• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Penulis terhadap Putusan Perceraian Istri Nusyuz

ii W Artinya: Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan

DAFTAR PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SERANG TAHUN 200788

D. Analisa Penulis terhadap Putusan Perceraian Istri Nusyuz

Dalam bagian ini penulis akan menganalisa masalah perceraian isteri nusyuz

yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama Serang, ketiga kasus ini diperiksa oleh

Pengadilan Agama Serang yang mengambil sumber hukum Undang-Undang No.1

tahun 1974 tentang Perkawinan, PP No.9 tahun 1975 serta instruksi Presiden No.

1991 Kompilasi hukum Islam (KHI). Dimana ketiga perUndang-Undangan ini

adalah yang dipakai pada Pengadilan Agama seluruh Indonesia.

Setiap orang yang memasuki pintu gerbang kehidupan keluarga pastilah harus

melalui pintu perkawinan terlebih dahulu sehingga perkawinan merupakan bagian

dari ibadah, maka menjadi kewajiban bagi pasangan suami isteri untuk menjaga

kelestarian perkawinannya. Apabila kehidupan rumah tangga itu tidak lagi

harmonis maka perkawinan tersebut bisa dipisahkan dengan perceraian, yang

telah diatur menurut Undang-Undang yang berlaku.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 38

Atas putusan pengadilan”.96 Begitu juga dengan pasal 115 Kompilasi Hukum

Islam, yaitu: “Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan

Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan keduanya”.97

Dalam kasus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud

nusyuz ialah perbuatan tidak taat dan membangkangnya seorang isteri terhadap

suaminya (tanpa alasan) yang tidak dibenarkan oleh hukum Islam.98 Selanjutnya

dijelaskan membangkang artinya tidak mau menuruti (perintah), mendurhakai,

menentang dan menyanggah.99

Perceraian karena isteri tidak patuh terhadap suami (nusyuz), maka isteri

tersebut akhlaknya tidak ada karena telah durhaka kepada suaminya. Kepatuhan

ini untuk keharmonisan semata dalam rumah tangga sehingga keluarga tersebut

menjadi bahagia. Perasaan dan anggapan isteri bahwa ketaatannya terhadap suami

adalah semacam perendahan terhadap martabatnya, merupakan pengaruh buruk

dari tayangan-tanyangan televisi dan pola pikir orang-orang non-muslim bahwa

wanita sama seperti laki-laki. Ini berarti tidak melebihkan kaum laki-laki, tetapi

96

Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 38 97

Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 115 98

Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar bahasa Indonesia, h.619. 99

justru sebuah pembebanan terhadap kaum laki-laki sehingga kehidupan rumah

tangga akan baik bila disertai ketaatan isteri terhadap suaminya.100

Padahal dalam Islam memberikan hak kepemimpinan kepada kaum laki-laki.

Berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 228:

__• 4% -4lx+

• “—& T ¯

u ‰~ _t$ &

4 4ˆ

,-:'t  >G

6

Bv

JC 4w

u ¢

L :

/ ]xz(

1

k,-.\

Ib š

u ‰ 1G ,;J :

L %

u '3

u 1 4

&

°; Y+

V ~/z.

6

u  x4 >&

Jk. :

u y Π&

b š

.F {45

L %

H t  J :

Š4 ,-]‹ %

6

u ¢

C ˆ 1

‚ GA

u  ;T,- 

~ rs > $=° &

6

Ÿ .?V”

-u  ;T,- 

S .? J.

(

P‚ ± 

PQR~(.

iiW

Artinya: Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali

quru'. tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Baqarah ayat: 228).

Isteri harus mentaati suaminya dalam hal kebaikan, bukan dalam hal

kemaksiatan kepada Allah SWT. Namun demikian, seorang suami hendaknya

tidak memberatkan ataupun menyusahkan isterinya.101

100

Nabil Mahmud, Problematika Rumah Tangga dan Kunci penyelesaiannya, (Jakarta: Qisthi Press, 2004), h.48

Dalam pasal 83 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam yaitu “kewajiban utama bagi

seorang isteri adalah berbakti lahir batin kepada suaminya didalam batas-batas

yang dibenarkan dalam hukum Islam”. Perceraian karena isteri nusyuz tidak akan

terjadi kalau dilandasi saling menghormati diantara pasangan dan khususnya isteri

harus hormat kepada suami.

Perceraian karena isteri nusyuz ini berarti isteri telah melakukan perbuatan

durhaka terhadap suaminya. Dalam hal ini suami harus banyak mengingat Allah

SWT dan mengingatkan isteri mengenai siksa Allah SWT. Bahwa berpalingnya

seorang isteri dari suaminya hanya akan menjadi bencana dan musibah bagi isteri

didunia dan akhirat.

