• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1.Analisis

6.1.1. Analisa Bullwhip Effect

Berdasarkan hasil perbandingan peramalan permintaan periode Januari- Desember tahun 2015 dengan aktual permintaan tahun 2016 untuk distributor Lotte Mart, Berastagi Supermarket, dan rantai manufakturnya diperoleh bahwa jumlah permintaan berdasarkan peramalan lebih rendah dibandingkan aktual permintaan nya. Rata-rata persentase selisih permintaan untuk distributor Lotte Mart, Berastagi Supermarket, dan manufaktur masing-masing adalah 38,24%, 89,57%, dan 43,11 %.

Pada jumlah permintaan produk yang selalu berubah-ubah, serta keengganan dalam melakukan komunikasi yang transparan dan akurat, telah menimbulkan fenomena yang sering terjadi pada sistem rantai supply, yaitu adanya simpangan yang jauh antara permintaan yang ada dengan penjualan. Fenomena ini dinamakan bullwhip effect.

Dalam pelaksanaan sistem supply chain di PT. Florindo Makmur, telah terjadi bullwhip effect akibat distorsi informasi permintaan dari rantai distributor ke rantai manufakturnya. Perbandingan hasil peramalan permintaan tahun 2015 dengan aktual permintaan tahun 2016 menunjukkan adanya variabilitas permintaan yang menimbulkan inventori cukup besar pada rantai supply dan telah menyebabkan inefisiensi pada supply chain, yakni bertambahnya beban inventory cost atau ongkos simpan. Hal ini disebabkan kesalahan interpertasi data permintaan dan sistem informasi yang kurang terintegrasi pada rantai distribusinya.

Besarnya nilai bullwhip effect diperoleh dari hasil bagi dari koefisien variansi permintaan dengan koefisien variansi penjualan. Berdasarkan hasil identifikasi perhitungan bullwhip effect, diperoleh nilai bullwhip effect lebih kecil dari satu pada distributor Lotte

Mart (0,1982), Berastagi Supermarket (0,2425), begitu juga pada manufakturnya (0,2382). Nilai bullwhip effect tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi peningkatan variabilitas permintaan dalam supply chain. Semakin besar nilai dari koefiesien variansi permintaan, semakin besar pula nilai bullwhip effect. Sebaliknya, semakin kecil nilai dari koefiesien variansi permintaan, semakin kecil pula nilai bullwhip effect. Bullwhip effect dalam rantai supply dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Nilai Bullwhip Effect dalam Rantai Supply PT. Florindo Makmur

Rantai Supply Lotte Mart Berastagi Supermarket

Distributor 0.1982 0.2425

Manufaktur 0.2382

Nilai bullwhip effect lebih kecil dari satu, berarti tidak terjadi variabilitas permintaan pada rantai supply distributor Lotte Mart,dan distributor Berastagi Supermarket, begitu juga dengan rantai supply manufakturnya. Namun nilai bullwhip effect yang lebih kecil dari satu menunjukkan terjadinya peningkatan variabilitas penjualan produk Gunung Agung.

Berdasarkan hasil identifikasi nilai bullwhip effect diketahui bahwa penyebab terjadinya bullwhip effect adalah:

1. Demand Forecasting Updating

Peramalan yang dilakukan menggunakan peramalan permintaan yang diperoleh dari distribusi resmi. Tidak akuratnya permintaan yang dilakukan pihak manufaktur mengakibatkan terjadinya variabilitas permintaan dalam rantai supply.

2. Lot Sizing

Lot Sizing diperlukan karena proses produksi dan pengiriman produk tidak akan ekonomis jika dilakukan dalam ukuran kecil. Permintaan pelanggan akhir yang relatif stabil dari hari ke hari akan berubah menjadi order mingguan atau dua mingguan dari

retailer sehingga pusat distribusi akan menerima order yang lebih fluktuatif dibandingkan permintaan yang dihadapi oleh retailer.

3. Rationing and Shortage Gaming

Pihak distributor maupun retailer sering melakukan rationing, yakni ketika mengetahui bahwa permintaan sering tidak terpenuhi seluruhnya, distributor berupaya membesarkan ukuran pesanan mereka dengan harapan kalau dilakukan rationing, mereka masih memperoleh jumlah yang cukup. Akibatnya, seringkali pada saat persediaan sebenarnya cukup, distributor dan retailer mengubah atau membatalkan pesanan mereka. Cara seperti ini merusak informasi pasar pada supply chain. Pihak manufaktur tidak akan pernah mendapatkan informasi pasar yang mendekati kenyataan akibat motif gaming dan spekulatif yang dilakukan oleh distributor maupun retailer. Pabrik atau pemain hulu tidak akan dengan mudah membedakan antara kenaikan pesanan yang bermotif spekulatif dan peningkatan pesanan yang murni merefleksikan peningkatan permintaan dari pelanggan akhir.

