• Tidak ada hasil yang ditemukan

Overlapping Preferensi Indonesia dan Singapura

Dalam dokumen Analisa Pengaruh DCA terhadap Keputusan (Halaman 85-102)

Bab V Analisa Keputusan Renegosiasi Indonesia terhadap Perjanjian Ekstradis

5.1 Overlapping Preferensi Indonesia dan Singapura

Di dalam teori two level game, preferensi dibentuk melalui koalisi antara para politikus dan pihak-pihak dalam negri yang menuntut pemerintah untuk membuat sebuah perjanjian internasional berdasarkan urgensi-urgensi tertentu. Negara yang terbuka dengan kerja sama internasional (internasionalis) lebih mudah mencapai kesepakatan dan ratifikasi (win-sets besar), sedangkan negara yang tertutup (isolasionis) lebih susah (win-sets kecil). Negara yang memiliki urgensi yang besar terhadap sebuah perjanjian internasional akan lebih mudah untuk meratifikasinya (win-sets besar) daripada negara yang tidak memiliki urgensi yang cukup besar terhadap perjanjian tersebut (win-sets kecil). Overlapping konten yang merupakan masalah prosedural dan urgensi di dalam naskah perjanjian juga mempengaruhi mudah tidaknya ratifikasi di level 2. Semakin besar urgensi yang tercantum di dalam naskah perjanjian dan prosedurnya sesuai dengan prosedur dalam negri maka ratifikasi akan semakin mudah untuk dicapai (win-sets besar).172

Indonesia dan Singapura merupakan negara yang cenderung bersikap internasionalis. Indonesia merupakan negara dengan sistem politik internasional

172

Putnam, R. D. (1998). Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two Level Game. International Organization, 435-441.

81

bebas-aktif dan salah satu tujuan nasionalnya adalah turut berperan aktif173 dalam kegiatan internasional dan penciptaan perdamaian internasional.174 Sedangkan Singapura merupakan negara yang mengandalkan investasi asing dan perdagangan internasional dalam hal perekonomian. Pemerintah Singapura telah menerapkan kebijakan industri yang berfokus pada ekspor dan impor sejak tahun 1960 hingga saat ini. Oleh karena itu, Singapura sudah jelas tidak mengisolasi negaranya dari negara lain dan sering mengadakan perjanjian serta kerja sama internasional.175 Dalam hal ini, terjadi overlapping win-sets yang sama besar antara Indonesia dan Singapura.

Dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, urgensi Indonesia terletak pada banyaknya buronan koruptor yang melarikan diri ke Singapura dan mempersempit gerakan serta perkembangan kejahatan transnasional. Urgensi tersebut terbentuk karena pihak penegak hukum dan pemberantasan korupsi seperti POLRI176, KPK177, ICW178, dan Kejaksaan Agung179 di Indonesia merasa kesulitan untuk mengejar dan menangkap buronan-buronan tersebut. Oleh karena itu, perjanjian

173

Farhan, M. (n.d.). Politik Luar Negeri Indonesia Bebas dan Aktif. Diakses pada: 1 4, 2015, dari Tuliskan.com: http://www.tuliskan.com/2013/01/politik-luar-negri-indonesia-bebas-dan.html 174

Ibid 175

Nationals Encyclopedia. (n.d.). Singapore - International trade. Diakses Pada 1 12, 2015, dari Encyclopedia of the Nations: http://www.nationsencyclopedia.com/economies/Asia-and-the- Pacific/Singapore-INTERNATIONAL-TRADE.html

176

Subagja, I. (2004, 04 27). Polri Minta Singapura Kooperatif Setelah Ekstradisi Diteken. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Detik News: http://news.detik.com/read/2007/04/27/145729/773543/10/polri- minta-singapura-kooperatif-setelah-ekstradisi-diteken?nd771104bcj

177

Humas KPK. (2012, 09 10). Kerja Sama Internasional Cegah Koruptor Lari dan Hilangnya Aset. Diakses Pada 1 15, 2015, dari Komisi Pemberantasan Korupsi: http://www.kpk.go.id/id/berita/berita- kpk-kegiatan/249-kerja-sama-internasional-cegah-koruptor-lari-dan-hilangnya-aset

178

Maryadi. (2007, 04 24). ICW: Ekstradisi RI-Singapura Harus Sebut Kasus Korupsi. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Detik News: http://news.detik.com/read/2007/04/24/155812/772009/10/icw- ekstradisi-ri-singapura-harus-sebut-kasus-korupsi?nd771104bcj

