SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA ALAT PENUKAR KALOR UDARA-TANAH BERSIRIP SIKLUS TERBUKA DENGAN
MENGGUNAKAN PERHITUNGAN DINAMIKA FLUIDA
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Oleh :
JOKO SILO CARLOS SIMANJUNTAK 120401162
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2018
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mensimulasikan aliran fluida pada alat penukar kalor tanah-udara bersirip dengan menggunakan perhitungan dinamika fluida.
Simulasi dilakukan pada kondisi kecepatan 1 m/s, 2 m/s, 3/ms ; dan kondisi pipa dibatasi pada kedalaman 2 m dari permukaan tanah. Simulasi yang digunakan adalah untuk aliran transient, inkompresibel, turbulen, dan 3 dimensi. Bahan yang digunakan untuk alat penukar kalor tanah udara adalah pipa besi yang memiliki dimensi 3 inch, tebal pipa 2 mm, panjang pipa 1,2 m dan disusun langsung dengan 17 sirip radial dengan masing-masing jarak 2 cm dan memiliki tebal 2 mm, lalu pipa tersebut dihubungkan dengan pipa PVC dengan panjang pipa 2,5 m di setiap ujungnya.
Temperatur udara keluar rata-rata dari hasil simulasi 3D menggunakan Software ansys 14.5 diperoleh25.67
oC untuk kecepatan udara masuk 1 m/s dan 25.81
oC untuk kecepatan 2 m/s. Untuk nilai COP rata-rata dari hasil simulasi diperoleh 0.491817 untuk kecepatan 1 m/s, 0.921 untuk kecepatan 2 m/s.
Kata Kunci : Alat penukar kalor tanah-udara bersirip, simulasi, ansys.
Abstract:
This study aims to simulate fluid flow in a heat exchanger finned ground-air using fluid dynamics calculations. Simulations carried out under a speed of 1 m/s, 2 m s, 3 m/s; and the condition of the pipe is restricted to a depth of 2 m from the ground.
Simulations are used for a flow, transient, incompressible, turbulent, and 3 dimensions. The materials used for the ground heat exchanger the air is an iron pipe which has dimensions of 3 inch, 2 mm thick pipe, the pipe length of 1.2 m and arranged directly with radial fins 17 with each distance of 2 cm and has a thickness of 2 mm, then The pipe is connected with PVC pipe with a pipe length of 2.5 m at each end. Temperatures average air out of the 3D simulation results using ANSYS obtained14.525.67
°C inlet air velocity of 1 m/s and 25.81
°C for the speed of 2 m/s, 25.65 ℃ to a speed of 3 m/s. While the experimental results obtained 26.37
oC to a speed of 1 m/s and 25.92
°C for the speed of 2 m/s, and 25.72 ℃ to speed 3m/s. For the average COP value of 0.491817 simulation results obtained for a speed of 1 m/s, 0921 for the speed of 2 m/s, and 0.376941 for the speed of 3m/s. While the experimental results obtained 0.496011 for a speed of 1 m/s, 0887 for a speed of 2 m/s, 0.372087 for a speed of 3 m/s.
Keywords: Earth-air heat exchanger, Simulation, Ansys.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA ALAT PENUKAR KALOR UDARA- TANAH BERSIRIP SIKLUS TERBUKA DENGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN DINAMIKA FLUIDA”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan Pendidikan Strata-1 (S1) pada Departemen Teknik Mesin Sub bidang Konversi Energi, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit kesulitan yang dihadapi penulis, namun berkat dorongan, semangat, doa dan bantuan baik materil, moril, maupun spirital dari berbagai pihak akhirnya kesulitan itu dapat teratasi. Untuk itu sebagai manusia yang harus tahu terimakasih, dengan penuh ketulusan hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita ST. MT. selaku Dosen pembimbing, yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.
2. Bapak sebagai dosen pembanding I dan bapak sebagai dosen pembanding II yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. M. Sabri, M.T selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Terang UHSG Manik, ST. MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera.
5. Kedua orang tua penulis, P. Ginting dan L. br Karo Sekali serta saudara
penulis Elman Supriadi Ginting, Elby Frananta Ginting, Ebzan Pisser Ginting
dan Segenap keluarga yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang tidak
pernah putus-putusnya memberikan dukungan, doa serta kasih sayangnya
yang tak terhingga kepada penulis.
6. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Departemen Teknik Mesin, yang telah membimbing serta membantu segala keperluan penulis selama penulis kuliah.
7. Teman satu team skripsi yaitu Sebastian Elkano Sitepu dan Putra Panjaitan 8. Teman spesial penulis Hadasa Christine Br Sitepu yang telah mendukung
penulis.
9. Seluruh rekan mahasiswa angkatan 2012, para abang dan kakak senior, serta semua rekan mahasiswa Teknik Mesin yang telah mendukung dan memberi semangat kepada penulis
Penulis meyakini bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis akan sangat berterimakasih dan dengan senang hati menerima saran, usul, dan kritik yang membangun demi tercapainya tulisan yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi manfaat kepada pembaca. Terima kasih.
Medan,
Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 2
1.3 Batasan Masalah ... 2
1.4 Manfaat Pengujian ... 2
1.5 Metodologi Penulisan ... 2
1.6 Sistemetika Penulisan ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Kalor ... 4
2.1.1 Klasifikasi Alat Penukar Kalor ... 4
2.1.2 Perpindahan Panas Konduksi ... 7
2.1.3 Perpindahan Panas Konveksi ... 8
2.1.4 Laju Aliran Massa Udara ... 10
2.1.5 Earth’s Undisturbed Temperature ... 11
2.2 NTU ... 12
2.3 Computional Fluid Dynamic ... 17
2.3.1 Pengertian Umum CFD ... 17
2.3.2 Penggunaan CFD ... 18
2.3.3 Manfaat CFD ... 18
2.4 Pengenalan Software CFD ... 19
2.4.1 Struktur Program CFD ... 20
2.4.2 Langkah Penyelesaian Masalah dan Perencanaan Analisis CFD ... 22
2.4.3 Pendekatan Numerik Pada CFD ... 28
2.5 Model Turbelensi (Turbulence Modeling) ... 35
2.6 Two-Equation Model (Launder-Sharma) ... 36
2.6.1 Persamaan Model ... 37
2.6.2 Konstanta dan parameter model ... 38
2.6.3 Boundary Condition ... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 40
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 40
3.2.1 Waktu Penelitian ... 40
3.2.2 Tempat Penelitian.... ... 40
3.3Peralatan ... 41
