STUDI EKSPERIMENTAL PIPA BERSIRIP PADA ALAT PENUKAR KALOR UDARA TANAH (EARTH-AIR HEAT
EXCHANGER) EAHE DENGAN SISTEM TERBUKA
SKRIPSI
Skripsi yang diajukan untuk melengkapi Syarat memperoleh gelar sarjana teknik
MANGONTANG SITUMORANG NIM 120401143
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan karunianya saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dalam rangka memperoleh gelar sarjana teknik pada Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan bebrbagai pihak dari masa perkulihan sampai dengan masa penulisan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Untuk itu peulis ingin mengucapkan terima ksaih sebesar-besarnya kepada :
1. Dr.Ir. M. Sabri, M.T. selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
2. Terang UHSG Manik, S.T.,M.T. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya selama proses penulisan skripsi ini.
3. Kedua orangtua saya atas segala bantuan materil maupun moril selama masa perkuliahan hingga penulisan skripsi
4. Johannes Pasaribu, Andi Syahputra Siregar dan Washington Sianturi atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian.
5. Teman-teman stambuk 2012 yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas bantuan tenaganya pada saat penggalian pipa.
Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan membalas segalakebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Medan, 2 Oktober 2018 Penulis
Mangontang Situmorang
ABSTRAK
Sekarang yang dihadapi adalah semua orang berlomba-lomba untuk menemukan sebuah tenaga alternatif dalam hal pemanfaatan energi. Indonesia adalah Negara tropis yang hanya memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Untuk mengatasi peningkatan suhu tersebut, maka biasanya masyarakat menggunakan AC (air conditioner) dan kipas angin untuk mendinginkan ruangan, karena AC dan kipas angin membutuhkan energi lebih, sehingga dalam hal pendinginan ruangan hanya memanfaatkan energi di sekitar kita, seperti dengan menggunakan metode sistem perpindahan panas pada lapisan tanah atau earth air heat exchanger (EAHE). Sistem perpindahan panas pada lapisan tanah adalah proses pendinginan udara yang menggunakan media tanah sebagai penyerap panasnya. Dalam analisis alat penukar kalor, dikenal koefisien perpindahan panas menyeluruh (Overall Heat Transfer Coefficient) yang memperhitungkan semua efek yang terjadi pada perpindahan panas. Heat exchanger tipe ini melibatkan penggunaan tube pada desainnya. Bentuk penampang tube yang digunakan bisa bundar, elips, kotak, twisted, dan lain sebagainya. Satu kelemahan dari heat exchanger tipe tubular dan plat adalah koefisien perpindahan panas yang relatif rendah, yakni hanya mampu mencapai maksimal 60%.Sehingga salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi perpindahan panas adalah dengan jalan meningkatkan luas permukaan perpindahan panas, yakni dengan menggunakan sirip. Nilai COP rata-rata dari hasil eksperimen adalah 0,63 pada kecepatan 1 m/s, 0,54 pada kecepatan 2 m/s, dan 0,75 pada kecepatan 3 m/s, sedangkan secara teoritis diperoleh 0,73 pada kecapatan 1 m/s, 0,57 pada kecepatan 2m/s, 0,80 pada kecepatan 3m/s. Untuk nilai keefektivitasan rata-rata dari hasil eksperimen diperoleh 0,85 pada kecepatan 1m/s, 0,93 pada kecepatan 2m/s dan 0,89 pada kecepatan 3 m/s, sedaangkan hasil secara teoritis diperoleh 0,995 pada kecepatan 1m/s, 0,997 pada kecepatan 2m/s dan 0,998 pada kecepatan 3m/s.
ABSTRAK
Now all people are competing to find an alternative power in terms of energy utilization. Indonesia is a tropical country that only has two seasons, namely the rainy season and the dry season. To overcome this increase in temperature, people usually use air conditioning and fans to cool the room, because air conditioning and fans need more energy, so in terms of cooling the room only uses the energy around us, such as by using the heat transfer system method in soil layer or earth air heat exchanger (EAHE). The heat transfer system in the soil layer is the process of cooling the air that uses soil media as a heat sink. In the analysis of heat exchanger, it is known that the overall heat transfer coefficient (Heat Transfer Coefficient Overall) takes into account all the effects that occur on heat transfer.
This type of heat exchanger involves the use of tubes in the design. The cross section of the tube used can be round, elliptical, square, twisted, and so on. One disadvantage of tubular and plate type heat exchangers is the relatively low heat transfer coefficient, which is only able to reach a maximum of 60%. So one way to increase the efficiency of heat transfer is by increasing the heat transfer surface area, namely by using fins. The average COP value of the experimental results is 0.63 at a speed of 1 m / s, 0.54 at a speed of 2 m / s, and 0.75 at a speed of 3 m / s, while theoretically obtained 0.73 at speed 1 m / s, 0.57 at the speed of 2m / s, 0.80 at the speed of 3m / s. For the average effectiveness value of the experimental results it is obtained 0.85 at the speed of 1m / s, 0.93 at the speed of 2m / s and 0.89 at the speed of 3m / s, while the results are
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. LATAR BELAKANG ... 1
1.2. TUJUAN PENELITIAN ... 2
1.3. BATASAN MASALAH ... 2
1.4. MANFAAT PENGUJIAN ... 2
1.5. METODOLOGI PENULISAN... 3
1.6. Sistematika Penulisan ... 3
BAB II DASAR TEORI ... 5
2.1. Perpindahan Panas ... 5
2.1.1. Konduksi ... 5
2.1.2. Konveksi ... 5
2.1.3. Radiasi ... 6
2.2. Alat Penukar Kalor ... 7
2.3. Klasifikasi Alat Penukar Kalor ... 7
2.4 Pipa yang Ditanam dibawah Tanah sebagai Alat Penukar Kalor ... 17
2.5. Sirip ... 16
2.6. Laju AliranMassa Udara ... 17
2.7. Analisa Perpindahan Panas ... 18
BAB III METODE PENELITIAN ... 21
3.1. Objek Penelitian ... 21
3.1.1. Waktu Penelitian ... 21
3.1.2. Tempat Penelitian ... 21
3.2. Metode Penelitian ... 21
3.2.1. Metode Studi Pustaka ... 21
3.2.2. Metode Eksperimental ... 21
3.3. Variabel Penelitian... 22
3.3.1. Variabel Bebas ... 22
3.3.2. Variabel Terikat ... 22
3.3.3. Variabel Penghubung ... 22
3.4. INSTRUMEN PENELITIAN ... 22
3.4.1. Bahan ... 22
3.4.2. Alat ... 22
3.5. Pengambilan Data ... 25
3.5.1. Skematik Alat Penukar Kalor Udara-Tanah ... 25
3.5.2. Set-Up Eksperimen ... 27
3.6. Metode Pengolahan Data ... 28
3.6.1. Metode Pengolahan Data Eksperimen ... 28
3.6.2. Metode Pengolahan Data Teoritis ... 29
3.7. Diagram Alir Penelitian ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 31
4.1. Perhitungan Temperatur Keluaran Teoritis ... 31
4.1.1. Laju Aliran Massa ... 32
4.1.2. Bilangan Reynold dan Bilangan Prandtl ... 33
4.1.3. Bilangan Nusselt ... 35
4.1.4. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi ... 36
4.1.5. Konduktansi Termal Total, Resistansi Termal Pipa dan ResistansiTermal Tanah ... 36
4.1.6. Temperatur Keluaran ( ) Teoritis ... 38 4.1.7. Perbandingan Temperatur Keluaran Eksperimental
dengan Teori ... 41