179

Hertanto, L. (2007, 04 24). Kejagung Incar Koruptor Orba. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Detik News: http://news.detik.com/read/2007/04/24/144412/771949/10/kejagung-incar-koruptor- orba?nd771104bcj

82

ekstradisi yang dirumuskan harus sesuai dengan prosedur hukum yang ada di Indonesia dan job desk para penegak hukum dan pemberantas korupsi di Indonesia.180

Pada tahun 2007 buronan yang melarikan diri ke Singapura mencapai 17 orang181 dan terus meningkat hingga mencapai jumlah 35 orang pada tahun 2011. Ketiadaan perjanjian ekstradisi dengan Singapura bahkan setelah perjanjian tersebut lahir walaupun belum diratifikasi tetap menjadikan negeri singa tersebut sebagai destinasi favorit. Selain melarikan diri ke Singapura, para koruptor tersebut juga membawa serta asset mereka. Tercatat terdapat ratusan triliun sejak tahun 2007182 dan meningkat pada tahun 2012 mencapai 783 trilliun rupiah asset koruptor yang disembunyikan di Singapura. Dana tersebut terbilang sangat besar dan seharusnya dapat digunakan untuk kepentingan yang lebih baik seperti pembangunan infrastruktur di Indonesia.183 Oleh karena itu cost of no agreement Indonesia terhadap perjanjian adalah besar sehingga konstituen domestik Indonesia akan lebih mudah untuk meratifikasi jika urgensi yang dialami Indonesia dapat diselesaikan oleh naskah perjanjian ekstradisi dengan Singapura.

Urgensi Singapura terhadap perjanjian ekstradisi dengan Indonesia dapat terbilang kecil. Alasan terbesar Singapura mau membuat perjanjian ekstradisi dengan

180

UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 181

Maryadi. (2007, 04 24). Inilah 17 Buronan Tersangka Korupsi yang Diduga Bersarang di Singapura. Diakses Pada 01 16, 2015, dari Detik News:

http://news.detik.com/read/2007/04/24/160134/772012/10/inilah-17-buronan-tersangka-korupsi- yang-diduga-bersarang-di-singapura?nd771104bcj

182 Ibid 183

Laluhu, S. (2012, 09 12). KPK telusuri aset koruptor di Singapura. Diakses Pada 01 16, 2015, dari Sindo News: http://nasional.sindonews.com/read/671797/13/kpk-telusuri-aset-koruptor-di- singapura-1347372521

83

Indonesia adalah sebagai media pencitraan Singapura sebagai negara anti-korupsi sehingga menarik investasi asing184 yang dilakukan oleh The Corrupt Practice Investigation Bureau (CPIB)185 dan kepolisian Singapura186 dan penandatanganan konvensi PBB anti korupsi yang mendesak negara-negara untuk segera membuat perjanjian ekstradisi dalah hal memberantas korupsi187 hal yang sama juga dijelaskan di dalam konvensi PBB dalam melawan kejahatan transnasional di mana pembentukan perjanjian ekstradisi merupakan solusi untuk mencegah dan memberantas kejahatan transnasional.188

Menurut data yang penulis temukan, pada tahun 2004 Singapura menempati peringkat kelima negara dengan tingkat korupsi terendah dengan skor indeks persepsi korupsi 93.189 Tahun 2004 merupakan saat di mana Singapura setuju untuk membuat perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Pada tahun 2007 Singapura kembali meraih posisi keempat negara dengan tingkat korupsi terendah dengan skor 93.190 Selain itu, tingkat investasi asing ke Singapura terus meningkat dari tahun ketahun dan

184

Heru. (2007, 08 21). RI-Singapura Masih Berpeluang Bahas Ulang DCA. Diakses pada 12 13, 2014, dari Antaranews: http://www.antaranews.com/berita/78109/ri-singapura-masih-berpeluang-bahas- ulang-dca

185

Corrupt Practices Investigation Bureau. (n.d.). Introduction . Diakses pada 12 12, 2014, dari www.cpib.gov.sg: https://www.cpib.gov.sg/about-us/introduction

186

Kristanto, T. A. (2009, 06 18). Kunci Keberhasilan KPK Hanya Kemauan Politik dari Pemerintah. Diakses pada 12 12, 2014, dari Infokorupsi.com:

http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=3403&l=kunci-keberhasilan-kpk-hanya-kemauan-politik- dari-pemerintah

