BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.8. Analisa Data
Setelah data semua terkumpul maka dilakukan analisa data melalui beberapa
a. Editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk.
b. Tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa.
c. Tahap ketiga processing yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer secara manual.
d. Tahap ke empat atau tahap terakhir cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah dimasukkan, untuk memastikan ada kesalahan atau tidak.
e. Metode Statistik untuk analisa data yang digunakan adalah:
1. Statistik univariat, untuk mendeskripsikan data demografi data disajikan
dalam bentuk table distribusi frekuensi dan persentase dan untuk
menganalisa variabel independen dan dependen akan ditampilkan dalam
tabel frekuensi.
2. Bivariat Statistik, pada penelitian ini analisa data dengan metode statistik bivariat digunakan untuk menganalisa hubungan antara variabel
independen (spritualitas perawat), dengan variabel dependen (pemenuhan
kebutuhan spiritual pada pasien rawat inap). Keduanya variabel ini diuji
memakai skala ordinal dengan uji korelasi Spearman Rank (Rho) dengan
tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Hasilnya dengan membandingkan nilai p dengan nilai α. Bila nilai p>α maka Ha ditolak.
Untuk penafsiran hasil pengujian statistik tersebut digunakan kriteria penafsiran
korelasi menurut Burns dan Grove (2001), sebagai berikut:
Tabel.4.8 Penafsiran korelasi
Nilai r Penafsiran
-0,1 sampai -0,3 Korelasi negatif rendah:
Hubungan negatif dengan interpretasi lemah
-0,3 sampai -0,5 Korelasi negatif sedang:
Hubungan negatif dengan interpretasi memadai
Di atas -0,5 Korelasi negatif tinggi:
Hubungan negatif dengan interpretasi kuat
0,1 sampai 0,3 Korelasi positif rendah:
Hubungan positif dengan interpretasi lemah
0,3 sampai 0,5 Korelasi positif sedang:
Hubungan positif dengan interpretasi memadai
Di atas 0,5 Korelasi positif tinggi:
Hubungan positif dengan interpretasi kuat
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian
Bab ini menjelaskan hasil penelitian dan pembahasan mengenai
karakteristik responden dan variabel spiritualitas perawat dan pemenuhan
kebutuhan spiritualitas pada pasien yang dirawat di ruang penyakit dalam dan
bedah yang dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada bulan Mei-Juni 2014.
Jumlah sampel yang dianalisis sebanyak 63 orang perawat dan 206 pasien yang
dirawat inap di ruang penyakit dalam dan bedah di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Data hasil penelitian dipaparkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
persentase.
5.1.1 Karakteristik Responden Perawat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berusia antara
18-40 tahun, yaitu 45 orang (71,4 %), responden berjenis kelamin perempuan
sebanyak 56 orang (88,9%), mayoritas beragama Islam, yaitu 39 orang (61,9%).
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar pendidikan terakhir perawat
adalah diploma, yaitu 44 orang (69,8%), sedangkan S1 keperawatan, yaitu 15
orang (23,8%) dan sebagian besar perawat bekerja di ruang penyakit dalam dan
bedah selama 5-10 tahun, yaitu 24 orang (38,1%). Distribusi karakteristik
Tabel 5.1.Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Perawat di Ruang Penyakit Dalam Dan Bedah di RSUD Dr. Pirngadi Medan Bulan Mei-Juni 2014 (n=63)
Karakteristik Demografi Frekuensi (n) Persentase (%) Usia 21-40 tahun 40-60 tahun Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Agama Islam Kristen katolik Kristen protestan Tingkat Pendidikan D3 Kep S1 Kep SPK Lama bekerja 2-4 tahun 5-10 tahun >10 tahun 45 18 56 7 39 3 21 44 15 4 19 24 20 71,4 % 28,6 % 89,1% 11,1% 61,9 % 4,8 % 33,3 % 69,8 % 23,8 % 6,3 % 30,2 % 38,1 % 31,7 %
5.1.2 Karakteristik Responden Pasien
Sementara karakteristik demografi pasien menunjukkan bahwa sebagian
besar pasien yang dirawat inap adalah perempuan yaitu 108 orang (52,4%),
sebagian besar pasien berusia antara 18-40 tahun yaitu 119 orang (57,8%),
tingkat pendidikan, sebagian besar pendidikan terakhir keluarga pasien yaitu SMA
sebanyak 63 orang (30,6%). Sebagian besar lama perawatan pasien yaitu 3-5 hari
sebanyak 156 orang (75,7%). Distribusi karakteristik demografi pasien yang
dirawat inap di ruang penyakit dalam dan bedah dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2.Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Pasien yang Dirawat Inap di Ruang Penyakit Dalam dan Bedah RSUD Dr.Pirngadi Medan Bulan Mei-Juni Tahun 2014(n =206)
Karakteristik Demografi Frekuensi(n) Persentase (%) Usia 16-17 18-40 41-60 ≥61 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Agama Islam K.katolik K. Protestan Tingkat Pendidikan SD SMP SMA DIPLOMA S1 Status Menikah (-) Menikah 9 119 64 14 98 108 116 18 72 21 38 63 32 52 156 50 156 50 4,4% 57,8 % 31% 6,8 % 47,6 % 52,4 % 56,3 % 8,7 % 35 % 10,2 % 18,4 % 30,6 % 15,5 % 25,2 % 75,7 % 24,3 % 75,7%
