• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Dengan Variasi Kapasitas Aliran Fluida Panas, Kapasitas Aliran Fluida Dingin, Dan Suhu Masukan Fluida Panas Dengan Aliran Sejajar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Dengan Variasi Kapasitas Aliran Fluida Panas, Kapasitas Aliran Fluida Dingin, Dan Suhu Masukan Fluida Panas Dengan Aliran Sejajar"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAN SIMULASI KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR

KALOR TABUNG SEPUSAT

DENGAN VARIASI KAPASITAS

ALIRAN FLUIDA PANAS, FLUIDA DINGIN DAN SUHU

MASUKAN FLUIDA PANAS DENGAN ALIRAN SEJAJAR.

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

LAW RENCIUS (100401114)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

ABSTRAK

Seiring dengan berjalannya waktu sebuah alat akan mengalami penurunan prestasi atau performansi. Penurunan prestasi ini akan menyebabkan alat yang digunakan tidak lagi efektif dalam melakukan kerjanya. Pada salah satu laboratorium di PTKI terdapat alat penukar kalor tabung sepusat yang sudah dipakai lebih dari 30 tahun dan belum sekalipun dikalibrasi. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar penurunan prestasi dari alat penukar kalor tersebut . Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan percobaan dan melakukan analisis baik secara perhitungan teori maupun hasil simulasi. Metode perhitungan secara teori dilakukan dengan menggunakan metode NTU dan perhitungan simulasi dilakukan dengan menggunakan Ansys

Fluent. Pada hasil perhitungan didapatkan perbedaan yang cukup terlihat yaitu

keefektifan hasil percobaan nilainya berbeda jauh dengan keefektifan yang diperoleh dari perhitungan teori dan hasil simulasi. Efektivitas tertinggi untuk hasil percobaan, perhitungan teori, dan simulasi pada suhu masuk fluida panas 70oC dan kapasitas aliran fluida panas 50 l/j dan kapasitas aliran fluida dingin 200 l/j berturut-turut yaitu 43%, 18,9%, dan 18,04% dan pada suhu masuk fluida panas 80oC kapasitas aliran fluida panas 50 l/j dan kapasitas aliran fluida dingin 400 l/j berturut-turut yaitu 50,39%, 27,38%, dan 30,97%. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa perhitungan secari teori didukung oleh simulasi dimana hasil efektivitas yang didapat tidak terlalu jauh perbedaannya, sedangkan hasil percobaan berbeda jauh dengan hasil perhitungan teori dan simulasi. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa APK tersebut perlu untuk segera dikalibrasi.

(3)

ABSTRACT

Through the time, the performance of device will get decreased. The Decresed of performance will make device can’t do its job effectively. One of laboratory in PTKI has concentric heat exchanger has been used for more 30 years but it never calibrated. The purpose of this research is knowing how far the decreasing of concentric heat exchanger performance. The method that use for this research is experiment and analize data use theoretical calculation with simulation. Theoretical calculation use NTU method and simulation calculation use Ansys Fluent. The result of calculation has significant contrast, effectiveness from experiment has constrast value with theoretical calculation. High effectiveness from experiment, theoretical calculation, and simulation at hot temperature fluide

70oC, hot fluide volume flow 50 l/h, and cool fluide volume flow 200 l/h in series

is 43%, 18,9%, and 18,04% and at hot temperature fluide 80oC, hot fluide volume

flow 50 l/h, and cool fluide volume flow 400 l/h in series is 50,39%, 27,38%, and 30,97%. Based on that result we can see that theoriticall calculation is supported by simulation calculation, in the other hand experiment result has significant contrast with theoriticall calculation and simulation. The conclusion is that device must must calibrated soon.

Keywords : decreased performance, concentric tube type of heat exchanger,

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji, syukur, dan hormat penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaanNya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat kelulusan tingkat Strata Satu di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Analisis dan simulasi keefektifan alat penukar kalor tabung sepusat dengan variasi kapasitas aliran fluida panas, kapasitas aliran fluida dingin, dan suhu masukan fluida panas dengan aliran sejajar”. Dalam penulisan skripsi ini, banyak tantangan dan hambatan yang penulis hadapi, baik secara teknis maupun non teknis. Penulis telah berupaya keras dengan segala kemampuan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh, serta bimbingan dan arahan dari Dosen Pembimbing.

