• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

2.7. Analisa Perpindahan Panas

Jika dimensi dari sebuah sistem EAHE diketahui, perhitungan laju perpindahan panas dapat dihitung menggunakan metode log mean temperature difference (LMTD) atau menggunakan metode bilangan NTU. Dalam penelitian ini menggunakan metode e-NTU. Temperatur udara keluar ditentukan menggunakan rumus keefektivitasan dari EAHE yang merupakan fungsi unit bilangan transfer (NTU). Model persamaan yang digunakan dikembangkan oleh T.S Bisoniya.

Alat penukar kalor udara-tanah, medium yang digunakan untuk memindahkan panas adalah udara. Panas yang dilepaskan oleh aliran udara dan diserap ke dinding pipa secara konveksi dan dari dinding pipa ke massa tanah maupun sebaliknya secara konduksi. Jika kontak antara dinding pipa dengan bumi diasumsikan sempurna dan konduktivitas dari tanah diberikan sangat tinggi dibandingkan dengan resistansi permukaan, maka temperatur dinding bagian dalam pipa dapat diasumsikan konstan. Nilai NTU yang digunakan bergantung pada konfigurasi jenis aliran dari sistem alat penukar kalor udara-tanah. Pada peneltian ini jenis aliran yang digunakan adalah jenis single stream dan digunakan hubungan alat penukar kalor evaporator atau kondensor dimana salah satu sisi memiliki temperatur yang konstan dalam hal ini dinding bagian dalam pipa.

Pengaruh parameter desain untuk nilai NTU dapat diteliti melalui perpindahan panas dan pressure drop. Nilai NTU terdiri dari tiga parameter,yaitu : koefisien perpindahan panas konveksi (h), luas penampang dalam pipa (A), laju aliran massa (ṁ) yang nilainya bervariasi.

Luas penampang bagian dalam pipa adalah fungsi dari diameter, D, dan panjang pipa dari alat penukar kalor udara-tanah, L,

...(2.5) Dimana :

: luas penampang bagian dalam pipa (m2) : diameter hidrolik pipa (m)

: panjang pipa (m)

Koefisien perpindahan panas konveksi didalam pipa ditentukan dengan : ...(2.6) Dimana :

K : konduktivitas termal (W/m-K).

Zhang (2009) dalam tesis Ph.D-nya untuk sebuah sistem EAHE konvensional menyatakan bahwa untuk saluran yang ditanam memiliki syarat yaitu : 10cm < Dh

< 40 cm dan panjang lebih dari 20 m. Dengan ukuran begitu maka rasio dari panjang pipa dengan diameter hidrolik ada pada besaran 100. Diameter hidrolik dinyatakan sama dengan empat kali rasio dari luas penampang menyilang dengan wetted perimeter of the cross section.

...(2.7) Dimana :

A : luas penampang menyilang (m2) P : wetted perimeter of the cross section.

Diameter hidrolik untuk tabung melingkar disederhanakan sebagai diameter pipa.

Karena itu, dapat diasumsikan bahwa debit udara sepenuhnya berkembang didalam EAHE untuk ukuran seperti tadi dan untuk mengadaptasikan (corresponding empirical correlations) untuk menghitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi (CHTC).

Sebuah sistem EAHE dapat diasumsikan bahwa permukaan dalam pipa yang digunakan dalam EAHE adalah halus, hubungan bilangan Nu diberikan oleh De and Janssens (2003) dapat digunakan untuk mensimulasikan performansi dari

permukaan halus maka digunakan persamaan berikut untuk menghitung koefisien gesek :

-2

Bilangan Reynold berhubungan dengan rata-rata kecepatan udara dan diameter : ...(2.9) Dimana :

: kecepatan udara melalui pipa (m/s) D : diameter pipa (m)

: viskositas dinamik dari udara (kg/m-s) Sedangkan untuk bilangan Prandtl diberikan rumus :

...(2.10) Dimana :

: nilai panas spesifik dari udara (J/kg-k).

: konduktivitas termal udara (W/mK)

Total perpindahan panas dari udara ketika mengalir didalam pipa ditentukan melalui :

...(2.11) Dimana :

: laju aliran massa dari udara (kg/s) Cp : panas spesifik dari udara (J/kg.k)

:temperatur udara pada sisi keluar pipa (oC)

: temperatur udara pada sisi masuk pipa (oC)

Disebabkan oleh konveksi antara aliran udara dengan dinding pipa, maka perpindahan panas dapat ditentukan :

...(2.12) dapat ditentukan dalam bentuk fungsi eksponensial dari temperatur dinding pipa dan temperatur pada sisi masuk dengan mengeliminasi dari pers.

