2,0 2,0 2,0 2,0
4. Kadar amoniak min (%) 1,6 1,0 1,0 0,8
5. Waktu kemantapan mekanis min (detik) 650 650 540 540
6. Bilangan KOH maks (%) 0,8 0,8 1,0 1,0
7. Asam lemak eteris (ALE) maks (%) - - 0,2 0,2
8. Tembaga maks (ppm) 8 8 8 8
9. Mangan maks (ppm) 8 8 8 8
2.2 PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM
Campuran lateks karet alam dengan bahan kimia karet disebut senyawa (compound) lateks karet alam. Bahan kimia karet terdiri atas bahan kimia pokok dan
8
pengaktif, penstabil, antioksidan, dan pengisi. Sedangkan bahan kimia tambahan adalah bahan penyerasi antara pengisi dengan lateks karet alam.
2.2.1 BAHAN VULKANISASI
Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami reaksi sambung silang sulfur (sulfur crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer
yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi yang dikenal dengan proses pematangan (curing) dan molekul karet yang sudah
tersambung silang (crosslinked rubber) di rujuk sebagai vulkanisat karet [27].
Secara umum sistem pemvulkanisasi di klasifikasikan menjadi tiga yaitu pemvulkanisasi konvensional, pemvulkanisasi semi effisien, dan pemvulkanisasi effisien. Untuk membedakan ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah kuratif (perbandingan antara sulfur dan pencepat). Untuk sistem konvensional mengandung sulfur lebih banyak bila dibandingkan dengan pencepat. Sistem efisiensi mengandung pencepat lebih banyak dari pada sulfur. Sedangkan sistem semi effisiensi jumlah sulfur dan pencepat sama banyaknya [26].
Proses vulkanisasi secara konvensional menggunakan belerang pertama kali ditemukan oleh Charles Goodyear tahun 1839, untuk proses vulkanisasi ini sering dipakai senyawa belerang (sulfur) sebagai pengikat polimer karet tersebut. Pada proses vulkanisasi konvensional yang menggunakan belerang ini, dibutuhkan tiga sampai empat macam bahan kimia yaitu bahan pemvulkanisasi yaitu belerang, bahan pencepat (accelerator) berupa senyawa karbamat, bahan pengaktif (activator), dan
bahan penstabil (stabilizer) yaitu KOH lalu dipanaskan pada suhu 40-50 °C selama
9
Gambar 2.2 Reaksi Vulkanisasi Secara Konvensional Menggunakan Belerang [28]
2.2.2 BAHAN PENCEPAT REAKSI (ACCELERATOR)
Reaksi vulkanisasi dengan menggunakan sulfur biasanya berlangsung sangat lambat. Dalam dunia industri hal ini kurang efisien karena menambah waktu produksi secara tidak langsung juga menambah biaya, dan kekuatan film lateks yang dihasilkan rendah atau lemah. Kekuatan film lateks yang dihasilkan dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan pencepat reaksi dan bahan-bahan penggiat [29].
Berdasarkan jenisnya, bahan pencepat reaksi dapat digolongkan sebagai berikut [30] :
Golongan thiazol, contohnya MBT (Mercaptobenzothiazole)
Golongan guanidin, contohnya DPG (Diphenyl guanidine)
Golongan sulfenamida, contohnya CBS (N-cyclohexyl-2-benzothiazolseulfen amide).