Selama penulisan skripsi ini, penulis juga mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua penulis, Hasudungan Simanjuntak, SH dan Luminar br. Siburian yang tidak henti memberikan kasih yang begitu tulus melalui doa, keringat, dan restu yang menjadi motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, D.E.A.selaku dosen pembimbing yang sudah membimbing dan memberikan solusi dalam berbagai permasalahan yang penulis hadapi dalam proses penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik

Mesin Fakultas Teknik USU.

4. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin USU. 5. Wiranata Sinurat, selaku rekan skripsi atas kesetiaan dan semangat juang

dikala suka maupun duka dalam menghadapi setiap permasalahan.

(5)

7. Keluarga Besar Teknik Mesin USU Stambuk 2010, juga rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah mentransfer energi tak terbatas dan memberikan masukan kepada penulis, SOLIDARITY FOREVER, MESIN JAYA!

8. “Kaum Terpelajar” sahabat yang memotivasi penulis untuk berupaya melawan arus deras relativitas kebenaran dan tradisi.

9. Raymond Ebenezer Sipayung untuk setiap bantuan yang boleh diberikan. 10.Ibu Darni selaku kepala laboratorium OTK PTKI dan segenap asisten yang

telah memberikan bantuan kepada penulis melakukan penelitian di laboratorium tersebut.

11.Partner segala lini, Debby Permata Situmorang atas dukungan dan

motivasi yang boleh diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan dimasa mendatang.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan, Maret 2015 Penulis

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB IPENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Batasan Masalah Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

1.5 Metodologi Penulisan ... 2

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Teori Dasar Alat Penukar Kalor... 5

2.2 Jenis Alat Penukar Kalor... 5

2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor ... 8

2.4 Jenis-Jenis Perpindahan Panas ... 16

2.4.1 Konduksi ... 16

2.4.2 Konveksi ... 17

2.4.3 Radiasi ... 18

2.5 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ... 20

2.6Aliran Tabung Sepusat ... 21

2.7 Faktor Kotoran ... 23

2.7 Metode LMTD ... 24

2.7.1 Metode LMTD Aliran pararel (sejajar) ... 24

2.7.2 Metode LMTD untuk aliran berlawanan... 27

2.8 Metode NTU ... 31

(7)

Tabel 2.3 hubungan efektifitas dengan NTU dan c... 36

2.9 Program Ansys 14.0 ... 37

2.9.1 Persamaan-persamaan Konservasi ... 41

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 46

3.1Tempat dan Waktu penelitian ... 46

3.1.1 Tempat Penelitian ... 46

3.1.2 Waktu Penelitian ... 47

3.2 Metode Penelitian ... 47

3.3 Populasi dan Sampel ... 47

3.3.1 Populasi Penelitian ... 47

3.3.2 Sampel Penelitian ... 48

3.3.3Teknik Sampling ... 49

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.5 Instrumen Penelitian ... 51

3.5.1Bahan Penelitian ... 51

3.5.2 Alat Penelitian ... 51

3.5.3 Diagram Alir Proses Penelitian ... 57

3.5.4 Proses Percobaan... 57

3.6 Instrumen Simulasi ... 58

3.6.1 Bahan Simulasi ... 58

3.6.2 Alat Simulasi ... 58

3.6.3 Diagram Alir Simulasi ... 59

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

4.1 Perhitungan Teoritis ... 60

4.2 Perhitungan Data Hasil Pengujian ... 72

4.3 Perhitungan Dengan Simulasi ... 84

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN... 94

5.1 Kesimpulan ... 95

5.2 Saran ... 95

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Thermosiphon Reboiler ... 07

Gambar 2.2 Konstruksi Heat Exchanger ... 07

Gambar 2.3 Aliran double pipe heat exchanger ... 10

Gambar 2.4 Hairpin Heat exchanger ... 11

Gambar 2.5 Double pipe exchanger aliran concurrent dan counter curent ... 12

Gambar 2.6 Double pipe heat exchanger series ... 12

Gambar 2.7 Double pipe heat exchanger in series- parallel ... 13

Gambar 2.8 Bentuk susunan tabung ... 14

Gambar 2.9 shell and tube heat exchanger ... 14

Gambar 2.10 Plate type heat exchanger dengan aliran counter current... 15

Gambar 2.11 Skema dari jacketed vessel with coil and stirrer ... 16

Gambar 2.12 Perpindahan panas secara konduksi ... 17

Gambar 2.13 Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa . 18 Gambar 2.14 Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas .. 19

Gambar 2.15 Jaringan tahan panas yang dibungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat ... 20

Gambar 2.16 Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding yang tipis .... 20