187

United Nations Convention against Corruption, Chapter IV Article 43-45 188

United Nations Convention against Transnational Crime Annex I Article 16 189

Transparency International. (n.d.). CORRUPTION PERCEPTIONS INDEX 2004. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Transparency International: http://www.transparency.org/research/cpi/cpi_2004/0/ 190

Transparency International. (n.d.). CORRUPTION PERCEPTIONS INDEX 2007. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Transparency International: http://www.transparency.org/research/cpi/cpi_2007/0/

84

merupakan negara dengan sasaran investasi terbesar di ASEAN.191 Rendahnya tingkat korupsi di Singapura menjadi modal besar untuk mengundang para Investor untuk menanamkan modalnya di sana. Menetapnya para koruptor dari Indonesia di Singapura tidak memberikan efek negatif terhadap arus investasi asing di sana karena mereka tidak menjabat sebagai pejabat pemerintahan dan tidak pernah melakukan tindakan korupsi terhadap keuangan Singapura. Hal tersebut terbukti dengan tanpa adanya perjanjian ekstradisi dengan Singapura, investasi asing terus berdatangan. Malah justru sebaliknya, para koruptor tersebut menggunakan asset yang dibawa lari ke Singapura untuk berinvestasi. Menyerahkan para koruptor tersebut ke Indonesia dan mengembalikan aset-aset mereka jelas akan mengurangi investasi di Singapura.192

Keberadaan koruptor Indonesia tersebut juga tidak merusak kampanye Singapura untuk membentuk citra negaranya sebagai negara anti korupsi. Di dalam menjaga kepercayaan investor, singapura berusaha menekan untuk tingkat korupsi di negaranya. Tingkat korupsi sebuah negara pada umumnya menjadi acuan para investor untuk menanamkan modalnya. Menurut teori investasi John Dunning, keunggulan lokal dari sebuah negara merupakan hal yang penting untuk diperhitungkan bagi para investor sebelum menanamkan modal mereka. Rendahnya tingkat korupsi di suatu negara dapat menjadi keunggulan lokal yang dapat menarik

191

CFO Innovation Asia. (2014, 03 05). ASEAN FINALLY SURPASSES CHINA IN FOREIGN DIRECT INVESTMENT. Diakses pada 12 12, 2014, dari http://www.cfoinnovation.com/:

http://www.cfoinnovation.com/story/7951/asean-finally-surpasses-china-foreign-direct-investment 192

Wicaksana, W. (2006, 03 17). Pemberantasan Korupsi dan Perjanjian Ekstradisi Indonesia- Singapura. Diakses pada 12 15, 2014, dari Bali Post:

85

minat para investor. Hal tersebut disebabkan dana yang dicurahkan para investor di negara yang tingkat korupsinya tinggi memiliki potensi tidak berkembang yang lebih besar karena diserap oleh para koruptor di negara tersebut.193 Teori tersebut dibuktikan dengan semakin tingginya arus investasi ke Singapura dari tahun ke tahun. Singapura juga merupakan negara di kawasan ASEAN yang memiliki tingkat investasi asing yang paling tinggi. Berikut adalah data yang penulis ambil dari Kementrian Keuangan dan Bank of America Merrill Lynch Global tentang jumlah investasi asing dan pertumbuhan investasi asing di negara-negara ASEAN termasuk Singapura:

Grafik 1 : Foreign Direct Investment Inflow ASEAN 2011

Sumber: ASEAN Investments Report 2011194

193

Yahya, A. (2011, 06 23). Dampak Korupsi bagi Investasi. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Suara Tamiang: http://www.suara-tamiang.com/2011/06/dampak-korupsi-bagi-investasi.html?m=1 194

86

Grafik 2 : Foreign Direct Investment ke Singapura dari tahun 1997-2013

Sumber : Bank of America Merrill Lynch Global Research estimates, CEIC.195

Jika melihat data di atas, dengan menyepakati perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, Singapura tidak mendapatkan keuntungan yang berarti. Singapura juga mendapatkan beban tambahan dan kerugian jika Indonesia memintanya untuk menyerahkan para koruptor dan asset-assetnya. Seperti yang sudah penulis paparkan di bab IV, perjanjian ekstradisi merupakan permasalahan hukum yang bersifat legal formal di mana Singapura dan Indonesia memiliki prosedur ekstradisi masing- masing. Prosedur ekstradisi Indonesia tertera di dalam Undang-undang Republik Indonesia / Nomor 1/1979 tentang Ekstradisi sedangkan Singapura tertera di dalam Singapore Extradition Act. Overlapping kedua undang-undang ekstradisi tersebut dapat dilihat di dalam naskah perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura yang telah ditandatangani sebagai berikut:

195

CFO Innovation Asia. (2014, 03 05). ASEAN FINALLY SURPASSES CHINA IN FOREIGN DIRECT INVESTMENT. Diakses pada 12 12, 2014, dari http://www.cfoinnovation.com/:

87 1. Overlapping Pengertian

Di dalam naskah perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, pengertian Ekstradisi tertuang di dalam Pasal I tentang kewajinan mengekstradisi. Di sana memang tidak dijelaskan secara eksplisit tentang apa arti ekstradisi, namun di dalamnya tersirat pengertian ekstradisi yang telah disepakati oleh kedua negara. Bunyinya adalah sebagai berikut: “Masing-masing Pihak sepakat untuk mengekstradisi kepada Pihak lain, berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian ini, setiap orang yang ditemukan berada di wilayah Pihak diminta dan dicari oleh Pihak Peminta untuk tujuan proses peradilan atau pengenaan atau pelaksanaan hukuman atas suatu tindak pidana yang dapat diekstradisikan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Perjanjian ini, yang dilakukan dalam yurisdiksi Pihak Peminta.” Hal tersebut berarti ekstradisi merupakan kegiatan serah terima buronan dari negara diminta kepada negara peminta. Dalam hal ini Indonesia dan Singapura memiliki pandangan yang sama terhadap apa itu ekstradisi sehingga terjadi overlap yang sama-sama besar.

Dalam hal daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan dari kedua negara, di dalam perjanjian ekstradisi tertuang di dalam pasal 2 tentang tindak pidana yang dapat diekstradisikan. Daftar kejahatan tersebut adalah sebagai berikut:

88

Gambar 4: Kejahatan yang Dapat Diekstradisikan Menurut Perjanjian Ekstradisi IndonesiaSingapura.

Sumber: Naskah Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura

Dari perbandingan daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan dari hukum ekstradisi antara Indonesia dan Singapura dan mencocokannya dengan daftar yang ada di naskah perjanjian ekstradisi, penulis menemukan overlapping yang sangat besar. Semua jenis kejahatan yang dapat diekstradisikan dari Indonesia berdasarkan undang-undang ekstradisinya masuk di dalam naskah perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Begitu halnya dengan Singapura yang hampir semua daftar kejahatan yang bisa diekstradisikan dari Singapura berdasarkan Extradition Actnya melebur di dalam naskah perjanjian. Hanya ada dua jenis kejahatan ekstradisi Singapura yang

89

tidak masuk dalam overlapping yaitu tentang bigamy (pernikahan beristri dua), dan perlawanan terhadap larangan ekspor impor batu-batuan berharga, emas dan logam berharga.

Di dalam pasal 2 poin 3 dijelaskan bahwa ekstradisi dilakukan jika hukum kedua negara dapat memidanakan kejahatan tersebut dan jika kedua negara berselisih dalam hal ini, ekstradisi tetap dapat dilakukan sejauh kejahatan tersebut merupakan kejahatan yang dapat diekstradisikan dari negara diminta. Hal ini mengacu kepada daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan namun tidak tertera di dalam nasakah perjanjian ini secara spesifik. Dalam hal ini Indonesia lebih memiliki keleluasaan karena di dalam undang-undang ekstradisinya, walaupun kejahatan yang dimintakan di oleh negara lain untuk diekstradisi tidak ada di dalam daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan dari Indonesia, berdasarkan kebijaksanaan Indonesia ekstradisi tersebut dapat tetap dilakukan. Sedangkan Singapura memiliki keleluasaan yang lebih kecil karena jika permintaan ekstradisi yang dimintakan kejahatannya tidak terdapat di dalam daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan, ekstradisi dapat tetap dilakukan hanya jika kejahatan tersebut berhubungan dengan daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan di dalam Singapore Extradition Act.

Tetapi hal tersebut kemudian tidak menjadi masalah karena pada poin terakhir daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan di dalam naskah perjanjian ekstradisi mengatakan bahwa, semua jenis kejahatan yang tertuang di dalam undang-undang kedua negara dan undang-undang yang mengesahkan tentang kewajiban dari konvensi internasional yang diikuti oleh Indonesia dan Singapura merupakan daftar

90

kejahatan yang dapat diekstradisikan. Hal tersebut kemudian membuat seluruh daftar kejahatan yang dimuat undang-undang ekstradisi kedua negara menjadi overlap seluruhnya yang berarti sama besar.

