• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Bullwhip Effect Pada Rantai Supply Dengan Model Q Menggunakan Pendekatan Hadley-Within Di PT. Florindo Makmur Chapter III VII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Bullwhip Effect Pada Rantai Supply Dengan Model Q Menggunakan Pendekatan Hadley-Within Di PT. Florindo Makmur Chapter III VII"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Konsep Supply Chain

Supply chain adalah jaringan instansi-instansi yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir (end user). Instansi-instansi tersebut biasanya termasuk supplier, instansi, distributor, toko atau ritel,

serta instansi-instansi pendukung seperti instansi jasa logistik. ( Pujawan, 2005).

3.2. Pengukuran Bullwhip Effect

Dalam melakukan perhitungan bullwhip effect yang terjadi harus mempertimbangkan supply chain sebagai bagian dari unit independen (perusahaan) dan sebagai himpunan bagian

dari sejumlah jaringan. Chen (2000) menyatakan bahwa tiap unit pada tingkatan supply chain yang dipertimbangkan mungkin mempunyai hubungan dengan beberapa atau kelipatan

unit atau supply chain lainnya. Sebuah supply chain terdiri dari beberapa echelon berikutnya. Sebuah echelon adalah satu level dalam supply chain. Sebuah echelon mungkin terdiri dari beberapa outlet yang pararel, misalnya beberapa pusat distribusi mungkin bersama-sama

membentuk sebuah tingkatan “Distribution Centre”, atau bahkan beberapa toko mungkin dapat bersama-sama membentuk sebuah tingkatan “Retail Shop”.

Di dalam pembahasannya akan dipertimbangkan sebuah supply chain yang terdiri dari beberapa tingkatan. Yang diidentifikasikan sebagai indeks l, dengan (l=0 menjadi tingkatan yang paling atas / upstream). Setiap tingkatan terdiri dari M outlet yang

ditunjukkan dengan ml, lebih lanjutnya kita membedakan antara permintaan yang datang dari tingkatan bawah / downstream (Din) dan permintaan yang keluar menuju tingkatan

(2)

Dalam melakukan pengukuran terhadap bullwhip effect pada tingkatan atau

sekumpulan tingkatan tertentu pada supply chain sebagai hasil bagian dari koefisien variansi permintaan yang diterima oleh tingkatan ini adalah :

ω

=

Cout

Cin

Dimana,

Cout =

σ[Dout (t,t+T)]

µ[Dout (t,t+T)]

;

Cin =

σ[Din (t,t+T)]

µ[Din (t,t+T)]

Dout (t,t+T) dan Din (t,t+T) adalah permintaan selama interval waktu (t,t+T) dan akan ditulis

sebagai Dout dan Din.

3.3. Model Probabilistik Q

Sebagaimana model Wilson atau model inventori probabilistik sederhana, dalam hal ini pihak manajemen harus melakukan monitoring secara intensif atas status inventori untuk mengetahui kapan saat pemesanan dilakukan (r) dan harus konsisten dalam melakukan

pemesanan, yaitu sebesar q0 yang konstan untuk setiap kali melakukan pembelian.

Oleh karenanya model Q menurut Martin dan Star (1978) disebut pula sebagai sistem

inve ntori otomatis (Automated InventorySystem). Artinya pemesanan akan dilakukan secara otomatis bila posisi barang telah mencapai r dan besarnya ukuran pemesanan selalu konstan sebesar q0 untuk setiap kali pemesanan. Dengan waktu ancang-ancang yang tidak sama

dengan nol maka saat pemesanan (reoder point) dilakukan pada saat barang di gudang (stock on hand) sebesar kebutuhan selama waktu ancang-ancanganya , sehingga yang menjadi

masalah selanjutnya yang perlu dikaji adalah berapa besarnya q0 dan r yang optimal. Optimalitas diukur tidak hanya dengan menggunakan kriteria ekpetasi ongkos total nilai inventori selama horison perencanaan, tetapi juga harus memperhitungkan tingkat pelayanan

(3)

3.3.1. Karakteristik Model Q

Karakteristik kebijakan persediaan model Q ditandai oleh dua hal mendasar sebagai berikut:

1. Besarnya ukuran pemesanan (qo) selalu tetap untuk setiap kali pemesanan dilakukan. 2. Pemesanan dilakukan apabila jumlah persediaan yang dimiliki telah mencapai suatu

tingkat tertentu (r) yang disebut titik pemesanan kembali (reorder point).

Sesuai dengan karakteristik serta asumsi tersebut di atas, secara grafis situasi persediaan yang ada dalam gudang bila menggunakan model Q dapat digambarkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Situasi Persediaan dengan Model Q

Karena permintaan probabilistik tidak tetap sedangkan ukuran pemesanan (qo) selalu

tetap maka interval waktu antara saat pemesanan berubah-ubah (variabel). Disamping itu tampak juga adanya suatu periode waktu tertentu dimana kemungkinan barang tidak ada di

gudang atau terjadi kekurangan inventori (out of stock). Dalam model Q, kekurangan persediaan hanya mungkin terjadi selama waktu ancang-ancang saja (L), karena itu cadangan pengaman yang diperlukan hanya digunakan untuk meredam fluktuasi kebutuhan selama

waktu ancang-ancang tersebut.