Para Ahli Fiqh dari kelompok Hanafiyyah telah mengartikan nusyuz dengan

“kebencian salah satu suami atau isteri terhadap pasangannya”. Sedangkan para

ulama Malikiyyah memberikan arti “salah satu dari suami atau isteri telah

melakukan permusuhan atas yang lainnya”.102

Menurut ulama Syafii’yyah “Nusyuz merupakan perselisihan yang terjadi

diantara suami isteri”. Adapun ulama Hambaliyyah mengatakan bahwa nusyuz

adalah “kebencian salah satu dari pasangan suami isteri dapat menyebabkan

interaksi yang tidak baik terhadap pasangannya”.103

101

A. A Human Abdurrahman, Merajut Kehidupan Pasca Pernikahan, (Jakarta: Wahyu Press, 2003), cet.ke-1, h.52

102

Salih ibn Ghanim, Kesalahan-kesalahan Isteri, penerjemah Abdullah farid Mansur, (Jakarta: Pustaka Progresif, 2004), h.6

Syaikh Wahbah al-Zuhayliy memberikan definisi nusyuz yaitu “ketidak

patuhan seorang isteri yang memandang rendah dan meremehkan

kewajiban-kewajiban dan hak-hak suami isteri.104

Kemudian dapat disimpulkan bahwa nusyuz adalah segala bentuk

kedurhakaan yang dilakukan oleh seorang isteri terhadap suaminya baik itu

disengaja maupun tidak disengaja, hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran

perintah penyelewengan dan hal-hal yang dapat mengganggu keharmonisan

rumah tangga.105

Jika perhatikan, tujuan dari perkawinan pada mulanya adalah untuk

menciptakan keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana yang

tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)106 dan merupakan cita-cita setiap

insan dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Akan tetapi tidak semua orang akan dapat mencapai cita-cita tersebut dengan

mudah, karena dalam perjalanannya sering kali bahtera rumah tangga kandas

ditengah jalan. Dan tidak semudah dengan apa yang mereka bayangkan seperti

membalikkan telapak tangan.

103

Salih ibn Ghanim, Nusyuz Konflik Suami Isteri dan Penyelesaiannya, Penerjemah. Muhammad Abdul Ghafar, (Jakarta: Pustaka kautsar, 1993), h.25

104

Wahbah al-Zuhayliy, Al-Fiqh al-Islam wa Adilatuh, vol.5 (Beirut: Daar al-Fikr, 1993), h.56

105

Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h.209 106

Dari putusan yang penulis dapatkan, isteri nusyuz dijadikan alasan perceraian

padahal dalam KHI serta PP No.9 tahun 1975 tentang pelaksanaan dari UU No.1

tahun 1974 tentang perkawinan tidak menyebutkan nusyuz sebagai alasan

perceraian. Tentu ada pertanyaan mengapa hakim membuat putusan demikian.

Dan didalam putusan tersebut pemohon menyanggupi untuk membayar iwadh

sebesar Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah), dengan persyaratan khulu yang

pemohon ajukan di PA Serang akibat isteri nusyuz.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 39 ayat 2 menyebutkan “untuk

melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami isteri”.

Para ulama Mazhab sepakat bahwa isteri yang melakukan nusyuz tidak berhak

atas nafkah, tetapi mereka berbeda pendapat tentang batasan nusyuz yang

mengakibatkan gugurnya nafkah.

Seluruh mazhab selain imam Hanafi, sepakat bahwa manakala isteri tidak

memberi kesempatan kepada suami untuk menggauli dirinya dan berkhalwat

dengannya tanpa alasan berdasarkan syara’ maupun rasio dia dipandang sebagai

wanita yang nusyuz.107

Bahkan imam Syafi’i mengatakan bahwa: sekedar kesediaan digauli dan

berkhalwat, sama sekali belum dipandang cukup kalau siisteri tidak menawarkan

107

Muhammad jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’I dan hambali, (jakarta: Lentera, 2006), cet.ke-17, h.402

diri kepada suaminya seraya mengatakan dengan tegas “Aku menyerahkan diriku

kepadamu”.

