• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4. Analisa kubah masjid di Sumatera

1. Masjid Jami’ di Pulau Penyengat, Riau (1832 – 1844)

Terlihat pada gambar di bawah bentuk awal masjid Jami’ di pulau

Penyengat, Riau (Gambar 5.35). Sejak di bangun pada tahun 1832 dengan bangunan beton, masjid Sultan Riau pulau Penyengat tidak pernah di renovasi atau di ubah bentuknya. Masjid Sultan Riau di pulau Penyengat ini sudah di jadikan situs cagar budaya oleh pemerintah republik Indonesia.

Gambar 5.35 Bentuk awal masjid Sultan di pulau Penyengat, Riau (Sumber: Kurniawan & Kusumawardhani, 2012)

Gambar 5.36 Masjid Sultan di pulau Penyengat, Riau (Sumber: https://emaginedragon.wordpress.com)

Masjid ini merupakan masjid Kesultanan Riau. Masjid ini dirancang oleh seorang arsitek India dari Singapura yang di tugaskan oleh Sultan Abdurrahman yang dipertuan muda Riau VII pada tahun 1832 dan selesai pada masa pemerintahan saudaranya, raja Ali (1844-1857). Masjid ini merupakan masjid kubah pertama yang digunakan Indonesia pada masa pemerintahan Hindia- Belanda di Sumatera.

Ada 13 kubah berbentuk bawang di masjid ini yang susunannya bervariasi, di topang oleh empat pilar beton dibagian tengahnya. 13 kubah terdiri dari empat sisi heksagonal dan segi delapan dan konstruksi kubah terbuat dari bahan pasir, kerikil dan semen. Sementara kubah utamanya didukung oleh empat kolom. Menurut sumber-sumber lokal, campuran bahan putih telur dan kapur ditambahkan untuk memperkuat struktur kubah dengan harapan agar masjid ini lebih kokoh dan tahan lama. Rencana masjid sultan di pulau penyengat, Riau ini mencerminkan dari pengaruh kuil India, di perkaya dengan empat menara bergaya Ottoman dan motif budaya melayu.

2. Masjid Al-Oesmani, Pekan Labuhan Deli, Medan (1870-1872)

Masjid ini merupakan masjid dari Kesultanan Deli. Pada tahun 1854, bentuk atap masjid berbentuk perisai yang menggunakan material seperti kayu dan genteng yang ditaksir usia dari material pada atap masjid ini tidak sampai satu abad (Gambar 5.37). Pada tahun 1870, atap masjid yang terbuat dari bahan kayu dan genteng itu di ganti dan di renovasi dengan bentuk kubah yang cukup megah dengan bermaterialkan tembaga yang berasal dari Eropa dan Persia.

Gambar 5.37 Bentuk awal masjid Al-Oesmani di Medan (Sumber:https://en.wikipedia.org)

Perubahan yang dilakukan ini dikepalai oleh seorang arsitek berkebangsaan Jerman yang bernama GD Langereis. Secara arsitektural sebuah renovasi tampilan bentuk atap pada masjid Al-Oesmani berubah total. Terlihat bangunan masjid Al-Oesmani merubah bentuk atap masjid menjadi atap kubah (Dome). (Gambar 5.38)

Gambar 5.38 Kubah masjid Al-Oesmani pada tahun 1870 (Sumber:https://en.wikipedia.org)

Perubahan atau renovasi yang dilakukan pada tahun 1870 pada masjid Al- Oesmani yang merubah bentuk atapnya dari bentuk perisai ke bentuk kubah yang

digunakan pada jaman Rennaisance dan digunakan pada bangunan gereja di Eropa pada saat itu seperti pada kubah gereja Basilika S Peter yang menggunakan kerangka kubah dengan bentuk dasar segi delapan dan sedikit menjorok keluar dibagian tengah kubah (Gambar 5.39)

Gambar 5.39 Kubah gereja Basilika S Peter di vatikan (Sumber:https://en.wikipedia.org)

Gambar 5.40 Kubah masjid Al-Oesmani pada tahun 1870 hingga sekarang (Sumber :https://en.wikipedia.org )

Perubahan yang dilakukan pada bentuk atap masjid Al-Oesmani yang menggunakan bentuk atap kubah merupakan sebuah bentuk semiotika dan sebagai sebuah identitas ataupun simbol pada sebuah bangunan masjid sampai sekarang.

