• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Pengaruh Ukuran Overlapping Win-sets terhadap Penolakan Ratifikasi oleh

Dalam dokumen Analisa Pengaruh DCA terhadap Keputusan (Halaman 108-128)

Bab V Analisa Keputusan Renegosiasi Indonesia terhadap Perjanjian Ekstradis

5.4 Analisa Pengaruh Ukuran Overlapping Win-sets terhadap Penolakan Ratifikasi oleh

Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura merupakan perpaduan antara win-sets Indonesia dan win-sets Singapura. Di dalamnya terjadi perpaduan antara Undang-undang Ekstradisi Indonesia dan Extradition Act Singapura serta

104

didukung oleh kondisi negara masing-masing seperti preferensi, koalisi, distribusi kekuasaan, mekanisme voting serta strategi negosiator dalam menciptakan dan mempertahankan overlapping win-sets. Dalam beberapa bahasan di atas dapat dilihat bahwa overlapping win-sets pada bagian koalisi dan distribusi kekuasaan serta mekanisme voting terlihat sama besarnya. Tetapi jika dilihat dari segi substansi, urgensi dan strategi negosiator, terjadi overlapping win-sets yang timpang.

Dalam hal perpaduan naskah undang-undang ekstradisi, undang-undang ekstradisi Indonesia di dalam naskah perjanjian ekstradisi mengalami overlapping yang besar karena sebagian besar dari undang-undang ekstradisinya tercantum di dalamnya. Sedangkan Singapura yang undang-undang ekstradisinya terlihat lebih sederhana harus menerima kerelaan dalam batas tertentu berupa beberapa bagian undang-undang ekstradisi Indonesia yang harus disepakati di dalam naskah perjanjian. Hal tersebut tidak mengecilkan win-sets Singapura di dalam naskah perjanjian ekstradisi. Pada bagian kejahatan yang dapat diekstradisikan, UU Ekstradisi Indonesia memang lebih mendominasi tetapi di dalam naskah perjanjian ekstradisi tercantum bahwa undang-undang ekstradisi Indonesia dan Singapura pun dapat menjadi acuan daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan. Pada bagian prosedur, naskah perjanjian ekstradisi tidak terlalu membahasnya dan lebih menyerahkan pada prosedur dalam negri dari negara diminta. Sedangkan pada bagian asas Indonesia dan Singapura memiliki ukuran yang sama besarnya.

Walaupun overlapping undang-undang ekstradisi di dalam naskah perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura terjadi dengan baik, penulis menemukan

105

beberapa kejanggalan yang memperkecil win-sets Indonesia. Kejanggalan- kejanggalan tersebut berasal dari kecilnya overlapping preferensi Indonesia lainnya di dalam naskah perjanjian ekstradisi.

Kejanggalan yang pertama perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura tidak sepenuhnya menjamin pemulangan aset yang dibawa lari koruptor. Di dalam mekanisme penangkapan dan penahanan buronan yang tercantum di dalam naskah perjanjian ekstradisi ternyata memberatkan urusan pengembalian asset negara yang dibawa lari koruptor ke Singapura. Jika buronan merupakan tersangka, maka surat permintaan penahanan dari negara peminta harus disertai dengan beberapa berkas yang salah satunya adalah keterangan bukti-bukti bahwa orang tersebut telah bersalah. Dalam hal ini, Singapura yang menjadi negara diminta akan mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menguatkan bahwa buronan yang diminta Indonesia bersalah dan dapat diekstradisikan. Sedangkan jika buronan tersebut merupakan terdakwa namun belum menjalankan masa hukuman maka surat permintaan ekstradisi tidak disertakan dengan bukti-bukti yang menyatakan bahwa buronan tersebut adalah telah bersalah karena memang sudah ditetapkan dan dilakukan penyelidikan sebelumnya. Permasalahannya adalah, sebagian besar buronan Indonesia yang melarikan diri ke Singapura merupakan terdakwa dan telah diputuskan pidananya oleh pengadilan Indonesia. Hal tersebut melahirkan kondisi di mana Singapura tidak perlu mencari barang bukti lagi seperti asset yang dibawa lari ke sana untuk dikembalikan ke Indonesia.