Imam Hanafi berpendapat bahwa: “manakala isteri mengeram dirinya dalam

rumah suaminya dan tidak keluar dari rumah tanpa izin suaminya, maka dia masih

disebut patuh, sekalipun dia tidak bersedia dicampuri tanpa sadar syara’ yang

benar.108

Ditinjau dari hukum positif, putusan Hakim tidak semena-mena untuk

mengabulkan permohonan cerai yang diajukan suami karena Majelis Hakim telah

melalui beberapa tahap agar suami isteri tersebut dapat memperbaiki rumah

tangganya tetap hidup rukun dan damai sebagaimana tujuan perkawinan.

Dengan demikian apabila melihat amar putusan tersebut berarti Pengadilan

Agama Serang telah memberikan pengabulan permohonan kepada pemohon

untuk menceraikan isterinya (termohon). Karena dalil yang telah diajukan

pemohon dalam permohonannya adalah dalil yang benar, dan telah dilengkapi

dengan alat bukti dan saksi yang sah menurut Undang-Undang.

108

BAB V Penutup

A. Kesimpulan

Dari pembahasan dan uraian yang penulis kemukakan pada bab-bab terdahulu

tentang Perceraian karena Isteri Nusyuz khususnya di Pengadilan Agama Serang,

penulis dapat menyimpulkan, sebagai berikut:

1. Proses penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama Serang

sudah sesuai dengan apa yang ditetapkan dan diatur oleh Undang-Undang

yaitu mulai membuka persidangan dan terbuka untuk umum. kemudian

dilanjutkan dengan usaha perdamaian, jika usaha perdamaian tersebut

berhasil maka hakim akan membuatkan penetapan perdamaian

berdasarkan kesepakatan mereka, tetapi jika perdamaian yang dilakukan

oleh hakim tersebut tidak berhasil, sidang dilanjutkan ketahap pembacaan

gugatan, kemudian jawaban tergugat, selanjutnya replik penggugat dan

duplik tergugat, setelah itu masuk ketahap pembuktian, kesimpulan dan

yang terakhir adalah pembacaan putusan hakim.

2. Pada dasarnya hukum Islam dan Undang-Undang No.1 tahun 1974

tentang Perkawinan, mempunyai pandangan yang sama tentang

perceraian, bahwa perceraian adalah alternatif terakhir untuk

diperbaiki lagi meskipun dengan berbagai cara untuk mendamaikan sudah

ditempuh.

3. Sedangkan faktor-faktor isteri nusyuz yaitu: pertama masalah seksual,

biasanya isteri bersikap acuh dengan alasan suaminya menderita

impotensi, bahkan ada pula disebabkan suami terlalu sibuk bekerja

sehingga isteri tidak terpenuhi kebutuhan seksnya. Kedua masalah

ekonomi, hal ini biasanya karena isteri tidak mensyukuri dengan

penghasilan suaminya yang minim, bahkan selalu menuntut agar

kebutuhan isteri terpenuhi diluar kemampuan suami. Ketiga masalah isteri

yang berkarir, terkadang isteri yang berkarier merasa telah mampu

menghidupi dirinya sendiri sehingga isteri menjadi lebih tinggi dan

bersikap sombong terhadap suaminya dan tidak mau menjalankan

kewajibannya sebagai isteri. Keempat kejenuhan yang menimbulkan

konflik, hal ini sering terjadi dalam rumah tangga ketika mengalami titik

kejenuhan dan sering timbul percekcokan, terkadang isteri bersikap arogan

dan keras kepala bahkan selalu membantah nasehat suami. Dan Kelima

masalah cemburu, faktor cemburu yang berlebihan itulah yang

menyebabkan isteri lepas kendali (lepas kontrol) dan dapat melakukan

B. Saran-saran

Disamping beberapa kesimpulan diatas, penulis juga ingin memberikan

beberapa saranyang berkaitan dengan Perceraian karena Isteri Nusyuz,

saran-saran tersebut adalah:

1. Hendaklah niat pernikahan yang dilakukan oleh sepasang suami isteri

haruslah dilandasi dengan cinta dan kasih sayang. Pernikahan tersebut

juga diniatkan untuk membentuk keluarga yang kekal dan abadi agar

tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

2. Memaksimalkan lagi fungsi dari lembaga-lembaga yang berkaitan dengan

pernikahan untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan tidak hanya bagi

pasangan yang ingin menikah, tetapi juga bagi anak-anak muda agar

mereka mengetahui peran mereka masing-masing setelah menikah dan

juga agar mereka dapat mengantisipasi persoalan yang biasanya muncul

pada saat mereka menikah nanti.

3. Apabila terjadi perselisihan antara suami dan isteri dalam pernikahan,

maka upayakanlah perdamaian antara keduanya secara mandiri (personal).

Apabila jalur perdamaian secara personal suami isteri tidak mampu

Dokumen terkait