• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisa Kinerja Prototipe Sistem Refrigerasi Kompak

4.2.2 Analisa Hasil Pengujian Refrigerasi Kompak

h. Menghitung Rasio Pelepasan Kalor (HRR) Sistem refrigerasi Kompak

Heat rejection ratio adalah perbandingan antara panas yang dibuang oleh sistem dengan panas yang diserap oleh sistem. Dalam hal ini, panas yang dibuang oleh kondensor dan diserap oleh evaporator. Nilai dari heat rejection

ratio diperoleh dengan membandingkan nilai Q kondensor dengan nilai Q

evaporator sebagai berikut :

̇ ̇

i. Menghitung Dampak Refrigerasi (RE)

Dampak refrigerasi merupakan selisih antara entalphi refrigeran keluar evaporator dengan entalphi refrigeran masuk evaporator.

4.2.2 Analisa Hasil Pengujian Refrigerasi Kompak

Berdasarkan hasil pengujian pada refrigerasi kompak telah disajikan pada tabel 4.5. mengenai data hasil pengujian refrigerasi kompak dengan variasi beban. Selanjutnya dengan menggunakan aplikasi Computer-Aided Thermodynamic

Table 3, maka diperoleh data entalpi yang ditampilkan pada tabel 4.13. Dari data

entalpi dari masing – masing kondisi beban akan diperoleh nilai kinerja mesin pendingin yang dalam hal ini adalah refrigerasi kompak.

91

Tabel 4.13. Data entalpi hasil pengujian refrigerasi kompak dengan variasi beban

Keterangan Tanpa beban Beban 10 Kg Beban 20 kg h (kJ/kg) h (kJ/kg) h (kJ/kg) Input Kondensor 452.6 451.90 447.80 Output kondensor 241.3 239.00 227.00 Input Evaporator 241.3 239.00 227.00 Output evaporator 411.8 411.40 411.60

Dari data entalpi yang diperoleh dari masing – masing kondisi beban, dapat digambarkan pada diagram tekanan dan entalpi dari refrigerant R-134a. Untuk memudahkan dalam menggambar diagram tekanan dan entalphi, penulis menggunakan aplikasi Coolpack version 2.83. Hasil dari diagram tekanan dan entalphi disajikan pada gambar 4.4.

Gambar 4.5. Diagram tekanan dan entalpi dari siklus refrigerasi dengan variasi beban. Tanpa Beban Beban 10 kg Beban 20 kg h1 h2 h3 h4

92

Berdasarkan dari diagram tekanan dan entalphi pada gambar 4.5., diperoleh hasil bahwa dengan variasi beban yang diberikan pada sistem refrigerasi kompak memberikan pengaruh pada nilai kerja mesin pendingin. Hal ini dapat diketahui dari perubahan dari entalphi dari masing – masing kondisi beban yang diberikan kepada mesin pendingin. Adapun analisa dari masing – masing nilai kerja mesin pendingin akan dibahas dengan menggambarkan pada grafik dibawah berdasarkan dari tabel 4.14. mengenai kerja sistem refrigerasi kompak dengan variasi beban pendingin :

Tabel 4.14. Kerja sistem refrigerasi kompak dengan variasi beban pendingin

Kerja Mesin pendingin Tanpa beban beban 10 Kg beban 20 kg

Kerja Kompresor (W), kW 0.072 0.078 0.084

Laju Aliran massa ( ̇), kg/s 0.00176 0.00193 0.00232

Kerja Evaporator (QL), kW 0.084 0.332 0.428

Kerja Kondensor (QH), kW 0.084 0.332 0.428

Koefisien prestasi (COP) 4.179 4.257 5.099

Rasio pelepasan kalor (HRR) 4.439 1.235 1.196

1. Analisa koefisien prestasi (COP) dengan variasi beban pendingin.

Gambar 4.6. Grafik nilai COP terhadap variasi beban pendingin

Gambar diatas menunjukkan grafik koefisien prestasi dari sistem refrigerasi kompak terhadap variasi beban pendingin. Nilai dari koefisien prestasi mempunyai tren naik seiring dengan penambahan beban pendingin pada sistem.

93

Pada variasi tanpa beban nilai koefisien prestasi sebesar 4,178, pada variasi beban 10 kg mempunyai nilai COP sebesar 4,256 dan pada variasi beban 20 kg nilai COP sebesar 5,099. Hal ini dapat dikatakan bahwa kerja mesin pendingin dipengaruhi oleh penambahan beban pendingin, sehingga kerja evaporator dalam menyerap kalor menjadi lebih besar. Peningkatan COP ini dapat dilihat pada gambar 4.7. Untuk penambahaan beban 10 kg, peningkatan COP terjadi sebesar 1.86 % jika dibandingkan dengan tanpa beban. Sedangkan peningkatan yang semakin besar terjadi dengan penambahan beban sebesar 20 kg yaitu dengan kenaikan COP sebesar 21,9 % dari variasi tanpa bebannya.