4.2. Performansi Termal Alat Penukar Kalor Udara-Tanah ... 43
4.2.1. Nilai Keefektivitasan dan NTU (Number of Transfer Unit ... 43
4.2.2. Nilai Koefisien Performansi (Coefficient of Performance ... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
5.1. KESIMPULAN ... 49
5.2. SARAN ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52 LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Heat Exchanger Tipe Plat dengan Gasket ... 9
Gambar 2.2. Lamella Heat Exchanger ... 10
Gambar 2.3. Bagian-bagian Lamela Heat Exchange ... 11
Gambar 2.4. 4Heat Exchanger Plat Dengan Sirip ... 12
Gambar 2.5. Heat Exchanger Tubular Dengan Sirip ... 13
Gambar 2.6. Sistem penukar kalor udara-tanah ... 14
Gambar 2.7. Siklus terbuka ... 14
Gambar 2.8. Siklus tertutup ... 15
Gambar 2.9. Beberapa contoh jenis permukaaan penukar panas kompak ... 17
Gambar 2.10. Keefektivitasan penukar kalor sebagai fungsi NTU ... 23
Gambar 3.1. Blower ... 26
Gambar 3.2. Inverter ... 27
Gambar 3.3. Mild Stell ... 27
Gambar 3.4. Cole-Palmer 18200-40 ... 28
Gambar 3.5. Termokopel tipe K ... 28
Gambar 3.6. Anemometer ... 29
Gambar 3.7. Desain Alat Penukar Kalor Udara-Tanah... 29
Gambar 3.8. Lokasi Penggalian ... 30
Gambar 3.9. Rangkaian Pipa ... 30
Gambar 3.10. Penimbunan Pipa ... 31
Gambar 3.11. Set-up Eksperimen ... 32
Gambar 3.12. Flowchart Penelitian Alat Penukar Kalor Udara-Tanah ... 34
Gambar 3.13. Flowchart Pengolahan Data Teoritis ... 35
Gambar 4.1. Temperatur Keluaran Teoritis untuk ... 43
Gambar 4.2. Temperatur Keluaran Teoritis untuk ... 43
Gambar 4.3. Temperatur Keluaran Teoritis untuk ... 44
Gambar 4.4. Perbandingan Eksperimental dan Teoritis ( ... 45
Gambar 4.5 Perbandingan Eksperimental dengan Teoritis ( ) ... 46
Gaambar 4.6. Perbandingan Eksperimental dengan Teoritis ( ) ... 46
Gambar 4.7. Perbandingan Efektivitas Teoritis dan Eksperimental ( =1 m/s) ... 50
Gambar 4.8. Perbandingan Efektivitas Teoritis dengan Eksperimental ( = 2 m/s) ... 51
Gambar 4.9. Perbandingan Efektivitas Teoritis dengan Eksperimental ( = 3 m/s) ... 51
Gambar 4.10 Grafik NTU dengan COP dengan = 1 m/s ... 56
Gambar 4.11. Grafik NTU dengan COP dengan = 2 m/s ... 56
Gambar 4.12. Grafik NTU dengan COP dengan = 3 m/s ... 57
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Chemical composition Palm Oil Fuel Ash ... 12
Tabel 2.2. Karakteristik mekanik polyeter resin BTN 157-EX ... 13
Tabel 2.3. Waktu dan kecepatan benda jatuh ... 19
Tabel 3.1. Kegiatan penelitian ... 24
Tabel 3.2. Peralatan penelitian ... 27
Tabel 3.3. Komposisi Material Penyusun ... 28
Tabel 4.1. Laju Aliran Massa ... 36
Tabel 4.2. Viskositas Kinematik Udara ... 37
Tabel 4.3. Bilangan Reynold ... 37
Tabel 4.4. Kapasitas Panas Spesifik ... 38
Tabel 4.5. Densitas Udara ... 38
Tabel 4.6. Konduktivitas Panas Udara ... 39
Tabel 4.7. Bilangan Prandtl Udara ... 39
Tabel 4.8. Koefisien Kerugian Gesek ... 40
Tabel 4.9. Bilangan Nusselt ... 40
Tabel 4.10. Konduktivitas Termal ... 40
Tabel 4.11. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi ... 41
Tabel 4.12. Resistansi Panas Konveksi ... 41
Tabel 4.13. Konduktansi Termal Total ... 42
Tabel 4.14. Temperatur Keluaran ( ) Teoritis ... 44
Tabel 4.15. Perbandingan Temperatur Keluaran Eksperimen dan Teoritis ... 47
Tabel 4.16 Nilai NTU ... 48
Tabel 4.17. Efektivitas Eksperimental dari alat penukar kalor udara-tanah ... 49
Tabel 4.18. Perbandingan Efektivitas Eksperimental dengan Efektivitas Teoritis ... 49
Tabel 4.19. Kapasitas Pendinginan (Cooling Capacity) Eksperimental ... 53
Tabel 4.20. Kapasitas Pendinginan (Cooling Capacity) Teoritis ... 53
Tabel 4.21. Konsumsi daya blower ... 54
Tabel 4.22. Coefficient of Performance Eksperimen ... 54
Tabel 4.23. Perbandingan Coefficient of Performance Teoritis dengan Eksperimental ... 55
DAFTAR NOTASI
SIMBOL KETERANGAN SATUAN
Qs Kalor Sensibel J
M Massa Zat Kg
Cp Kapasitas Kalor Spesifik Sensibel J/Kg. K
∆T Beda Temperatur K
QL Kalor Laten J
Le Kapasitas Kalor spesifik laten J/Kg
A Luas Penampang dimana panas
mengalir m2
laju perpindahan panas konduksi W/m
k Konduktivitas termal bahan W/m.K
Perbedaan Temperatur K
Jarak Perpindahan Kalor m
Laju Perpindahan Panas Konveksi W/m
Koefisien Perpindahan Panas W/m.K
Laju Perpindahan Panas Radiasi W/m
Emisivitas, untuk Benda Hitam : 1
dan yang lain : 0-1
Konstanta Stefan Boltzman 5,57 x 108 W/m2.K
Diameter Pipa m
Massa Jenis Udara kg/m3
Kecepatan Aliran Udara Masuk m/s
Diameter Hidrolik Pipa m
P Wetted Perimeter of the Cross
Section
Koefisien Gesek Pipa
Bilangan Reynold
Bilangan Prandtl
Viskositas Dinamik dari Udara kg/m-s
Nilai Panas Spesifik dari Udara J/kg-k
Laju Aliran Massa dari Udara kg/s
Temperatur Udara pada Sisi Keluar
Pipa
oC
Temperatur Udara pada Sisi Masuk
Pipa
oC
Temperatur Dinding Pipa bagian dalam
oC
Konduktivitas Termal untuk Pipa
PVC 0,52 W/mK
Jari-jari bagian terluar Pipa m
Konduktivitas Termal dari Tanah 0,16 W/mK
Kedalaman Terhadap Sumbu z & x m
Keefektivitasan Alat Penukar Kalor
Daya yang Dibutuhkan oleh Blower Watt
Kapasitas Pendinginan Watt
Kecepatan Terhadap Sumbu-x
Kecepatan Terhadap Sumbu-y
Kecepatan Terhadap Sumbu-z
Resultan Kecepatan
Massa Jenis
Sub-index : 1,2,3
Sub-index : 1,2,3
Waktu
Gaya Terhadap Sumbu-x
Percepatan Terhadap Sumbu-x
Tekanan Statis
Tegangan Fluida Terhadap Sumbu-x Tegangan Fluida Terhadap Sumbu-y Tegangan Fluida Terhadap Sumbu-z
Viskositas
̇ Usaha per Satuan Waktu
Volume
Rasio Kalor Spesifik
Energi Kinetik Turbulen
Tingkat Hilangnya Energi
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Satuan
q Laju pindahan panas. Watt
k Konduktivitas thermal W/m.K
A Luas penampang pipa m2
∆T Perbedaan temperatur di antara dua penampang K
∆x Tebal permukaan m
H Koefisien perpindahan panas konveksi W/m2oC
Tw Temperatur dinding oC
Temperatur fluida oC
dq Laju perpindahan panas kedua fluida Watt
U Koefisien perpindahan panas menyeluruh W/m2.K
dA Luas penampang tabung m2
Suhu fluida panas oC
Suhu fluida dingin oC
Laju aliran massa fluida panas kg/s
Laju aliran massa fluida dingin kg/s
∆Tm Log mean temperature difference K
ṁ Laju aliran massa udara kg/s
ρ Densitas udara kg/m3
v Kecepatan aliranfluida m/s
D Diameter m
Np jumlah pipa parallel
Cp Panas spesifik dari udara J/kg.K
Tout Suhu udara sisi keluar pipa oC
ε Efektivitas
Twall Suhu dinding oC
L Panjang pipa m
r0 Jari-jari luar pipa m
ri Jari-jari dalam pipa m
Nu Bilangan Nusselt
Re Bilangan Reynold
Pr Bilangan Prandlt
f Koefisien gesek
Qout Energi yang dibutuhkan Joule
Win Daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan fan Watt
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekarang yang kita hadapi, semua orang berlomba-lomba untuk menemukan sebuah tenaga alternatif dalam hal pemanfaatan energi. Indonesia adalah Negara tropis yang hanya memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada musim kemarau terjadi peningkatan suhu, dengan adanya pemanasan global mengakibatkan peningkatan suhu di daerah tropis meningkat pesat.