Lama Rawat Inap 3-5 hari
>6 hari
24,3%
5.1.3 Spiritualitas Perawat yang bekerja di ruang Penyakit Dalam dan Bedah.
Diperoleh data bahwa sebagian besar dikategorikan pada spiritualitas baik
yaitu sebanyak 54 responden (85,7 %), sedangkan yang dikategorikan spiritualitas
cukup sebanyak 9 responden (14,3 %) dan tidak ada responden pada kategori
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan data persentase spiritualitas perawat yang bekerja di ruang Penyakit Dalam dan Bedah RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=63)
Spiritualitas perawat yang bekerja diruang penyakit dalam
dan bedah Frekuensi (n) Persentase (%) Spiritualitas baik Spiritualitas cukup 54 9 85,7 % 14,3 % Total 63 100%
5.1.4 Pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien yang dirawat inap di ruang
Penyakit Dalam dan Bedah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemenuhan
kebutuhan spiritual pada pasien rawat inap dikategorikan baik yaitu sebanyak 153
responden (74,3%), sedangkan yang dikategorikan cukup sebanyak 53 responden
(25,7 %) dan tidak ada responden pada pemenuhan kebutuhan spiritual buruk.
Tabel 5.4. Distribusi frekuensi dan data persentase pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien oleh perawat yang dirawat inap di ruang Penyakit Dalam dan Bedah RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=206)
Pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien yang dirawat inap di ruang penyakit dalam dan bedah
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Pemenuhan spiritual baik
Pemenuhan spiritual cukup 153
53
74,3%
25,7%
Total 206 100%
5.1.5 Hubungan spiritualitas perawat dengan pemenuhan spiritual pada pasien
yang dirawat inap di ruang penyakit dalam dan bedah.
Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini, didapatkan nilai
koefisien korelasi Spearman’s rho atau r sebesar 0,306. Berdasarkan tabel kriteria
penafsiran korelasi menurut Burns dan Grove (2004) bahwa kedua variabel
memiliki hubungan positif dengan interpretasi hubungan memadai (r pada 0.3
sampai 0.5), artinya jika semakin tinggi spiritualitas perawat maka pemenuhan
kebutuhan spiritual pasien semakin tinggi. Kemudian hubungan antara kedua
variabel tersebut dapat dikatakan signifikan, dimana p< 0.05. Hal ini berarti Ha
diterima, yaitu ada hubungan spiritualitas perawat dengan pemenuhan kebutuhan
spiritual pada pasien yang dirawat inap di ruang penyakit dalam dan bedah di
RSUD Dr.Pirgandi Medan.