106

Di dalam naskah perjanjian memang dibahas tentang pengembalian barang bukti yang menguatkan bahwa buronan yang dimintakan ekstradisinya memang bersalah dan dapat diekstradisikan ke negara peminta. Namun hal tersebut tidak dapat menjamin apakah Singapura wajib memberikan barang bukti kepada Indonesia selaku negara peminta. Seperti yang tertuang di dalam pasal 14 perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura tentang bukti poin 1 sampai 4 dikatakan bahwa pihak diminta dapat memberikan barang bukti yang didapat pada saat penangkapan (bukti yang sebelumnya telah dikonfirmasikan kepada negara diminta oleh negara peminta sebagai dasar untuk melakukan penangkapan dan penahanan) kepada negara peminta. Kata “dapat” di dalam mekanisme tersebut mengindikasikan bahwa negara diminta tidak wajib memberikan barang bukti kepada negara peminta. Selain itu, negara diminta dapat menunda pemberian barang bukti kepada negara peminta jika bukti tersebut berhubungan dengan proses peradilan di dalam wilayah yuridiksinya. Jika perjanjian ekstradisi tidak dapat mengembalikan asset yang dibawa lari koruptor, maka perjanjian tersebut tidak ada bedanya dengan Mutual Legal Assistance yang melibatkan negara-negara ASEAN termasuk Singapura.

Kejanggalan yang kedua adalah asas yang disepakati antara Indonesia dan Singapura di mana negara diminta tidak akan mengekstradisikan warga negaranya ke negara peminta. Hal ini kemudian menjadi celah bagi koruptor yang melarikan diri ke Singapura untuk menghindari dan bermanuver dari perjanjian ekstradisi jika kelak telah diratifikasi. Para buronan di Singapura dapat segera bertindak dengan merubah kewarganegaraannya. Di sisi lain, ada beberapa buronan Indonesia di Singapura yang

107

telah merubah kewarganegaraannya dari WNI menjadi Warga Negara Singapura. Hal ini dapat diatasi dengan membuat pengecualian untuk orang-orang tertentu di dalam implementing agreement tanpa harus membuang asas yang telah disepakati.

Di sisi lain, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura belum memiliki Implementing Agreement.208 Implementing Agreement merupakan naskah yang disepakati bersama oleh kedua negara tentang mekanisme-mekanisme di lapangan yang mengacu pada naskah perjanjian sehingga ketika mengimplementasikannya tidak terdapat kerancuan dan kesalahan prosedur.209 Implementing Agreement dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura merupakan hal yang sangat penting. Masalah prosedural tentang cara pengimplementasian perjanjian ekstradisi termasuk prosedur lebih lanjut tentang penangkapan, pemulangan, serta pengembalian barang bukti akan dibahas di sana. Ketiadaan Implementing Agreement kemudian akan menimbulkan ketidakpastian akan bahasa hukum yang rancu di dalam naskah perjanjian. Implementing Agreement juga dapat mencegah salah satu pihak yang ingin bermanuver di dalam pengimplementasian perjanjian yang bisa berdapak merugikan pihak lainnya.

Walaupun Singapore Extradition Act win-sets mengalami overlapping yang lebih kecil di dalam naskah perjanjian ekstradisi, hal tersebut tidak berdampak negatif terhadap negaranya karena naskah perjanjian ekstradisi tidak ada yang bertentangan dengan Singapore Extradition Act dan pada dasarnya membantu memperjelas

208

Hadi, M. S. (2011, 06 07). Perjanjian Ekstradisi dengan Singapura Bisa Dilanjutkan. Diakses pada 12 12, 2014, dari Tempo: http://www.tempo.co/read/news/2011/06/07/063339275/Perjanjian-