3.3.2. Formulasi Model Q (G. Handley and T.M Within) Kasus Lost Sales

Pada metode G.Hadley dan T.M Whitin untuk kasus lost sales ini dikenal pola permintaan berdistribusi normal serta waktu ancang (lead time) yang konstan. Berdasarkan

(4)

akan dirinci formulasinya sehingga kelak akan dapat ditentukan variabel-variabel keputusan

yang akan dikendalikan, yaitu qo dan r.

1. Biaya Pengadaan

Biaya pengadaan per tahun (Op) bergantung pada besarnya ekspektasi frekuensi pemesanan (f) dan biaya untuk setiap kali pemesanan (A). Secara matematis biaya

pengadaan dapat dinyatakan sebagai berikut.

Op =f. A ...(2-2)

Adapun besarnya ekspektasi frekuensi pemesanan per tahun bergantung pada ekspektasi kebutuhan tahunan (λ ) dan besarnya ukuran pemesanan (A) , maka secara

matematis dapat dinyatakan sebagai berikut.

f = λ

�� ...(2-2)

Dengan demikian besarnya biaya pengadaan per tahun (Op) dapat diperoleh dengan

melakukan substitusi persamaan (2-2) ke dalam persamaan (2-2) sehingga didapat:

Op = �� ...2-4)

2. Biaya Simpan

Biaya simpan per tahun (Os) bergantung pada ekspektasi jumlah persediaan yang disimpan (m) dan biaya simpan per unit per tahun (h) , yang dapat dinyatakan sebagai

berikut.

Os = h= h x m ..(2-5)

Biaya simpan per unit per tahun (h) biasanya merupakan fungsi dari harga barang yang disimpan dan besarnya dinyatakan sebagai persentase (I) dari harga barang (c) .

h = I. c ...(2-6)

untuk menghitung dapat ditinjau posisi persediaan bagi setiap siklusnya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5. Dalam keadaan yang stabil (steady state) maka pada

(5)

sebesar s (safety stock) dan setelah pesanan datang jumlah barang akan sebesar (s +

qo) . Pada akhir siklus, jumlah persediaan akan menyusut kembali menjadi s. Situasi ini dapat digambarkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Posisi Inventori dalam Keadaan Steady State

Dengan demikian dalam keadaan steady state persediaan yang ada dalam gudang akan berfluktuasi s antara dan (s + qo), sehingga ekspektasi persediaan yang ada

dapat dinyatakan:

m =1

2��+� ...(2-7)

S

ubstitusi persamaan m =1

2��+�, ke dalam , akan memberikan hasil sebagai berikut. Os = (

1

2��+�) h ...(2-8)

Untuk dapat menghitung biaya simpan (Os) dari persamaan di atas yang belum diketahui hanyalah s. Harga s akan bervariasi dari satu siklus ke siklus yang lain. Jika permintaan barang selama lead time (L) sebesar x dengan distribusi kemungkinan f(x)

, maka harga s =r-x adalah . Harga s dengan demikian bisa berharga positif maupun negatif. Dalam keadaan steady state nilai ekspektasi s dapat dicari dimana besarnya

(6)

s = �−���� ��>� 0 ���� �≤�

Dengan demikian ekspektasi dari harga dapat dihitung sebagai berikut.

s = ∫�(� − �)�(�)��

Jika persamaan (2-9) disubstitusikan kedalam persamaan (2-8) akan diperoleh biaya simpan untuk keadaan lost sales sebagai berikut.

��=�� ���

2 +� −µ +ƞ(�)�...(2-11)

3. Biaya kekurangan persediaan (��)

Dalam model Q kekurangan persediaan hanya dimungkinkan selama waktu

(7)

yang kurang. Jika biaya kekurangan setiap satu unit barang sebesar π, biaya

kekurangan persediaan per tahun adalah:

Ok = NT π ...(2-12)

Dimana:

NT : jumlah kekurangan barang selama satu tahun

Harga NT dapat dicari dengan menghitung ekspektasi jumlah kekurangan persediaan

setiap siklusnya (ƞ(�)) dan ekspektasi frekuensi siklus selama satu tahun (f) , atau :

Dengan demikian biaya kekurangan persediaan (Ok) yang dihitung berdasarkan

kuantitas dapat diformulasikan sebagai berikut:

Ok = ��

�� ƞ(�) ...(2-16) Berangkat dari rumus biaya simpan dan biaya kekurangan persediaan, akan diperoleh formulasi total biaya persediaan. Hasil yang diperoleh dari persamaan 2-4, 2-11 dan

2-16 jika disubstitusikan kedalam OT dengan kekurangan persediaan diperlakukan secara lost sales maka akan diperoleh:

OT = OP + OS + Ok

Variabel keputusan optimal akan dapat diperoleh dengan menggunakan prinsip

optimasi. Syarat agar OT minimal adalah:

(8)

qo*= � digunakan prosedur interaktif G.Hadley and T.M Within sebagai berikut:

a. Hitung nilai qo1∗ awal sama dengan nilai qow∗ dengan formula Wilson yaitu:

qo1* = qow∗ = � 2��

ℎ ...(2-20)

b. Berdasarkan nilai qo1* yang diperoleh akan dapat dicari besarnya kemungkinan kekurangan persediaan Φ(z) dengan menggunakan persamaan

(2-19) dan selanjutnya akan dapat dihitung nilai r1∗:

Φ(z) = ℎqo

��+ℎqo, z dapat dicari dari tabel normalitas

Selanjutnya nilai r1∗ dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut:

r1∗= µ + zσ ...(2-21)

c. Dengan diketahui r1∗ yang diperoleh akan dapat dihitung nilai qo2

berdasarkan formula yang diperoleh dari persamaan (2-18).