Golongan dithiocarbamate, contohnya ZDEC (Zinc diethyl dithiocarbamate)
Golongan thiuram disulfida, contohnya TMTD (Tetramethylthiuram disulfide)
Pada penelitian ini, digunakan bahan pencepat reaksi (accelerator) golongan
dithiocarbamate yaitu ZDEC (Zinc diethyl dithiocarbamate). ZDEC (Zinc diethyl
dithiocarbamate) dipilih karena memiliki sifat pematangan (curing) yang sangat
10
2.2.3 BAHAN PENGAKTIF (ACTIVATOR)
Sebagian besar dari bahan pencepat reaksi (accelerator) memerlukan bantuan
dari bahan pengaktif pencepat (accelator activator) seperti zink oksida dan asam
stearat untuk dapat bekerja maksimal. Zink oksida bereaksi dengan asam stearat untuk membentuk zink stearat (dalam beberapa kasus, zink stearat digunakan untuk menggantikan zink oksida dan asam stearat). Bahan ini digunakan bersamaan dengan bahan pencepat reaksi untuk mempercepat reaksi vulkanisasi. Jika hanya menggunakan sulfur, reaksi akan berjalan selama berjam-jam. Dengan adanya bahan pengaktif ini, reaksi hanya berjalan dalam hitungan menit [30]. Pada penelitian ini, digunakan bahan pengaktif (activator) yaitu ZnO (zink oksida). ZnO (zink oksida)
dipilih karena selain sebagai bahan pengaktif (activator), ZnO (zink oksida) juga
berfungsi sebagai pengisi yang dapat memperkuat produk lateks karet alam [31]. Perbandingan kekuatan film lateks yang telah di vulkanisasi dengan penambahan bahan pengaktif (ZnO) dan bahan pencepat (ZDEC) dapat ditunjukkan dalam Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Pengaruh Bahan Pengaktif dan Pencepat Terhadap Kekuatan Tarik Film Lateks Karet Alam Dengan Vulkanisasi Sulfur Pada Suhu 93 °C [26]
Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa pengaruh pengaktif dan pencepat terhadap kekuatan tarik film lateks karet alam yang di vulkanisasi dengan sulfur pada suhu 93 °C mengalami perbedaan yang nyata. Apabila agen vulkanisasi tidak ditambahkan ke dalam formulasi lateks karet alam, kekuatan tariknya rendah dibandingkan dengan formulasi yang telah ditambahkan pengaktif dan pencepat reaksi [26].
Sulfur, ZnO, ZDEC
Sulfur, ZnO
Sulfur
Waktu Vulkanisasi (menit) Kekuatan Tarik
11
2.2.4 BAHAN PENSTABIL (STABILIZER)
Pada karet alam telah terdapat penstabil alami, tetapi bahan penstabil tambahan masih diperlukan yaitu KOH. Potasium hidroksida (KOH) selain berfungsi sebagai pengawet yang dapat mencegah pembiakan bakteri, dan dapat juga menjaga kestabilan koloid lateks dengan menghindarkan berlakunya fenomena pemekatan ZnO yang digunakan sebagai pengaktif. Selain daripada itu dapat juga meningkatkan kemampuan partikel lateks dan kemudian meningkatkan kestabilan lateks tersebut [32].
2.2.5 BAHAN ANTIOKSIDAN (ANTIOXIDANT)
Antioksidan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah oksidasi (mencegah reaksi dengan oksigen) pada produk karet. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif [33]. Bahan antioksidan ditambahkan dalam pembuatan lateks karet alam agar melindungi karet sebelum dan sesudah vulkanisasi, terhadap pengusangan oleh oksidasi, panas, sinar matahari (ozon) dan pengaruh mekanis. Karet alam telah memiliki bahan antioksidan alami, tetapi karena kadarnya rendah tidak cukup untuk melindungi karet terhadap proses oksidasi. Bila tidak ditambahkan bahan antioksidan tersebut pada karet, maka karet akan mudah lengket dan lunak serta menjadi keras dan retak – retak ataupun rapuh [34].
.
2.2.6 BAHAN PENGISI (FILLER)
12
Bahan pengisi dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu [26] : 1. Bahan pengisi penguat
Bahan pengisi penguat yang paling penting adalah karbon hitam dan silika. Bahan pengisi penguat tersebut dengan dimensi 100 – 200 Å, membentuk bermacam-macam ikatan fisika dan kimia dengan rantai polimer. Kekuatan tarik dan sobek meningkat dan modulus meninggi. Bahan pengisi penguat secara luas digunakan pada ban otomotif untuk meningkatkan daya tahan terhadap abrasi. 2. Bahan pengisi bukan penguat
Bahan pengisi bukan penguat yang paling banyak digunakan adalah kalsium karbonat dan kaolin. Kaolin dikenal sebagai pengisi ekonomis untuk memodifikasi proses dan penampilan karet alam dan karet sintesis. Mereka ditambahkan pada karet alam untuk mengurangi daya rekat, meningkatkan kekerasan, memperbaiki daya tahan dan mengurangi biaya.
