• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Protein

2.9 Metode Analisa Protein .1Analisa kualitatif .1Analisa kualitatif

Larutan asam nitrat pekat ditambahkan hati-hati kedalam larutan protein. setelah dicampur terjadi endapan putih yang berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi ini terjadi adalah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin, dan triptofan (Poedjiadi, 1994).

2. Reaksi Biuret

Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yang ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet (Bintang, 2010).

2.9.2 Analisa kuantitatif 1. Metode Lowry

Konsentrasi protein diukur berdasarkan optikal density pada panjang gelombang 600 nm. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan OD (absorbansi). Larutan lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari dari fosfotungstat-fosfomolibdat (1:1) dan larutan B yang terdiri dari Na2CO3 2% dalam NaOH 0,1 N, CuSO4 dan Na-K-tartrat 2%. Cara penentuannya adalah: 1 mL larutan protein ditambahkan 5 mL Lowry B, dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 mL lowry A dikocok dan dibiarkan 20 menit, selanjutnya diamati OD-nya pada panjang gelombang 600 nm (Sudarmadji, 1989).

Kebanyakan protein mengabsorbsi sinar ultraviolet maksimum pada 280 nm. Hal ini terutama oleh adanya asam amino tirosin, triptophan, dan fenilalanin yang ada pada protein tersebut. Pengukuran protein berdasarkan absorbsi sinar UV adalah cepat, mudah, dan tidak merusak bahan (Sudarmadji, 1989).

3. Metode Turbidimetri atau Kekeruhan

Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila ditambahkan bahan pengendap protein misalnya Tri Chloro Acetic (TCA), Kalium Ferri Cianida [K4Fe(CN)6] atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat Turbudimeter. Cara ini hanya dipakai untuk bahan protein yang berupa larutan atau hasilnya, tetapi biasanya hasilnya kurang tepat (Sudarmadji, 1989).

4. Metode Pengecatan

Beberapa bahan pewarna misalnya orange G, orange 12 dan amido black dapat membentuk senyawaan berwarna dengan protein dan menjadi tidak larut. Dengan mengukur sisa bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam larutan (dengan colorimeter), maka jumlah protein dapat ditentukan dengan cepat (Sudarmadji, 1989).

5. Titrasi Formol

Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH), kemudian ditambahkan formalin akan membentuk dimenthiol. Dengan terbentuknya dimenthiol ini bearti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksil) dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 menit. Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat untuk penentuan protein (Sudarmadji, 1989).

6. Metode Kjeldahl

Metode Kjeldahl merupakan metode sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Metode Kjeldahl cocok untuk menetapkan kadar protein yang tidak larut atau protein yang mengalami koagulasi akibat proses pemanasan maupun proses pengolahan lain yang biasa dilakukan pada makanan. Metode ini digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut (Sudarmadji, 1984).

Penentuan kadar protein dengan metode ini memiliki kelemahan karena adanya senyawa lain yang bukan protein yang mengandung N akan tertentukan sehingga kadar protein yang diperoleh langsung dengan metode Kjeldahl ini disebut dengan kadar protein kasar (crude protein) (Sudarmadji, 1984).

Metode Kjeldahl dilakukan dengan beberapa tahapan kerja yaitu: 1. Tahap Dekstruksi

Pada tahap ini sampel dipanaskan dengan asam sulfat pekat sehingga terjadi dekstruksi menjadi unsur-unsurnya, dimana seluruh N organik dirubah menjadi N anorganik yaitu elemen karbon (C) teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan hidrogen (H) teroksidasi menjadi air (H2O), sedangkan elemen nitrogennya akan berubah menjadi ammonium sulfat (NH4)2SO4. Asam sulfat yang dipergunakan untuk dekstruksi harus dalam jumlah yang cukup dan diperhitungkan untuk dapat menguraikan bahan protein, lemak, dan karbohidrat didalam sampel (Bintang, 2010; Yazid, 2006).

Untuk mempercepat dekstruksi maka ditambahkan katalisator. Gunning menganjurkan menggunakan kalium sulfat (K2SO4) dan tembaga (II) sulfat (CuSO4). Dengan penambahan katalisator ini, maka titik didih asam sulfat akan ditinggikan sehingga proses dekstruksi akan berjalan dengan cepat. Tiap 1 gram kalium sulfat akan mampu meningkatkan titik didih asam sulfat 3ºC. Suhu dekstruksi berkisar antara 370ºC- 410ºC. Proses dekstruksi diakhiri jika larutan telah menjadi warna hijau jernih (Bintang, 2010; Yazid, 2006).

Reaksi yang terjadi pada proses dekstruksi adalah:

Protein + H2SO4 Katalisator (NH4)2SO4 + CO2 + SO2 + H2O 2. Tahap Destilasi

Pada tahap ini amonium sulfat (NH4)2SO4 yang terbentuk pada tahap dekstruksi dipecah menjadi amonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan baku asam. Larutan baku asam yang dipakai adalah asam sulfat (H2SO4). Agar supaya kontak antara asam dan amonia berjalan sempurna, maka ujung selang pengalir destilat harus tercelup kedalam larutan asam. Destilasi diakhiri bila semua amonia terdestilasi sempurna yang ditandai dengan destilat tidak bereaksi basa (Bintang, 2010; Yazid, 2006).

Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi yaitu:

(NH4)2SO4 + 2 NaOH Na2SO4 + 2 H2O + 2 NH3

3. Tahap Titrasi

Penampung destilat yang digunakan adalah asam sulfat berlebih, maka sisa asam sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH 0,02 N menggunakan

indikator mengsel. Titik akhir titrasi dapat ditandai dengan perubahan warna dari warna ungu menjadi hijau (Sudarmadji, 1984).

Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi yaitu: NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4

Kelebihan H2SO4 + 2 NaOH Na2SO4 + 2 H2O Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut ini:

Kadar Protein (%) = (Vb- Vt)

Berat sampel (mg)×N NaOH×14,007×FK×100% Fk = Faktor konversi atau perkalian = 6,25

Besarnya faktor konversi nitrogen tergantung pada persentase nitrogen yang menyusun protein dalam bahan pangan yang dianalisa tersebut (Budianto, 2009). Besarnya faktor konversi dari bermacam-macam bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini:

Tabel 2.4 Tabel faktor konversi dari bermacam-macam bahan makanan

No Bahan Makanan Faktor konversi

1 Makanan lain (umum) 6,25

2 Beras (semua jenis) 5,95

3 Tepung 5,70

4 Kacang tanah 5,46

5 Kacang kedelai 5,71

6 Kelapa 5,30

7 Susu (semua jenis) / keju 6,38

8 Gandum biji 5,83

Ketelitian penentuan kadar NPN tergantung pada kemampuan dari metode yang digunakan untuk memisahkan protein dari NPN. Setelah dipisahkan kadar protein dan NPN dapat ditentukan dengan menggunakan metode Kjeldahl. Dari analisis yang telah dilakukan, umumnya larutan asam trikloroasetat (ATA) 10% dipilih untuk

mengendapkan protein dalam bahan makanan. Keuntungan pemakaian larutan asam trikloroasetat (ATA) ialah pengerjaan mudah, endapan protein yang diperoleh mudah dipisahkan dari larutan asam trikloroasetat (ATA) dan tidak mempengaruhi ketelitian metode Kjeldahl (Silalahi, 1994).

Dokumen terkait