(9)

3.4. Peramalan

3.4.1. Peramalan Kualitatif

Peramalan kualitatif biasanya digunakan bila tidak ada atau sedikit data masa lalu tersedia. Dalam metode ini, pendapat pakar dan prediksi mereka dijadikan dasar untuk menetapkan permintaan yang akan datang. Beberapa metode kualitatif yang banyak dikenal

antara lain (Spyros. 1998): 1. Metode Delphi

Metode ini merupakan cara sistematis untuk mendapatkan keputusan bersama dari suatu grup yang terdiri dari para ahli dan berasal dari disiplin yang berbeda. Grup ini tidak bertemu secara bersama dalam suatu forum untuk berdiskusi, tetapi mereka diminta

pendapatnya secara terpisah dan tidak boleh saling berunding. Hal ini dilakukan untuk menghindari pendapat yang bias karena pengaruh kelompok. Metode ini dipakai dalam

peramalan teknologi yang sudah digunakan pada pengoperasian jangka panjang.

2. Dugaan Manajemen

Dalam hal ini, peramalan didasarkan pada pertimbangan manajemen, umumnya oleh

manajemen senior. Metode ini akan akan cocok dalam situasi yang sangat sensitif terhadap

intuisi dari suatu kelompok kecil orang yang karena pengalamannya mampu memberikan opini

yang kritis dan relevan.

3. Riset Pasar

Metode ini mengumpulkan dan menganalisa fakta secara sistematis pada bidang yang berhubungan dengan pemasaran. Salah satu teknik utama adalah survey pasar yang akan memberikan informasi mengenai selera yang diharapkan konsumen, dimana informasi

(10)

Metode ini melibatkan orang-orang yang berpengalaman dalam berbagai bidang.

Perbedaan dengan metode Delphi terletak pada interaksi antar anggota panel. Dalam metode ini terdapat diskusi antar anggota secara langsung sedangkan dalam metode Delphi sama sekali tidak ada interaksi lisan.

5. Analogi Historis

Merupakan teknik peramalan yang didasarkan pada pola data masa lalu dari

produk-produk yang dapat disamakan secara analogi. Analogi historis akan cenderung lebih baik untuk penggantian produk di pasar dan apabila terdapat hubungan substitusi langsung dari

produk dalam pasar itu.

3.4.2. Peramalan Kuantitatif

Metode peramalan ini didasarkan pada data kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat tergantung pada metode yang dipergunakan dalam peramalan

tersebut. Metode yang baik yaitu yang memberi nilai-nilai perbedaan atau penyimpangan yang mungkin. Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat tiga kondisi berikut:

1. Adanya informasi tentang keadaan yang lain.

2. Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk data dapat diasumsikan bahwa

pola yang lalu akan berkelanjutan pada masa yang akan datang.

Adapun langkah-langkah melakukan peramalan secara kuantitatif (Gambar 3.3) sebagai berikut:

1. Tentukan tujuan peramalan

2. Pembuatan diagram pencar (scatter diagram)

3. Pilih minimal dua metode peramalan yang dianggap sesuai 4. Hitung parameter-parameter fungsi peramalan.

5. Hitung kesalahan setiap metode yang terbaik, yaitu yang memiliki kesalahan terkecil

(11)

7. Lakukan verifikasi peramalan.

Gambar 3.3. Langkah-langkah Peramalan Secara Kuantitatif

Ada dua kelompok besar metode kuantitatif, yaitu:

a. Metode Time Series

Metode time series adalah metode yang dipergunakan untuk menganalisis serangkaian data

yang merupakan fungsi dari waktu. Metode ini mengasumsikan beberapa pola atau kombinasi pola selalu berulang sepanjang waktu, dan pola dasarnya dapat diidentifikasi semata-mata atas dasar data historis dari serial itu. Dengan metode deret waktu dapat

ditunjukkan bagaimana permintaan terhadap suatu produk tertentu bervariasi terhadap waktu. Sifat dari perubahan permintaan dari tahun ke tahun dirumuskan untuk meramalkan

penjualan pada masa yang akan datang.

Ada empat komponen utama yang mempengaruhi analisis ini, yaitu : a. Pola siklis, jika penjualan produk memilki siklus yang berulang secara periodik

b. Pola musiman, jika pola penjualan berulang setiap periode Langkah I

Definisikan Tujuan Peramalan

Langkah II Buat Diagram Pencar

Langkah III

Pilih Beberapa Metode Peramalan

Langkah IV Hitung parameter-parameter

Langkah V

Hitung setiap kesalahan setiap metode

Langkah VI

Pilih Metode dengan kesalahan terkecil

(12)

c. Pola horizontal, jika nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata.

d. Pola trend, jika data memiliki kecenderungan untuk naik/turun terus-menerus

Dalam meramalkan biaya-biaya yang termasuk dalam biaya operasi dipergunakan

pola trend karena biaya tersebut cenderung naik jika mesin/peralatan semakin tua atau semakin lama jangka waktu pemakaiannya. Ada beberapa trend yang digunakan di dalam penyelesaian masalah ini yaitu :

1.Trend linier

Bentuk persamaan umum :

Y = a + bt

sedangkan peramalannya mempunyai bentuk persamaan Yt = a + bt

2.Trend Eksponensial atau Pertumbuhan

Bentuk persamaan umum : Y = aebt

sedangkan peramalannya mempunyai bentuk persamaan :