2.2.7 BAHAN PENYERASI (COMPATIBILIZER)
Pengolahan kimia dilakukan dengan merubah permukaan pengisi atau matriks dengan menggunakan bahan kimia tertentu. Umumnya perubahan permukaan pengisi dilakukan dengan penambahan bahan penggandeng sedangkan perubahan matriks dilakukan dengan menggunakan bahan penyerasi. Bahan penggandeng atau bahan penyerasi yang digunakan harus serasi atau dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa kimia yang terdapat pada permukaan pengisi atau matriks [35].
Bahan penyerasi adalah bahan kimia yang mempunyai satu segmen kimia untuk menyambungkan satu polimer dan segmen kimia yang kedua dengan polimer yang lain dengan cara membentuk ikatan kovalen antara dua fasa. Penggunaan bahan penyerasi akan mengurangi kedua fasa polimer terpisah dengan cara meningkatkan pelekatan antar muka antara kedua fasa. Umumnya bahan penyerasi merupakan kopolimer blok atau cangkok yang terdiri dari segmen berlainan dengan cara kimia akan serasi dengan fasa matriks polimer yang digunakan. Secara umum fungsi bahan penyerasi adalah untuk [35] :
13 b. Menambah pelekatan antar muka.
c. Menstabilkan fasa tersebar sewaktu pemprosesan.
2.3 PENELITIAN TERDAHULU
Adapun penelitian terdahulu tentang pembuatan produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi organik dan anorganik adalah sebagai berikut :
1. Manroshan, et al [3] meneliti pembuatan produk lateks karet alam berpengisi nano kalsium karbonat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai modulus tarik dan pemanjangan saat putus meningkat seiring dengan bertambahnya pengisi (filler loading).
2. Ruangudomsakul, et al [5] meneliti pembuatan produk lateks karet alam berpengisi limbah pulp singkong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penambahan pengisi pulp singkong hingga 20 phr dapat meningkatkan nilai
kekuatan tarik dari produk vulkanisat.
3. Bouthergourd, et al [15] meneliti pengaruh penambahan pati kentang dalam produk lateks karet alam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati kentang dapat terdispersi dengan baik dalam matriks lateks karet alam hingga konsentrasi sebesar 15%.
4. Keawkumay, et al [20] meneliti pembuatan produk lateks karet alam berpengisi
montmorillonite (MMT) termodifikasi surfaktan octadecylamine dan
octadecyltrimethyl ammonium bromide (ODTMA). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengisi termodifikasi dapat terdispersi dengan baik dalam matriks. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya sifat kekuatan tarik dari produk lateks karet alam.
5. Harahap, et al [25] meneliti pembuatan produk lateks karet alam berpengisi kaolin termodifikasi alkanolamida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan alkanolamida dapat membuat ikatan antarfasa yang baik antara pengisi kaolin dan matriks lateks karet alam.
2.4 KULIT SINGKONG
14
eksistensi tanaman singkong yang ada di Indonesia. Kulit singkong terkandung dalam setiap umbi singkong dan keberadaannya mencapai 16% dari berat umbi singkong tersebut. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2008, diketahui bahwa produksi umbi singkong pada tahun 2008 adalah sebanyak 20,8 juta ton, artinya potensi kulit singkong di Indonesia mencapai angka 3,3 juta ton/tahun [18]. Tabel produksi umbi singkong di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 2.2 dan hasil analisa komposisi kimia tepung kulit singkong ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.2 Jumlah Produksi Umbi Singkong di Indonesia [18]
Tahun Jumlah Produksi (Ton)
2004 19.424.707
2005 19.321.183
2006 19.986.640
2007 19.988.058
2008 20.794.929
Dari Tabel 2.2 di atas, terlihat bahwa produksi umbi singkong di Indonesia tiap tahunnya mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi kulit singkong dapat ditemukan secara melimpah di Indonesia. Jadi berdasarkan penyebaran dan jumlah ketersediaannya, kulit singkong sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan pengisi pada produk lateks karet alam.