3.3.1 Alat dan Bahan Pengujian ... 41
3.3.2 Perangkat Lunak ... 41
3.3.3 Perangkat Keras ... 41
3.4 Diagram Penelitian ... 42
3.4.1 Skema Eksperimen.... ... 45
3.5 Persiapan Perhitungan Simulasi... 46
3.5.1 Penggambaran Geometri ... 47
3.5.2 Pembentukan Meshing... 47
3.5.3 Persiapan Kondisi dan Metode Perhitungan ... 48
3.5.4 Perhitungan Simulasi ... 48
3.5.5 Pengolahan Hasil Perhitungan ... 48
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembahasan ... 49
4.1.1 Desain 3D Pipa Alat Penukar Kalor tanah-udara ... 49
4.1.2 Kondisi Batas Meshing pada Software Ansys 14.5 ... 49
4.1.3 Analisa Fluent pada Software Ansys 14.5 ... 50
4.1.4 Hasil Analisa Pada Fluent Software Ansys 14.5 ... 50
4.1.5 Analisa Kontur Temperatur ... 52
4.1.6 Analisa Kontur Tekanan ... 53
4.1.7 Analisa Kontur Kecepatan ... 55
4.2 Hasil Eksperimen ... 56
4.2.1 Laju Aliran Massa Udara ... 56
4.2.2 Bilangan Reynold dan Bilangan Prandtl ... 56
4.2.3 Bilangan Nusselt... 58
4.2.4 Koefisien Perpindahaan Panas Konveksi ... 60
4.2.5 Konduktansi Termal Total ... 61
4.2.6 Perbandingan Temperatur Keluar Eksperimen dengan Simulasi ... 63
4.2.7 Performansi Termal APK Udara-Tanah ... 66
4.2.7.1 Nilai Keefektivitasan dan NTU ... 66
4.2.7.2 Nilai Koefisien Performansi ... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 72 5.2 Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA ... xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perpindahan Panas Konduksi ...8
Gambar 2.2 Perpindahan Panas Konveksi ...10
Gambar 2.3 Keefektivitasan APK sebagai fungsi NTU ...16
Gambar 2.4 Sebuah Elemen Fluida Kekekalan Massa Dalam 2 Dimensi ...20
Gambar 2.5 Elemen Konservasi Massa Fluida pada Bidang 3 Dimensi ...21
Gambar 2.6 Suatu Elemen Fluida pada Konservasi Momentum dalam Kasus Dua Dimensi...23
Gambar 2.7 Sebuah Momentum Elemen Fluida Konservasi Dalam Kasus Tiga Dimensi ...29
Gambar 3.1 Diagram Alir Pnelitian ...43
Gambar 3.2 Skema Eksperimen Alat Penukar Kalor Tanah-Udara ...47
Gambar 3.3 .... Alur Proses Persiapan simulasi ... 46
Gambar 3.4 Tampilan 3D Geometri Alat Penukar Kalor Udara-Tanah ... 47
Gambar 4.1 Hasil Analisa Kontur Temperatur Fluida dalam Pipa Alat Penukar Kalor Udara-Tanah pada Kecepatan 1 m/s ....52
Gambar 4.2 Hasil Analisa Kontur Temperatur Fluida dalam Pipa Alat Penukar Kalor Udara-Tanah pada Kecepatan 2 m/s ....52
Gambar 4.3 Hasil Analisa Kontur Temperatur Fluida dalam Pipa Alat Penukar Kalor Udara-Tanah pada Kecepatan 3 m/s ....53
Gambar 4.4 Hasil Analisa Kontur Tekanan Fluida dalam Pipa Alat Penukar Kalor Udara-tanah Kecepatan 1m/s ...53
Gambar 4.5 Hasil Analisa Kontur Tekanan Fluida dalam Pipa Alat Penukar Kalor Udara-tanah Kecepatan 2m/s ...54
Gambar 4.6 Hasil Analisa Kontur Tekanan Fluida dalam Pipa Alat Penukar Kalor Udara-Tanah kecepatan 3m/s ...55
Gambar 4.7 Hasil Analisa Kontur Kecepatan Fluida dalam Pipa Alat
Penukar Kalor Udara-Tanah Kecepatan 1m/s ...55
Gambar 4.8 Hasil Analisa Kontur Kecepatan Fluida dalam Pipa Alat
Penukar Kalor Udara-Tanah Kecepatan 2m/s ...56 Gambar 4.9 Hasil Analisa Kontur Kecepatan Fluida dalam Pipa Alat
Penukar Kalor Udara-Tanah kecepatan 3m/s ...56 Gambar 4.10 Perbandingan
Eksperimental dan simulasi
(
) ...63 Gambar 4.11 Perbandingan
Eksperimental dan simulasi
(
) ...64 Gambar 4.12 Perbandingan
Eksperimental dan simulasi
(
) ...64
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Koefisien Perpindahan Panas Secara Konveksi untuk cairan
dan gas ... 9
Table 3.1 Spesifikasi Komputer untuk software ... 42
Table 3.2 Penjelasan Gambar 3.8 ... 46
Tabel 4.1 Temperatur Masuk selama Eksperimen& Temperatur tanah... 51
Tabel 4.2 Laju Aliran Massa ... 56
Tabel 4.3 Viskositas Kinematik Udara & Reynold ... 57
Tabel 4.4 Nilai Komposisi Udara ... 58
Tabel 4.5 Koefisien Kerugian Gesek & Bilangan Nusselt ... 59
Tabel 4.6 Koefisien Perpindahan Panas Konveksi ... 60
Tabel 4.7 Resistansi Panas Konveksi ... 61
Tabel 4.8 Konduktansi Termal Total ... 62
Tabel 4.9 Perbandingan Temperatur keluaran Eksperimen dan Simulasi ... 65
Tabel 4.10 Nilai NTU ... 67
Tabel 4.11 Kapasitas Pendingin (Cooling Capacity) Simulasi ... 68
Tabel 4.12 Komsumsi daya Blower ... 69
Tabel 4.13 Perbandingan Coefficient of Performance Eksperimental dengan Simulasi ... 69
Tabel 4.14 Rs ... 70
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini sistem pendingin udara pada ruangan sudah menjadi kebutuhan umum untuk manusia. penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan menggunakan sistem pendingin udara seperti kipas, ac, dll. Hal ini di picu oleh adanya pemanasan global dan mengakibatkan peningkatan suhu di daerah tropis pada saat musim kemarau akan meningkat pesat.
Manusia selalu berusaha untuk membuat kehidupan di sekitarnya untuk lebih baik dan penghidupan lebih nyaman seiring dengan berkembangnya teknologi, pola pikir, dan kebutuhan hidup. Manusia senantiasa menginginkan hal yang baru, demi efisiensi dan hidup yang lebih praktis. Hal tersebut dapat di lakukan dengan banyak cara antara lain dengan metode sistem perpindahan panas dengan lapisan tanah atau earth air heat exchanger (EAHE).
Sistem perpindahan panas dengan pemanfaatan tanah sebagai media penyerap panas, penggunaan tanah (bumi) sebagai sumber pendingin pasif dan fenomena yang terjadi cukup sederhana dan bergantung pada temperatur tanah dengan udara lingkungan. Udara lingkungan di alirkan ke pipa yang telah di tanam di bawah tanah dengan menggunakan blower dan mengalami perpindahan panas dengan tanah.
Upaya pengembangan metode sistem perpindahan panas pada lapisan tanah
ini selain untuk pendinginan ruangan yang berbiaya murah juga di harapkan dapat
memperbaiki lingkungan dengan mengurangi kadar CFC(Chloro-Fluoro-Carbon)
dalam udara yang banyak digunakan mesin-mesin pendingin ruangan seperti AC (Air
Conditioner).
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Membandingkan hasil penurunan temperatur yang terjadi secara eksperimen maupun simulasi pada pipa tanam alat penukar kalor (APK).
2. Untuk mengetahui pengaruh kecepatan fluida terhadap penurunan suhu pada suhu keluar (Tout), dan pengaruh kecepatan kepada tekanan udara.