Ekstradisi-dengan-Singapura-Bisa-Dilanjutkan 209

108

prosedur dan asas dari Singapore Extradition Act. Di sisi lain, Singapura memiliki overlapping yang jauh lebih besar daripada Indonesia yaitu Perjanjian Pertahanan atau Defense Cooperation Agreement (DCA). Perjanjian tersebut diminta oleh Singapura sebagai syarat perjanjian ekstradisi yang sangat diinginkan oleh Indonesia. Singapura juga meminta kepada Indonesia agar kedua perjanjian tersebut diratifikasi secara tandem yang berarti perjanjian pertahanan tersebut menjadi satu bagian win- sets dalam framework perjanjian ekstradisi. Hal tersebut dilakukan oleh Singapura karena cost of no agreement miliknya di dalam perjanjian ekstradisi dapat dikatakan kecil sehingga memperkecil win-sets miliknya namun di saat yang bersamaan negosiator Singapura memiliki posisi tawar menawar yang lebih besar dari negosiator Indonesia.

Indonesia yang sangat membutuhkan perjanjian ekstradisi mau tidak mau harus menyepakati syarat tersebut walaupun sebenarnya Indonesia tidak membutuhkan dan bahkan pernah memutus perjanjian serupa yang telah berjalan dengan Singapura karena sering melanggar kesepakatan dengan mengikutsertakan pihak ketiga dalam latihan. Untuk tetap mempertahankan win-setsnya supaya tidak terus mengecil, negosiator Indonesia mengajukan syarat agar di dalam perjanjian pertahanan Singapura boleh mengundang pihak ketiga dengan ijin dari Indonesia.

Tindakan tersebut merupakan upaya prefentif yang dilakukan oleh negosiator Indonesia agar kedua perjanjian tersebut dapat diratifikasi oleh konstituen domestiknya mengingat perjanjian pertahanan tersebut merupakan syarat mutlak yang diberikan negosiator Singapura jika Indonesia ingin memiliki perjanjian ekstradisi. Di

109

sini dapat dilihat bahwa overlapping win-sets Indonesia secara keseluruhan lebih kecil jika dibandingkan dengan win-sets Singapura. Berikut merupakan gambaran overlapping win-sets antara Indonesia dan Singapura dalam perjanjian ekstradisi:

Gambar 5: Gambaran Overlapping Win-sets Indonesia dan Singapura

Jika melihat figur di atas kita dapat melihat bahwa Singapura mengalami overlapping win-sets yang besar secara keseluruhan sedangkan Indonesia hanya mengalami overlapping win-sets yang besar di bagian ekstradisi dan mengalami kerelaan terhadap perjanjian pertahanan yang tidak ada urgensinya. Menurut Teori Two Level Game, negara dengan win-sets yang kecil memiliki resiko tidak diratifikasi di mana kemungkinan gagal mencapai ratifikasi di level 2 besar walaupun telah mencapai kesepakatan di level 1.

Singapura pada dasarnya tidak membutuhkan perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Oleh karena itu, perjanjian pertahanan atau DCA yang diajukan Singapura sebagai syarat perjanjian ekstradisi yang harus diratifikasi secara tandem merupakan

110

strategi manuver negosiator Singapura yang sangat strategis untuk memperbesar win- sets negaranya. Di saat yang bersamaan, perjanjian pertahanan atau DCA tersebut juga memperkecil win-sets Indonesia. Pada awal perumusan perjanjian pertahanan, DPR RI sudah memberikan respon negatif yang mengatakan bahwa perjanjian pertahanan dan ekstradisi harus dipisah. Ada dua kemungkinan yang penulis temukan yaitu: Singapura tidak mengetahui respon DPR RI yang menolak DCA untuk dijadikan satu dengan perjanjian ekstradisi atau Singapura sengaja mengabaikan respon DPR RI dan terus mempertahankan DCA dan ekstradisi di dalam satu framework karena Singapura memang tidak menginginkan perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.

Di dalam teori two level game. Para negosiator dari masing-masing negara akan berusaha untuk memperbesar win-sets negaranya namun di saat yang bersamaan tetap berupaya untuk mempertahankan win-sets lawan negosiator agar dapat diratifikasi oleh konstituen domestiknya. Hal tersebut dilakukan karena jika konstituen domestik lawan negosiator tidak dapat meratifikasi perjanjian, maka proses negosiasi di level 1 menjadi sia-sia karena kesepakatan yang telah dicapai para negosiator tidak dapat diterapkan. Strategi negosiator Singapura memang strategis, tapi tidak efektif mengingat beban kerelaan yang harus diterima Indonesia sangat besar sehingga memperkecil win-setsnya dan mengancam win-sets miliknya sendiri.