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kulit Singkong Berdasarkan Bahan Kering [36]
Parameter Kandungan (%)
Selulosa 37,9
Hemiselulosa 37,0
Lignin 7,5
Abu 4,5
Lain-lain 13,1
Dari Tabel 2.3 di atas, dapat dilihat bahwa kulit singkong memiliki kandungan selulosa sebesar 37,9%. Melihat potensi dari limbah kulit singkong yang mengandung selulosa yang cukup tinggi, maka kulit singkong cocok digunakan sebagai pengisi organik dalam produk lateks karet alam. Hal ini disebabkan karena selulosa memiliki ikatan hidrogen yang kuat dan tidak mudah larut dalam pelarut (solvent) yang umum [18]. Penggunaan selulosa sebagai bahan pengisi berfungsi
15
sehingga sifat mekanik dan karakteristik produk lateks karet alam diharapkan menjadi lebih baik.
2.5 ALKANOLAMIDA
Adapun kendala yang terdapat dalam penyediaan produk lateks karet alam yaitu kurang serasinya sifat kimia antara pengisi yang hidrofilik dan lateks karet alam yang hidrofobik. Untuk itu, diperlukan suatu modifikasi seperti pertukaran ion pada kation di bagian luar pengisi dengan menggunakan surfaktan organik.
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofil dan gugus lipofil sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak
(lipofilik). Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang
panjang, sementara bagian yang non polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil
[image:42.595.240.401.443.568.2][37]. Pola penambahan surfaktan dalam matriks polimer ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut ini.
Gambar 2.4 Pola Penambahan Surfaktan Dalam Matriks Polimer [38]
Surfaktan dapat digolongkan berdasarkan muatan pada gugus hidrofiliknya, yaitu [21] :
Surfaktan non-ionik
16
Surfaktan kationik
Surfaktan kationik memiliki gugus hidrofilik yang bermuatan positif di dalam larutan. Umumnya surfaktan kationik merupakan senyawa amonium kuartener. Contoh surfaktan kationik adalah heksadesitrimetil amonium bromida.
Surfaktan anionik
Surfaktan anionik memiliki gugus hidrofilik yang bermuatan negatif di dalam larutan. Surfaktan anionik mengandung gugus sulfat, sulfonat dan karboksilat. Contoh surfaktan anionik adalah alkil sulfat.
Surfaktan zwitter ionik (amfoter)
Surfaktan zwitter ionik memiliki gugus hidrofilik yang dapat bermuatan positif (kationik), negatif (anionik) maupun tidak bermuatan (non-ionik) di dalam larutan, bergantung pada pH larutan. Contoh senyawa zwitter ionik adalah alkil betaine.
Dalam penelitian ini, jenis surfaktan yang digunakan adalah alkanolamida. Alkanolamida adalah surfaktan non ionik dimana rantai hidrokarbon yang panjang bersifat non polar sedangkan gugus amidanya bersifat sangat polar. Oleh karena itu, diharapkan penggunaan alkanolamida dapat membuat interaksi antar fasa (interphase) antara tepung kulit singkong dan lateks karet alam menjadi lebih kuat,
dengan asumsi rantai hidrokarbon yang panjang akan berinteraksi dengan lateks karet alam yang bersifat non polar, sedangkan gugus amida akan berinteraksi dengan tepung kulit singkong yang bersifat polar. Struktur alkanolamida dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut.
Gambar 2.5 Molekul Polar dan Non-polar Senyawa Alkanolamida [38]
C O
NH2
gugus non-polar
17
Senyawa alkanolamida dapat disintesis melalui reaksi amidasi langsung menggunakan trigliserida dan dietanolamina sehingga akan menghasilkan senyawa alkanolamida yang memiliki dua gugus hidroksi (poliol). Tahap awal dari reaksi ini akan menghasilkan metil ester sebagai zat antara. Selanjutnya dengan adanya penambahan dietanolamina yang berlebih, metil ester yang terbentuk akan segera berubah menghasilkan alkanolamida, selanjutnya sisa dietanolamina dan natrium metoksida sebagai katalis dapat dipisahkan dengan mencucinya menggunakan larutan NaCl jenuh yang terlebih dahulu dilarutkan dalam dietil eter sehingga diperoleh senyawa alkanolamida [24].