Tabel 5.5 Hasil analisa hubungan antara spiritualitas perawat dengan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien yang dirawat inap di ruang penyakit dalam dan bedah RSUD Dr. Pirngadi Medan(n=63, n=206)
Variabel 1 Variabel 2 r p-value Keterangan
perawat yang bekerja diruang penyakit dalam dan bedah
kebutuhan spiritual pasien oleh perawat yang dirawat inap di ruang penyakit dalam dan bedah
dengan hubungan yang memadai
5.2 Pembahasan
5.2.1 Karakteristik Data Demografi Perawat
Berdasarkan usia, sebagian besar perawat berada pada usia dewasa dini
(18-40), yaitu sebanyak 45 orang (71,4%). Kelompok usia dewasa dini merupakan
usia produktif yang mendukung dalam melaksanakan pelayanan keperawatan
yang baik. Menurut Kozier et al. (2010), individu dewasa dapat mengemukakan
pertanyaan yang bersifat filosofi mengenai spiritualitas dan menyadari akan hal
spiritual tersebut. Ajaran-ajaran agama dewasa awal/muda semasa kecil dapat
diterima atau didefinisikan kembali. Heber (1978 dalam Rohman, 2009)
menyatakan bahwa pada rentang dewasa awal/muda telah benar-benar mengetahui
konsep benar dan salah, menggunakan keyakinan moral, agama dan etik sebagai
dasar dari sistem nilai, sudah merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang
sudah dikerjakan terhadap kepercayaan dan nilai spiritualitasnya. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Riyadi dan Kusnanti (2007) yang menemukan bahwa ada
hubungan signifikan antara umur perawat dengan kinerja perawat dalam
memberikan pelayanan kesehatan pada setiap klien (P= 0.023 < 0.05). Hal ini
dapat diartikan bahwa semakin dewasa usia seorang perawat maka semakin
Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan diruang penyakit dalam dan bedah
sebagian besar adalah perempuan sebanyak 56 orang (88,9%), sedangkan
laki-laki yaitu 7 orang (11,1%). Hal ini dapat dilihat dari sejarah perkembangan
keperawatan dengan adanya perjuangan seorang Florence Nightingale yang
menerapkan prinsip “Mother Instink”, sehingga dunia keperawatan identik dengan
pekerjaan seorang perempuan. Namun dengan kondisi sekarang sudah berubah,
banyak laki-laki yang menjadi perawat, tapi kenyataannya proporsi perempuan
masih lebih banyak dari laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan
memiliki kesempatan yang lebih banyak dalam melakukan pemenuhan kebutuhan
spiritualitas pada pasien.
Data menunjukkan bahwa sebagian besar perawat beragama Islam yaitu
39 orang (61,9%), sedangkan beragama K. Katolik yaitu 3 orang (4,8 %) dan K.
Protestan yaitu orang 21 (33,3%). Menurut Hamid (1999) bahwa agama
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perawatan spiritualitas pada
klien. Perbedaan agama antara perawat dan klien menyebabkan perawat terkadang
menghindar untuk memberi asuhan keperawatan spiritualitas.
Berdasarkan latar belakang pendidikan, sebagian besar perawat berlatar
belakang pendidikan diploma yaitu 44 orang (69,8%). Menurut Notoatmodjo
(2002), bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
sangat diperlukan untuk mengembangkan diri sehingga semakin tinggi pendidikan
semakin mudah menerima dan mengembangkan pengetahuan. Seperti
mengembangkan diri dalam penyelenggaraan pelayanan spiritual pada pasien.
umum pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh pengalaman hidup sebagai
pengetahuan sejati, tingkat pendidikan yaitu semakin tinggi pendidikan seseorang
semakin tinggi pula pengetahuannya, kesehatan fisik terutama kesehatan panca
indra, usia yang berhubungan dengan daya tangkap dan ingatan terhadap suatu
materi, dan media masa/buku sebagai sumber informasi. Untuk itu penting untuk
meningkat tingkat pendidikan seseorang terutama perawat untuk
mengembangkan pengetahuan diri dalam membarikan pelayanan spiritual kepada
pasien.
Data menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berpengalaman kerja
selama 5-10 tahun yaitu 24 orang (38,1%). Menurut Megawati (2004), lama kerja
seseorang mempunyai pengaruh terhadap mutu pekerjaan. Karena masa kerja
yang semakin lama maka perawat akan semakin paham terhadap asuhan
keperawatan yang dilakukan. Dikatakan juga bahwa perawat ataupun karyawan
yang mempunyai masa kerja lama punya kesempatan yang besar untuk
meningkatkan produktivitas karena mereka sudah paham mengenai pola kerjanya,
mengetahui lingkungan kerja dengan baik, dan memiliki keterampilan yang
memadai termasuk dalam pemenuhan kebutuhan spiritualitas (Anoraga & Suyati,
5.2.2 Karakteristik Data Demografi Pasien
Berdasarkan usia, sebagian besar pasien berusia dewasa dini, yaitu 119
orang (57,8%). Hal ini dinyatakan oleh Hurlock (2004), bahwa kelompok usia
dewasa dini lebih memperhatikan hal-hal keagamaan dan aktif dalam kegiatan
keagamaan Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Arini (2013) terkait hubungan
spiritualitas dengan kompetensi perawat dalam asuhan spiritual pasien bahwa
usia responden terbanyak adalah usia dewasa awal 55 orang (93,2%).