Cp : panas spesifik dari udara (J/kg.k)

Pendekatan lain untuk menentukan perpindahan panas yang terjadi pada pipa dikembangkan oleh Djamel Belatrache dengan persamaan :

...(2.15) dimana :

Resistansi termal untuk pipa didapat dari persamaan dibawah ini:

| ...(2.16) Dimana :

: konduktivitas termal untuk pipa PVC (W/mK),), 0,52 W/mK : jari-jari bagian terluar pipa (m)

: jari-jari bagian dalam pipa (m)

Sementara nilai resistansi termal untuk tanah ditentukan melalui persamaan :

Jadi, konduktansi termal untuk sebuah alat penukar kalor udara-tanah adalah :

...(2.19) Jika dimisalkan pipa memiliki panjang yang tak terhingga (A = ∞), maka udara akan didinginkan serupa dengan temperatur dinding dalam pipa. Maka keefektivitasan dari alat penukar kalor udara-tanah adalah :

( )...(2.20)

Dimana :

: temperatur dinding pipa bagian dalam (oC)

:temperatur udara pada sisi keluar pipa (oC)

: temperatur udara pada sisi masuk pipa (oC) h : koefisien perpindahan panas (Wm2-K)

A : luas permukaan dinding pipa bagian dalam (m2).

: laju aliran massa (kg/s) : keefektivitasan alat penukar kalor Cp : panas spesifik dari udara (J/kg.k) Untuk nilai bilangan NTU

...(2.21) Dimana :

h : koefisien perpindahan panas (Wm2-K)

A : luas permukaan dinding pipa bagian dalam (m2).

: laju aliran massa (kg/s)

Cp : panas spesifik dari udara (J/kg.k) sehingga

...(2.22) Keefektivitasan dari sebuah alat penukar kalor udara tanah ditentukan dengan bilangan NTU. Variasi keefektivitasan alat penukar kalor udara-tanah sebagai fungsi dari NTU ditunjukkan pada gambar 2.4. Dengan meningkatnya nilai NTU, maka nilai keefektivitasan akan semakin meningkat namun kurvanya akan semakin rata. Pertambahan nilai keefektivitasan akan semakin kecil apabila nilai NTU lebih besar dari 3.

Gbr. 2.10 Keefektivitasan penukar kalor sebagai fungsi NTU[5]

Performansi termal dari alat penukar kalor udara-tanah dapat dinyatakan dengan bilangan koefisien performansi (Coefficient of Performance). Koefisien performansi atau sering disingkat COP adalah rasio antara kapasitas pendinginan dari alat penukar kalor udara-tanah dengan konsumsi daya listrik pada peralatan mekanis seperti blower.

... (2.23) Dimana :

: daya yang dibutuhkan oleh blower (Watt) : kapasitas pendinginan (Watt)

... (2.24) Dimana :

: laju aliran massa (kg/s)

: kapasitas panas spesifik udara (J/kgK)

: temperatur pada sisi masuk (K)

: temperatur pada sisi keluar (K)

BAB III

Metodologi Penelitian

3.1 Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah temperatur udara keluaran (Tout) dari alat penukar kalor udara tanah. Udara keluaran berasal dari udara lingkungan yang disirkulasikan kedalam pipa yang ditanam pada kedalaman 2m menggunakan blower tipe sentrifugal. Udara lingkungan yang bertemperatur tinggi setelah disirkulasikan akan menjadi udara keluaran yang bertemperatur rendah. Udara keluaran ini dapat dimanfaatkan menjadi pendingin ruangan.

3.1.1 Waktu Penelitian

Uji eksperimental alat penukar kalor udara-tanah (EAHE) dilaksanakan sejak tanggal 20 Oktober 2017 sampai dengan 27 April 2018.

3.1.2 Tempat Penelitian

3.2.1 Metode Studi Pustaka

Merupakan metode pengumpulan data dan keterangan yang didapat dari buku literatur di perpustakaan maupun buku teks elektronik , jurnal-jurnal penelitian sebelumnya. Kelebihan dari instrumen ini peneliti memperoleh banyak data dan keterangan tanpa perlu banyak biaya, tenaga dan waktu.