Struktur kubah pada masjid ini menggunakan struktur non Arch atau struktur rangka dengan konstruksi rangka besi dan bahan kubah bermaterialkan tembaga. (Gambar 5.41)

Gambar 5.41 Struktur rangka kubah masjid Al-Oesmani (Sumber :https://en.wikipedia.org )

3. Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh (1879 – 1881)

Dari sketsa Peter Mundy pada tahun 1637 dapat di lihat bahwa masjid Baiturrahman adalah sebuah bangunan persegi yang terbuat dari kayu. Bentuk atapnya adalah piramida empat berjenjang dengan atap meru lebar berpinggul, (tanpa menara). Bangunan ini dikelilingi oleh beberapa lapisan benteng (Gambar 5.42) Pada akhir abad ke-17, menunjukkan bahwa pada bagian atap hanya memiliki tiga lapisan bukan empat

Gambar 5.42 Masjid Agung Baiturrahman pada abad ke-17, yang dilukis Peter Mundy (Sumber:Kurniawan & Kusumawardhani, 2012)

Transformasi masjid Baiturrahman terjadi pada bagian atap dari atap piramida berlapis menjadi atap Kubah (Dome) yang terjadi pada tahun 1879 akhir abad ke-19 ketika Aceh Darussalam Raya sedang berperang dengan Kolonial Hindia Belanda melalui perjanjian pedagang. (Gambar 5.43) Masjid ini memiliki tujuh kubah dan dengan empat menara, dan telah mengalami beberapa perubahan dan renovasi sebelum mencapai bentuk kubah masjid yang sekarang.

Masjid ini dahulunya merupakan masjid Kesultanan Aceh. Masjid raya Baiturrahman ini berasal dari nama masjid raya yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1022 H/1612 M. Setelah perubahan atau renovasi ini, persepsi atau pandangan masyarakat Aceh terhadap Masjid Baiturahman juga berubah menjadi lebih positif. Perubahan bentuk atap pada masjid Baiturrahman menjadikan sebuah identitas atau simbolisasi islam untuk sebuah bangunan ibadah yakni masjid yang salah satunya menjadi bangunan kebanggaan bagi masyarakat Aceh.

Gambar 5.43 Kubah masjid Baiturahman pada tahun 1879 (Sumber : Kurniawan & Kusumawardhani, 2012)

Gambar 5.44 Kubah masjid Baiturahman yang sekarang (Sumber : http://divanikaligrafi.com)

Gambar 5.45 Ilustrasi denah Masjid Baiturrahman sebagai tahun 1879 (Sumber: Kurniawan & Kusumawardhani, 2012)

Gambar 5.45 6 fase perpanjangan rencana Masjid Baiturrahman pada tahun 1936 (II), pada tahun 1956 (III), dan pada tahun 1986 (IV).

(Sumber: Kurniawan & Kusumawardhani, 2012)

Struktur kubah pada masjid ini menggunakan struktur non Arch atau struktur rangka. Pada bagian atap ditutupi oleh kubah utama dengan karakteristik arsitektur Mughal. Bentuk kubah dasar tampak seperti tambur yang berbentuk segi delapan. Struktur ini ditutupi oleh papan kayu yang dipanaskan untuk mendapatkan bentuk yang melengkung. Kubah terbuat dari konstruksi rangka kayu dengan satu kolom besar ditengah sebagai kolom utama yang digunakan untuk mendukung membentuk kubah bawangnya. Konstruksi ini di tutupi oleh papan kayu yang dipanaskan untuk mendapatkan bentuk yang melengkung. Akhirnya kubah ditutupi oleh atap sirap kayu yang cukup keras. (Teknik ini mirip dengan metode pembangunan kapal). (Gambar 5.47)