Yt = aebt

3.Trend Logaritma Y = a + b log t

(13)

Yt = a + b log t

4.Trend Geometrik Bentuk persamaannya : Y = atb

sedangkan bentuk peramalannya : Yt = atb

5.Trend Hyperbola

Bentuk persamaan umumnya adalah :

Y = t b

a

sedangkan peramalnnya :

Yt = t

Adapun metode peramalan yang termasuk model time series adalah :

(14)

Metode ini digunakan untuk mengurangi ketidakteraturan musiman dari data yang lalu,

dengan membuat rata-rata tertimbang dari sederetan data masa lalu. Ketepatan dengan metode ini akan terdapat pada peramalan jangka pendek, sedangkan untuk peramalan

jangka panjang kurang akurat. Metode ini terdiri dari:

a. Metode Rata-rata Bergerak (moving average) Single Moving Average

Merupakan peramalan untuk satu periode ke depan dari periode rata-rata.

Rumus yang digunakan adalah:

Dasar dari metode ini adalah penggunaan moving average kedua untuk memperoleh

penyesuaian bentuk pola trend. Double Moving Avarage

Notasi yang diberikan adalah MA (M x N), artinya M – periode MA dan N – periode

NA

Weigthed Moving Average

Weighted moving average adalah metode perhitungan dengan cara mengalikan tiap-tiap periode dengan faktor bobot dan membagikannya dengan hasil produk yang merupakan penjumlahan faktor bobot. Formula metode Weighted Moving Average

(15)

dimana : Single Exponential Smoothing(SES)

Pengertian dasar dari metode ini adalah: nilai ramalan pada periode t+1 merupakan

nilai aktual pada periode t ditambah dengan penyesuaian yang berasal dari kesalahan nilai ramalan yang terjadi pada periode t tersebut. Secara matematis dapat dinyatakan:

α : suatu nilai (0<α<1) yang ditentukan secara subjektif

t

f : permintaan aktual pada periode t

1

ˆ

t

f : perkiraan permintaan pada periode t-1

Double Exponential Smoothing

Formula DoubleExponentialSmoothing adalah :

.

(16)

"

t

f : double exponential smoothing

(

' "

)

2 ' "

c. Trend Corrected Exponential Smoothing (Metode Hold)

Langkah pertama dilakukan dengan menghitung nilai level estimasi awal (Lo) dan trend estimasi awal (To) dengan menjalankan regresi linier antara permintaan At dan periode t

dalam bentuk persamaan At = at + b, konstanta b merupakan estimasi awal level Lo dan a merupakan estimasi trend awal To.

Perhitungan To dan Lo sebagai berikut:

To =

Selanjutnya, memodifikasi estimasi dengan rumusan sebagai berikut:

Lt+1 = α At+1 + (1- α)(Lt + Tt) Tt+1 = β(Lt+1 – Lt) + (1- β)Tt

2. Metode Proyeksi Kecenderungan dengan Regresi

Metode ini merupakan dasar garis kecenderungan untuk suatu persamaan, sehingga

dengan dasar persamaan tersebut dapat di proyeksikan hal-hal yang akan diteliti pada masa yang akan datang.

Bentuk fungsi dari metode ini dapat berupa: a. Konstan, dengan fungsi peramalan (Yt):

Yt = a, dimana

(17)

dimana : Yt = nilai tambah

N = jumlah periode b. Linier, dengan fungsi peramalan:

Yt = a + bt

c. Kuadratis, dengan fungsi peramalan : Yt = a + bt + ct2

(18)

n

3. Metode dekomposisi

Metode peramalan yang ditentukan dengan kombinasi dari fungsi yang ada sehingga

tidak dapat diramalkan secara biasa. Model tersebut didekati dengan fungsi linier atau siklis, kemudian bagi t atas kuartal sementara berdasarkan pola data yang ada. Metode

dekomposisi merupakan pendekatan peramalan yang tertua. Terdapat beberapa pendekatan alternatif umtuk mendekomposisikan suatu deret berkala yang semuanya bertujuan memisahkan setiap komponen deret data seteliti mungkin.

3.5. Penentuan Ukuran Lot (Lot Sizing)

Ada beberapa prosedur untuk menentukan ukuran lot. Prosedur-prosedur ini dimulai dari yang paling sederhana hingga algoritma yang komplek. Berikut ini ada beberapa teknik-tekniknya antara lain (Sukaria. 2008):

1. Metode Lot for Lot (LFL)

Pada metode ini dilakukan pemesanan sejumlah yang dibutuhkan sehingga tidak ada on hand inventory. Selain itu menggunakan asumsi bahwa order dapat dilakukan untuk jumlah berapapun.

2. Least Unit Cost (LUC)

Pada teknik LUC ini ukuran kuantitas pemesanan ditentukan dengan cara coba-coba

(19)

Keputusan ditentukan berdasarkan ongkor per unit terkecil dari setiap bakal ukuran lot

yang dipilih.

3. Least Total Cost (LTC)

Sarana untuk mencapai tujuan ini adalah suatu faktor yang disebut Economic Part Period (EPP). Pemilihan ukuran lot ditentukan dengan jalan membandingkan ongkos part period yang ditimbulkan oleh setiap ukuran lot yang akan dilaksanakan. EPP dihitung dengan

membagi ongkos pengadaan (A) dengan ongkos simpan per unit per periode. 4. Part Period Balancing (PPB)

Teknik ini merupakan satu variasi dari Least Total Cost (LTC). Konversikan ongkos pesan menjadi Equivalent Part Period (EPP).