Untuk mengatasi peningkatan suhu tersebut, maka biasanya masyarakat menggunakan AC (air conditioner) dan kipas angin untuk mendinginkan ruangan, karena AC dan kipas angin membutuhkan energi lebih, sehingga dalam hal pendinginan ruangan hanya memanfaatkan energi di sekitar kita, seperti dengan menggunakan metode sistem perpindahan panas pada lapisan tanah atau earth air heat exchanger (EAHE).
Sistem perpindahan panas pada lapisan tanah adalah proses pendinginan udara yang menggunakan media tanah sebagai penyerap panasnya. Udara disalurkan melalui pipa yang ditanam dalam tanah berubah menjadi dingin karena panas dalam udara akan di absorbsi oleh tanah, hal ini terjadi karena perbedaan suhu antara tanah dan udara yang mengalir dalam pipa. Pemanfaatan metode sistem perpindahan panas pada lapisan tanah ini, mengurangi penggunaan energi yang mana energi yang kita gunakan sehari – hari berasal dari bahan bakar fosil yang jumlahnya makin hari semakin berkurang.
Upaya pengembangan metode sistem perpindahan panas pada lapisan tanah ini selain untuk pendinginan ruangan yang berbiaya murah juga diharapkan dapat memperbaiki lingkungan dengan mengurangi kadar CFC(Chloro-Fluoro- Carbon) dalam udara yang banyak digunakan mesin-mesin pendingin ruangan seperti AC (air conditioner).
1.2 Tujuan Pengujian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui temperatur suhu keluar (Tout) pipa tanam yakni, yang terjadi secara eksperimen dan teoritis
2. Untuk mengetahui pengaruh kecepatan fluida terhadap penurunan suhu pada suhu keluar (Tout).
3. Menghitung dan membandingkan nilai efektivitas ( ) dari alat penukar kalor udara tanah hasil eksperimen dan teoritis
4. Untuk mengetahui nilai COP (Coeficient Of Performance) pada pipa tanam bawah tanah.
1.3 Batasan Masalah
1. Sistem perpindahan panas pada lapisan tanah ini, menggunakan siklus terbuka.
2. Aliran fluida diasumsikan turbulen.
3. Temperatur dalam pipa dianggap seragam dalam sumbu aksial.
4. Fluida penghantar panas yang digunakan adalah udara.
1.4 Manfaat Pengujian
1. Untuk mengetahui seberapa besar penurunan suhu yang didapat dengan menggunakan sistem perpindahan panas pada lapisan tanah.
2. Untuk membuat pendingin ruangan yang menggunakan energi alam tanpa energi tambahan.
3. Sebagai bahan referensi untuk membuat pendingin ruangan dengan energi alternatif.
4. Memberikan pengalaman penulis tentang suatu Alat Penukar Kalor dari mulai Perhitungan sampai pengujian/mengaplikasikannya.
1.5 Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Studi literatur, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang terkait.
b. Browsing internet, berupa studi artikel-artikel, gambar-gambar dan buku elektronik (e-book) serta data-data lain yang berhubungan.
c. Metode studi lapangan, yaitu dengan mengambil data dari hasil pengujian yang dilakukan di laboratorium motor bakar fakultas teknik.
d. Diskusi,berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.
1.6 Sistematika Penulisan
Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup pengujian.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai alat penukar kalor dan analisa perpindahan panas.
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini memberikan informasi mengenai tempat, bahan dan peralatan yang dipakai serta tahapan dan prosedur pengujian.
Bab IV : Hasil dan Analisa Pengujian
Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari setiap pengujian melalui pembahasan perhitungan dan penganalisaan dengan memarpakan kedalam bentuk tabel dan grafik.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh.
Daftar Pustaka
Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.
Lampiran
Pada lampiran dapat dilihat hasil data yang diperoleh dari pengujian dalam bentuk tabel dan gambar.
BAB II DASAR TEORI
2.1 Perpindahan Panas
Perpindahan panas adalah berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempatlain karena adanya perbedaan temperatur diantara daerah- daerah tersebut. Ada tiga cara perpindahan panas, yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi.
2.1.1 Konduksi
Perpindahan panas secara konduksi adalah suatu proses mengalirnya energi panas dari yang mempunyai temperatur tinggi ke temperatur lebih rendah dan perpindahan energinya terjadi karena kontak molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul itu sendiri dan biasanya terjadi pada benda padat.[1]
Persamaan perpindahan panas secara konduksi menurut Fourier dituliskan sebagai berikut :
...(2.1) Keterangan :
: laju aliran panas/kalor secara konduktif (W/m) : konduktivitas termal (W/m.K)
: luas bentuk permukaan perpindahan panas (m2) : perbedaan temperatur (K)
: jarak perpindahan kalor (m) 2.1.2 Konveksi
Perpindahan panas secara konveksi terjadi bila ada perbedaan temperatur antara permukaan benda padat dengat zat cair atau gas. Perpindahan panas secara konveksi merupakan perpindahan panas yang disertai dengan aliran massa.
Perpindahan konveksi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : perpindahan konveksi bebas dan perpindahan panas konveksi paksa.
Konveksi bebas terjadi apabila perpindahan panas berlangsung secara alamiah tanpa ada bantuan alat untuk mangalirkan fluida diatas permukaan
padat.Sementara konveksi paksa terjadi apabila gerakan fluida dibantu dengan alat misalnya kompresor, kipas atau blower.
...(2.2) Keterangan :
: laju aliran panas/kalor secara konveksi (W/m) : koefisien perpindahan panas konveksi (W/m.K) : luas permukaan perpindahan panas (m2)
: perbedaan temperatur (K) 2.1.3 Radiasi
Perpindahan panas secara radiasi adalah proses mengalirnya energi panas dari benda bertemperatur tinggi menuju benda bertemperatur rendah, yang terjadi di ruang hampa maupun bermedium. Perpindahan panas secara radiasi terjadi dengan cara pancaran gelombang elektromagnetik.[1] Laju perpindahan panas radiasi dapat ditulis sebagai berikut :
...(2.3) Keterangan :
: laju aliran panas/kalor secara radiasi (W/m) : emisivitas, untuk benda hitam : 1 dan yang lain : 0-1 : konstanta Stefan Boltzman (5,57 x 108 W/m2.K) : perbedaan temperatur (K)
Pada alat penukar panas udara-tanah, perpindahan panas yang terjadi adalah secara konduksi dan konveksi. Dimana perpindahan panas konduksi terjadi antara dinding pipa dengan tanah. Namun hal ini dapat diabaikan karena kontak antara tanah dengan dinding dianggap sempurna. Perpindahan panas secara konveksi berlangsung antara udara bertemperatur tinggi yang mengalir didalam pipa dengan dinding bagian dalam pipa. Oleh karenanya perpindahan panas pada alat penukar kalor ini sangat dipengaruhi oleh luas permukaan dinding pipa.