3.2.2 Metode Eksperimental

Merupakan metode pengumpulan data dari pengujian terhadap kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Dalam hal ini kelompok

3.3 Variabel Penelitian

Variabel peneltian yang digunakan berdasarkan klasifikasi pengukurannya adalah variabel numerik.

3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah laju aliran udara pada sisi masuk

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah temperatur keluaran dari alat penukar kalor udara-tanah.

3.3.3 Variabel Penghubung

Variabel penghubung dalam penelitian ini adalah temperatur udara masuk sifat termal tanah,dan sifat termal pipa besi (MILD STEEL)

3.4 Instrumen Penelitian 3.4.1 Bahan

Bahan penelitian yang digunakan adalah udara lingkungan yang disirkulasikan kedalam pipa.

3.4.2 Alat a. Blower

Digunakan untuk memaksa udara untuk mengalir kedalam pipa.

Adapun spesifikasi blower yang digunakan adalah :

Gbr. 3.1 Blower

Spesifikasi :

Merk : Ching Long

Arus : 220-380 V

Frekuensi : 50 Hz Putaran : 2850 Rpm b. Inverter

digunakan untuk mengubah frekuensi putaran motor.

Gbr. 3.2 Inverter

c. Pipa dan Sambungan Pipa

Digunakan sebagai saluran untuk mensirkulasikan udara.

Gbr. 3.3 Mild Steel

Instrumen pengukuran yang diperlukan untuk mengukur kecepatan udara dan temperatur udara.

e. Cole-Palmer 18200-40

Digunakan sebagai data akusisi temperatur dengan input termokopel 8-chanel.

Gbr. 3.4 Cole-Palmer 18200-40 f. Termokopel

Termokopel yang digunakan adalah tipe K.

Gbr. 3..5 Termokopel tipe K

g. Anemometer

Digunakan untuk mengukur keceptan angin pada sisi masuk pipa.

Gbr. 3.6 Anemometer

3.5 Pengambilan Data

3.5.1 Skematik Alat Penukar Kalor Udara-Tanah

Dibawah digambarkan secara skematik dimensi dari alat penukar kalor tanah. Adapun gambar teknik dari alat penukar kalor udara-tanah dapat dilihat pada Lampiran 4.

Gbr. 3.7 Desain Alat Penukar Kalor Udara-Tanah

Pipa yang digunakan adalah pipa dengan bahan mildstell. Pipa memiliki diameter dalam ( ) sebesar 0,0625 m. Panjang total keseluruhan pipa sebesar 5,92 m. Dimana panjang pipa yang ditanam horisontal pada kedalaman 2 m adalah 0,66 m.

Gbr. 3.8 Lokasi Penggalian

Pipa kemudian akan ditanam pada kedalaman 2 m. Terlihat seperti gambar diatas. Ukuran lubang disiapkan 2 x 1 m dengan kedalaman 2 m. Tanah pada kedalaman 2 m berjenis tanah lempung yang padat dan keras.

Gbr. 3.9 Rangkaian Pipa

Pipa dirangkai dan disambung terlebih dahulu diatas permukaan tanah. Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu agar lem pada tiap sambungan pipa dapat mengering dengan sempurna.

Gbr. 3.10 Penimbunan Pipa

3.5.2 Set-Up Eksperimen

Udara dialirkan kedalam pipa menggunakan blower dengan kecepatan aliran udara masuk 1 m/s dan 3 m/s. Blower dihubungkan dengan inverter sehingga dapat diatur frekuensi putaran blower untuk mengahasilkan kecepatan aliran udara yang diinginkan. Untuk memastikan kecepatan udara yang dihasilkan sesuai digunakan anemometer.

Gbr. 3.11 Set-up Eksperimen

Termokopel yang diletakkan pada titikpengukuran temperatur sepanjang pipa dan dihubungkan dengan komputer menggunakan data akuisisi Cole-Palmer 18200-40 8 chanel. Zona diletakkan sepanjang pipa horizontal. Dan satu titik termokopel diletakkan pada kedalaman tanah 2 m serta pada ketinggian 0,5 m diatas permukaan tanah untuk mengukur temperatur lingkungan. Hasil akuisisi ditampilkan dalam bentuk data dan grafik menggunakan softwareTracer-Daq. Data yang diperoleh kemudian disimpan dalam bentuk file .txt.