4. Fluktuasi harga

Kebijakan promosi berupa pemberian diskon menyebabkan perubahan permintaan. Permintaan melonjak pada saat pemberian diskon dan mengalami penurunan saat diskon dihentikan. Produksi dapat saja kekurangan saat ada harga khusus yang diberikan kepada konsumen. Pada saat harga normal, stok pada distributor pun menumpuk.

6.2.Pembahasan

6.2.1. Kebijakan Inventori dengan Model Q (Metode Hadley-Within)

Setelah melakukan pengendalian persediaan produk menggunakan model probabilistik Q dengan metode Hadley-Within maka pemesanan produk dapat terencana dengan baik sehingga jumlah persediaan produk yang ada di gudang dapat dikontrol dan tidak akan mengalami kekurangan permintaan produk saat proses leadtime. Dengan

demikian pelayanan PT. Florindo Marmur terhadap pelanggan dapat terpenuhi meskipun adanya fluktuasi permintaan produk dari pelanggan terhadap perusahaan.

Kebijakan inventori dengan model Q menggunakan metode Haldey-Within mempunyai keunggulan dalam penentuan ukuran lot yang optimal dan cadangan pengaman mudah dipecahkan secara analitik karena pencarian solusinya dilakukan dengan cara iteratif. Kelemahan dari model ini sendiri adalah sulitnya untuk mendapatkan ukuran lot dan cadangan pengaman yang optimal karena harus mengikuti tahap iterasi yang begitu rumit sampai diperoleh selang waktu pemesanan yang hampir sama.

6.2.2. Usulan Mengatasi Bullwhip Effect

Bedasarkan hasil penelitian, maka diberikan beberapa pendekatan yang dapat diusulkan untuk mengatasi bullwhip effect yakni:

1. Information Sharing

Informasi yang tidak transparan mengakibatkan banyak pihak pada supply chain melakukan kegiatan dasar ramalan atau tebakan yang tidak akurat. Ritel sering sekali membagi informasi penjualan dengan pusat distribusi atau pabrik. Akibatnya pabrik hanya mengetahui pola permintaan berdasarkan order yang diterima dari pusat ditribusi dan pusat distribusi memahami permintaan berdasarkan pola order dari para ritel. Oleh karena itu, salah satu cara mereduksi bullwhip effect adalah dengan membagi informasi permintaan ke seluruh pemain pada supply chain, ternasuk pusat distribusi, pabrik, maupun pemasok komponen atau bahan baku. Kesalahan ramalan di seluruh lini supply chain dapat dikurangi dengan pertukaran informasi yang lebih baik. Apabila data penjualan oleh toko atau ritel diketahui oleh semua pihak pada supply chain maka ramalan permintaan dapat dibuat lebih seragam.

Sistem informasi yang transparan, akurat, dan terintegrasi mengenai hal-hal yang menyangkut permintan dan persediaan produk (Accurate Pull Data), yang dapat dilakukan melalui sharing : EPOS (Electronic Point Of Sales), sehingga setiap rantai

dapat menjadwalkan secara efektif dan CAO (Computer Assisted Ordering), dengan ini pihak supply chain dapat mengetahui secara pasti besarnya permintaan, jumlah penjualan dan jumlah produk yang tersedia.

2. Memperbaiki manajemen dan teknik peramalan

Demand Management/Forecasting dapat dilakukan dengan memperbaiki teknik-teknik peramalan khususnya pada bagian manufaktur sehingga didapatkan hasil peramalan yang akurat.

3. Menciptakan stabilitas harga

Pemberian potongan harga oleh penyalur ke toko-toko atau ritel dapat mengakibatkan reaksi forward buying yang sebenarnya tidak berpengaruh kepada permintaan dari pelanggan akhir. Untuk mengindari reaksi forward buying, frekuensi dan intensitas kegiatan promosi parsial seperti ini harus dikurangi dan lebih diarahkan ke pengurangan harga secara kontinyu sehingga dapat menciptakan program seperti every day low price. Atau kalaupun kegiatan promosi atau penurunan harga dilakukan, semua pihak pada suplly chain harus mengetahui program tersebut dengan baik sehingga tidak keliru dalam menaksir permintaan yang sesungguhnya.

4. Pengurangan ongkos-ongkos tetap

Untuk bagian pengadaan, ukuran lot pemesanan dapat dikurangi dengan mengeliminasi kegiatan-kegiatan administrasi yang berlebihan dengan melakukan eliminasi kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah seperti optimisasi.

BAB VII

Dokumen terkait