H A EPP=

Dimana : A = ongkos pesan

H = ongkos simpan per unit periode 5. Period Order Quantity (POQ)

Prosedur yang dilakukan adalah :

a. Hitung Economic Order Quantity (EOQ)

b. Gunakan EOQ untuk menghitung frekuensi pemesanan per tahun (N)

EOQ N = λ

Dimana λ adalah kebutuhan tahunan c. Hitung POQ

N

tahun per periode Jumlah

POQ=

d. Bulatkan hasil POQ 6. Wagner Within

(20)

diabaikan karena fungsinya sebagai penyangga (buffer) dalam memelihara kelancaran proses

produksi dan distribusi. Sehubungan dengan itu, dibutuhkan suatu model tentang jumlah persediaan yang optimum.

(21)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Florindo Makmur yang bergerak dalam bidang produksi tepung

. PT. Florindo Makmur berada di Jl. Besar Desa Pergulaan Dusun V, Kecamatan Sei Rampah,

Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif ialah jenis penelitian

yang bertujuan untuk mendiskripsikan secara sistematik, factual, dan akurat tentang fakta-fakta dan

sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu. Tujuan penelitian ini adalah hanya sebatas membuat

deskripsi yang tepat apa adanya tentang fakta-fakta dan sifat-sifat dari objek tanpa membuat

prekdiksi atau mencari pemecahan atas masalah yang ada di objek tersebut. (Sinulingga, 2011).

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian yang diamati adalah distributor Lotte Mart dan distributor Berastagi

Supermarket dengan data yang diamati yaitu data permintaan produk Gunun Agung. Pemilihan

distributor dikarenakan area pemasaran distributor yang sangat luas, selain itu distributor tersebut

juga mempunyai retailer-retailer yang besar sehingga jumlah permintaan yang diterima oleh

perusahaan juga sangat besar.

4.4. Variabel Penelitian

(22)

1. Variabel independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen baik secara positif maupun secara negatif (Sinulingga, 2011). Variabel independen pada penelitian

ini adalah diskon, jumlah permintaan, jumlah penjualan, dan distorsi informasi. 2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah yang nilainya dipengaruhi atau ditentukan oleh nilai variabel lain

(Sinulingga, 2011). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah bullwhip effect dan inventory

cost sebagai focus penelitian

4.5. Kerangka Konseptual Penelitian

Penelitian dapat dilaksanakan apabila tersedia sebuah perancangan kerangka konseptual yang baik sehingga langkah-langkah penelitian lebih sistematis. Kerangka

konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Jumlah Permintaan

Jumlah Penjualan

Bullwhip effect

Inventory Cost

Variabel Independen

Variabel Dependen

Distorsi Informasi Jumlah Penjualan

(23)

4.6. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan ada dua jenis yaitu:

1. Data primer berupa entitas pada setiap level distribusi dan aliran distribusi barang yang meliputi prosedur pemesanan dan pengiriman produk jadi.

2. Data sekunder berupa data yang diperoleh melalui pihak perusahaan dan karyawan PT.

Florindo Makmur yaitu: a. Data penjualan produk

b. Data permintaan produk

c. Biaya pesan, biaya simpan dan biaya kekurangan persediaan produk d. Leadtime pemesanan produk

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Wawancara

Wawancara dilakukan tanya jawab dengan pihak manajemen distributor yang bekerja di

perusahaan tersebut mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sistem pendistribusian

produk PT. Florindo Makmur. Responden yang dipilih dalam wawancara tersebut adalah

seorang manager distribution PT. Florindo Makmur dengan instrumen penelitian yang

digunakan adalah kuesioner terbuka yang mencakup informasi distribusi aliran barang di PT.

Florindo Makmur. Teknik pemilihan responden adalah purposive sampling yaitu sampel diambil

dengan maksud atau tujuan tertentu. Manager distribution diambil sebagai sampel karena

peneliti menganggap bahwa seseorang tersebut memiliki informasi sistem distribusi produk

yang diperlukan dalam penelitian.

2. Teknik kepustakaan

(24)

4.7. Pengolahan Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut: 1. Melakukan peramalan permintaan terhadap permintaan tahun 2015 dengan metode

Simple Exponential Smoothing dan metode Hold. Hasil peramalan permintaan tahun 2015 akan menjadi permintaan produk untuk tahun 2016.

2. Membandingkan hasil peramalan permintaan tahun 2015 atau permintaan produk tahun 2015 dengan permintaan aktual tahun 2016.

3. Perhitungan bullwhip effect dilakukan dengan membandingkan koefisien variansi

permintaan dengan koefisien variansi penjualan. Nilai dari koefisien variansi diperoleh terlebih dahulu mencari rata-rata maupun standar deviasi untuk permintaan maupun penjualan produk.