Gambar 5.47 Konstruksi kubah utama masjid Baiturrahman, Aceh (Sumber: Kurniawan & Kusumawardhani, 2012)

4. Masjid Raya, Stabat, Langkat (1904)

Terlihat dari gambar di bawah dari awal pembangunan masjid raya Stabat sudah menggunakan bentuk kubah pada bagian atapnya (Gambar 5.48) dari waktu ke waktu dilakukan nya perbaikan atau renovasi pada masjid ini, penggunaan bentuk kubah pada atapnya tidak pernah dihilangkan. Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat ataaupun pemerintahan kota Stabat, Langkat ingin mempertahankan identitas ataupun suatu simbol pada sebuah bangunan masjid dengan adanya penggunaan bentuk kubah dan menjadikan masjid ini sebagai landmark bagi kota Stabat Kabupaten Langkat.

Gamar 5.48 Kubah masjid Raya Stabat, Langkat tempo dulu (Sumber :http://www.langkatonline.com)

Gambar 5.49 Kubah masjid Raya Stabat, Langkat hingga sekarang (Sumber:https://masjidstabat.wordpress.com)

Struktur kubah pada masjid raya Stabat, langkat ini menggunakan struktur non Arch atau struktur rangka dengan bentuk segi delapan (oktagonal) dan sedikit menjorok keluar dibagian tengah kubah seperti pada kubah masjid Al-Oesmani di Labuhan Deli dan masjid Azizi di Tanjung Pura, langkat, masjid raya Al-Mashun di Medan dan masjid Baiturrahman di Banda Aceh.

5. Masjid Raya Al-Mashun, Medan (1906)

Terlihat pada gambar dibawah pembangunan awal pada masjid Raya Al- Mashun di Medan sampai sekarang sudah menggunakan bentuk kubah dengan bentuk segi delapan (oktagonal) pada bagian atap nya (Gambar 5.50)

Masjid raya Medan atau masjid raya Al Mashun ini dibangun pada tahun 1906 dan selesai pada tahun 1909 dan menjadikan masjid ini sebagai landmark kota medan. Pada awalnya masjid raya Al-Mashun dirancang oleh arsitek Belanda Van Erp yang juga merancang istana Maimun, namun kemudian prosesnya dilanjutkan dan dikerjakan oleh JA Tingdeman. Pada awal pembangunan masjid ini sang arsitek sudah menggunakan bentuk kubah (Dome) dengan gaya Turki dengan bentuk patah-patah bersegi delapan. Hal ini menandakan bahwa penggunaan bentuk kubah dari awal pembangunan masjid ini merupakan suatu bentuk semiotika dan identitas sebuah bangunan masjid dan peran arsitek Eropa mendesain untuk menggunakan bentuk kubah pada awal pembangunan masjid raya Al-Mashun ini sudah bisa di terima oleh masyarkat sekitar khusunya masyarakat kota Medan

Gambar 5.50 Masjid Raya Al-Mashun, Medan tempo dulu (Sumber: Kurniawan & Kusumawardhani, 2012)

Gambar 5.51 Masjid Raya Al-Mashun, Medan sekarang (Sumber:http://www.ragamtempatwisata.com)

.Struktur kubah pada masjid raya Al-Mashun ini menggunakan struktur non Arch atau struktur rangka dengan bentuk segi delapan dan sedikit menjorok keluar dibagian tengah kubah seperti pada kubah masjid Al-Oesmani di Labuhan Deli, masjid raya Stabat, Langkat dan masjid Azizi di Tanjung Pura, langkat. (Gambar 5.53)

Gambar 5.52 Kubah masjid Raya Al-Mashun, Medan (Sumber:http://www.ragamtempatwisata.com)

Gambar 5.53 Struktur rangka kubah masjid raya Al-Mashun, Medan (Sumber:http://www.ragamtempatwisata.com)

6. Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat (1900-1902)

Masjid Azizi merupakan masjid dari Kesultanan Langkatyaitu Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah yaitu putra dari Sultan Musa al-Muazzamsyah yang meneruskan pembangunan masjid Azizi ini.