3.6 Metode Pengolahan Data

3.6.1 Metode Pengolahan Data Eksperimen

Data eksperimen yang diperoleh terdiri dari temperatur tanah pada kedalaman 2m, temperatur udara lingkungan, temperatur pada sisi masuk dan keluar.

Data kemudian diolah menjadi bentuk grafik sehingga dapat dibandingkan data per harinya.

3.6.2 Metode Pengolahan Data Teoritis

Untuk memvalidasi hasil pengukuran maka perlu dibandingkan dengan data teoritis. Untuk itu data temperatur masukan aliran udara harus ditampilkan untuk mengetahui seberapa besar penurunan temperatur yang terjadi. Hal ini menjadi dasar perhitungan teoritis untuk memperoleh nilai temperatur keluar ( ) pada pipa untuk semua variasi temperatur masuk ( ).

Dalam penentuan temperatur keluar ( ) mengunakan asumsi-asumsi yang digunakan untuk menentukan koefisien perpindahan panas menyeluruh dan asumsi tersebut sesuai dengan keadaan alat penukar kalor.

3.7 Diagram Alir Penelitian

34 Gbr. 3.12 Flowchart Penelitian Alat Penukar Kalor Udara-Tanah

Mulai 

Gbr. 3.13 Flowchart Pengolahan Data Teoritis Mengambil data temperaturmasuk (Tin) dantemperaturkeluar (Tout) pipauntuksemuavariasitemperatur

masuk (Tin)

darihasileksperimendiMs.Excel

Menentukankoefisienperpindahanpanaskonveksipadapipadenganbe berapaasumsi yang dulakukan.

Menghitungnilai Rho ( ), Prandelt (Pr), dan Re (Renold)

Menghitungnilai NU (Nusselt) untukaliranturbulen

MenghitungLajualiranmassa ( )

Menghitungnilai NTU

 MenghitungnilaiEfektifitas ( ) dan temperaturkeluar(Tout) pipadengansemuavariasitemperaturmasuk (Tin) yangberbeda.

 Menghitung nilai COP

Selesai

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan Temperatur Keluaran

Teoritis

Dalam analisa perpindahan panas alat penukar kalor udara tanah ini diasumsikan temperatur dinding pipa dalam sumbu-x seragam, dan perpindahan panas dianalisa pada pipa yang ditanam. Pipa yang digunakan berjenis MIDL STEEL dengan diameter 3 inchi atau 0,0742 m dan dengan panjang 26,5 m seperti yang ditunjukkan Gbr. 3.7 dan 3.11. Pada analisa ini diambil sebagai sampel data untuk temperatur udara masuk pada pukul 10.00 sampai dengan pukul 17.00 pada setiap variasi kecepatan udara masuk (lihat Lampiran 1)

4.1.1 Laju Aliran Massa

Percobaaan ini menggunakan tiga jenis variasi kecepatan, yaitu 1 , 2, dan 3 m/s.

Untuk menentukan laju aliran massa udara didalam pipa digunakan Pers.2.4

dimana : : 0,0742 m

: 1

: 1,17(kg/m3) :1, 2& 3 (m/s)

disubstitusikan kedalam persamaan 2.4 maka didapat : Tabel 4.1 Laju Aliran Massa

1 0,0049

2 0,0099

3 0,0140

4.1.2 Bilangan Reynold dan Bilangan Prandtl

Untuk menentukan bilangan Reynold aliran udara dalam pipa digunakan persamaan 2.6 :

dimana :

= kecepatan udara (m/s)

dimana kecepatan udara yang digunakan adalah 1, 2 m/s, 3 m/s

= diamater dalam pipa (m) diameter dalam pipa yang digunakan = 0,0742 m

= viskositas kinematik udara bergantung pada temperatur (m2/s)

didapat dari Tabel Sifat Udara pada Tekanan Atmosfer di Lampiran 2 Tabel 4.2 Viskositas Kinematik Udara

Tanggal (m/s)

20/04/18 1 32,19 16,14

24/04/18 2 31,32 16,32

27/04/18 3 33,37 16,53

Nilai-nilai tersebut kemudian disubstitusikan kedalam Pers. 2.6 sehingga diperoleh :