2. Overlapping Asas Ekstradisi

Di dalam naskah perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, asas ekstradisi dibahas di dalam Pasal 3 sampai pasal 5. Jika seorang buronan yang diinginkan melakukan tindak kejahatan di dalam yuridiksi negara lain ia hanya dapat diekstradisikan jika terdapat bukti yang cukup yang dikumpulkan oleh pihak diminta. Perjanjian ekstradisi ini juga mencangkup atas buronan yang telah dijatuhkan pidana yang dapat diekstradisikan oleh negara peminta namun berada atau kabur ke negara lain. Dalam hal ini undang-undang kedua negara mengalami overlap yang sama karena di dalam pengadilan yang akan memutuskan apakah buronan ini dapat diekstradisikan ke negara peminta atau tidak harus memiliki bukti-bukti yang cukup.

Berdasarkan perjanjian ekstradisi Indonesia Singapura, sebuah permintaan ekstradisi dapat ditolak apabila:

1. Buronan merupakan pelaku kejahatan politik

2. Buronan telah diampuni atau dibebaskan atau sedang menjalani pidana atas tindakan yang sama dengan permintaan ekstradisi atasnya

3. Buronan sedang dalam pengadilan atau mahkamah khusus (Mahkamah Internasional/militer)

4. Tindak pidana yang dimintakan atas buronan untuk diekstradisi menurut pihak diminta merupakan hukum militer atau bukan hukum pidana umum

91

5. Pihak diminta mengetahui bahwa jika buronan diserahkan, maka ia akan dituntut dan dihukum karena alasan SARA dan alasan politik

6. Pihak diminta mengetahui jika buroanan diserahkan, maka ia akan mendapatkan perlakuan diskriminatif karena alasan SARA dan alasan politik 7. Jika ekstradisi diminta untuk melaksanakan pidana yang telah dijatuhkan

tanpa kehadiran buronan yang dimaksud. Hal ini dapat dikesampingkan apabila ketika putusan dibacakan ia memiliki kesempatan untuk hadir dalam persidangan namun tetap tidak hadir dan si buronan menggunakan haknya untuk diadili kembali dengan kehadirannya.

8. Sedang ditahan oleh pihak diminta

9. Sedang dibutuhkan di dalam penyidikan atau sedang dituntut oleh pihak diminta karena melakukan kejahatan di dalam yuridiksi pihak diminta.

Sedangkan pengecualian sukarela terhadap ekstradisi dapat terjadi apabila:

10.Jika buronan dimintakan ekstradisinya akan menjalani pidana dan lama pidana yang akan dia jalani kurang dari 12 bulan. ( Jika hukuman untuk buronan di bawan satu tahun)

11.Jika pihak berwenang dari negara diminta memutuskan untuk mengentikan tuntutan ekstradisi (jika permintaan ekstradisi ditolak dari awal)

12.Jika buronan merupakan warga dari negara diminta

13.Jika buronan melakukan tindak pidana seluruhnya di dalam yurudiksi negara diminta

92

15.Jika buronan diserahkan maka akan mendapatkan perlakuan tidak adil 16.Jika pelaksanaan pidana telah selesai berdasarkan hukum negara peminta196

Dalam hal ini, win-sets kedua negara mengalami overlap cukup besar karena asas kedua negara tentang penolakan ekstradisi juga memuat hal-hal di atas. Tetapi untuk penolakan ekstradisi jika buronan sedang menjalani masa penyidikan dan sedang dituntut karena melakukan kejahatan di dalam yuridiksi negara diminta dan buronan merupakan warga negara pihak diminta, dan penolakan jika buronan sedang menjalani pengadilan militer tidak terjadi overlap yang besar karena di dalam undang-undang ekstradisi Indonesia mengatur bahwa jika buronan yang diminta kejahatannya berlangsung di Indonesia dan sedang diproses atas kejahatan yang dilakukannya di dalam yuridiksi Indonesia, jika buronannya merupakan warga negara Indonesia maka ekstradisi tidak dapat dilaksanakan serta jika menurut hukum negara diminta pidana tersebut merupakan pidana militer dan bukan hukum pidana biasa maka ekstradisi tidak daoat dilakukan. Extradition Act Singapura tidak mengatur tentang hal itu. Oleh karena itu Indonesia dalam hal ini memiliki win-sets yang lebih besar dan Singapura menerima kerelaan atas poin tersebut.