Terlihat pada gambar di bawah ini masjid Azizi di Tanjung Pura, Langkat pada tahun 1921 sudah menggunakan bentuk kubah pada bagian atapnya. (Gambar 5.54) hingga sekarang (Gambar 5.55). Peran arsitek Eropa yaitu GD Langereis yang berasal dari Jerman, dalam melakukan awal pembangunan masjid ini sudah menggunakan bentuk kubah (Dome), sama seperti halnya beliau juga melakukan pemugaran atau merenovasi bentuk atap piramid menjadi bentuk atap kubah dengan bermaterialkan tembaga yang cukup megah dengan konstruksi rangka pada masjid Al-Oesmani di Labuhan Deli, Medan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan atap kubah (Dome) yang dilakukan oleh arsitek Eropa terhadap masjid-masjid di Sumatera menjadikan suatu bentuk simbol semiotik untuk sebuah bangunan masjid, khususnya masjid di Sumatera.

Gambar 5.54 Masjid Azizi di Tanjung Pura, Langkat pada tahun 1921 (Sumber: Kurniawan & Kusumawardhani, 2012)

Gambar 5.55 Masjid Azizi di Tanjung Pura, Langkat sekarang (Sumber: https://visitlangkat.wordpress.com)

Struktur kubah pada masjid Azizi di Tanjung Pura, Langkat ini menggunakan struktur non Arch atau struktur rangka besi dengan konstruksi kubah bermaterialkan bahan tembaga dengan bentuk segi delapan dan sedikit menjorok keluar di bagian tengah kubah (Gambar 5.56 dan 5.57) seperti pada kubah masjid Al-Oesmani di Labuhan Deli Medan, masjid raya Al-Mashun di Medan dan masjid raya di Stabat, Langkat.

Gambar 5.56 Struktur rangka kubah utama masjid Azizi (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2015)

Gambar 5.57 Struktur rangka kubah bentuk bawang pada masjid Azizi (Sumber: Sumber: Dokumentasi pribadi, 2015)

Hasil rangkuman dari analisa penggunaan kubah sebagai bentuk struktur dan kubah sebagai simbol atau ornamen pada beberapa bangunan masjid di dunia hingga di Asia dapat di lihat pada tabel 5.1 pada halaman berikut nya.

Tabel 5.1 Tabelhasilanalisapenggunaankubahsebagaistrukturdankubahsebagaisimbolatauornamenpadabeberapa masjiddi duniahingga di Asia

Tahun 670 687 1603 1611 1650 1671 1824 1830 1832 1870 1879 1900 1902 1904 1906 1909 1912 1958 1960 1978 1984 1987 1992 1996 Nama masjid danlokasinya

Masjid Jami' UqbaIbnNafi’, di Kairouan, Tunisia Masjid Dome Of The Rock, Yerussalem Masjid Sheikh Lotfollah, di Iran

Masjid Shah di Isfahan, Iran Masjid jama’ di Delhi, India Masjid Badshahi, di Pakistan Masjid Sultan di Singapura

Masjid Muhammad Ali Pasha di Kairo, Mesir Masjid Jami’ di PulauPenyengat, Riau, Indonesia Masjid Al-Oesmani di Sumatera Utara, Indonesia Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Indonesia Masjid Azizi Tanjung Pura, Sumut, Langkat Indonesia Masjid Jamia di Nairobi, Kenya

Masjid Raya Stabat, Langkat, Sumatera Utara, Indonesia Masjid Raya Al-Mashun, Sumut, Indonesia

Masjid Jamek, di Malaysia

Masjid Zahir di AlorSetar, Malaysia

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin, Brunei Darussalam Masjid Bahagian Kuching di Sarawak, Malaysia Masjid Grand Jumeirah di Dubai, UAE

Masjid Istiqlal, Jakarta, Indonesia Masjid Abuja Nasional di Nigeria Masjid Al Fatehdi Bahrain

Dokumen terkait