3. Menghitung dan membandingkan hasil coefficient of performance (COP).
1.3. Batasan Masalah
1. Sistem perpindahan panas pada lapisan tanah ini menggunakan siklus terbuka (open loop).
2. Udara luar di alirkan secara paksa kedalam pipa dengan menggunakan blower.
3. Analisa dilakukan pada kecepatan udara masuk 1ms, 2ms, 3ms.
1.4. Manfaat Pengujian
1. Untuk mengetahui seberapa besar penurunan suhu yang didapat dengan menggunakan sistem perpindahan panas pada lapisan tanah.
2. Untuk membuat pendingin ruangan yang menggunakan energi alam tanpa energi tambahan.
3. Sebagai referensi untuk membuat pendingin ruangan dengan energi alternatif.
4. Memberikan pengalaman penulis tentang suatu Alat Penukar Kalor dari mulai perhitungan sampai pengujian/mengaplikasikannya.
1.5. Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Studi literatur, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan tulisan-
tulisan terkait.
2. Browsing internet, berupa studi artikel-artikel , gambar-gambar dan buku elektronik (e-book).
3. Metode studi lapangan, yaitu dengan mengambil data dari hasil pengujian yang dilakukan di depan Laboratorium Teknologi Mekanik Universitas Sumatera Utara.
4. Diskusi, berupa Tanya jawab dengan dosen dan asisten dosen pembimbing yang di tunjuk oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.
1.6. Sistematika Penulisan
Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah sebagai berikut :
1. Bab I : Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup pengujian.
2. Bab II : Tinjuan Pustaka 3. Bab III: Metologi Penelitian
Bab ini memberikan informasi mengenai tempat, bahan dan peralatan yang dipakai serta tahapan dan prosedur pengujian.
4. Bab IV : Hasil dan Analisa Pengujian
Bab ini membahas tentang tentang hasil data yang diperoleh dari setiap pengujian melalui pembahasan perhitungan dan penganalisaan dengan memaparkan kedalam bentuk table dan grafik.
5. Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang di peroleh.
6. Daftar Pustaka
Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.
7. Lampiran
Pada lampiran dapat dilihat hasil data yang diperoleh dari pengujian dalam
bentuk tabel dan gambar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor adalah sebuah alat yang memfasilitasi terjadinya pertukaran kalor (panas) diantara dua fluida yang berbeda temperaturnya namun tetap menjaga agar kedua fluida tersebut tidak bercampur[3]. Alat penukar kalor biasanya digunakan dalam rentang aplikasi yang luas, dari memaskan atau sistem pengkondisian udara dalam bangunan, proses kimia dan pembangkit tenaga di pabrik besar.
Perpindahan panas yang pada alat penukar kalor terjadi secara konveksi antara masing-masing fluida dan konduksi yang tejadi pada sepanjang dinding yang memisahkan kedua fluida. Dalam analisis alat penukar kalor, dikenal koefisien perpindahan panas menyeluruh (Overall Heat Transfer Coefficient) yang memperhitungkan semua efek yang terjadi pada perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara dua fluida pada sebuah titik di alat penukar kalor bergantung pada besarnya perbedaan temperatur kedua fluida pada titik tersebut[10]. Besarnya laju perpindahan panas ini bisa berbeda-beda pada sepanjang titik alat penukar kalor. Dalam analisa alat penukar kalor, metode yang paling mudah digunakan adalah metode LMTD (Log Mean Temperature Difference) yang berarti nilai tengah perbedaan temperatur di sepanjang alat penukar kalor. Namun, bila temperatur pada sisi keluar alat penukar tidak diketahui, untuk menganalisa alat penukar kalor dapat digunakan metode keefektifan-NTU[3].
2.1.1. Klasifikasi Alat Penukar Kalor
1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas a. Tipe kontak tidak langsung
1. Tipe dari satu fase 2. Tipe dari banyak fase
3. Tipe yang ditimbun (storage type) 4. Tipe fluidized bed
b. Tipe kontak langsung 1. Immiscible fluids 2. Gas liquid 3. Liquid vapor
2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir a. Dua jenis fluida
b. Tiga jenis fluida
c. N – Jenis fluida (N lebih dari tiga)
3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan
a. Tipe penukar kalor yang kompak, Density luas permukaan > 700 m b. Tipe penukar kalor yang tidak kompak, Density luas permukaan < 700 m
Universitas Sumatera Utara
4. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya
b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya terdapat cara konveksi 2 aliran
c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 pass aliran masingmasing
d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi
5. Klasifikasi berdasarkan konstruksi a. Konstruksi tubular (shell and tube) 1. Tube ganda (double tube)
2. Konstruksi shell and tube, Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod baffle) 3. Konstruksi tube spiral
b. Konstruksi tipe pelat 1. Tipe pelat
2. Tipe lamella 3. Tipe spiral 4. Tipe pelat koil
c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface) 1.Sirip pelat (plate fin)
2. Sirip tube (tube fin) 3.Heat pipe wall
4.Ordinary separating wall
d. Regenerative 1. Tipe rotary
2. Tipe disk (piringan) 3 Tipe drum
4. Tipe matrik tetap
6. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran a. Aliran dengan satu pass
1. Aliran Berlawanan 2.Aliran Paralel
3.Aliran Melintang 4.Aliran Split
5.Aliran yang dibagi (divided) b. Aliran multipass
a. Permukaan yang diperbesar (extended surface) 1.Aliran counter menyilang
2.Aliran paralel menyilang 3.Aliran compound
b. Multipass plat
2.1.2. Perpindahan panas konduksi
Perpindahan panas konduksi secara umum adalah proses dengan panas mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah didalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium–medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Dalam aliran panas konduksi, perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar. Energi yang dimiliki oleh suatu elemen zat yang disebabkan oleh kecepatandan posisi relatif molekul– molekulnya disebut energi dalam. Jadi, semakin cepat molekul–molekul bergerak, semakin tinggi suhu
meupun energi dalam elemen zat. Bila molekul–molekul di satu daerah memperoleh energi kinetik rata-rata yang lebih besar dari pada yang dimiliki oleh molekul–molekul di suatu daerah yang berdekatan, sebagaimana ditunjukkan oleh adanya beda suhu, maka molekul–
molekul yang memiliki energi yang lebih besar itu akan memindahkan sebagian energinya kepada molekul- molekul di daerah yang bersuhu lebih rendah.
Konduksi adalah satu-satunya mekanisme dimana panas dapat mengalir dalam zat padat yang tidak dapat tembus cahaya. Konduksi penting dalam fluida,tetapi di dalam medium yang bukan padat biasanya tergabung dengan konveksi, dan radiasi.
Energi berpindah secara konduksi (conduction ) atau hantaran dan bahwa laju perpindahan kalor itu berbanding dengan gradien suhu normal[5].