Dalam penelitian ini, sumber trigliserida yang digunakan adalah asam palmitat dari turunan minyak kelapa sawit yaitu RBDPS (Refined Bleached
Deodorized Palm Stearin). RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin)
dipilih sebagai sumber trigliserida karena memiliki sifat kemurnian yang tinggi serta harga yang relatif lebih terjangkau. Mekanisme reaksi pembuatan alkanolamida dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut.
Adapun mekanisme reaksi yang diperkirakan terjadi adalah sebagai berikut :
18
Gambar 2.6 Reaksi Amidasi Trigliserida dengan Dietanolamina Membentuk Alkanolamida [24]
2.6 PROSES PENCELUPAN
Proses pencelupan merupakan suau teknik yang menghasilkan barang dari lateks yang dilakukan dengan mencelup suatu pembentuk, yang telah dibersihkan ke dalam formulasi lateks, semasa pembentuk dicelupkan di dalam formulasi lateks, partikel-partikel lateks yang bersentuhan dengan permukaan pembentuk mengalami proses penghilang kestabilan dan membentuk suatu lapisan atau film, dimana film yang terbentuk mempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk (cetakan) yang dicelupkan ke dalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan produk lateks akan terhasil. Dalam industri, teknik pencelupan ini selalu digunakan untuk menghasilkan produk yang tipis dan berongga seperti sarung tangan, balon dan lain-lain. Teknik pencelupan terdiri dari tiga cara yaitu [5] :
1. Pencelupan terus (straight dipping)
2. Pencelupan berkoagulan (coagulant dipping)
3. Pencelupan pengaktifan panas (heat sensitized dipping)
Pencelupan berkoagulan merupakan teknik pencelupan yang digunakan untuk menghasilkan produk yang mempunyai ketebalan sederhana yaitu 0,2-0,8 mm. Contoh produk yang mempunyai ketebalan ini adalah sarung tangan. Pencelupan berkoagulan pada umumnya dapat dibagi atas dua jenis yaitu [39] :
1. Pencelupan berkoagulan basah
19
lateks dan partikel kecil karet akan terhasil. Tangki lateks yang berisi partikel kecil karet tidak dapat digunakan untuk menghasilkan produk, karena partikel kecil karet ini akan melekat pada permukaan produk dan mengakibatkan kecacatan.
2. Pencelupan berkoagulan kering
Pencelupan berkoagulan kering ialah teknik pencelupan dimana pembentuk dimasukkan ke dalam formulasi lateks selepas koagulan yang meliputi pembentukan dikeringkan dahulu. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan kering ialah kalsium nitrat. Pencelupan berkoagulan kering lebih sering digunakan dari pada pencelupan berkoagulan basah.
2.7 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI
2.7.1 UJI KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH)
Kekuatan tarik dari karet lebih sering diukur dibandingkan sifat-sifat yang lain kecuali kekerasan dan karet sering digunakan pada berbagai aplikasinya, contohnya sarung tangan dan kondom tergantung pada sifat kekuatan tariknya. Alasannya adalah bahwa kekuatan tarik merupakan ukuran kualitas senyawa tersebut dan ikut berperan dalam pengaturan penggunaan bahan pengisi berbiaya rendah. Senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri umumnya memiliki kualitas yang tinggi, sehingga kekuatan tarik mengambil bagian penting pada spesifikasi senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri.
Kekuatan tarik karet juga memiliki ketertarikan sains tersendiri dan tipe ikat silang serta derajat ikat silang mempunyai pengaruh yang signifikan pada kekuatan tarik karet alam. Umumnya, kekuatan tarik akan mencapai maksimum seiring dengan meningkatnya derajat ikat silang. Nilai maksimum kekuatan tarik terjadi pada densitas ikat silang yang lebih tinggi [40].