Untuk perpindahan panas secara radiasi berlangsung antara matahari dengan permukaan tanah. Namun hal ini diabaikan karena temperatur tanah pada lapisan kedalama 1- 2 m cenderung stabil.
2.2 Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor adalah sebuah alat yang memfasilitasi terjadinya pertukaran kalor (panas) diantara dua fluida yang berbeda temperaturnya namun tetap menjaga agar kedua fluida tersebut tidak bercampur. Alat penukar kalor biasanya digunakan dalam rentang aplikasi yang luas, dari memaskan atau sistem pengkondisian udara dalam bangunan, proses kimia dan pembangkit tenaga di pabrik besar. .[5]
Perpindahan panas yang pada alat penukar kalor terjadi secara konveksi antara masing masing fluida dan konduksi yang tejadi pada sepanjang dinding yang memisahkan kedua fluida. Dalam analisis alat penukar kalor, dikenal koefisien perpindahan panas menyeluruh (Overall Heat Transfer Coefficient) yang memperhitungkan semua efek yang terjadi pada perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara dua fluida pada sebuah titik di alat penukar kalor bergantung pada besarnya perbedaan temperatur kedua fluida pada titik tersebut.
Besarnya laju perpindahan panas ini bisa berbeda-beda pada sepanjang titik alat penukar kalor. Dalam analisa alat penukar kalor, metode yang paling mudah digunakan adalah metode LMTD (Log Mean Temperature Difference) yang berarti nilai tengah perbedaan temperatur di sepanjang alat penukar kalor. Namun, bila temperatur pada sisi keluar alat penukar tidak diketahui, untuk menganalisa alat penukar kalor dapat digunakan metode keefektifan-NTU.
2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor
Ada berbagai macam aplikasi alat penukar kalor, hal ini tentu membutuhkan material dan konfigurasi yang berbeda-beda. Oleh karena itu muncul berbagai macam desain alat penukar kalor yang inovatif bertujuan untuk memenuhi setiap kebutuhan pada berbagai aplikasi.
Dikarenakan banyak sekali jenis alat penukar panas, sehingga alat penukar panas diklasifikasikan berdasarkan macam-macam pertimbangan, antara lain :
1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas (a) alat penukar panas tipe kontak langsung (b) alat penukar panas tipe kontak tidak langsung 2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir
(a) dua jenis fluida
(b) tiga jenis fluida (c) n-jenis fluida
3. Klasifikasi berdasarkan luas-kompaknya permukaan (a) tipe kompak (kerapatan luas permukaan > 700 m2/m3 (b) tipe tidak kompak (kerapatan luas permukaan < 700 m2/m3) 4. Klasifikasi berdasarkan konstruksi
(a) kontruksi tipe pelat
(b) konstruksi tubular (shell and tube)
(c) konstruksi dengan luas permukaan diperluas 5. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran
(a) aliran dengan satu pass (b) aliran dengan multi pass
Klarisifikasi alat penukar kalor dapat digolongkan berdasarkan desain konstruksi secara umum, pengklasifikasian heat exchanger berdasarkan desain konstruksinya menjadi pengelompokan yang paling utama dan banyak jenisnya ;
1. Konstruksi tipe tabung (turbular)
Heat exchanger tipe ini melibatkan penggunaan tube pada desainnya. Bentuk penampang tube yang digunakan bisa bundar, elips, kotak, twisted, dan lain sebagainya. Heat exchanger tipe tubular didesain untuk dapat bekerja pada tekanan tinggi, baik tekanan yang berasal dari lingkungan kerjanya maupun perbedaan tekanan tinggi antar fluida kerjanya:
a. Konstruksi Cangkang dan Tabung (Shell and Tube) b. Tube Ganda (Double Spiral)
c. Konstruksi Tube Spiral
2. Konstruksi Tipe Plat
Heat exchanger tipe ini menggunakan plat tipis sebagai komponen utamanya. Plat yang digunakan dapat berbentuk polos ataupun bergelombang maupun dengan bentuk yang lain sesuai dengan desain yang dikembangkan. Heat exchanger jenis ini tidak cocok untuk digunakan pada tekanan fluida kerja yang tinggi, dan juga pada diferensial temperatur fluida yang tinggi pula. Berikut adalah beberapa jenis
heat exchanger tipe plat yang secara umum paling banyak digunakan dalam alat penukar kalor :
a. Alat penukar kalor tipe plat dengan gasket
Heat exchanger tipe ini termasuk tipe yang banyak dipergunakan pada dunia industri, bisa digunakan sebagai pendingin air, pendingin oli, dan sebagainya.
Prinsip kerjanya adalahaliran dua atau lebih fluida kerja diatur oleh adanya gasket-gasket yang didesain sedemikian rupa sehingga masing-masing fluida dapat mengalir di plat-plat yang berbeda.Gasket berfungsi utama sebagai pembagi aliran fluida agar dapat mengalir ke plat-plat secara selang-seling.
Heat exchanger tipe ini termasuk tipe yang cukup murah dengan koefisien perpindahan panas yang baik. Selain itu tipe ini juga mudah dalam hal perawatannya, karena proses bongkar-pasang yang lebih mudah jika dibandingkan tipe lain seperti shell dan tube.
Gambar 2.1 HeatExchangerTipe Plat dengan Gasket.[15]
b. Spiral Plate Heat Exchanger
Heat exchanger tipe ini menggunakan desain spiral pada susunan platnya, dengan menggunakan sistem sealing las. Aliran dua fluida di dalam heat exchanger tipe ini dapat berbentuk tiga macam yakni (1) dua aliran fluida spiral mengalir berlawanan arah (counterflow), (2) satu fluida mengalir spiral dan yang lainnya bersilangan dengan fluida pertama (crossflow), (3) satu fluida mengalir secara spiral dan yang lainnya mengalir secara kombinasi antara spiral dengan crossflow.
Gambar 2.4 Heat Exchanger Plat Dengan Sirip.[18]
b. Heat Exchanger Tubular Dengan Sirip
Perluasan permukaan juga dapat diaplikasikan ke pipa tubing heat exchanger.
Sirip tersebut dapat terletak pada sisi luar ataupun dalam tubing dengan berbagai bentuk desain yang disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk sirip eksternal ada yang didesain secara individual untuk tiap-tiap tubing, dan dapat pula yang secara bersamaan untuk beberapa tube.
Heat exchanger dengan tubing bersirip ini digunakan jika salah satu fluida memiliki tekanan kerja dan temperatur yang lebih tinggi daripada fluida kerja yang lainnya. Sehingga dengan adanya sirip tersebut terjadi perpindahan panas yang efisien. Aplikasi tubing dengan sirip ini digunakan seperti pada kondensor dan evaporator pada mesin pendingin (air conditioning), kondensor pada pembangkit listrik tenaga uap, pendingin oli pada pembangkit listrik, dan lain sebagainya.
Gambar 2. 5Heat Exchanger Tubular Dengan Sirip.[19]
2.4 Pipa yang Ditanam dibawah Tanah sebagai Alat Penukar Kalor Pipa yang ditanam dibawah tanah ataupun yang lebih dikenalluas dengan alat penukar kalor udara-tanah (Earth Air Heat Exchanger) adalah sebuah konfigurasi satu atau lebihpipa yang dapat terbuat dari pipaline maupun pipa besi yang ditanam pada kedalaman tertentu. Prinsip kerja sebuah sistem alat penukar kalor udara tanah sangatlah sederhana. Tanah dimanfaatkan sebagai penyimpan sumber panas.
Radiasi matahari adalah energi yang sangat berlimpah dan memiliki potensi pengaplikasian yang sangat luas sehingga dimungkinkan untuk menangkap dan mengubahnya menjadi bentuk energi lain.[8] Tanah menerima radiasi dari matahari pada permukaannya dan bertindak sebagai reservoir energi surya. Karena tingginya inersia termal dari tanah, amplitudofluktuasi temperatur tanahakan semakin berkurang seiring dengan meningkatnya kedalaman tanah.