... (2.1)
Dengan :
q : Laju perpindahan panas (Watt) k : konduktivitas termal (W/m.K)
A : luas penampang yang terletak pada aliran panas (m2)
∆T : perbedaan temperatur diantara dua permukaan (K)
∆x : tebal permukaan (m)
Gambar 2.1 Perpindahan Panas Konduksi 2.1.3. Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan panas secara konveksi bergantung pada nilai koefisien konveksi fluidanya. Konveksi merupakan perpindahan kalor yang disertai dengan perpindahan massa medianya, dan media konveksi adalah fluida. Konveksi terjadi karena adanya perbedaan kecepatan fluida bila suhunya berbeda, yang tentunya akan berakibat pada perbedaan berat jenis (berat tiap satuan volume). Fluida yang bersuhu tinggi akan mempunyai berat jenis yang
lebih kecil bila dibandingkan dengan fluida sejenisnya yang bersuhu lebih rendah. Karena itu, maka fluida yang bersuhu tinggi akan naik sambil membawa energi. Hal inilah yang berakibat pada terjadinya perpindahan kalor konveksi.
Konveksi adalah proses transfer energi dengan kerja gabungan dari konduksi panas, penyimpanan energi dan gerakan mencampur. Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan cairan atau gas[2].
Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya diatas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel-partikel fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam partikel fluida ini. Kemudian partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam fluida dimana partikel tersebut akan bercampur dan memindahkan sebaian energinya pada partikel fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya adalah aliran fluida maupun energi.
Energi disimpan didalam partikel-partikel fluida dan diangkut sebagai akibat gerakan massa partikel tersebut.
Perpindahan panas konveksi diklasifikasikan dalam konveksi bebas ( free convection) dan konveksi paksa (forced convection) menurut cara menggerakkan cara alirannya. Bila gerakan mencampur berlangsung semata-mata sebagai akibat dari perbedaaan kerapatan yang disebabkan oleh gradient suhu, maka proses ini yang disebut dengan konveksi bebas atau alamiah (natural). Bila gerakan mencampur disebabkan oleh suatu alat dari luar, seperti pompa atau kipas, maka prosesnya disebut konveksi paksa[2]. Tabel berikut ini menyajikan data berupa koefisien perpindahan panas secara konveksi
Tabel2.1 Koefisien perpindahan panas secara konveksi untuk cairan dan gas.
No Proses H (Watt/m2K)
1 Konveksi alami - gas
- cairan
2 – 25 50 – 1000
2 Konveksi Paksa - gas
- cairan
25 – 250 100 – 20.000
3 Konveksi dengan perubahan fasa
(mendidih dan mengembun)
2500 – 100.000
Perpindahan panas secara konveksi dirumuskan sebagai berikut :
... (2.2)
Dengan :
H : Koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2C) A : Luas penampang yang terletak pada aliran panas (m2) Tw : Temperatur dinding (oC)
Tf : Temperatur fluida (oC)
q : Laju perpindahan panas konveksi (Watt)
Gambar2.2 Perpindahan Panas Konveksi
2.1.4. Laju Aliran Massa Udara
Laju aliran massa udara adalah salah satu parameter penting dan harus diketahui oleh perancang sehingga ukuran dan jumlah pipa yang diperlukan dapat diketahui. Tidak ada standar pasti untuk ukuran dan jumlah pipa yang memenuhi persyaratan EAHE yang baik.
Jadi perancang harus menentukan sendiri kombinasi untuk menghasilkan performansi yang
paling baik dan daya pompa yang diperlukan untuk menjaga laju aliran massa udara. Untuk pipa dengan
diameter D; massa jenis udara ρ; kecepatan aliran udara ; jumlah pipa paralel ; laju aliran massa udara melalui sebuah pipa , ditentukan melalui :
... (2.3)
Dengan :
D : diameter pipa : densitas udara
: kecepatan aliran udara : jumlah pipa parallel : laju aliran massa udara
2.1.5. Earth’s Undisturbed Temperature
Earth Undisturbed Temeprature adalah parameter yang penting dalam perancangan sebuah sistem EAHE. Diasumsikan tanah homogen memiliki difusivitas panas yang konstan, suhu pada kedalaman z dan waktu t dapat diestimasikan melalui persamaan berikut ini (Labs 1989) :
* . / + , ⌈ . / ⌉- ... (2.4) dimana adalah suhu tanah pada waktu t (s) dan kedalaman z (m), adalah suhu rata-rata permukaan tanah (oC), adalah variasi amplitudo permukaan tanah (oC), adalah difusivitas panas tanah (m2/s; m2/hari), t adalah waktu dari sejak awal tahun kalender (hari) dan adalah fase konstan permukaan tanah (s/hari).
2.2 NTU
Jika dimensi dari sebuah sistem EAHE diketahui, perhitungan laju perpindahan panas dapat dihitung menggunakan metode log mean temperature difference (LMTD) atau menggunakan metode bilangan NTU. Dalam penelitian ini menggunakan metode e-NTU . Suhu udara keluar ditentukan menggunakan rumus keefektivitasan dari (Earth-air Heat Exchanger) EAHE yang merupakan fungsi unit bilangan transfer (NTU) [1].
Pada Earth’s-air Heat Exchanger, media yang digunakan untuk memindahkan panas adalah udara. Panas yang dilepaskan atau yang diserap oleh aliran udara ke dinding pipa secara konveksi dan dari dinding pipa ke massa tanah maupun sebaliknya secara konduksi[1]. Jika kontak antara dinding pipa dengan bumi diasumsikan sempurna dan konduktivitas dari tanah diberikan sangat tinggi dibandingkan dengan resistansi permukaan, maka suhu dinding bagian dalam pipa dapat diasumsikan konstan. Nilai NTU yang digunakan bergantung pada tipe konfigurasi aliran dari sistem EAHE. Pada penelitian ini jenis aliran yang digunakan adalah jenis single stream dan digunakan hubungan alat penukar kalor evaporator atau kondensor dimana salah satu sisi memiliki temperatur yang konstan dalam hal ini dinding bagian dalam pipa.
Pengaruh parameter desain untuk nilai NTU dapat diteliti melalui perpindahan panas dan pressure drop. Nilai NTU terdiri dari tiga parameter, yaitu: koefisien perpindahan panas konveksi (h), luas penampang dalam pipa (A), laju aliran massa (ṁ) yang nilainya bervariasi.
Luas penampang bagian dalam pipa adalah fungsi dari diameter pipa D dan panjang pipa dari alat penukar kalor udara-tanah L.
... ..(2.5) Koefisien perpindahan panas konveksi didalam pipa ditentukan dengan :
... ..(2.6) Sebuah sistem EAHE konvensional menyatakan bahwa untuk saluran yang ditanam memiliki syarat yaitu : 10cm < Dh < 40 cm dan panjang lebih dari 20 m[8]. Dengan ukuran begitu maka rasio dari panjang pipa dengan diameter hidrolik ada pada besaran 100.
Diameter hidrolik dinyatakan sama dengan empat kali rasio dari luas penampang menyilang dengan wetted perimeter of the cross section.
... ..(2.7)
dimana: luas penampang menyilang A ; wetted perimeter of the cross section P.
Diameter hidrolik untuk tabung melingkar disederhanakan sebagai diameter pipa.
Karena itu, dapat diasumsikan bahwa debit udara sepenuhnya berkembang didalam EAHE untuk ukuran seperti tadi dan untuk mengadaptasikan corresponding empirical correlations untuk menghitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi (CHTC).
Sebuah sistem EAHE dapat diasumsikan bahwa permukaan dalam pipa yang digunakan dalam EAHE adalah halus, hubungan bilangan Nu dapat digunakan untuk mensimulasikan performansi dari sistem [6].