4. Kebijakan pengendalian persediaan dilakukan dengan perhitungan optimalisasi persediaan dengan model Q menggunakan pendekatan Hadley-Within sehingga

diperoleh ukuran lot pemesanan ekonomis (q) dan cadangan pengaman (ss) yang optimum. Ukuran lot pemesanan ekonomis (q) dan cadangan pengaman (ss) yang optimum yang telah diperoleh. Flow chart pengolahan data dapat dilihat pada Gambar

(25)

Melakukan peramalan terhadap

permintaan tahun 2015

Membandingkan hasil peramalan

dengan permintaan aktual tahun

2016

Perhitungan

Bullwhip Effect

Selesai

Mulai

Perhitungan optimalisasi persediaan

dengan Model Q menggunakan

pendekatan Hadley-Within

Membandingkan hasil perhitungan

bullwhip effect sebelum dan sesudah

dilakukan kebijakan pengendalian

persediaan

Analisis Pemecahan Masalah

(26)

4.8. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis faktor dan solusi permasalahan tersebut akan diselesaikan dengan menerapkan

Model Q menggunakan pendekatan Hadley-Within atau kebijakan pengendalian persediaan barang

menggunakan model probabilistik yang membahas tentang penekanan biaya, mengurangi tingkat

persediaan serta menetapkan dan menjamin tersedianya produk dalam kuantitas dan waktu yang

tepat.

3.9. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data, ditarik kesimpulan yang dapat memberikan

gambaran secara umum dari penelitian yang dilakukan. Kesimpulan merupakan rangkuman hasil

penelitian. Saran-saran yang diberikan berguna untuk tindak lanjut penelitian dan pemberian saran

kepada pihak perusahaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.

4.10. Block Diagram Metode Penelitian

(27)

MULAI

Studi Pendahuluan

1. Kondisi Perusahaan 2. Mekanisme distribusi 3. Informasi pendukung 4. Masalah-masalah

Studi Literatur

1. Teori Buku

2. Referensi Jurnal Penelitian 3. Langkah-langkah penyelesaian

Identifikasi Masalah Awal

Distorsi informasi terhadap permintaan produk (Bullwhip Effect) yang mengakibatkan pembengkakan biaya pada sistem inventori

Pengumpulan Data

1. Data primer

- Prosedur pemesanan dan pengiriman produk jadi

2. Data sekunder

- Jumlah penjualan produk - Jumlah permintaan barang

- Biaya pesan, biaya simpan, dan biaya akibat kekurangan produk jadi

- Waktu pemesanan

Pengolahan Data

1.Melakukan peramalan permintaan kemudian

membandingkan hasil peramalan dengan permintaan aktual 2.Melakukan perhitungan bullwhip effect

3.Melakukan perhitungan optimalisasi persediaan dengan Model Q menggunakan pendekatan Hadley-Within

Analisis Pemecahan Masalah

Analisis penyebab dan solusi mengatasi bullwhip effect

Kesimpulan dan Saran

SELESAI

(28)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Dalam penyelesaian masalah pada penelitian ini, dibutuhkan sejumlah data yang relevan, yakni lead time pemesanan produk jadi oleh distributor, biaya pemesanan produk, biaya simpan, biaya kekurangan persediaan (stockout cost),dan data jumlah permintaan

produk jadi.

5.1.1. Lead Time Pemesanan

Lead time pemesanan adalah jangka waktu yang dibutuhkan dari pelepasan order PT. Florindo makmur sampai diterima oleh gudang distributor di wilayah pemasaran.

Komponen-komponen yang termasuk dalam lead time pemesanan adalah: a. Waktu pelepasan order

b. Waktu pemuatan Barang (Loading) c. Waktu Perjalanan (In transit) d. Waktu Bongkar (Unloading)

Lead time pemesanan bahan baku maupun produk jadi dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Lead Time Pemesanan

No. Keterangan Lead Time (Hari)

1 Produk Jadi (Manufaktur-Distributor) 1

2 Produk Jadi (Distributor-Retailer) 1

Sumber: PT. Florindo Makmur

5.1.2. Biaya Pemesanan Distributor Medan

Biaya pemesanan terdiri atas biaya untuk sekali pesan satu kotak produk Gunung

Agung yaitu sebesar Rp 1.000.

(29)

Biaya simpan bahan dan produk jadi terdiri dari beberapa elemen biaya yaitu biaya

yang diperkirakan akibat adanya modal yang tertanam dalam persediaan (capital cost), Biaya yang diperhitungkan akibat adanya penurunan nilai produk yang disimpan (deterioration cost), biaya pengawasan, pemindahan produk, pencatatan dan biaya pemeliharaan produk.

Besarnya biaya simpan untuk distributor ditetapkan sebesar 75% dari harga pembelian produk. Dengan demikian biaya simpan untuk produk produk Gunung Agung sebesar Rp

37.500 per kotak di level distributor.

5.1.4. Biaya Kekurangan Persediaan Produk Jadi

Ketidaktersediaan produk jadi di gudang distributor pada jumlah yang dibutuhkan diakibatkan perusahaan tidak mampu melakukan kegiatan produksi dan memenuhi

permintaan produk jadi. Berdasarkan pengalaman dan dikarenakan perusahaan tidak menginginkan sampai kehilangan penjualan maka ditetapkan besarnya biaya

(30)

BAB VI

ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH

6.1.Analisis

6.1.1. Analisa Bullwhip Effect

Berdasarkan hasil perbandingan peramalan permintaan periode Januari- Desember tahun 2015 dengan aktual permintaan tahun 2016 untuk distributor Lotte Mart, Berastagi

Supermarket, dan rantai manufakturnya diperoleh bahwa jumlah permintaan berdasarkan peramalan lebih rendah dibandingkan aktual permintaan nya. Rata-rata persentase selisih

permintaan untuk distributor Lotte Mart, Berastagi Supermarket, dan manufaktur masing-masing adalah 38,24%, 89,57%, dan 43,11 %.