Besarnya daya tampung energi termal dari tanah telah mendorong berbagai penelitian untuk memnafaatkan tanah sebagai penerima panas melalui sistem pipa yang ditanam.Pada sistem pipa yang ditanam, energi panas konstan dan tersimpan
penukar panas antara tanah dengan udara. Dengan mengalirkan udara melalui pipa yang ditanam, akan terjadi pertukaran panas antara udara yang mengalir dengan lapisan tanah.
Musim panas, udara hangat melepaskan kandungan panasnya ke dinding pipa melalui konveksi kemudian akan terdisipasi ke tanah melalui konduksi.[4] Udara keluar akan menjadi lebih dingin dari udara lingkungan, dapat digunakan langsung untuk mendinginkan ruangan apabila temperaturnya cukup rendah.
Sebagai alternatif, udara keluaran dapat didinginkan kembali menggunakan mesin refrigrasi. Kedua penggunaan pipa tanam penukar kalor dapat menekan beban pendinginan dan konsumsi energi.
Gbr. 2.6 Sistem penukar kalor udara-tanah.[5]
Sebuah alat penukar kalor antara udara-tanah terdiri dari sistem siklus terbuka (gbr.2.7) dan siklus tertutup (2.8). Pada siklus terbuka, udara lingkungan dialirkan kedalam pipa dan dihantarkan langsung kedalam bangunan maupun ke alat pengkondisian udara lainnya.
Gbr. 2.7 Siklus terbuka
Sementara pada siklus tertutup, udara ruangan disirkulasikan melalui alat penukar kalor udara-tanah.
Gbr. 2.8 Siklus tertutup
Menurut studi teortitis dan eksperimental ada beberapa parameter yang berpengaruh pada desain dan performansi dari sebuah sistem alat penukar kalor udara-tanah. Parameter-parameter tersebut adalah :
1. Panjang Pipa 2. Diameter Pipa 3. Kecepatan Udara 4. Debit Aliran Udara 5. Material Pipa
7. Kondisi Geografi 8. Sifat termal tanah
Perpindahan panas antara tanah dan udara bergantung pada luas permukaan pipa yang didapat dari perhitungan diameter dan panjang pipa. Pipa dengan diameter lebih kecil namun lebih panjang memiliki perfomansi termal yang lebih baik namun meningkatkan nilai penurunan tekanan sehingga meningkatkan kebutuhan energi blower. Peningkatan diameter berdampak pada penurunan kecepatan udara dan laju perpindahan panas.
Menurut Bulut (2015) tanah dengan konduktivitas termal tinggi, massa jenis tinggi dan kapasitas kalor yang tinggi cocok digunakan pada sistem penukar kalor udara-tanah. Tanah yang basah memiliki transfer panas yang lebih baik dibandingkan tanah kering. Kecepatan aliran udara yang tinggi juga akan menurunkan performansi dari sistem. Ketika kecepatan meningkat maka temperatur keluaran dari sistem akan semakin meningkat. Peningakatan laju aliran akan meningkatkan penuruan tekanan udara dan kebutuhan energi yang besar pada kipas/blower. Laju aliran yang tinggi lebih cocok digunakan pada sistem siklus tertutup. Namun terlebih dahulu harus dipertimbangkan kapasitas pendinginan total untuk sistem terbuka.
Material pipa harus dipilih berdasarkan harga, kekuatan, ketahanan terhadap korosi dan durabilitas. Namun, perbedaan material pipa tidak terlalu berpengaruh pada performansi sebuah sistem penukar kalor udara-tanah. Jarak antara pipa haruslah sedemikian cukup agar masing-masing pipa tidak saling mempengaruhi.
Lokasi dengan cuaca yang panas dan kering sangat cocok dalam pengaplikasian sistema penukar kalor udara-tanah.
Menambah kedalaman tanah akan meningkatkan gradien temperatur dan juga laju perpindahan panas. Idealnya pipa ditanam sedalam mungkin. Untuk berbagai aplikasi, kedalaman 2m hingga 3m dianggap cocok. Sistem ini dapat menggunakan konfigurasi satu pipa maupun menggunakan konfigurasi pipa paralel. Sistem konfigurasi satu pipa mungkin tidak akan memenuhi standar pendinginan sebuah gedung karena akan membutuhkan pipa dengan diameter yang terlalu besar. Sistem pipa paralel adalah pilihan desain yang lebih pragmatis dan menurunkan nilai penurunan tekanan serta meningkatkan performansitermal.
2.5 Sirip
Sirip adalah elemen berbentuk silinder atau bentuk lainnya yang dipasang tegak lurus terhadap dinding alat penukar kalor, dengan fluida pendingin mengalir dalam arah aliran melintang terhadap elemen tersebut. Definisi awal dari kays dan London ( 1950) menetapkan bahwa element alat penukar panas kompak adalah alat penukar panas yang mempunyai kelebihan 245 m2per meter kubik alat penukar panas. Elemen alat penukar panas kompaktelahbersedialebihdari 4.100 m2 per meter kubik dibandingkan dengan 65 – 130 m2 per meter kubik untuk alat penukar panas konvensional. Kebanyakan elemen alat penukar panas terdiri dari plat-plat permukaan utama .
Gbr.2.4. Beberapa contoh jenis permukaaan penukar panas kompak: (a) pipa silinder (b) pipa silinder dengan sirip radial ( c) sirif kontinyu (d) sirif plat (e)
offset plat pin (f) crossed rod matrix.
2.6 Laju AliranMassa Udara
Laju aliran massa udara adalah salah satu parameter penting dan harus diketahui oleh perancang sehingga ukuran dan jumlah pipa yang diperlukan dapat diketahui.
Tidak ada standar pasti untuk ukuran dan jumlah pipa yang memenuhi persyaratan EAHE yang baik. Jadi perancang harus menentukan sendiri kombinasi untuk
untuk menjaga laju aliran massa udara .Untuk pipa dengan diameter (D) massa jenis udara kecepatan aliran udara ( , jumlah pipa paralel, Np laju aliran massa udara melalui sebuah pipa ditentukan melalui:
...(2.4) Dimana :
: diameter pipa (m)
: massa jenis udara (kg/m3)
: kecepatan aliran udara masuk (m/s)
2.7 Analisa Perpindahan Panas
Jika dimensi dari sebuah sistem EAHE diketahui, perhitungan laju perpindahan panas dapat dihitung menggunakan metode log mean temperature difference (LMTD) atau menggunakan metode bilangan NTU. Dalam penelitian ini menggunakan metode e-NTU. Temperatur udara keluar ditentukan menggunakan rumus keefektivitasan dari EAHE yang merupakan fungsi unit bilangan transfer (NTU). Model persamaan yang digunakan dikembangkan oleh T.S Bisoniya.
Alat penukar kalor udara-tanah, medium yang digunakan untuk memindahkan panas adalah udara. Panas yang dilepaskan oleh aliran udara dan diserap ke dinding pipa secara konveksi dan dari dinding pipa ke massa tanah maupun sebaliknya secara konduksi. Jika kontak antara dinding pipa dengan bumi diasumsikan sempurna dan konduktivitas dari tanah diberikan sangat tinggi dibandingkan dengan resistansi permukaan, maka temperatur dinding bagian dalam pipa dapat diasumsikan konstan. Nilai NTU yang digunakan bergantung pada konfigurasi jenis aliran dari sistem alat penukar kalor udara-tanah. Pada peneltian ini jenis aliran yang digunakan adalah jenis single stream dan digunakan hubungan alat penukar kalor evaporator atau kondensor dimana salah satu sisi memiliki temperatur yang konstan dalam hal ini dinding bagian dalam pipa.
Pengaruh parameter desain untuk nilai NTU dapat diteliti melalui perpindahan panas dan pressure drop. Nilai NTU terdiri dari tiga parameter,yaitu : koefisien perpindahan panas konveksi (h), luas penampang dalam pipa (A), laju aliran massa (ṁ) yang nilainya bervariasi.