Di sisi lain, negosiator Indonesia sepertinya tidak mengetahui win-sets domestiknya sendiri karena win-sets yang diperkirakan dengan terus melanjutkan negosiasi perjanjian pertahanan dan melakukan manuver agar kasus perjanjian

111

pertahanan yang sebelumnya pernah diputus tidak terulang lagi ternyata tidak dapat meraih ratifikasi dari konstituen domestiknya. Seperti yang terjadi di dalam rapat Komisi I DPR RI yang membahas tentang perjanjian pertahanan dengan Singapura, mayoritas fraksi partai menolak perjanjian pertahanan tersebut.

Hal ini terbukti benar, karena ketika memasuki tahap proses evaluasi perjanjian pertahanan, Komisi I DPR RI menolak dengan tegas perjanjian pertahanan karena merugikan Indonesia. Alasan utama yang diutarakan adalah perjanjian pertahanan tersebut akan kembali mengulang kesalahan yang sama seperti kerja sama MTA antara Indonesia dan Singapura. Selain itu, latihan militer yang akan dilaksanakan dapat mengancam ekosistem dan keanekaragaman hayati di Indonesia.

Di sini penulis menemukan bahwa win-sets Indonesia lebih kecil dari pada win-sets Singapura. Hal tersebut menyebabkan Indonesia mengalami voluntary dan involuntary defection sekaligus. Indonesia mengalami voluntary defection ketika perjanjian pertahanan mulai masuk ke dalam framework perjanjian ekstradisi dan harus diratifikasi secara tandem. Sedangkan Indonesia mengalami involuntary defection disebabkan karena perjanjian ekstradisi masih dapat dikatakan mandul dan tidak dapat memulangkan semua koruptor yang ada di Singapura beserta asetnya.

112

Bab VI

Kesimpulan

6.1 Kesimpulan

Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura telah berhasil dirumuskan dan ditandatangani bersamaan dengan perjanjian pertahanan yang disyaratkan oleh Singapura jika Indonesia menginginkan perjanjian ekstradisi pada tahun 2007 di Bali. Perjanjian ekstradisi tersebut merupakan overlapping win-sets Indonesia dan Singapura dan merupakan pergabungan antara hukum ekstradisi kedua negara. Overlapping yang terjadi di dalam perjanjian ekstradisi cukup besar dari pihak Indonesia dan win-sets Singapura sedikit lebih kecil.

Kecilnya win-sets Singapura di dalam naskah perjanjian ekstradisi tidak begitu terpengaruh karena strategi side payment back dan upaya untuk memperbesar win-sets lawan negosiator supaya perjanjian ekstradisi dapat diratifikasi oleh kedua belah pihak. Ketika memasuki tahap ratifikasi, DPR RI menolak meratifikasi perjanjian ekstradisi tersebut karena perjanjian pertahanan dijadikan satu paket dengan perjanjian ekstradisi. Hal tersebut dikarenakan terjadinya overlapping win- sets yang timpang antara kedua negara.

Perjanjian pertahanan sejak awal telah ditolak oleh DPR dan Indonesia tidak memiliki urgensi atasnya. Perjanjian pertahanan tersebut merupakan lanjutan dan memiliki kemiripan dari kerja sama Military Training Area atara Indonesia dan Singapura yang telah dibatalkan karena cukup merugikan Indonesia di dalam pelaksanaannya. Perbedaannya hanyalah terletak pada tempat latihan dan pihak Singapura boleh mengundang pihak ketiga di dalam latihan dengan seijin Indonesia.