Di sisi lain, kerelaan Singapura atas overlap win-setsnya yang lebih kecil dari Indonesia ternyata diperkecil dengan beberapa pengecualian. Pengecualian tersebut mengatakan bahwa jika buronan merupakan warga negara pihak diminta, pejabat berwenang dari negara peminta memutuskan untuk tidak memulai penuntutan terhadap buronan dan jika tindak pidana yang dilakukan sebagian besar terjadi di

196

93

dalam yuridiksi negara diminta dapat diekstradisikan hanya jika hal tersebut berkaitan dengan terorisme, penyuapan dan korupsi, jika kejahatannya dilakukan di dalam wilayah pihak peminta dan akibat terburuknya timbul di wilayah negara peminta. Pengecualian ini tetap tidak membuat overlap win-sets Singapura lebih besar dari Indonesia karena hanya terbatas di dalam kasus korupsi dan terorisme saja. Hal ini justru semakin memperbesar win-sets Indonesia karena berdasarkan urgensinya terhadap perjanjian ekstradisi, proses penangkapan dan pengadilan para koruptor akan menjadi semakin mudah.

3. Overlapping Prosedur Perjanjian Ekstradisi

Dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, prosedur perjanjian ekstradisi dibahas di dalam pasal 6 sampai pasal 18. Pengajuan permintaan ekstradisi dilakukan oleh kementrian yang berwewenang. Dalam hal ini dari pihak Indonesia yang berwewenang mengajukan permintaan ekstradisi adalah Mentri Hukum dan HAM. Sedangkan untuk pihak Singapura, yang berwewenang mengajukan permintaan ekstradisi adalah Mentri Hukum. Dalam hal ini terjadi overlap win-sets yang sama besar. Di dalam UU ekstradisi Indonesia disebutkan bahwa mentri hukum yang berwenang mengajukan permintaan ekstradisi. Namun di dalam Singapore Extradition Act tidak secara spesifik disebutkan bahwa mentri hukum yang berwenang dalam hal ini, tetapi pihak yang memimpin negosiasi Singapura merupakan Jaksa Agung yang pekerjaannya sangat berkaitan erat dengan Mentri Hukum Singapura.

94

Surat permintaan tersebut harus dilengkapi dengan keterangan yang akurat terhadap buronan, keterangan tindak pidana yang dilakukan buronan, teks hukum yang menjelaskan tindak pidana buronan serta keterangan berupa pendapat Jaksa Agung negara peminta bahwa dokumen yang disertakan di dalam surat permintaan tersebut berisi bukti yang cukup dari hukum negara peminta untuk melakukan penuntutan. Jika buronan merupakan tersangka yang belum dipidanakan, maka perlu disertai dengan surat penahanan dari negara peminta atau salinan otentiknya yang telah memiliki kekuatan hukum. Jika buronan merupakan orang yang telah dipidanakan namun berada di dalam wilayah negara diminta, maka perlu disertakan surat putusan atas hukumannya. Dalam hal ini kedua negara mengalami overlapping win-sets yang timpang. Indonesia mengalami overlapping yang besar karena hal di atas diatur di dalam undang-undang ekstradisinya sedangkan di dalam Singapore Extradition Act tidak.

Ada sebuah kondisi di dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura di mana buronan dapat meminta untuk diadili kembali. Hal tersebut hanya bisa terjadi apabila putusan pengadilan terhadap buronan dilakukan tanpa kehadirannya dengan menolak haknya untuk hadir di dalamnya. Di sini, terjadi overlapping yang timpang karena di dalam Singapore Extradition Act, hal tersebut dibahas demi memberikan keadilan hukum bagi buronan sedangkan di dalam UU Ekstradisi tidak dibahas.

Di dalam perjanjian ini juga diatur tentang prosedur penahanan sementara di mana jika dibutuhkan dalam keadaan mendesak penahanan sementara dapat

95

dilakukan berdasarkan permintaan pihak peminta melalui saluran diplomatic atau jaringan INTERPOL secara tertulis. Permintaan tersebut wajib mengandung unsur identitas dan deskripsi fisik buronan, lokasi dan kewarganegaraan, surat penahanan atau salinan otentik yang telah memiliki kekuatan hukum, maksud dari permintaan ekstradisi, gambaran tetnang tindak pidana buronan dan salinan surat dakwaan terhadap buronan, dan keterangan yang memiliki kekuatan hukum tentang kasus yang terjadi serta pidana yang telah dijatuhkan kepada buronan.

Dalam dokumen Analisa Pengaruh DCA terhadap Keputusan (Halaman 85-102)

Dokumen terkait