Luas penampang bagian dalam pipa adalah fungsi dari diameter, D, dan panjang pipa dari alat penukar kalor udara-tanah, L,
...(2.5) Dimana :
: luas penampang bagian dalam pipa (m2) : diameter hidrolik pipa (m)
: panjang pipa (m)
Koefisien perpindahan panas konveksi didalam pipa ditentukan dengan : ...(2.6) Dimana :
K : konduktivitas termal (W/m-K).
Zhang (2009) dalam tesis Ph.D-nya untuk sebuah sistem EAHE konvensional menyatakan bahwa untuk saluran yang ditanam memiliki syarat yaitu : 10cm < Dh
< 40 cm dan panjang lebih dari 20 m. Dengan ukuran begitu maka rasio dari panjang pipa dengan diameter hidrolik ada pada besaran 100. Diameter hidrolik dinyatakan sama dengan empat kali rasio dari luas penampang menyilang dengan wetted perimeter of the cross section.
...(2.7) Dimana :
A : luas penampang menyilang (m2) P : wetted perimeter of the cross section.
Diameter hidrolik untuk tabung melingkar disederhanakan sebagai diameter pipa.
Karena itu, dapat diasumsikan bahwa debit udara sepenuhnya berkembang didalam EAHE untuk ukuran seperti tadi dan untuk mengadaptasikan (corresponding empirical correlations) untuk menghitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi (CHTC).
Sebuah sistem EAHE dapat diasumsikan bahwa permukaan dalam pipa yang digunakan dalam EAHE adalah halus, hubungan bilangan Nu diberikan oleh De and Janssens (2003) dapat digunakan untuk mensimulasikan performansi dari
√ ⁄ ⁄ ...(2.8) Dimana :
: koefisien gesek pipa : bilangan Reynold : bilangan Prandtl
Untuk aliran turbulen dengan bilanganReynold 2300 < Re < 5 x 10-6 dan permukaan halus maka digunakan persamaan berikut untuk menghitung koefisien gesek :
-2
Bilangan Reynold berhubungan dengan rata-rata kecepatan udara dan diameter : ...(2.9) Dimana :
: kecepatan udara melalui pipa (m/s) D : diameter pipa (m)
: viskositas dinamik dari udara (kg/m-s) Sedangkan untuk bilangan Prandtl diberikan rumus :
...(2.10) Dimana :
: nilai panas spesifik dari udara (J/kg-k).
: konduktivitas termal udara (W/mK)
Total perpindahan panas dari udara ketika mengalir didalam pipa ditentukan melalui :
...(2.11) Dimana :
: laju aliran massa dari udara (kg/s) Cp : panas spesifik dari udara (J/kg.k)
:temperatur udara pada sisi keluar pipa (oC)
: temperatur udara pada sisi masuk pipa (oC)
Disebabkan oleh konveksi antara aliran udara dengan dinding pipa, maka perpindahan panas dapat ditentukan :
...(2.12)
Dimana :
h : koefisien perpindahan panas (Wm2-K)
A : luas permukaan dinding pipa bagian dalam (m2).
dimana adalah logaritma dari perbedaan temperatur rata-rata, didapat melalui ( ) :
⌈
⌉ ...(2.13) Dimana :
: temperatur dinding pipa bagian dalam (oC)
=
Temperatur udara pada sisi keluar pipa sistem penukar kalor tanah-udara dapat ditentukan dalam bentuk fungsi eksponensial dari temperatur dinding pipa dan temperatur pada sisi masuk dengan mengeliminasi dari pers.
(2.5) dan (2.6).
( )...(2.14) Dimana :
: temperatur dinding pipa bagian dalam (oC)
:temperatur udara pada sisi keluar pipa (oC)
: temperatur udara pada sisi masuk pipa (oC) h : koefisien perpindahan panas (Wm2-K)
A : luas permukaan dinding pipa bagian dalam (m2).
: laju aliran massa (kg/s)
Cp : panas spesifik dari udara (J/kg.k)
Pendekatan lain untuk menentukan perpindahan panas yang terjadi pada pipa dikembangkan oleh Djamel Belatrache dengan persamaan :
...(2.15) dimana :
Resistansi termal untuk pipa didapat dari persamaan dibawah ini:
| ...(2.16) Dimana :
: konduktivitas termal untuk pipa PVC (W/mK),), 0,52 W/mK : jari-jari bagian terluar pipa (m)
: jari-jari bagian dalam pipa (m)
Sementara nilai resistansi termal untuk tanah ditentukan melalui persamaan :
| ...(2.17) Dimana :
: konduktivitas termal dari tanah (W/mK), 0,16 W/mK : kedalaman (m)
Dan nilai resistansi termal antara dinding bagian dalam pipa dengan udara ditentukan melalui persamaan :
...(2.18) Dimana :
: koefisien perpindahan panas konveksi (W/m)
Jadi, konduktansi termal untuk sebuah alat penukar kalor udara-tanah adalah :
...(2.19) Jika dimisalkan pipa memiliki panjang yang tak terhingga (A = ∞), maka udara akan didinginkan serupa dengan temperatur dinding dalam pipa. Maka keefektivitasan dari alat penukar kalor udara-tanah adalah :
( ⁄ )...(2.20)
Dimana :
: temperatur dinding pipa bagian dalam (oC)
:temperatur udara pada sisi keluar pipa (oC)
: temperatur udara pada sisi masuk pipa (oC) h : koefisien perpindahan panas (Wm2-K)
A : luas permukaan dinding pipa bagian dalam (m2).
: laju aliran massa (kg/s) : keefektivitasan alat penukar kalor Cp : panas spesifik dari udara (J/kg.k) Untuk nilai bilangan NTU
...(2.21) Dimana :
h : koefisien perpindahan panas (Wm2-K)
A : luas permukaan dinding pipa bagian dalam (m2).
: laju aliran massa (kg/s)
Cp : panas spesifik dari udara (J/kg.k) sehingga
...(2.22) Keefektivitasan dari sebuah alat penukar kalor udara tanah ditentukan dengan bilangan NTU. Variasi keefektivitasan alat penukar kalor udara-tanah sebagai fungsi dari NTU ditunjukkan pada gambar 2.4. Dengan meningkatnya nilai NTU, maka nilai keefektivitasan akan semakin meningkat namun kurvanya akan semakin rata. Pertambahan nilai keefektivitasan akan semakin kecil apabila nilai NTU lebih besar dari 3.
Gbr. 2.10 Keefektivitasan penukar kalor sebagai fungsi NTU[5]
Performansi termal dari alat penukar kalor udara-tanah dapat dinyatakan dengan bilangan koefisien performansi (Coefficient of Performance). Koefisien performansi atau sering disingkat COP adalah rasio antara kapasitas pendinginan dari alat penukar kalor udara-tanah dengan konsumsi daya listrik pada peralatan mekanis seperti blower.
... (2.23) Dimana :
: daya yang dibutuhkan oleh blower (Watt) : kapasitas pendinginan (Watt)
... (2.24) Dimana :
: laju aliran massa (kg/s)
: kapasitas panas spesifik udara (J/kgK)
: temperatur pada sisi masuk (K)
: temperatur pada sisi keluar (K)
BAB III
Metodologi Penelitian
3.1 Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah temperatur udara keluaran (Tout) dari alat penukar kalor udara tanah. Udara keluaran berasal dari udara lingkungan yang disirkulasikan kedalam pipa yang ditanam pada kedalaman 2m menggunakan blower tipe sentrifugal. Udara lingkungan yang bertemperatur tinggi setelah disirkulasikan akan menjadi udara keluaran yang bertemperatur rendah. Udara keluaran ini dapat dimanfaatkan menjadi pendingin ruangan.
3.1.1 Waktu Penelitian
Uji eksperimental alat penukar kalor udara-tanah (EAHE) dilaksanakan sejak tanggal 20 Oktober 2017 sampai dengan 27 April 2018.