113

Hal tersebut tetap ditolak oleh DPR karena selain merasa jera dengan MTA, latihan militer tersebut juga berpotensi mengganggu para nelayan dan merusak ekosistem laut. Di dalam proses ratifikasi, opsi yang mendapatkan simple majority adalah opsi untuk merenegosiasikan ulang perjanjian pertahanan agar dapat menguntungkan pihak Indonesia jika perjanjian ekstradisi ingin diratifikasi. Total suara yang memenangkan opsi tersebut mencapai 58%. Dan jika renegosiasi tersebut gagal, maka perjanjian pertahanan akan distatusquokan oleh DPR RI. Hal tersebut juga berimbas terhadap perjanjian ekstradisi yang tidak dapat diratifikasi tanpa meratifikasi perjanjian pertahanan. Dalam hal ini hipotesa yang penulis angkat terbukti

6.2 Saran

Tidak diratifikasinya perjanjian ekstradisi dengan Singapura sebenarnya bisa dihindari jika DPR RI dan para negosiator (eksekutif) memiliki kerja sama yang baik. Titik kesalahan terbesar Negosiator RI adalah ketika tidak menghiraukan suara DPR RI yang menolak perjanjian pertahanan dengan Singapura dijadikan satu paket. Jika saja hal tersebut diperhatikan oleh para Negosiator RI, Win-sets Indonesia di dalam perjanjian ekstradisi tidak akan mengecil dan memperbesar kemungkinan untuk diratifikasi. Dan pada saat yang bersamaan pula, Indonesia bisa tetap menyetujui perjanjian pertahanan dengan Singapura yang dipisah dari framework perjanjian ekstradisi.

114

Daftar Pustaka

Buku

ASEANAPOL. (2009). ASEANOPOL Join Communique. Jakarta: SET-NCB INTERPOL Indonesia. Berridge, G. R. (2002). Diplomacy: Theory and Practice. New York: PALGAVRE.

Istanto, S. (2010). Hukum Internasional. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Kusumaatmadja, M. (1999). Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Putra A Bardin. Masoed, M. (1990). Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta: P.T.

Pustaka LP3S Indonesia.

UNODC. (2010). Digest of Terrorist Cases. New York: United Nations.

UNODC. (2013). Transnational Organized Crime in East Asia and the Pacific. United Nations Office on Drugs and Crime.

Watson, A. (2005). Diplomacy: The Dialouge Between States. Routledge.

Putnam, R. D. (1998). Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two Level Game. International Organization

Jurnal

Hovi, J. (2010). Why the United States Did Not Become a Party to the Kyoto Protocol: German, Norwegian, and US Perspectives. European Journal of International Relations.

Ginting, J. (2012). Roles of the Mutual Legal Assistances and Extradition Agreements in the Assets Recovery in Indonesia. Law Review Volume XI No. 3

Waryenti, D. (2012, 05 02). EKSTRADISI DAN BEBERAPA PERMASALAHANNYA. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Volume 5 No. 2. ISSN 1978-5186

Hidayat, S. (2011). Dinamika Politik Di DPR Dalam Proses Ratifikasi Perjanjian Batas Wilayah Laut Ri-Singapura Di Bagian Barat Tahun 2009.

115

Web Site

Anti-Corruption Clearing House. (n.d.). Rekapitulasi Penindakan Pidana Korupsi. Diakses pada 06 13, 2014, dari Anti-Corruption Clearing House:

http://acch.kpk.go.id/statistik-penanganan-tindak-pidana-korupsi-berdasarkan- tahun

Jamsos Indonesia. (n.d.). KEMISKINAN DAN SJSN. Diakses pada 12 12, 2014, dari Jamsos Indonesia: http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/356

Corrupt Practices Investigation Bureau. (n.d.). Introduction . Diakses pada 12 12, 2014, dari www.cpib.gov.sg: https://www.cpib.gov.sg/about-us/introduction

CFO Innovation Asia. (2014, 03 05). ASEAN FINALLY SURPASSES CHINA IN FOREIGN DIRECT INVESTMENT. Diakses pada 12 12, 2014, dari http://www.cfoinnovation.com/: http://www.cfoinnovation.com/story/7951/asean-finally-surpasses-china-foreign- direct-investment