Berdasarkan status, sebagian besar pasien dengan status menikah yaitu
156 orang (75,7%). Menurut Aziz (2006), keluarga memliki peran yang cukup
strategis dalam memenuhi kebutuhan spiritual, karena keluarga memiliki ikatan
emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.
Didukung teori Taylor (2002), bahwa keluarga berfungsi untuk mendukung
dengan bantuan doa, membacakan buku, atau bernyanyi, menghibur, ambil bagian
dalam penyembuhan, atau menumpahkan segenap empati. Karena keluarga
mempunyai ikatan emosional dengan pasien, mereka mampu memberikan
dukungan tertentu yang tak mampu disediakan oleh orang lain.
Menurut peneliti pasien dengan status menikah dan dengan adanya
dukungan dari pasangan, pasien dapat mengembangkan koping yang adekuat dan
adaptif terhadap stressor. Dengan keberadaan pasangan yang selalu mendampingi
dan memberi dukungan ataupun bantuan saat pasien mengalami masalah-masalah
terkait dengan kondisi kesehatannya, maka pasien akan merasa optimis dalam
menjalani kehidupannya. Hal itu akan mempengaruhi keseluruhan aspek kualitas
Berdasarkan data sebagian besar pasien menjalani rawat inap 3-5 hari
(75,7%). Menurut Hamid (2009) bahwa ketika individu menderita suatu penyakit,
kekuatan spiritualitas sangat berperan penting dalam proses penyembuhan.
Selama sakit, individu menjadi kurang mampu untuk merawat diri mereka dan
lebih bergantung pada orang lain. Spiritualitas sangat diperlukan untuk dapat
menerima keadaan sakit yang dialaminya, khususnya jika penyakit tersebut
memerlukan proses penyembuhan dalam waktu yang lama dengan hasil yang
belum pasti.
5.2.3 Spiritualitas Perawat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa spiritualitas perawat yang bekerja
diruang penyakit dalam dan bedah RSUD Dr. Pirngadi Medan berada pada
rentang kategori baik, yaitu 85,7%. Spiritualitas di tempat kerja adalah tentang
pekerjaan yang lebih bermakna, tentang hubungan antara jiwa dan pekerjaan
(Ashmos, 2000). Pada sisi keterampilan sosial (social skill), orang-orang dengan
spiritualitas yang berkembang menunjukkan keterbukaan sosial yang lebih besar,
mudah beradaptasi dengan perubahan, memiliki hubungan yang baik dengan
rekan kerja dan atasan, dan baik dalam menanggapi kritikan. Keterampilan ini
dibutuhkan perawat untuk menjalani peran-perannya dengan baik. Peran-peran
yang membutuhkan keterampilan ini antara lain, peran perawat sebagai pelaksana
dalam hal ini sebagai communicator, peran sebagai pengelola (Gaffar dalam
Praptianingsih, 2006). Menurut Widyarini (2008) gerakan spiritualitas di tempat
dilihat dari merebaknya publikasi tertulis seperti jurnal cetak maupun on line,
buku dan konferensi-konferensi dengan tema spiritualitas di tempat kerja.
Hasil penelitian Arini (2013) diperoleh bahwa spiritualitas perawat dengan
skor spiritualitas sangat baik dan baik sebanyak 30 orang (50,8%). Artinya
mayoritas responden memiliki skor spiritualitas lebih dari cukup. Sumiati et al.
(2007) menyatakan, seseorang atau individu yang mempunyai spiritualitas sangat
baik, mereka dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap pelayanan
kesehatan khususnya adalah perawat.
Seseorang yang memiliki spiritualitas tinggi akan memiliki kecenderungan
untuk tidak menyakiti orang lain, menjaga lingkungan mereka dan penuh cinta
kasih. Spiritualitas yang tinggi dapat membantu seseorang untuk menentukan
langkah dengan baik, akan lebih memaknai hidup, dapat mengambil hikmah dari
pengalaman hidupnya, serta selalu berintrospeksi diri (Wardhani &
Wahyuningsih, 2008). Spiritualitas meyakini keadilan sosial dan menyadari
bahwa tidak ada seorang pun yang dapat hidup tanpa interaksi dengan orang lain,
berempati, kesadaran mendalam terhadap kesakitan, penderitaan, serta kematian
dan menghargai satu sama lain bahwa hidup itu bernilai (Smith, 1994 dalam
Wardhani & Wahyuningsih, 2008).