3.1.2 Tempat Penelitian
Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di halaman Departemen Teknik Mesin. Lokasi penanaman pipa berada pada lahan dibawah rindangan sawit di sekitar Departemen Teknik Mesin. Tanah pada lokasi ini tidak digenangi air pada musim hujan dan tidak terlalu gersang pada musim kemarau.
3.2 Metode Penelitian
Agar tujuan dapat tercapai maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian :
3.2.1 Metode Studi Pustaka
Merupakan metode pengumpulan data dan keterangan yang didapat dari buku literatur di perpustakaan maupun buku teks elektronik , jurnal-jurnal penelitian sebelumnya. Kelebihan dari instrumen ini peneliti memperoleh banyak data dan keterangan tanpa perlu banyak biaya, tenaga dan waktu.
3.2.2 Metode Eksperimental
Merupakan metode pengumpulan data dari pengujian terhadap kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Dalam hal ini kelompok
3.3 Variabel Penelitian
Variabel peneltian yang digunakan berdasarkan klasifikasi pengukurannya adalah variabel numerik.
3.3.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah laju aliran udara pada sisi masuk
3.3.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah temperatur keluaran dari alat penukar kalor udara-tanah.
3.3.3 Variabel Penghubung
Variabel penghubung dalam penelitian ini adalah temperatur udara masuk sifat termal tanah,dan sifat termal pipa besi (MILD STEEL)
3.4 Instrumen Penelitian 3.4.1 Bahan
Bahan penelitian yang digunakan adalah udara lingkungan yang disirkulasikan kedalam pipa.
3.4.2 Alat a. Blower
Digunakan untuk memaksa udara untuk mengalir kedalam pipa.
Adapun spesifikasi blower yang digunakan adalah :
Gbr. 3.1 Blower
Spesifikasi :
Merk : Ching Long
Arus : 220-380 V
Frekuensi : 50 Hz Putaran : 2850 Rpm b. Inverter
digunakan untuk mengubah frekuensi putaran motor.
Gbr. 3.2 Inverter
c. Pipa dan Sambungan Pipa
Digunakan sebagai saluran untuk mensirkulasikan udara.
Gbr. 3.3 Mild Steel
Instrumen pengukuran yang diperlukan untuk mengukur kecepatan udara dan temperatur udara.
e. Cole-Palmer 18200-40
Digunakan sebagai data akusisi temperatur dengan input termokopel 8-chanel.
Gbr. 3.4 Cole-Palmer 18200-40 f. Termokopel
Termokopel yang digunakan adalah tipe K.
Gbr. 3..5 Termokopel tipe K
g. Anemometer
Digunakan untuk mengukur keceptan angin pada sisi masuk pipa.
Gbr. 3.6 Anemometer
3.5 Pengambilan Data
3.5.1 Skematik Alat Penukar Kalor Udara-Tanah
Dibawah digambarkan secara skematik dimensi dari alat penukar kalor udara-tanah. Adapun gambar teknik dari alat penukar kalor udara- tanah dapat dilihat pada Lampiran 4.
Gbr. 3.7 Desain Alat Penukar Kalor Udara-Tanah
Pipa yang digunakan adalah pipa dengan bahan mildstell. Pipa memiliki diameter dalam ( ) sebesar 0,0625 m. Panjang total keseluruhan pipa sebesar 5,92 m. Dimana panjang pipa yang ditanam horisontal pada kedalaman 2 m adalah 0,66 m.
Gbr. 3.8 Lokasi Penggalian
Pipa kemudian akan ditanam pada kedalaman 2 m. Terlihat seperti gambar diatas. Ukuran lubang disiapkan 2 x 1 m dengan kedalaman 2 m. Tanah pada kedalaman 2 m berjenis tanah lempung yang padat dan keras.
Gbr. 3.9 Rangkaian Pipa
Pipa dirangkai dan disambung terlebih dahulu diatas permukaan tanah. Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu agar lem pada tiap sambungan pipa dapat mengering dengan sempurna.
Gbr. 3.10 Penimbunan Pipa
3.5.2 Set-Up Eksperimen
Udara dialirkan kedalam pipa menggunakan blower dengan kecepatan aliran udara masuk 1 m/s dan 3 m/s. Blower dihubungkan dengan inverter sehingga dapat diatur frekuensi putaran blower untuk mengahasilkan kecepatan aliran udara yang diinginkan. Untuk memastikan kecepatan udara yang dihasilkan sesuai digunakan anemometer.
Gbr. 3.11 Set-up Eksperimen
Termokopel yang diletakkan pada titikpengukuran temperatur sepanjang pipa dan dihubungkan dengan komputer menggunakan data akuisisi Cole-Palmer 18200-40 8 chanel. Zona diletakkan sepanjang pipa horizontal. Dan satu titik termokopel diletakkan pada kedalaman tanah 2 m serta pada ketinggian 0,5 m diatas permukaan tanah untuk mengukur temperatur lingkungan. Hasil akuisisi ditampilkan dalam bentuk data dan grafik menggunakan softwareTracer-Daq. Data yang diperoleh kemudian disimpan dalam bentuk file .txt.
3.6 Metode Pengolahan Data
3.6.1 Metode Pengolahan Data Eksperimen
Data eksperimen yang diperoleh terdiri dari temperatur tanah pada kedalaman 2m, temperatur udara lingkungan, temperatur pada sisi masuk dan keluar.
Data kemudian diolah menjadi bentuk grafik sehingga dapat dibandingkan data per harinya.
3.6.2 Metode Pengolahan Data Teoritis
Untuk memvalidasi hasil pengukuran maka perlu dibandingkan dengan data teoritis. Untuk itu data temperatur masukan aliran udara harus ditampilkan untuk mengetahui seberapa besar penurunan temperatur yang terjadi. Hal ini menjadi dasar perhitungan teoritis untuk memperoleh nilai temperatur keluar ( ) pada pipa untuk semua variasi temperatur masuk ( ).
Dalam penentuan temperatur keluar ( ) mengunakan asumsi- asumsi yang digunakan untuk menentukan koefisien perpindahan panas menyeluruh dan asumsi tersebut sesuai dengan keadaan alat penukar kalor.
3.7 Diagram Alir Penelitian
34 Gbr. 3.12 Flowchart Penelitian Alat Penukar Kalor Udara-Tanah
Mulai
Gbr. 3.13 Flowchart Pengolahan Data Teoritis Mengambil data temperaturmasuk (Tin) dantemperaturkeluar (Tout) pipauntuksemuavariasitemperatur
masuk (Tin)
darihasileksperimendiMs.Excel
Menentukankoefisienperpindahanpanaskonveksipadapipadenganbe berapaasumsi yang dulakukan.
Menghitungnilai Rho ( ), Prandelt (Pr), dan Re (Renold)
Menghitungnilai NU (Nusselt) untukaliranturbulen
MenghitungLajualiranmassa ( )
Menghitungnilai NTU
MenghitungnilaiEfektifitas ( ) dan temperaturkeluar(Tout) pipadengansemuavariasitemperaturmasuk (Tin) yangberbeda.
Menghitung nilai COP
Selesai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan Temperatur Keluaran
Teoritis
Dalam analisa perpindahan panas alat penukar kalor udara tanah ini diasumsikan temperatur dinding pipa dalam sumbu-x seragam, dan perpindahan panas dianalisa pada pipa yang ditanam. Pipa yang digunakan berjenis MIDL STEEL dengan diameter 3 inchi atau 0,0742 m dan dengan panjang 26,5 m seperti yang ditunjukkan Gbr. 3.7 dan 3.11. Pada analisa ini diambil sebagai sampel data untuk temperatur udara masuk pada pukul 10.00 sampai dengan pukul 17.00 pada setiap variasi kecepatan udara masuk (lihat Lampiran 1)
4.1.1 Laju Aliran Massa
Percobaaan ini menggunakan tiga jenis variasi kecepatan, yaitu 1 , 2, dan 3 m/s.