Suara Merdeka. (2007, 06 13). Lima Fraksi Tolak Ratifikasi DCA. Diakses pada 02 07, 2015, dari Suaramerdeka.com:

http://www.suaramerdeka.com/harian/0706/13/nas10.htm

Taufiq, M. (2007, 06 20). Di Balik Penolakan DCA Singapura- RI. Diakses pada 02 07, 2015, dari Suaramerdeka.com:

http://www.suaramerdeka.com/harian/0706/20/opi04.htm

Suara Merdeka. (2007, 06 12). Penolakan Ratifikasi Kerjasama Pertahanan RI-Singapura Meluas. Diakses pada 02 17, 2015, dari Suaramerdeka.com:

http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/0706/12/nas28.htm

Sijabat, R. M. (2007, 06 26). House told to hold tongue on defense pact. Diakses pada 02 05, 2015, dari The Jakarta Post:

http://www.thejakartapost.com/news/2007/06/26/house-told-hold-tongue- defensepact.

Kompas. (2007, 07 18). Ultimatum Balik Singapura. Diakses pada 01 07, 2015, dari Kompas: http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/kliping/Singapur.pdf Merdeka. (2007, 09 17). DPR Desak Pemerintah Bahas Ulang DCA Dengan Singapura.

Diakses pada 01 07, 2015, dari Merdeka.com:

http://www.merdeka.com/politik/internasional/dpr-desak-Pemerintah-bahas- ulang-dca-dengan-Singapura-1stayyq.html

116

Hadi, M. S. (2011, 06 07). Perjanjian Ekstradisi dengan Singapura Bisa Dilanjutkan. Diakses pada 12 12, 2014, dari Tempo:

http://www.tempo.co/read/news/2011/06/07/063339275/Perjanjian-Ekstradisi- dengan-Singapura-Bisa-Dilanjutkan

Wicaksana, W. (2006, 03 17). Pemberantasan Korupsi dan Perjanjian Ekstradisi Indonesia- Singapura. Diakses pada 12 15, 2014, dari Bali Post:

http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/3/17/o2.htm Direktorat Jendral Otonomi Daerahi. (n.d.). Kebijakan Desentralisasi Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Di Indonesia. Diakses pada 12 12, 2014, dari Kementrian Dalam Negeri:

http://otda.kemendagri.go.id/index.php/component/content/article/479- kebijakan-desentralisasi-dalam-penyelenggaraan-pemerintahan-daerah-di- indonesia

Ananda, R. (2014, 06 12). Anomali Trias Politika Indonesia. Diakses pada 12 12, 2014, dari Batam Today: http://www.batamtoday.com/berita44028-Anomali-Trias-Politika- Indonesia.html

Kristanto, T. A. (2009, 06 18). Kunci Keberhasilan KPK Hanya Kemauan Politik dari Pemerintah. Diakses pada 12 12, 2014, dari Infokorupsi.com:

http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=3403&l=kunci-keberhasilan-kpk-hanya- kemauan-politik-dari-pemerintah

Heru. (2007, 08 21). RI-Singapura Masih Berpeluang Bahas Ulang DCA. Diakses pada 12 13, 2014, dari Antaranews: http://www.antaranews.com/berita/78109/ri-singapura- masih-berpeluang-bahas-ulang-dca

Artikelsiana. (n.d.). Pengertian, Penyebab, Dampak Globalisasi|. Diakses pada 12 12, 2014, dari Artikelsiana: http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-globalisasi- penyebab-dampak-globalisasi.html#_

Singapore Elections Department. (n.d.). Parliamentary Elections. Diakses pada 02 05, 2015, dari Singapore Elections Department:

http://www.eld.gov.sg/elections_parliamentary.html

Vázquez, H. R. (2011, 06 29). INTERNATIONAL COOPERATION FOR DEVELOPMENT: A LATIN AMERICAN PERSPECTIVE. Diakses pada 01 15, 2015, dari The South-South

Opportunity: http://www.southsouth.info/profiles/blogs/international-cooperation- for

117

Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura akan Masuku Babak Ketiga. (2005, 7 20). Diakses Pada 11 9, 2014, dari Hukum Online:

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol13215/perjanjian-ekstradisi- indonesiasingapura-akan-masuki-babak-ketiga