Tabel 4.3 Bilangan Reynold

Tanggal Tin (oC) Bilangan Reynold

20/04/18 32,19 4595,41

24/04/18 31,32 9224,16

27/04/18 33,37 13754,54

dimana :

= viskositas kinematik ( /s) didapat dari tabel 4.8

= kapasitas panas spesifik (J/kg.K)

didapat dari Tabel Sifat Udara pada Tekanan Temperatur di Lampiran 2 Tabel 4.4 Kapasitas Panas Spesifik

Tanggal

20/04/18 1 32,19 1007,21

24/04/18 2 31,32 1007,17

27/04/18 3 33,37 1007,25

= densitas udara (kg/m3)didapat dari Tabel Sifat Udara pada Tekanan Atmosfer di Lampiran 2

Tabel 4.5 Densitas Udara

Tanggal (kg/m3)

20/04/18 1 32,19 1,1529

24/04/18 2 31,32 1.1548

27/04/18 3 33,37 1.1516

= konduktivitas panas udara (W/m.K)didapat dari Tabel Sifat Udara pada Tekanan Atmosfer di Lampiran 2

Tabel 4.6 Konduktivitas Panas Udara

Tanggal (W/m.K)

20/04/18 1 32,19 26,68

24/04/18 2 31,32 21,14

27/04/18 3 33,37 26,77

Kemudian nilai-nilai diatas disubstitusikan kedalam Pers. 2.7 sehingga diperoleh :

Tabel 4.7 Bilangan Prandtl Udara

Tanggal

20/04/18 1 32,19 0,7077

24/04/18 2 31,32 0,9046

27/04/18 3 33,37 0,7091

Dari data bilangan Reynold dan Prandtl diketahui bahwa aliran udara dalam pipa adalah aliran turbulen karena 2300 < Re < 5x106 dan 0,5 < Pr < 106 4.1.3 Bilangan Nusselt

Pipayang digunakan memiliki permukaan bagian dalam yang halus sehingga digunakan korelasi Gnielinski dalam De dan Janssens (2003) untuk mendapatkan nilai bilangan Nusselt dalam Pers. 2.20

√ ⁄

dimana :

= faktor kerugian gesek untuk pipa halus, didapat dengan menggunakan persamaan :

disubstitusikan nilai bilangan Reynold dari Tabel 4.8 ke Pers. 2.0 sehingga diperoleh :

Tabel 4.8 Koefisien Kerugian Gesek

Tanggal

20/04/18 1 32,19 0,0398

24/04/18 2 31,32 0,0322

27/04/18 3 33,37 0,0289

sehingga diperoleh nilai bilangan Nusselt untuk aliran udara dalam pipa sebesar : Tabel 4.9 Bilangan Nusselt

Tanggal

20/04/18 1 32,19 15,433

24/04/18 2 31,32 31,552

27/04/18 3 33,37 38,555

4.1.4 Koefisien Perpindahan Panas Konveksi

Untuk menentukan nilai koefisien perpindahan panas konveksi digunakan

K = konduktivitas termal (W/m.K)

didapat dari Tabel Sifat Udara pada Tekanan Atmosfer pada Lampiran 2 Tabel 4.10 Konduktivitas Termal

Tanggal

20/04/18 1 32,19 26,68

24/04/18 2 31,32 21,14

27/04/18 3 33,37 26,77

D = diameter hidrolik (m), 0,1016 m

disubstitusikan kedalam Pers. sehingga diperoleh nilai koefisien perpindahan panas konveksi sebesar :

Tabel 4.11 Koefisien Perpindahan Panas Konveksi

Tanggal

20/04/18 1 32,19 5,5094

24/04/18 2 31,32 8,8223

27/04/18 3 33,37 13,7780

4.1.5 Konduktansi Termal Total, Resistansi Termal Pipa dan ResistansiTermal Tanah

Untuk alat penukar kalor udara-tanah digunakan Pers 2.13 :

dimana :

= resistansi panas konveksi anatara permukaan dalam pipa dengan udara

dengan mensubstitusikan nilai dari Tabel 4.16 ke Pers.2.12 sehingga diperoleh Tabel 4.12 Resistansi Panas Konveksi

Tanggal

20/04/18 1 32,19 0,7848

24/04/18 2 31,32 0,4880

27/04/18 3 33,37 0,3134

sementara nilai resistansi termal pipa didapat dari Pers 2.10 :

sehingga diperoleh sebesar 0,05710 W/mK

Untuk nilai resistansi termal tanah didapat dari Pers. 2.11 :