( )
√( ⁄ )( ⁄ ) ... .(2.8) dimana: bilangan Reynold Re; bilangan Prandtl Pr dan koefisien gesek untuk pipa halus f.
Untuk aliran turbulen dengan bilangan Reynold 2300 < Re < 5 x 106 dan permukaan halus maka digunakan persamaan berikut untuk menghitung koefisien gesek : ( )-2
Bilangan Reynold berhubungan dengan rata-rata kecepatan udara dan diameter :
... ..(2.9) dimana: kecepatan aliran udara melalui pipa ; viskositas dinamik dari udara ; massa jenis udara .
Sedangkan untuk bilangan Prandtl diberikan rumus :
... (2.10) dimana: nilai panas spesifik dari udara ; konduktivitas termal udara .
Total perpindahan panas dari udara ketika mengalir didalam pipa ditentukan melalui :
( ) ... (2.11) dimana: laju aliran massa dari udara ; panas spesifik dari udara Cp; temperatur udara pada sisi keluar pipa ; temperatur udara pada sisi masuk pipa .
Disebabkan oleh konveksi antara aliran udara dengan dinding pipa, maka perpindahan panas dapat ditentukan :
... (2.12) dimana: luas permukaan dinding pipa bagian dalam A; logaritma dari perbedaan temperatur rata-rata , didapat melalui ( ) :
⌈
⌉ ... (2.13) dimana: temperatur dinding pipa bagian dalam ( = )
Temperatur udara pada sisi keluar pipa alat penukar kalor udara- tanah ( ) dapat ditentukan dalam bentuk fungsi eksponensial dari temperatur dinding pipa ( ) dan temperatur pada sisi masuk ( ) dengan mengeliminasi dari pers. (2.11) dan (2.12).
( ) . / ... (2.14) Pendekatan lain untuk menentukan perpindahan panas yang terjadi pada pipa dikembangkan oleh Djamel Belatrche dengan persamaan :
( )
( ( ) ( ( )) ... (2.15) Resistansi termal untuk pipa didapat dari persamaan dibawah ini:
( | ) ... (2.16) dimana: perbedaan temperatur ; konduktivitas termal untuk pipa (52 W/mK) ; jari- jari bagian terluar pipa ; jari-jari bagian dalam pipa .
Sementara nilai resistansi termal untuk tanah ditentukan melalui persamaan :
( ( )| ) ... (2.17) dimana: konduktivitas termal dari tanah (0,52 W/mK) ; kedalaman ( ).
Dan nilai resistansi termal antara dinding bagian dalam pipa dengan udara ditentukan melalui persamaan :
... (2.18) dimana: koefisien perpindahan panas konveksi .
Jadi, konduktansi termal untuk sebuah alat penukar kalor udara-tanah adalah :
( ) ... (2.19)
Jika dimisalkan pipa memiliki panjang yang tak terhingga (A = ∞), maka udara akan didinginkan serupa dengan temperatur dinding dalam pipa. Maka keefektivitasan dari alat penukar kalor udara-tanah adalah :
. ⁄ / ... (2.20) dimana: keefektivitasan alat penukar kalor .
Untuk nilai bilangan NTU:
... (2.21)
Sehingga:
... (2.22) Keefektivitasan dari sebuah alat penukar kalor udara-tanah ditentukan dengan bilangan NTU. Variasi keefektivitasan alat penukar kalor udara-tanah sebagai fungsi dari NTU ditunjukkan pada gambar 2.4. Dengan meningkatnya nilai NTU, maka nilai keefektivitasan akan semakin meningkat namun kurvanya akan semakin rata. Pertambahan nilai keefektivitasan akan semakin kecil apabila nilai NTU lebih besar dari 3.
Gambar 2.3 Keefektivitasan alat penukar kalor sebagai fungsi NTU[1]
Performansi termal dari alat penukar kalor udara-tanah dapat dinyatakan dengan bilangan koefisien performansi (Coefficient of Performance). Koefisien performansi atau sering disingkat COP adalah rasio antara kapasitas pendinginan dari alat penukar kalor udara- tanah dengan konsumsi daya listrik pada peralatan mekanis seperti blower.
... (2.23)
dimana: daya yang dibutuhkan oleh blower ; kapasitas pendinginan .
( ) ... (2.24)
2.3 Computational Fluid Dynamics (CFD)
Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suatu cabang dari mekanika fluida yang menggunakan metode numerik untuk menyelesaikan dan menganalisa elemen-elemen yang akan disimulasikan. Pada proses ini, komputer diminta untuk menyelesaikan perhitungan- perhitungan numerik dengan cepat dan akurat. Prinsip kerja pada CFD adalah model yang akan di simulasikan berisi fluida akan dibagi menjadi beberapa bagian atau elemen. Elemen- elemen yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol perhitungan yang akan dilakukan oleh software selanjutnya elemen diberi batasan domain dan boundry condition. Prinsip ini banyak digunakan pada proses perhitungan dengan menggunakan bantuan komputasi.
2.3.1 Penggunaan CFD
CFD dalam aplikasinya dipergunakan diberbagai bidang antara lain : 1. Pada bidang teknik
a. Mendesain ruang atau lingkungan yang aman dan nyaman.
b. Mendesain aerodinamis laju aliran udara panas pada pipa.
c. Mendesain performa aliran udara panas pada pipa.
2. Pada bidang olahraga
a. Menghitung kekuatan dan kecepatan pada tiap cara tendangan pada sepakbola.
b. Menganalisa aerodinamis pada sepatu bola.
3. Pada bidang kedokteran.
a. Menganalisa peredaran udara pada pasien yang mengalami penyakit sinusitis.
2.3.2 Manfaat CFD
Terdapat tiga hal yang menjadi alasan kuat menggunakan CFD, yakni : 1. Insight-Pemahaman mendalam
Ketika melakukan desain pada sebuah sistem atau alat yang sulit untuk dibuat prototype-nya atau sulit untuk dilakukan pengujian, analisis CFD memungkinkan untuk menyelinap masuk secara virtual ke dalam alat/sistem yang akan dirancang tersebut.
2. Foresight-Prediksi menyeluruh
CFD adalah alat untuk memperidiksi apa yang akan terjadi pada alat/sistem, dan CFD dapat mengubah-ubah kondisi batas (variasi kondisi batas).
3. Efficiency-Efisiensi waktu dan biaya
Foresight yang diperoleh dari CFD sangat membantu untuk mendesain lebih cepat dan hemat uang. Analisis/simulasi CFD akan memperpendek waktu riset dan desain sehingga juga akan mempercepat produk untuk sampai pasaran.
2.3.3 Metode Diskritisasi CFD
Secara matematis CFD mengganti persamaan-persamaan diferensial parsial dari kontinuitas, momentum dan energi dengan persamaan-persamaan aljabar linear. CFD
merupakan pendekatan dari persoalan yang asalnya kontinum (memiliki jumlah sel tak terhingga) menjadi model yang diskrit (jumlah sel terhingga). Perhitungan/komputasi aljabar untuk memecahkan persamaan-persamaan diferensial parsial ini ada beberapa metode (metode diskritisasi), diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Finite Volume Method (FVM)
Metode ini adalah pendekatan yang umum digunakan dalam CFD, persamaan yang mengatur diselesaikan melalui volume kontrol diskrit. Metode volume terbatas menyusun kembali persamaan diferensial parsial yang mengatur (biasanya persamaan Navier-Stokes) dalam bentuk konservatif, dan kemudian discretize persamaan baru.