Perjanjian Ekstradisi,Singapura Sarang Sembunyi Koruptor Indonesia. (2007, 4 24). Diakses Pada 12 2, 2014, dari Kabar Indonesia:

http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?id=20070424143615

Hukum Online. (2009, 7 10). Diakses Pada 6 14, 2014, dari Partai Pemenang Pemilu Pilih Sistem Proporsional untuk Tentukan Pimpinan DPR:

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol22552/partai-pemenang-pemilu- pilih-sistem-proporsional-untuk-tentukan-pimpinan-dpr

Singapura minta terlalu banyak untuk ekstradisi. (2011, 6 7). Diakses Pada 7 8, 2014, dari Berita Satu : http://www.beritasatu.com/nasional/9511-singapura-minta-terlalu- banyak-untuk-ekstradisi.html

Corruption Perception Index 2013. (2013, 12 3). Diakses Pada 11 9, 2014, dari Transparency International: http://www.ti.or.id/index.php/publication/category/research

Komisi I Ingin Segera Ratifikasi Perjanjian Ekstradisi dengan India. (2014, 2 12). Diakses Pada 7 5, 2014, dari Kantor Berita Politik RMOL:

http://keamanan.rmol.co/read/2014/02/12/143587/Komisi-I-Ingin-Segera- Ratifikasi-Perjanjian-Ekstradisi-dengan-India-

Berita Sore. (2007, 26 04). Agung: Kembalikan Aset Negara Dari Singapura. Diakses Pada 12 02, 2014, dari Berita Sore: http://beritasore.com/2007/04/26/agung-kembalikan- aset-negara-dari-singapura/

Atmasasmita, R. (2014, 1 16). MLA ASEAN untuk Pengembalian Aset Korupsi. Diakses Pada 5 29, 2014, dari Uni Sosial Demokrat:

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=7733&coid=3&caid=31&gid=3 Auliani, P. A. (2014, 4 18). Berhitung Alokasi Kursi DPR, Kuncinya di Sebaran dan Sisa Suara.

Diakses Pada 6 14, 2014, dari Kompas:

http://nasional.kompas.com/read/2014/04/18/1306470/.Berhitung.Alokasi.Kursi.D PR.Kuncinya.di.Sebaran.dan.Sisa.Suara.

Bambang. (2005, 8 15). Kembali Dibahas Perjanjian Ekstradisi dengan Singapura. Diakses Pada 11 10, 2014, dari Politik Indonesia:

http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=1773-Kembali-Dibahas- Perjanjian-Ekstradisi-Dengan-Singapura

118

Bambang. (2007, 4 24). Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura ditandatangani 27 April. Diakses Pada 11 10, 2014, dari Antara News:

http://www.antaranews.com/berita/60290/perjanjian-ekstradisi-ri-singapura- ditandatangani-27-april

Berita Sore. (2007, 05 04). Perjanjian Pertahanan Indonesia Singapura Siapa Diuntungkan. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Berita Sore:

http://beritasore.com/2007/05/04/perjanjian-pertahanan-indonesia-singapura- siapa-diuntungkan/

Cahaya, A. I. (2012, 4 26). Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Diakses Pada 5 10, 2014, dari http://www.setkab.go.id/artikel-4212-seberapa-penting-perjanjian-ekstradisi- indonesia-singapura-oleh-agil-iqbal-cahaya-sap.html

CIA. (n.d.). The World Factbook. Diakses Pada 5 5, 2014, dari

https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/sn.html Crime, U. N. (2014). United Nations Convention against Corruption Signature and

Ratification Status as of 2 April 2014. Diakses Pada 5 10, 2014, dari https://www.unodc.org/unodc/en/treaties/CAC/signatories.html

DEN. (2010, 4 28). Korupsi Menyuburkan Kejahatan Transnasional. Diakses Pada 11 8, 2014, dari Kompas:

http://nasional.kompas.com/read/2010/04/28/17120329/.Korupsi.Menyuburkan.K ejahatan.Transnasional

Dhany, R. R. (2013, 5 3). Detik Finance. Diakses Pada 5 5, 2014, dari

http://finance.detik.com/read/2013/05/03/120324/2237204/4/singapura-miskin-

Dalam dokumen Analisa Pengaruh DCA terhadap Keputusan (Halaman 108-128)

Dokumen terkait