Manusia memelihara atau meningkatkan spiritualitas mereka dalam
banyak cara. Beberapa orang berfokus pada perkembangan bagian dalam diri dan
dunia, yang lain berfokus pada ekspresi energi spiritual mereka dengan orang lain
atau dunia luar. Berhubungan dengan bagian dalam diri atau jiwa seseorang dapat
dengan cara berdoa atau meditasi, dengan menganalisis mimpi, dengan
komunikasi dengan alam, atau dengan mengalami inspirasi seni (misalnya, drama,
musik, dansa). Ekspresi energi spiritual seseorang terhadap orang lain
dimanifestasikan dalam hubungan saling mencintai dengan dan melayani orang
lain, kesenangan dan tawa, partisipasi dalam layanan keagamaan dan
perkumpulan dengan ekspresi kasih sayang, empati, pengampunan, dan harapan.
Perawat yang menjunjung spiritualitas mereka sendiri mampu bekerja lebih baik
dengan klien yang memiliki kebutuhana spiritualitas, perawat juga perlu merasa
nyaman dengan spiritualitas seseorang (Kozier, 2010).
5.2.4 Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien Oleh Perawat
Data menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan pasien yang dilakukan
oleh perawat berada dalam rentang kategori baik, yaitu 153 orang (74,3%) dan
sebanyak 53 orang pasien (25,7%) dengan kategori cukup. Menurut Hamid
(2009), bahwa perawat sebagai tenaga kesehatan yang professional mempunyai
kesempatan yang paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya
asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu klien memenuhi
kebutuhan bio-psikososio-kultural dan spiritual secara holistik dan unik terhadap
perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis. Asuhan keperawatan yang
diberikan oleh perawat tidak bisa terlepas dari aspek spiritualitas yang merupakan
bagian integral dari interaksi perawat dengan klien. Perawat berupaya untuk
membantu memenuhi kebutuhan spiritual pasien sebagai bagian dari kebutuhan
spiritual pasien tersebut, walaupun perawat dan pasien tidak mempunyai
keyakinan spiritual atau keagamaan yang sama (Hamid, 2009).
Hamid (2009) menambahkan bahwa masih adanya perawat yang kurang
memperhatikan aspek spiritual dalam perawatan karena perawat kurang
memahami tentang aspek spiritual dan manfaatnya terhadap kesehatan dan
penyembuhan penyakit pasien. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Piles (dalam
Carpenito, 2000), bahwa sebagian perawat merasa tidak mampu memberikan
perawatan spiritual kepada pasien dengan alasan perawat memandang agama
sebagai masalah pribadi, perawat berpikir bahwa spiritualitas merupakan masalah
pribadi yang hanya merupakan hubungan individu dengan penciptaNya, perawat
merasa tidak nyaman dengan agama/kepercayaannya, perawat kurang tahu tentang
asuhan keperawatan spiritual, peraawat menjalankan kebutuhan spiritual untuk
kebutuhan psikologi, dan perawat memandang bahwa pemenuhan kebutuhan
spiritual pasien bukan tanggung jawabnya melainkan tanggung jawab keluarga
dan tokoh agama.
5.2.5 Hubungan Spiritualitas Perawat dengan Pemenuhan Spiritual pada Pasien
yang Dirawat Inap Di Ruang Penyakit Dalam dan Bedah
Hasil analisa statistik dalam penelitian ini adalah bahwa spiritualitas
perawat yang bekerja di ruang penyakit dalam dan bedah memiliki hubungan
secara positif yang memadai dengan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien yang
dirawat inap di ruang penyakit dalam dan bedah (r = 0,306). Hasil analisa
diterima, dimana p=0,015 (p<0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis
dapat diterima (Ha diterima). Hal ini berarti adanya hubungan spiritualitas
perawat dengan pemenuhan spiritual pada pasien yang dirawat inap diruang
penyakit dalam dan bedah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurcahyani (2012) bahwa adanya hubungan secara positif yang memadai dengan
pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien rawat inap RSP AD Gatot Subroto,
Jakarta Pusat (r = 0,945), p value = 0,008. Sehingga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara penerapan aspek spiritualitas perawat dan
pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien rawat inap. Adanya upaya
meningkatkan penerapan aspek spiritualitas perawat akan meningkatkan
kebutuhan spiritual pada pasien rawat inap.