2. Finite Element Method (FEM)
Digunakan dalam analisis struktural dari padatan, tetapi juga berlaku untuk cairan. Namun, formulasi FEM membutuhkan perawatan khusus untuk memastikan solusi konservatif. Perumusan FEM telah diadaptasi untuk digunakan dengan dinamika fluida yang mengatur persamaan.Meskipun FEM harus hati-hati dirumuskan untuk menjadi konservatif, jauh lebih stabil dibandingkan dengan pendekatan volume terbatas.
3. Finite Difference Method (FDM)
Memiliki sejarah penting dan sederhana untuk program. Hal ini hanya digunakan dalam beberapa kode khusus. Modern kode, beda hingga menggunakan sebuah batas tertanam untuk menangani geometri yang kompleks, membuat kode-kode yang sangat efisien dan akurat. Cara lain untuk menangani geometri termasuk penggunaan tumpang tindih grid, dimana solusinya adalah interpolated di jaringan masing-masing. Metode diskritisasi yang dipilih umumnya menentukan kestabilan dari program numerik/CFD yang dibuat atau program software yang ada. Oleh karenanya, diperlukan kehati-hatian dalam cara mendiskritkan model khususnya cara mengatasi bagian yang kosong atau diskontinu.
2.4 Persamaan Pembentuk Aliran (Governing Equation)
Persamaan dasar pembentuk aliran fluida dan perpindahan panas adalah dikembangkan dari tiga hukum kekekalan fisika[7]. Hukum tersebut adalah hukum kekekalan masa, Hukum kekekalan momentum dan Hukum kekekalan energi. Hukum – hukum tersebut didiskusikan dalam koordinat kartesius.
2.4.1 Hukum Kekekalan Massa
Memandang dimensi sebuah elemen kecil dari fluida dalam dua dimensi ∂x dan ∂y seperti yang ditampilkan dalam gambar 2.5 Konsep utama dari sini adalah pertambahan masa dalam volume yang terkontrol adalah sama dengan jumlah aliran masa yang masuk dan keluar dari system tersebut[7].
∑ ̇
∑ ̇
... (2.25) Dimana M adalah massa yang terus seketika terperangkap didalam elemen fluida dan m adalah aliran massa yang melewati permukaan dari elemen
Gambar 2.4 Sebuah Elemen Fluida Kekekalan Massa Dalam 2 Dimensi Menggunakan simbol dari gambar 2.5, persamaan dapat dikembangkan menjadi :
( ) (
) (
) ……… (2 26)
Menyelesaikan persamaan ini dan membaginya dengan ukuran dari elemen δxδy menghasilkan :
( )
( )
……… (2 27)
Untuk mengembangkan persamaan yang sama untuk aliran tiga dimensi, elemen fluida yang sama ditunjukan dengan gambar 2.6. Pada gambar 2.6, kecepatan dari arah
sumbu z adalah w. Dengan menggunakan konsep digambarkan pada gambar 2.6, menghasilkan :
( ) (
) (
) (
)
...(2.28)
Menyelesaikan persamaan ini dan membagi sisanya dengan ukuran dari elemen tersebut, δxδyδz menghasilkan :
( )
( )
( )
……… (2 29)
Gambar 2.5 Elemen Konservasi Massa Fluida pada Bidang 3 Dimensi
Rumus Konservasi Massa ditunjukkan pada persamaan rumus 2.27 dapat ditulis menjadi :
(
) ……… (2 30) Kemudian persamaan didefinisikan menjadi :
( )
( )
( )
( )
( )
………… …(2 31)
Operasi Divergensinya adalah :
……… (2 32)
Persamaan 2.24 dapat disederhanakan menjadi :
……… (2 33)
Persamaan di atas adalah bentuk umum dari hukum kekekalan massa atau juga dikenal sebagai persamaan kontinuitas. Dalam keadaan aliran yang tidak dapat ditekan (Incompressible Flow), dengan mengabaikan variasi temporal dan spasial dalam kerapatan massa, maka persamaan ini dapat disederhanakan dengan memberikan Dρ/Dt pada persamaan tersebut. Dalam notasi tensor, persamaan kontinuitas dapat dituliskan menjadi :
( ) ……… (2 34)
Dimana x_i,i=1,2,3 mengacu pada sumbu x,y,z masing-masing.
2.4.2 Hukum Konservasi dari Momentum
Hukum ini juga dikenal sebagai hukum kedua Newton. Hukum tersebut mengatakan besar gaya resultan sebanding lurus dengan percepatan dan berbanding terbalik dengan massa[7]. Elemen kecil dari fluida pada kasus dua dimensi dengan dimensi δx dan δy pada gaya dalam arah sumbu x dan sumbu y yang hanya dipertimbangkan. Pada gambar tersebut hanya gaya pada arah sumbu x yang disajikan. Gaya yang terjadi pada permukaan adalah tekanan, tegangan normal dan distribusi tegangan. Pusat gaya ditulis dengan lambing f, didefinisikan menjadi unit massa pada bagian tengah dari elemen fluida. Pada kasus sebenarnya dapat didefinisikan sebagai gravitasi, elektrikal, dan gaya magnetik.
Gambar 2.6 Suatu Elemen Fluida pada Konservasi Momentum dalam Kasus Dua Dimensi
Hukum kedua Newton dalam arah x dapat ditulis sebagai :
∑ ……… (2 35)
dimana Fx dan ax masing-masing adalah gaya resultan dan percepatan pada arah x. Dengan substitusi semua gaya yang bekerja seperti pada gambar dan menggunakan definisi percepatan ax=Du/Dt, persamaan (2.36) dapat didefinisikan sebagai :
[ (
)] [
] [
]
…… (2 36)
Selesaikan persamaan ini dan substitusi massa m=ρδxδy memberikan :
… (2 37)
Bagikan persamaan diatas dengan δxδy, maka kita akan dapatkan persamaan yang lebih sederhana seperti berikut :
……… (2.38)
Untuk memberikan persamaan lengkap momentum pada elemen fluida kecil untuk kasus tiga dimensi yang diperlihatkan dalam gambar 2.8 Dalam gambar hanya diperlihatkan gaya pada arah x. Sebagai catatan untuk kasus tiga dimensi, ada enam tegangan normal dan
enam tegangan gunting yang bekerja pada permukaan. Gaya-gaya ini, dua gaya yang bersumber dari distribusi tekanan dan gaya bersumber dari benda diperlihatkan dalam gambar.
Substitusikan gaya-gaya ini kedalam Hukum kedua Newton dalam persamaan (2.36) memberikan :
[ (
)] [
] [
] [
]
…… (2 39)
Selesaikan persamaan ini dan bagi dengan δxδyδz, hasilnya adalah persamaan yang lebih sederhana seperti berikut ini :
……… (2 40a)
Gambar 2.7 Sebuah Momentum Elemen Fluida Konservasi Dalam Kasus Tiga Dimensi
Dengan menggunakan cara yang sama,persamaan – persamaan pada arah y dan z adalah :
……… (2 40b)
Dan
……… (2 40c)
Secara berurutan.persamaan diatas didapatkan dari elemen fluida yang bergerak bersamaan dengan aliran atau dikenal dengan bentuk non-konservasi. Sehingga turunan harus diubah menjadi bentuk konservatif. Contohnya, proses konsevasi dari Du/Dt ditunjukkan sebagai berikut.