20
σ = Fmak A ...(2.1)
Dimana :
σ = kekuatan tarik (kgf/mm2) F maks = beban maksimum (kgf) Ao = luas penampang awal (mm2)
2.7.2 UJI DENSITAS SAMBUNG SILANG (CROSSLINK DENSITY)
Pelarutan suatu polimer tidak sama dengan pelarutan senyawa yang mempunyai berat molekul rendah karena adanya dimensi-dimensi yang sangat berbeda antara pelarut dan molekul polimer. Pelarutan polimer terjadi dalam dua tahap. Mula-mula molekul pelarut berdifusi melewati matriks polimer untuk membentuk suatu massa menggembung dan tersolvasi yang disebut gel. Dalam tahap kedua, gel tersebut pecah (bercerai-berai) dan molekul-molekulnya terdispersi ke dalam larutan sejati. Pelarutan sering kali merupakan proses yang lambat. Sementara beberapa jenis polimer bisa larut dengan cepat dalam pelarut-pelarut tertentu, polimer yang lainnya bisa jadi membutuhkan periode pemanasan yang lama dekat titik lebur dari polimer tersebut. Polimer-polimer jaringan tidak dapat larut, tetapi biasanya membengkak (menggelembung / mengembang / swelling) dengan hadirnya
pelarut [42].
Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk
mengkarakterisasi material elastomer. Swelling merupakan suatu perubahan bentuk
yang tidak biasa karena perubahan volume merupakan suatu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, seperti halnya perubahan mekanik. Swelling merupakan
pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai derajat keseimbangan swelling. Pada titik ini, energi bebas berkurang diakibatkan
pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas yang meningkat seiring dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan pada suatu wadah yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi [43].
Uji swelling index dan kerapatan sambung silang (crosslink density)
21
hingga massanya mencapai 0,2 gram. Uji kerapatan sambung silang (crosslink
density) dihitung dengan menggunakan persamaan Flory-Rehner seperti Persamaan
2.2 berikut [44] :
) ( . . 2 . ) 1 ln( ) 2( 1/3
0 2 1 r NRL r r r C V V V V V M ...(2.2) Dimana :
(2MC-1) = densitas sambung silang
V0 dan χ = volume molar dan parameter interaksi dari pelarut (untuk toluene, V0 = 108,5 mol.cm-3an χ = )
ρNRL = densitas karet = 0,932 [45]
Vr adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari Persamaan 2.3 [44] :
sol sol d d d d r / W / W / W V
...(2.3) Dimana :Wd = massa awal karet
ρd = densitas karet (untuk karet vulkanisasi ρd = 0,9203 g.cm-3) [45] Wsol = massa pelarut yang terserap dalam karet
ρ = densitas pelarut (untuk t uene ρsol = 0,87 g.cm-3)
2.7.3 KARAKTERISASI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FT-IR)
Pada tahun 1965, Cooley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi FT-IR. Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi infra merah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara perhitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson pada akhir abad 19.
22
Formulasi bahan polimer dengan kandungan aditif bervariasi seperti pemlastis, pengisi, pemantap dan antioksidan memberikan kekhasan pada spektrum inframerahnya. Analisis infra merah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Di samping itu, analisis IR dapat digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer [48].
2.7.4 KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM)
SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, Sinar X, elektron sekunder dan absorbsi elektron.
Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 2 μm ari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket [26].
2.8 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK LATEKS KARET ALAM
Karet alam merupakan salah satu polimer dengan monomer isoprena yang berasal dari air getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis dari famili Euphorbiceae.
23
dalam produk-produk medis, yaitu sebagai tabung transfusi darah, kondom, sarung tangan medis maupun pipa dalam saluran tubuh. Hal ini disebabkan oleh sifat elastisitas, fleksibilitas, penyebaran antivirus, formabilitas dan biodegradabilitas yang baik. Namun kekuatan tarik yang rendah dan ketahanan sobek yang kurang baik merupakan k