Jadi nilai konduktansi termal total adalah :

Tabel 4.13 Konduktansi Termal Total

Taanggal

20/04/18 1 32,19 0,0225

24/04/18 2 31,32 0,0226

27/04/18 3 33,37 0,0227

4.1.6 Temperatur Keluaran ( ) Teoritis

Untuk mendapatkan nilai secara teoritis dapat digunakan Pers. 2.8 :

: kapasitas panas spesifik udara didapat dari Tabel 4.11

Nilai-nilai diatas kemudian disubstitusikan kedalam Pers.2.8 untuk tiap variasi kecepatan sehingga didapat grafik seperti dibawah ,atau dapat dilihat pada Lampiran 3 :

a. Untuk kecepatan 1 m/s pada tanggal 20 april

Gbr. 4.1 Temperatur Keluaran Teoritis untuk

Dari grafik diatas diperoleh untuk temperatur masukan rata-rata diperoleh sebesar 30,64oC dan temperatur keluaran rata-rata adalah sebesar 25,24oC. Jadi alat penukar kalor udara-tanah dianggap mampu menurunkan suhu rata-rata sebesar 5,4oC.Hal ini diperoleh melalui perhitungan teoritis sementara untuk data hasil percobaan eksperimental dapat dilihat pada bagian selanjutnya. (lihat Lampiran 1)

b. Untuk Kecepatan 2 m/s pada tanggal 24 April

Gbr. 4.2 Temperatur Keluaran Teoritis untuk

Dari grafik diatas diperoleh untuk temperatur masukan rata-rata diperoleh sebesar 30,23oC dan temperatur keluaran rata-rata adalah sebesar 26,06oC. Jadi alat penukar kalor udara-tanah dianggap mampu menurunkan suhu rata-rata sebesar 4,17oC.Hal ini diperoleh melalui perhitungan teoritis sementara untuk data hasil percobaan eksperimental dapat dilihat pada bagian selanjutnya. (lihat Lampiran 1)

c. Untuk Kecepatan 3 m/s pada tanggal 27 April

Gbr. 4.3 Temperatur Keluaran Teoritis untuk

Dari grafik diatas diperoleh untuk temperatur masukan rata-rata diperoleh sebesar 31,38oC dan temperatur keluaran rata-rata adalah sebesar 25,65oC. Jadi alat penukar kalor udara-tanah dianggap mampu menurunkan suhu rata-rata sebesar

4,73oC.Hal ini diperoleh melalui perhitungan teoritis sementara untuk data hasil percobaan eksperimental dapat dilihat pada bagian selanjutnya. (lihat Lampiran 1) Dari ketiga grafik diatas didapat nilai rata-rata sebagai berikut :

Tabel 4.14 Temperatur Keluaran ( ) Teoritis

Secara teoritis dapat dilihat dari tabel diatas bahwa dengan meningkatnya kecepatan udara masuk ( ) maka temperatur keluaran ( ) akan semakin menurun. Pada kecepatan 1m/s temperatur keluaran rata-rata sebesar 27,24oC dan menurun sampai 25,86oC untuk kecepatan udara 3 m/s.

4.1.7 Perbandingan Temperatur Keluaran Eksperimental dengan Teori Untuk memvalidasi model persamaan yang dikembangkan, data eksperimental dan data teoritis dibandingkan dalam tabel dibawah ini untuk mendapatkan nilai galat. Data hasil eksperimental dapat dilihat pada Lampiran 1.

Dibawah ini ditampilkan grafik perbandingan teoritis dan eksperimental. Selain itu ditampilkan juga grafik temperatur udara masuk alat penukar kalor udara-tanah. Hal ini dimaksud untuk menampilkan dengan jelas performansi dari alat penukar kalor udara-tanah.

Grafik dibawah menampilkan perbandingan teoritis dan eksperimental untuk .

Tanggal (m/s) Statistik (oC)

20/04/18 1 Rata-rata 27.2453

24/04/18 2 Rata-rata 26.0647

27/04/18 3 Rata-rata 25,8690

Gbr. 4.4 Perbandingan Eksperimental dan Teoritis ( ) Grafik dibawah menampilkan perbandingan teoritis dan eksperimental untuk .