Pada jumlah permintaan produk yang selalu berubah-ubah, serta keengganan dalam

melakukan komunikasi yang transparan dan akurat, telah menimbulkan fenomena yang sering terjadi pada sistem rantai supply, yaitu adanya simpangan yang jauh antara permintaan

yang ada dengan penjualan. Fenomena ini dinamakan bullwhip effect.

Dalam pelaksanaan sistem supply chain di PT. Florindo Makmur, telah terjadi bullwhip effect akibat distorsi informasi permintaan dari rantai distributor ke rantai

manufakturnya. Perbandingan hasil peramalan permintaan tahun 2015 dengan aktual permintaan tahun 2016 menunjukkan adanya variabilitas permintaan yang menimbulkan

inventori cukup besar pada rantai supply dan telah menyebabkan inefisiensi pada supply chain, yakni bertambahnya beban inventory cost atau ongkos simpan. Hal ini disebabkan kesalahan interpertasi data permintaan dan sistem informasi yang kurang terintegrasi pada

rantai distribusinya.

Besarnya nilai bullwhip effect diperoleh dari hasil bagi dari koefisien variansi

(31)

Mart (0,1982), Berastagi Supermarket (0,2425), begitu juga pada manufakturnya (0,2382).

Nilai bullwhip effect tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi peningkatan variabilitas permintaan dalam supply chain. Semakin besar nilai dari koefiesien variansi permintaan,

semakin besar pula nilai bullwhip effect. Sebaliknya, semakin kecil nilai dari koefiesien variansi permintaan, semakin kecil pula nilai bullwhip effect. Bullwhip effect dalam rantai supply dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Nilai Bullwhip Effect dalam Rantai Supply PT. Florindo Makmur

Rantai Supply Lotte Mart Berastagi Supermarket

Distributor 0.1982 0.2425

Manufaktur 0.2382

Nilai bullwhip effect lebih kecil dari satu, berarti tidak terjadi variabilitas permintaan pada rantai supply distributor Lotte Mart,dan distributor Berastagi Supermarket, begitu juga dengan rantai supply manufakturnya. Namun nilai bullwhip effect yang lebih kecil dari satu

menunjukkan terjadinya peningkatan variabilitas penjualan produk Gunung Agung.

Berdasarkan hasil identifikasi nilai bullwhip effect diketahui bahwa penyebab

terjadinya bullwhip effect adalah: 1. Demand Forecasting Updating

Peramalan yang dilakukan menggunakan peramalan permintaan yang diperoleh dari

distribusi resmi. Tidak akuratnya permintaan yang dilakukan pihak manufaktur mengakibatkan terjadinya variabilitas permintaan dalam rantai supply.

2. Lot Sizing

Lot Sizing diperlukan karena proses produksi dan pengiriman produk tidak akan ekonomis jika dilakukan dalam ukuran kecil. Permintaan pelanggan akhir yang relatif

(32)

retailer sehingga pusat distribusi akan menerima order yang lebih fluktuatif

dibandingkan permintaan yang dihadapi oleh retailer. 3. Rationing and Shortage Gaming

Pihak distributor maupun retailer sering melakukan rationing, yakni ketika mengetahui bahwa permintaan sering tidak terpenuhi seluruhnya, distributor berupaya membesarkan ukuran pesanan mereka dengan harapan kalau dilakukan rationing, mereka masih

memperoleh jumlah yang cukup. Akibatnya, seringkali pada saat persediaan sebenarnya cukup, distributor dan retailer mengubah atau membatalkan pesanan mereka. Cara

seperti ini merusak informasi pasar pada supply chain. Pihak manufaktur tidak akan pernah mendapatkan informasi pasar yang mendekati kenyataan akibat motif gaming dan spekulatif yang dilakukan oleh distributor maupun retailer. Pabrik atau pemain hulu

tidak akan dengan mudah membedakan antara kenaikan pesanan yang bermotif spekulatif dan peningkatan pesanan yang murni merefleksikan peningkatan permintaan

dari pelanggan akhir. 4. Fluktuasi harga

Kebijakan promosi berupa pemberian diskon menyebabkan perubahan permintaan.

Permintaan melonjak pada saat pemberian diskon dan mengalami penurunan saat diskon dihentikan. Produksi dapat saja kekurangan saat ada harga khusus yang diberikan

kepada konsumen. Pada saat harga normal, stok pada distributor pun menumpuk.

6.2.Pembahasan

6.2.1. Kebijakan Inventori dengan Model Q (Metode Hadley-Within)

Setelah melakukan pengendalian persediaan produk menggunakan model

(33)

demikian pelayanan PT. Florindo Marmur terhadap pelanggan dapat terpenuhi meskipun

adanya fluktuasi permintaan produk dari pelanggan terhadap perusahaan.

Kebijakan inventori dengan model Q menggunakan metode Haldey-Within

mempunyai keunggulan dalam penentuan ukuran lot yang optimal dan cadangan pengaman mudah dipecahkan secara analitik karena pencarian solusinya dilakukan dengan cara iteratif. Kelemahan dari model ini sendiri adalah sulitnya untuk mendapatkan ukuran lot dan

cadangan pengaman yang optimal karena harus mengikuti tahap iterasi yang begitu rumit sampai diperoleh selang waktu pemesanan yang hampir sama.