Untuk menentukan laju aliran massa udara didalam pipa digunakan Pers.2.4
dimana : : 0,0742 m
: 1
: 1,17(kg/m3) :1, 2& 3 (m/s)
disubstitusikan kedalam persamaan 2.4 maka didapat : Tabel 4.1 Laju Aliran Massa
1 0,0049
2 0,0099
3 0,0140
4.1.2 Bilangan Reynold dan Bilangan Prandtl
Untuk menentukan bilangan Reynold aliran udara dalam pipa digunakan persamaan 2.6 :
dimana :
= kecepatan udara (m/s)
dimana kecepatan udara yang digunakan adalah 1, 2 m/s, 3 m/s
= diamater dalam pipa (m) diameter dalam pipa yang digunakan = 0,0742 m
= viskositas kinematik udara bergantung pada temperatur (m2/s)
didapat dari Tabel Sifat Udara pada Tekanan Atmosfer di Lampiran 2 Tabel 4.2 Viskositas Kinematik Udara
Tanggal (m/s) ⁄
20/04/18 1 32,19 16,14
24/04/18 2 31,32 16,32
27/04/18 3 33,37 16,53
Nilai-nilai tersebut kemudian disubstitusikan kedalam Pers. 2.6 sehingga diperoleh :
Tabel 4.3 Bilangan Reynold
Tanggal Tin (oC) Bilangan Reynold
20/04/18 32,19 4595,41
24/04/18 31,32 9224,16
27/04/18 33,37 13754,54
dimana :
= viskositas kinematik ( /s) didapat dari tabel 4.8
= kapasitas panas spesifik (J/kg.K)
didapat dari Tabel Sifat Udara pada Tekanan Temperatur di Lampiran 2 Tabel 4.4 Kapasitas Panas Spesifik
Tanggal ⁄ ⁄
20/04/18 1 32,19 1007,21
24/04/18 2 31,32 1007,17
27/04/18 3 33,37 1007,25
= densitas udara (kg/m3)didapat dari Tabel Sifat Udara pada Tekanan Atmosfer di Lampiran 2
Tabel 4.5 Densitas Udara
Tanggal ⁄ (kg/m3)
20/04/18 1 32,19 1,1529
24/04/18 2 31,32 1.1548
27/04/18 3 33,37 1.1516
= konduktivitas panas udara (W/m.K)didapat dari Tabel Sifat Udara pada Tekanan Atmosfer di Lampiran 2
Tabel 4.6 Konduktivitas Panas Udara
Tanggal ⁄ (W/m.K)
20/04/18 1 32,19 26,68
24/04/18 2 31,32 21,14
27/04/18 3 33,37 26,77
Kemudian nilai-nilai diatas disubstitusikan kedalam Pers. 2.7 sehingga diperoleh :
Tabel 4.7 Bilangan Prandtl Udara
Tanggal ⁄
20/04/18 1 32,19 0,7077
24/04/18 2 31,32 0,9046
27/04/18 3 33,37 0,7091
Dari data bilangan Reynold dan Prandtl diketahui bahwa aliran udara dalam pipa adalah aliran turbulen karena 2300 < Re < 5x106 dan 0,5 < Pr < 106 4.1.3 Bilangan Nusselt
Pipayang digunakan memiliki permukaan bagian dalam yang halus sehingga digunakan korelasi Gnielinski dalam De dan Janssens (2003) untuk mendapatkan nilai bilangan Nusselt dalam Pers. 2.20
⁄
√ ⁄ ⁄
dimana :
= faktor kerugian gesek untuk pipa halus, didapat dengan menggunakan persamaan :
disubstitusikan nilai bilangan Reynold dari Tabel 4.8 ke Pers. 2.0 sehingga diperoleh :
Tabel 4.8 Koefisien Kerugian Gesek
Tanggal ⁄
20/04/18 1 32,19 0,0398
24/04/18 2 31,32 0,0322
27/04/18 3 33,37 0,0289
sehingga diperoleh nilai bilangan Nusselt untuk aliran udara dalam pipa sebesar : Tabel 4.9 Bilangan Nusselt
Tanggal ⁄
20/04/18 1 32,19 15,433
24/04/18 2 31,32 31,552
27/04/18 3 33,37 38,555
4.1.4 Koefisien Perpindahan Panas Konveksi
Untuk menentukan nilai koefisien perpindahan panas konveksi digunakan rumus :
dimana :
Nu = bilangan Nusselt, diperoleh dari Tabel 4.14
K = konduktivitas termal (W/m.K)
didapat dari Tabel Sifat Udara pada Tekanan Atmosfer pada Lampiran 2 Tabel 4.10 Konduktivitas Termal
Tanggal ⁄
20/04/18 1 32,19 26,68
24/04/18 2 31,32 21,14
27/04/18 3 33,37 26,77
D = diameter hidrolik (m), 0,1016 m
disubstitusikan kedalam Pers. sehingga diperoleh nilai koefisien perpindahan panas konveksi sebesar :
Tabel 4.11 Koefisien Perpindahan Panas Konveksi
Tanggal ⁄ ⁄
20/04/18 1 32,19 5,5094
24/04/18 2 31,32 8,8223
27/04/18 3 33,37 13,7780
4.1.5 Konduktansi Termal Total, Resistansi Termal Pipa dan ResistansiTermal Tanah
Untuk alat penukar kalor udara-tanah digunakan Pers 2.13 :
dimana :
= resistansi panas konveksi anatara permukaan dalam pipa dengan udara
dengan mensubstitusikan nilai dari Tabel 4.16 ke Pers.2.12 sehingga diperoleh Tabel 4.12 Resistansi Panas Konveksi
Tanggal ⁄
20/04/18 1 32,19 0,7848
24/04/18 2 31,32 0,4880
27/04/18 3 33,37 0,3134
sementara nilai resistansi termal pipa didapat dari Pers 2.10 :
| dimana :
= konduktivitas panas pipa
= 0,16 (W/m.K)
= radius luar pipa (m)
= 0,0625 m
= radius dalam pipa (m)
= 0,0605
sehingga diperoleh sebesar 0,05710 W/mK
Untuk nilai resistansi termal tanah didapat dari Pers. 2.11 :
| dimana :
= konduktansi termal tanah sebesar 0,52 W/mK (lihat lampiran 3) sehingga diperoleh sebesar 43,66 W/mK
Jadi nilai konduktansi termal total adalah :
Tabel 4.13 Konduktansi Termal Total
Taanggal
20/04/18 1 32,19 0,0225
24/04/18 2 31,32 0,0226
27/04/18 3 33,37 0,0227
4.1.6 Temperatur Keluaran ( ) Teoritis
Untuk mendapatkan nilai secara teoritis dapat digunakan Pers. 2.8 :
dimana untuk :
: temperatur udara masuk didapat dari Lampiran I
: temperatur tanah pada kedalaman 2 m didapat dari Lampiran I
: laju aliran massa didapat dari Tabel 4.7
: konduktansi total didapat dari Tabel 4.13
: kapasitas panas spesifik udara didapat dari Tabel 4.11
Nilai-nilai diatas kemudian disubstitusikan kedalam Pers.2.8 untuk tiap variasi kecepatan sehingga didapat grafik seperti dibawah ,atau dapat dilihat pada Lampiran 3 :
a. Untuk kecepatan 1 m/s pada tanggal 20 april
Gbr. 4.1 Temperatur Keluaran Teoritis untuk
Dari grafik diatas diperoleh untuk temperatur masukan rata-rata diperoleh sebesar 30,64oC dan temperatur keluaran rata-rata adalah sebesar 25,24oC. Jadi alat penukar kalor udara-tanah dianggap mampu menurunkan suhu rata-rata sebesar 5,4oC.Hal ini diperoleh melalui perhitungan teoritis sementara untuk data hasil percobaan eksperimental dapat dilihat pada bagian selanjutnya. (lihat Lampiran 1)
b. Untuk Kecepatan 2 m/s pada tanggal 24 April