Gbr. 4.5 Perbandingan Eksperimental dengan Teoritis ( )

Grafik 4.6 dibawah ini menampilkan perbandingan teoritis dan eksperimental untuk .

. Gbr 4.6 Perbandingan Eksperimental dengan Teoritis ( ) Dari ketiga grafik diatas dapat kita ambil nilai rata-rata suhu keluaran baik untuk hasil teoritis maupuh eksperimental seperti ditampilkan pada Tabel 4.15

Tabel 4.15 Perbandingan Temperatur Keluaran Eksperimen dan Teoritis

Statistik (oC) (oC)

Galat Eksperimental Teoritis

1 max 32,19 26,99 26,06 0,67%

2 max 31,32 26,69 25,01 1,02%

3 max 33,37 26,22 25,86 1,44%

Dari tabel 4.15 diperoleh bahwa nilai galat temperatur keluaran ( ) rata-rata yang diberikan untuk model eksperimental terhadap model teoritis bervariasi antara 0,67% sampai 1,44 %. Dimana temperatur udara keluaran rata-rata dari alat penukar kalor semakin menurun seiring dengan semakin bertambahnya kecepatan udara masuk alat penukar kalor udara-tanah. Rata-rata temperatur keluaran secara eksperimentallebih tinggi dibandingkan rata-rata temperatur keluaran teoritis. Hal ini disebabkan nilai koefisien konveksi teoritis ternyata lebih besar dibandingkan dengan koefisien konveksi yang sebenarnya terjadi.

4.1 Performansi Termal Alat Penukar Kalor Udara-Tanah

Performansi sebuah alat penukar kalor udara-tanah dinyatakan oleh parameter dibawah ini :

4.2.1 Nilai Keefektivitasan dan NTU (Number of Transfer Unit) a. NTU (Number of Transfer Unit )

Sementara untuk mendapatkan nilai efektivitas alat penukar kalor secara teoritis digunakan Pers. 2.15 :

dimana :

h : koefisien perpindahan panas (Wm2-K) didapat dari Tabel 4.16 Koefisien Perpindahan Panas Konveksi A : luas permukaan dinding pipa bagian dalam (m2).

A : 8,454m2

: laju aliran massa (kg/s) didapat dari Tabel 4.7

Cp : panas spesifik dari udara (J/kg.k) didapat dari Tabel 4.11

dengan mensubstitusikan nilai-nilai tersebut kedalam Pers.2.15 maka didapat hasil sebagai berikut :

Tabel 4.16 Nilai NTU

(m/s) Statistik NTU

1 Maksimum 1,5147

Rata-rata 1,5144

2

Maksimum 1,2185 Rata-rata 1,2130

3 Maksimum 1,2683

Rata-rata 1,2656

b. Nilai Keefektivitasan Alat Penukar Kalor Secara Eksperimental Untuk menentukan keefektivitasan alat penukar kalor (e) untuk data hasil eksperimental didapat dari Pers. 2.14 :

dengan mensubstitusikan nilai untuk , eksperimental dan maka didapat (Lampiran 4) :

Tabel 4.17 Efektivitas Eksperimental dari alat penukar kalor udara-tanah

(m/s) Statistik Efektivitas (ε) Eksperimental

1 Maksimum 0,954

Dari Tabel 4.17 dapat dilihat bahwa efektivitas rata-rata alat penukar kalor udara tanah pada kecepatan udara masuk 3m/s lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan udara masuk 1 m/s dan 2 m/s.Nilai tertinggi dari efektivitas alat penukar kalor udara-tanah juga dicapai pada kecepatan udara masuk 1 m/s yaitu sebesar 0,954

c. Keefektivitasan Alat Penukar Kalor Teoritis

Untuk mendapatkan nilai efektivitas alat penukar kalor udara-tanah teoritis didapat dari fungsi hubungan antara NTU dan e, dimana :

dari pers. diatas maka diperoleh :

Tabel 4.18 Perbandingan Efektivitas Eksperimental dengan Efektivitas Teoritis

(m/s) Statistik Efektivitas (ε) Teoritis

Hal ini dibuktikan berdasarkan eksperimen rata-rata bahwa pada saat alat penukar kalor diberi kecepatan udara masuk ( ) sebesar 1 m/s, keefektivitasan alat penukar kalor ini sebesar 0,859. Seiring dengan peningkatan kecepatan udara masuk menjadi 2 m/s, keefektivitasan rata-rata sebesar 0,816, Namun pada kecepatan udara masuk 3 m/s keefektifitasan rata-rata adalah 0,897

d. Grafik Perbandingan Keefektivitasan Eksperimental dan Teoritis Dibawah ini ditampilkan grafik perbandingan antara efektivitas teorits dan eksperimental. Untuk data perbandingan secara lengkap dapat dilihat Lampiran 4.