6.2.2. Usulan Mengatasi Bullwhip Effect

Bedasarkan hasil penelitian, maka diberikan beberapa pendekatan yang dapat

diusulkan untuk mengatasi bullwhip effect yakni: 1. Information Sharing

Informasi yang tidak transparan mengakibatkan banyak pihak pada supply chain melakukan kegiatan dasar ramalan atau tebakan yang tidak akurat. Ritel sering sekali membagi informasi penjualan dengan pusat distribusi atau pabrik. Akibatnya pabrik

hanya mengetahui pola permintaan berdasarkan order yang diterima dari pusat ditribusi dan pusat distribusi memahami permintaan berdasarkan pola order dari para ritel. Oleh

karena itu, salah satu cara mereduksi bullwhip effect adalah dengan membagi informasi permintaan ke seluruh pemain pada supply chain, ternasuk pusat distribusi, pabrik, maupun pemasok komponen atau bahan baku. Kesalahan ramalan di seluruh lini supply

chain dapat dikurangi dengan pertukaran informasi yang lebih baik. Apabila data penjualan oleh toko atau ritel diketahui oleh semua pihak pada supply chain maka

ramalan permintaan dapat dibuat lebih seragam.

Sistem informasi yang transparan, akurat, dan terintegrasi mengenai hal-hal yang menyangkut permintan dan persediaan produk (Accurate Pull Data), yang dapat

(34)

dapat menjadwalkan secara efektif dan CAO (Computer Assisted Ordering), dengan ini

pihak supply chain dapat mengetahui secara pasti besarnya permintaan, jumlah penjualan dan jumlah produk yang tersedia.

2. Memperbaiki manajemen dan teknik peramalan

Demand Management/Forecasting dapat dilakukan dengan memperbaiki teknik-teknik peramalan khususnya pada bagian manufaktur sehingga didapatkan hasil peramalan

yang akurat.

3. Menciptakan stabilitas harga

Pemberian potongan harga oleh penyalur ke toko-toko atau ritel dapat mengakibatkan reaksi forward buying yang sebenarnya tidak berpengaruh kepada permintaan dari pelanggan akhir. Untuk mengindari reaksi forward buying, frekuensi dan intensitas

kegiatan promosi parsial seperti ini harus dikurangi dan lebih diarahkan ke pengurangan harga secara kontinyu sehingga dapat menciptakan program seperti every day low price.

Atau kalaupun kegiatan promosi atau penurunan harga dilakukan, semua pihak pada suplly chain harus mengetahui program tersebut dengan baik sehingga tidak keliru dalam menaksir permintaan yang sesungguhnya.

4. Pengurangan ongkos-ongkos tetap

Untuk bagian pengadaan, ukuran lot pemesanan dapat dikurangi dengan mengeliminasi

(35)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengumpulan, pengolahan dan analisis data adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil peramalan tahun 2015 lebih rendah dibandingkan aktual permintaan pada distributor dan manufaktur tahun 2016 dengan rata-rata persentase selisih untuk distributor Lotte Mart, Berastagi Supermarket, dan manufaktur masing-masing sebesar 38,24%, 89,57%, dan 43,11%.

2. Hasil perbandingan peramalan nilai bullwhip effect permintaan tahun 2015 dengan permintaan aktual tahun 2016 untuk distributor Lotte Mart, Berastagi Supermarket dan

pada rantai manufakturnya masing-masing adalah 0,1982; 0,2425, dan 0,2382.

3. Usulan Solusi untuk mengatasi bullwhip effect di PT. Florindo Makmur adalah dengan mereduksi bullwhip effect yaitu memperhatikan kebutuhan dan persedian pengaman

menggunakan model Q melalui pendekatan Hadley-within, lalu menentukan ukuran lot pemesanan yang ekonomis, cadangan pengaman dan ekspetasi total persediaan.

7.2. Saran

Saran yang dapat diberikan setelah dilakukan penelitian ini adalah:

1. Seluruh pemain yang bergerak di bidang supply chain agar dapat menjalin komunikasi

(36)

2. Sebaiknya dilakukan manajemen permintaan pada bagian manufaktur dengan

memperbaiki teknik-teknik peramalan yang ada sehingga diperoleh hasil peramalan permintaan yang lebih akurat.

Gambar

Gambar 3.1. Situasi Persediaan dengan Model Q
Gambar 3.2. Posisi Inventori dalam Keadaan Steady State
Gambar 3.3. Langkah-langkah Peramalan Secara Kuantitatif
Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Coca-Cola Amatil Indonesia Medan, diperoleh bahwa jumlah permintaan berdasarkan hasil peramalan tahun 2013 lebih rendah dibandingkan aktual permintaan pada distributor

Langkah-langkah peramalan yang akan dilakukan untuk Budi Baru adalah:..

Usulan perbaikan untuk mengatasi bullwhip effect yaitu dengan melakukan kebijakan pengendalian persediaan dengan model Q menggunakan pendekatan Hadley-Within,

Usulan perbaikan untuk mengatasi bullwhip effect yaitu dengan melakukan kebijakan pengendalian persediaan dengan model Q menggunakan pendekatan Hadley-Within,

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, permasalahan yang terdapat pada perusahaan adalah tingginya variansi jumlah permintaan dengan jumlah persediaan

Keuangan Mandor Karyawan Produksi Staff Pemasaran Staff Keuangan Staff Quality Control Karyawan Maintenance Hubungan Fungsional Hubungan Lini Bagian Personalia

Universitas Sumatera Utara.. Universitas