……… (2 41)
Ekspansikan turunan – turunan berikut dan mengingat vektor untuk divergen dari hasil skalar dikali dengan sebuah vektor akan menghasilkan
( )
……… ……… (2.42)
Dan
( ) ( ) ( ) … ……… (2 43)
Substitusi persamaan (2.40) dan persamaan (2.41) menjadi persamaan (2.39) didapatkan :
( )
( ) ( ) ……… ……… (2 44) Yang dapat disusun menjadi :
( )
( ) [
( )] ……… … (2 45) Suku terakhir persamaan ini sama dengan nol seperti yang ditunjukkan pada persamaan (2.25).Sehingga persamaan (2.41) dapat ditulis menjadi :
( )
( ) ……… …… (2 46)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.44) menjadi persamaan (2.39) menghasilkan persamaan momentum pada arah sumbu x dalam bentuk konservasi.
( )
( )
……… (2 47a)
Dengan cara yang sama, persamaan pada arah sumbu y dan z, secara berurutan adalah :
( )
( )
……… (2 47b)
( )
( )
……… (2.47c)
Persamaan 2.47 juga dikenal sebagai persamaan Navier-Stoke dalam bentuk konservasi.
Jika tegangan tehadap kurva laju regangan cairan diplot, ada dua fenomena dapat diperoleh. Mereka adalah fluida dengan kurva linier dan satu dengan kurva non-linier. Cairan dengan kurva linier dikenal sebagai cairan Newtonian, sebagai contoh adalah air. Cairan dengan kurva non-linier dikenal sebagai cairan non-Newtonian, sebagai contoh adalah darah.
Pada penelitian ini kami hanya mempertimbangkan cairan Newtonian. Untuk cairan ini, tegangan normal dapat dirumuskan sebagai berikut :
( )
……… …… (2 48a)
( )
……… …… (2 48b)
( )
……… …… (2 48c)
Dan tegangan gunting :
[
] ……… …… (2 49a)
[
] ……… …… (2 49b)
[
] ……… …… (2 49c)
dimana μ adalah gradien tegangan terhadap kurva laju regangan atau dikenal sebagai viskositas molekul (sangat populer sebagai viskositas dinamis) dan μ’ adalah viskositas kedua. Kedua viskositas itu terkait dengan viskositas massal (k) oleh persamaan :
……… ……… …… (2 50) Secara umum, diyakini bahwa viskositas massal diabaikan kecuali dalam studi struktur gelombang kejut dan pada penyerapan dan redaman dari gelombang akustik. Dengan kata lain, untuk hampir semua cairan, viskositas massal sama dengan nol atau k=0. Jadi viskositas kedua menjadi
……… ……… …… (2 51) ...2.32 Sebagai catatan, hipotesis ini diperkenalkan oleh Stokes pada tahun 1845. Meskipun
hipotesis ini masih belum sepenuhnya dikonfirmasi, bagaimanapun,sering digunakan sampai hari ini. Karya ini disertakan.
Mengganti hipotesis dan persamaan tegangan gunting normal dan geser kedalam persamaan (2.49) kita memperoleh persamaan lengkap Navier-Stokes.
( )
( )
( )
( )
[ (
)]
[ (
)]
[ (
)]
…(2 52a)
( )
( )
( )
( )
[ (
)]
[ (
)]
[ (
)]
…(2 52b)
( )
( )
( )
( )
[ (
)]
[ (
)]
[ (
)]
…(2 52c)
Persamaan ini dapat ditulis lebih sederhana lagi dengan menggunakan persamaan tensor sebagai :
( )
( )
* (
)+ …(2 53) dimana i,j,k = 1,2,3 ditunjuk kan pada masing-masing sumbu x,y,z.
2.4.3 Hukum Konservasi Energi
Pada bagian ini, prinsip fisik ketiga yaitu konservasi energy diterapkan. Prinsip ini mengatakan perubahan tingkat energi di dalam (Ė) sebuah elemen yang sama dengan jumlah dari fluks panas (Q) ke elemen danusaha Ẇ yang dilakukan pada elemen oleh gaya benda dan permukaan[7]. Hukum ini dapat ditulis sebagai Ė = Q + Ẇ
Hasil usaha yang dilakukan pada elemen oleh gaya benda dan permukaan pertamaakan dievaluasi. Pertimbangkan elemen kecil cairan seperti gaya yang dipertimbangkan di sini adalah kekuatan akibat medan tekanan, karena tekanan normal dan tekanan geser, dan karenakan gaya pada benda. Sebagai catatan tingkat kerja yang dilakukan pada elemen adalah gaya dikalikan dengan kecepatan. Dengan demikian, semua gaya harus dipertimbangkan disini. Namun, sangat diharuskan jika semua gaya ditarik dalam konteks elemen yang sama. Dalam rangka untuk membuatnya sederhana, hanya gaya disumbu x yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. Gaya ini akan dievaluasi terlebih dahulu dan dengan cara yang sama akan digunakan untuk mengevaluasi usaha oleh gaya disumbu y dan z.
Gambar 2.9 Usaha yang Dihasilkan oleh Gaya pada Sumbu x[7]
Menggunakan definisi tersebut, usaha yang dilakukan oleh gaya di sumbu x dihitung dengan persamaan berikut :
̇ ∑ ……… (2 54)
Substitusikan semua gaya yang di tunjukkan pada Gambar 2.9, yaitu
* ( ( )
)+
* ( )
+ *
( )
+ * ( )
+
…(2 55)
Pemecahan persamaan ini dan menghasilkan δV=δxδyδz * ( )
( )
( )
( )
+ …(2 56a) Dengan cara yang sama akan mendapatkan usaha oleh gaya padasumbu y dan z :
̇ * ( )
( )
( )
( )
+ …(2 56b)
̇ * ( )
( )
( )
( )
+ …(2 56c) Total dari rata-rata kerja pada elemen fluida adalah penjumlahan dari situasi ini. Rata- rata dari kerja itu adalah :
̇ [ ( )
( ) ( )]
[ ]
…(2 57)
Pembahasan selanjutnya adalah nilai net dari fluks panas menjadi elemen fluida. Ada dua sumber fluks panas ini. Pertama adalah karena pertambahan panas di dalam elemen, seperti adsorpsi panas, reaksi kimia, atau radiasi. Kedua adalah perpindahan panas ke elemen di seberang permukaan karena perbedaan suhu. Tentukan panas volumetrik yang dihasilkan dalam elemen sebagai q dan kecepatan transfer panas di seluruh permukaan dalam x-, y- , dan z- arahnya adalah (q_x) , _y dan z berurutan, sehingga nilai net dari fluks panas menjadi elemen dapat dihitung sebagai :
̇ [ ̇ ( ̇ ̇
)] * ̇ ( ̇ ̇
)+
[ ̇ ( ̇ ̇
)]
…(2 58)
̇ * ̇ ( ̇
̇
̇
)+ …(2 59)
Gambar 2.10 Aliran Panas di Permukaan Elemen Fluida[7]
Fluks panas dalam persamaan di atas dapat dihitung dengan menggunakan hukum Fourier, dan sebanding dengan gradien suhu setempat. Dimana:
, panas fluks dalam x-,y-, dan z- secara berurutan.