Gbr. 4.7 Perbandingan Efektivitas Teoritis dan Eksperimental ( =1 m/s) Dari grafik pada gambar 4.7 dapat dilihat bahwa efetivitas teoritis lebih tinggi dibandingkan efektivitas eksperimental. Hal ini disebkan adanya kerugian pada eksperimental.

Gbr. 4.8 Perbandingan Efektivitas Teoritis dengan Eksperimental ( = 2 m/s) Dari grafik pada gambar 4.8 dapat dilihat bahwa efetivitas teoritis lebih tinggi dibandingkan efektivitas eksperimental. Hal ini disebkan adanya kerugian pada eksperimental.

0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 1,1

3,8 3,82 3,84 3,86 3,88

Efektivitas

NTU

e eksperimen

e teoritis

Linear (e eksperimen) Linear (e teoritis)

Gbr. 4.9 Perbandingan Efektivitas Teoritis dengan Eksperimental ( = 3 m/s) Dari grafik pada gambar 4.9 dapat dilihat bahwa efetivitas teoritis lebih tinggi dibandingkan efektivitas eksperimental. Hal ini disebkan adanya kerugian pada eksperimental.

Dari ketiga grafik diatas untuk kecepatan udara masuk 2 m/s dan3 m/s untuk nilai efektivitas teoritis akan semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya nilai NTU walaupun dengan gradien yang sangat kecil. Begitu juga dengan nilai efektivitas eksperimen yang menunjukkan kecenderungan semakin besar dengan bertambahnya nilai NTU. Hal ini disebabkan karenaa semakin besarnya nilai koefisien konveksi (hconv) akan mengakibatkan meningkatnya nilai NTU. Terjadinya perbedaan yang lebih besar antara efektivitas teoritis dengan eksperimen pada bilangan NTU yang mendekati nol disebabkan pada saat temperatur udara masuk tinggi temperatur udara keluaran eksperimental jauh lebih rendah dibandingkan dengan temperatur keluaran teoritis. Hal ini disebabkan koefisien perpindahan panas yang terjadi sebenarnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang dihitung secara teoritis.

4.2.2 Nilai Koefisien Performansi (Coefficient of Performance) Nilai koefisien performansi atau COP ditentukan melalui dari Dimana :

a. Cooling Capacity (Kapasitas Pendinginan) = kapasitas pendinginan (cooling capacity) (W)

dimana :

= kapasitas kalor spesifik udara didapat dari Tabel 4.10 = laju aliran massa udara didapat dari Tabel 4.8

= temperatur udara masuk didapat dari Lampiran 1

= temperatur udara keluar baik secara eksperimental maupun teoritis

 Cooling Capacity Eksperimental

Dari persamaan diatas dengan menggunakan data temperatur keluaran eksperimental maka diperoleh data sebagai berikut

Tabel4.19 Kapasitas Pendinginan (Cooling Capacity) Eksperimental

Kapasitas pendingin dengan kecepatan udara masuk ( ) sebesar 1 m/s adalah 31,47 W, nilai kapasitas pendingin meningkat menjadi 108,55 W seiring dengan meningkatnya kecepatan udara masuk ( ) menjadi 3 m/s.

 Cooling Capacity Teoritis

Sementara nilai kapasitas pendinginan (cooling capacity) untuk hasil teoritis adalah :

Tabel 4.20 Kapasitas Pendinginan (Cooling Capacity) Teoritis

(m/s) Statistik (W)

(Konsumsi Daya Blower)

Daya yang digunakan blower semakin meningkat seiring dengan peningkatan laju aliran massa. Daya yang dipakai diambil dari hubungan dengan putaran yang dibutuhkan. Sehingga diperoleh data sebagai berikut :

Daya yang digunakan blower semakin meningkat seiring dengan peningkatan laju aliran massa. Daya yang dipakai diambil dari hubungan dengan putaran yang dibutuhkan. Sehingga diperoleh data sebagai berikut :

Dokumen terkait