2. Analisa kerja kompresor (W) dan kerja evaporator (QL) terhadap variasi beban pendingin.

Adalah

Gambar 4.7. Grafik kerja kompresor (W) dan kerja evaporator (WL) terhadap variasi beban pendingin

Gambar diatas menunjukkan kerja kompresor (W) dan kerja evaporator (WL) terhadap variasi beban pendingin. Pada sistem refrigerasi kompak yang dirancang ini, kompresor yang digunakan mempunyai daya sebesar 168 W dan tegangan listrik sebesar 24 Vdc. Kerja dari kompresor dc mikro pada saat diberi beban mengalami kenaikan, hal ini terlihat dari tren kerja kompresor dari tanpa

94

beban sebesar 0,072 kW dan pada saat diberi beban pendingin 10 kg daya kompresor naik menjadi 0,078 kW.

Sedangkan pada kerja evaporator atau kalor yang diterima refrigeran di evaporator (QL) mengalami kenaikan seiring dengan penambahan beban pendingin. Nilai kerja evaporator (QL) pada kondisi tanpa beban sebesar 0,30 kW, meningkat menjadi sebesar 0,428 kW pada saat diberi beban 20 kg. Peningkatan yang terjadi pada kerja evaporator (QL) sangat signifikan, hal ini terjadi karena refrigran menyerap panas dari beban pendingin yang diberikan di dalam coolbox.

3. Analisa kalor yang dilepas refrigeran di kondensor (QH) terhadap kalor yang diterima refrigeran di evaporator (QL)

Gambar 4.8. Grafik kerja kondensor (QH) dan kerja evaporator (QL)terhadap variasi beban pendingin.

Gambar diatas menunjukkan kerja kondensor (QH) dan kerja evaporator (QL)terhadap variasi beban pendingin. Kerja kondensor (QH) merupakan usaha yang dilakukan untuk melepas kalor didalam sistem pendingin, sehingga usaha yang dilakukan lebih besar daripada kerja evaporator (QL) didalam sistem pendingin.

Kenaikan dari nilai kerja kondensor (QH) dan kerja evaporator (QL) diikuti dengan kenaikan laju aliran massa ( ̇) pada sistem refrigerasi kompak.

95

Hal ini dikarenakan penambahan beban pendingin menyebabkan perubahan nilai entalphi dari sistem pendingin. Jika nilai entalphi pada evaporator semakin besar, maka dapat dipastikan bahwa nilai kerja evaporator (QL) akan naik seiring denga penambahan beban pendingin. Jika Nilai kerja evaporator (QL) naik, maka kerja kondensor (QH) juga akan mengalami kenaikan.

4. Analisa rasio pelepasan kalor atau heat rejection ratio (HRR) terhadap variasi beban pendingin.

Gambar 4.9. Grafik nilai rasio pelepasan kalor (HRR) terhadap variasi beban pendingin

Gambar 4.9 menunjukkan nilai rasio pelepasan kalor (HRR) terhadap variasi beban pendingin. Nilai HRR bertolak belakang dengan COP dari sistem yaitu semakin menurun seiring dengan bertambahnya beban yang diberikan. Untuk penambahan beban 10 kg, penurunan nilai HRR terjadi sebesar 0,35 %. Sedangkan penurunan yang signifikan terjadi setelah pemberian beban 20 kg yaitu sebesar 3,49 % dari nilai HRR tanpa beban. Tren dari laju nilai HRR cenderung menurun terhadap penambahan beban pendingin.

Berbeda halnya dengan nilai COP yang dipengaruhi oleh kerja kompresor dan evaporator, nilai HRR dipengaruhi oleh perbandingan antara kerja kondensor (QH) dan kerja evaporator (QL). Gambar 4.8. menunjukkan kenaikan nilai antara kerja kondensor dan evaporator. Kenaikan yang lebih besar terjadi untuk

96

penyerapan panas beban oleh evaporator (QL), jika dibandingkan dengan kenaikan nilai pelepasan panas dari kondensor (QH) ke lingkungan luar. Karena dominannya kenaikan dari energi panas yang diserap dari beban (QL) jika dibanding dengan energi panas yang dilepas (QH), nilai HRR pada sistem akan menurun seiring dengan bertambahnya beban pendingin.

Dokumen terkait