Nilai k adalah konduktivitas termal . Dengan demikian, persamaan (2.59) bisa ditulis menjadi :
̇ [ ̇
( )
( )
(
)] …(2 60)
Kemudian kita akan menghitung perubahan tingkat energi di dalam elemen fluida dalam persamaan (2.50). Di sini, energi adalah total energi dalam elemen fluida. Ini adalah jumlah energi dalam dan enrgi kinetik berdasarkan kecepatan elemen. Di satu sisi, menurut termodinamika klasik, inti dalam tersebut terkait dengan jumlah translasi, rotasi, dan elektronik dari molekul-molekulnya. Dalam bab ini kita tidak akan membahas ke dalam perhitungan energi molekul. Hanya menentukan bahwa semua energi ini didefinisikan sebagai energi dalam yang per massa elemen fluida, yang dilambangkan sebagai i. Di sisi lain, energi kinetik dari elemen cairan dapat dihitung dengan mempertimbangkan semua
komponen kecepatan. Rumus energi kinetik per massa adalah V¬2/2 , dimana V2=u2+v2+w2. Dengan menggunakan penjelasan tadi, maka nilai perubahan energi didalam elemen fluida dapat dicari menggunakan persamaan berikut :
̇
( ) ………(2 61)
Dengan mensubsitusikan pengembangan dari persamaan (2.54) kita mendapatkan rumus umum energy :
( ) ̇
( )
( )
(
) ( ) ( )
( ) ( )
…(2 62)
Persamaan ini dikenal sebagai persamaan energi dalam bentuk non-konservasi dan mengandung energi dalam bentuk energi total, energi dalam dan energi kinetik. Sebagai catatan persamaan di atas hanyalah salah satu dari berbagai bentuk persamaan energi. Selain itu, tidak jelas menunjukkan hubungan dari semua parameter. Sebagai contoh, jika kita ingin menggunakan persamaan ini untuk menghitung suhu lingkungan, tampaknya akan tertutup di sisi kiri dari persamaan. Karena begitu, persamaan ini perlu diubah menjadi bentuk yang lebih spesifik.
Dalam rangka untuk mengubah persamaan energi menjadi bentuk yang lebih spesifik, kita sebut lagi persamaan momentum dalam persamaan (2.38). Perhatikan persamaan momentum di x-arah dan beberapa oleh komponen kecepatan yang diberikan.
………(2 63)
Dengan menggunakan definisi dari persamaan
diatas dapat ditulis menjadi : ( ⁄ )
( )
( )
( )
( )
…(2 64a)
Dengan memakai cara yang sama untuk momentum di arah y- dan z- :
( ⁄ )
( )
( )
( )
( )
…(2 64b)
( ⁄ )
( )
( )
( )
( )
…(2 64c)
Menambah persamaan (2.63) dan mengunakan defenisi menghasilakan persamaan.mengurangi persamaan yang dihasilkan dari persamaan energi dalam bentuk umum dari persamaan (2.61), kita memperoleh :
̇
( )
( )
(
) (
)
…(2 65)
Persamaan energi di atas adalah persamaan dalam bentuk non-konservasi dan tangan kiri mengandung internal hanya energi. Kemudian mensubsitusikannya dalam persamaan (2.49) ke (2.50) untuk cairan Newtonian. Dengan demikian, persamaan (2.67) diubah menjadi :
̇
( )
( )
(
) (
)
(
) (
) (
)
…(2 66)
Mensubsitukan normal dan geser dengan tekanan, hasilnya :
̇
( )
( )
( ) ̇ ( )
…… …(2 67) Dalam rangka untuk membuat persamaan ini terlihat lebih mudah, semua efek viskos dikelompokkan menjadi factor-faktor ini dikenal sebagai disipasifunction F, yang dapat ditulis ulang dari persamaan di atas sebagai :
*
+ , (
) (
) (
) (
) (
) (
) -
…(2 68)
Dengan menggunakan fungsi ini, persamaan energi dikembangkan menjadi :
(
) (
) (
) ̇ ( ) …(2 69) Istilah turunan materi di sisi kiri dari persamaan ini menunjukkan bahwa masih dalam bentuk non-konservasi, dalam bentuk konservasi dapat ditulis sebagai :
( )
( )
( )
( ) (
)
( )
( ) ̇ ( )
…(2 70)
Dalam rangka untuk mengubah persamaan ini agar berisi suhu di sisi kiri, Persamaan 2.72 yang menunjukkan hubungan antara energi internal dan suhu dapat digunakan. Sebagai contoh, kami menggunakan hubungan sederhana energi internal yang, dimana c adalah kapasitas panas fluida. Mengganti hubungan ini, kita mendapatkan persamaan :
( )
( )
( )
( ) (
)
( )
( ) ̇ ( )
…(2 71)
Sebagai catatan, tujuan memecahkan persamaan energi untuk mendapatkan distribusi suhu dalam laluan aliran.
Persamaan energi ditunjukkan dalam persamaan (2.70) dapat ditulis dengan lebih kompak dengan menggunakan persamaan tensor sebagai :
( )
( )
(
)
̇ ……… (2 72) dimana i, j, k = 1,2,3 dianggap menjadi sumbu x, y, z.
Jika beberapa asumsi telah di usulkan, dalam beberapa situasi persamaan energi (2.73) bisa di hilangkan. Dengan kata lain, jika kekentalan konstan atau cairan tidak dapat di kompres, maka p∂U I/∂U I akan sama dengan 0. Sebagai tambahan, jika viscous dissipation tidak di anggap, keadaan Φ akan diturunkan dari persamaan. Dan juga, jika panas yang mengalir kedalam adalah elemen adalah 0, itu akan diturunkan juga.
2.5 Pendekatan Model Viskositas Turbulen Eddy
Pendekatan persamaan ini membutuhkan definisi dari tegangan Reynolds dan aliran panas dari jumlah yang diketahui. Untuk medol viskositas eddy, tensor tegangan dimodelkan sejajar dengan tingkat tensor regangan rata-rata, dan faktor penyeimbangnya adalah viskositas eddy yang dimodelkan sebagai energi kinetik dan tingkat hilangnya energi[10].
Pada model ini, keseluruhan molekul, tegangan turbulen, dan aliran panas ditunjukan sebagai sebuah fungsi dari viskositas turbulen dan molekul sebagai berikut :
Tegangan Reynold dan Molecular Total
………(2 73)
( )
( ) Dimana :
(
)
……… (2 75) Tingkat Aliran Panas :
( )
……… ……(2 75)
Tingkat perpindahan panas turbulen dimodelkan mengikuti hokum Fourier untuk aliran laminar dengan kondisi konduktifitas termal eddy, .
Pada kebanyakan kode aplikasi CFD, persamaan tersebut ditulis dalam bentuk tanpa dimensi, dengan tegangan geser dan aliran panas ditunjukan dalan bentuk bilangan Reynold dan Prandtl. Tegangan geser dan aliran panas pada persamaan (2.74) dan (2.76) dapat dituliskan dalam bentuk variabel tanpa dimensi seperti di bawah ini :
Tengangan total :
(( ) )( ) ……… (2 76) Tingkat aliran panas :
( )
(
)
……… (2 77)