Mansen (1993 dalam Young & Koopsen, 2007) mengatakan bahwa
kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehataan untuk melaksanakan
penilaian atas kebutuhan spiritual pasien tergantung pada kesejahteraan spiritual
atau psikologis penyelenggara itu sendiri yaitu para profesionalisme perawatan
kesehatan mempunyai pemahaman yang mendalam akan kepercayaan, nilai dan
prasangka yang dihayatinya. Hal ini memungkinan para profesional itu
memperhatikan pasien dan membantu mereka bersikap tanpa prasangka ketika
menghadapi masalah spiritual yang dialami pasien. Secara khusus, penting
disadari ketika keyakinan pasien berbeda dengan keyakinan yang dihayati para
Penilaian spiritual dan perawatan, perawat harus diajarkan bagaimana
mengembangkan spiritualitas mereka sendiri terlebih dahulu, sehingga mereka
dapat mengidentifikasi kebutuhan spiritual pasien mereka. Hal ini dapat dilakukan
melalui pelaksanaan berbagai program pendidikan tentang perlunya pengetahuan
spiritual dalam profesi ini. Melakukan lokakarya, kamp meditasi, menyediakan
bahan bacaan tentang spiritualitas, diskusi terbuka dengan senior dan rekan-rekan
tentang aspek ini, membahas pengalaman spiritual pribadi seseorang dengan
pasien atau sebaliknya, dan menjadi lebih terbuka tentang konsep spiritualitas
secara keseluruhan membutuhkan untuk dapat memenuhi kebutuhan spiritual
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian, maka dikemukakan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
- Spiritualitas perawat yang bekerja diruang penyakit dalam dan bedah
RSUD Dr. Pirngadi Medan dikategorikan baik yaitu sebanyak 54
responden (85,7 %).
- Pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien rawat inap yang dilakukan
oleh perawat di ruang penyakit dalam dan bedah RSUD Dr. Pirngadi
Medan adalah dikategorikan baik yaitu sebanyak 153 responden (74,3%).
- Spiritualitas perawat berhubungan secara positif dengan pemenuhan
kebutuhan spiritual pasien yang dirawat inap diruang penyakit (r ) 0.306
dengan nilai signifikan 0,015 (p < 0.05), hubungan yang positif artinya
jika semakin tinggi spiritualitas perawat maka semakin tinggi pemenuhan
6.2 Saran
6.2.1 Praktek Keperawatan
Diharapkan dari hasil penelitian ini, dapat meningkatkan kinerja pelayanan
keperawatan dan keterampilan perawat dalam melakukan pemenuhan kebutuhan
spiritual pada pasien yang dirawat inap.
6.2.2 Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan dan masukan bagi
pendidikan keperawatan khususnya bagi perawat yang bekerja diruang penyakit
dalam dan bedah sehingga perlu diberi penekanan materi tentang pemenuhan
kebutuhan spiritualitas pada pasien yang dirawat di ruang penyakit dalam dan
bedah. Selain itu, perlu diadakannya seminar yang terkait dengan asuhan
keperawatan spiritualitas pada pasien. Dan menyediakan buku referensi yang
berkaitan aspek spiritual dalam keperawatan sebagai tambahan wacana keilmuan.
6.2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya
Desain deskriptif korelasi yang digunakan penenlitian ini mempunyai
kelemahan antara lain hanya berupa kuesioner pertanyaan, responden cenderung
tidak jujur dan menjawab apa adanya karena berbagai alasan, maka untuk
penelitian lebih lanjut mengenai spiritualitas perawat dan pemenuhan kebutuhan
spiritual pada pasien rawat inap disarankan menggunakan desain deskriftif
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Rev.ed.). Jakarta: Rineka Cipta
__________. (2005). Manajemen Penelitian (Rev.ed.). Jakarta: Rineka Cipta Arini, H. N. (2013). Hubungan Spiritualitas dengan Kompetensi Perawat dalam
Asuhan Spiritual Pasien. Skripsi. UniversitasJenderal Soedirman
Azwar, S. (2004). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
CNA. (2010). Spirituality, Health And Nursing Practice (Canadian Nurse
Associaton)
Diakses tanggal 29 Oktober 2013
Dahlan, M.S. (2004). Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: bina mitra press
Desiana , K. (2008). Gambaran Spiritualitas pada Perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Skripsi. Dibuka pada website
Diakses tanggal 20 Oktober 2013
Hidayat, A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia 1 : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Hamid A.Y. (2008). Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta
Hawari, D. (2002). Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi. Jakarta: Gaya Baru
Hurlock, E. B. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Hidup: Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Jayanthi. (2010). Aspek Spiritualitas Perawat Dengan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual
Pada Pasien Rawat Inap. Dibuka pada website.;
Kozier , B., Erb, G., Berman, A., Snyder, S. J. (2010). Buku Ajar Fundamental