Gambar 2.17 Distribusi suhu APK aliran sejajar ... 24

Gambar 2.18 Distribusi suhu APK aliran Berlawanan ... 27

Gambar 3.19 Distribusi suhu APK sejajar ... 32

Gambar 2.20 ∆Tmax saat Tco mendekati Thi ... 32

Gambar 2.21 ∆Tmax saat Tho mendekati Tci ... 32

Gambar 2.22 grafik efektifitas untuk aliran sejajar ... 36

(9)

Gambar 2.24 Gambaran Umum Proses CFD ... 40

Gambar 2.25 Persamaan Konservasi Momentum ... 42

Gambar 2.26 Penerapan Boundary Condition ... 44

Gambar 2.27 Flowchart Penerapan CFD ... 45

Gambar 3.1 Alat penukar kalor tabung sepusat ... 50

Gambar 3.2 Alat ukur suhu masuk dan keluar fluida dalam APK tabung sepusat ... 51

Gambar 3.3 Alat ukur kapasitas aliran fluida panas ... 52

Gambar 3.4 Alat ukur kapasitas aliran fluida dingin ... 53

Gambar 3.5 Alat pengatur suhu fluida panas ... 53

Gambar 3.6pompa fluida panas... 54

Gambar 3.7 Tabung sepusat ... 55

Gambar 3.8 Laptop... 57

Gambar 4.1 Distribusi suhu pada alat penukar kalor ... 59

Gambar 4.2 Dimensi dari alat penukar kalor ... 59

Gambar 4.3 Dimensi dari alat penukar kalor ... 60

Gambar 4.4 Grafik efektifitas perhitungan teori(kapasitas fluida dingin 200l/j) ... 66

Gambar 4.5 Grafik efektifitas perhitungan teori(kapasitas fluida dingin 200l/j) ... 67

Gambar 4.6 Grafik efektifitas perhitungan teori(kapasitas fluida dingin 200l/j) ... 67

Gambar 4.7 Grafik efektifitas perhitungan teori(kapasitas fluida dingin 200l/j) ... 68

Gambar 4.8 Grafik efektifitas perhitungan teori(kapasitas fluida dingin 400l/j) ... 69

Gambar 4.9 Grafik efektifitas perhitungan teori(kapasitas fluida dingin 400l/j) ... 69

(10)

Gambar 4.11 Grafik efektifitas perhitungan teori(kapasitas fluida dingin 400l/j)

... 70

Gambar 4.12 Grafik efektifitas hasil percobaan(kapasitas fluida dingin 200l/j) ... 78

Gambar 4.13 Grafik efektifitas hasil percobaan(kapasitas fluida dingin 200l/j) ... 78

Gambar 4.14 Grafik efektifitas hasil percobaan(kapasitas fluida dingin 200l/j) ... 79

Gambar 4.15 Grafik efektifitas hasil percobaan(kapasitas fluida dingin 200l/j) ... 79

Gambar 4.16 Grafik efektifitas hasil percobaan(kapasitas fluida dingin 400l/j) ... 81

Gambar 4.17 Grafik efektifitas hasil percobaan(kapasitas fluida dingin 400l/j) ... 82

Gambar 4.18 Grafik efektifitas hasil percobaan(kapasitas fluida dingin 400l/j) ... 82

Gambar 4.19 Grafik efektifitas hasil percobaan(kapasitas fluida dingin 400l/j) ... 83

Gambar 4.20 Mengatur geometry ... 84

Gambar 4.21 Mengatur mesh ... 84

Gambar 4.22 Mengatur mesh (untuk aliran laminar dan transisi) ... 84

Gambar 4.23 Mengatur setup (untuk aliran turbulen) ... 85

Gambar 4.24 Mengatur viscous ... 85

Gambar 4.25 Mengatur setup heat exchanger ... 86

Gambar 4.26 Mengatur cell zone condition ... 86

Gambar 4.27 Mengatur mengatur setup boundary conditions ... 77

Gambar 4.28 Mengatur mengatur setup solution method ... 87

Gambar 4.29 Hasil perhitungan pada report ... 88

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Double pipe exchanger fittings ... 11

Tabel 2.2 Faktor kotoran untuk berbagai fluida ... 23

Tabel 2.3 Hubungan efektifitas dengan NTU dan c ... 36

Tabel 3.1 Variasi parameter sampel penelitian……… 47

Tabel 3.2 Variasi parameter sampel penelitian……… 48

Tabel 4.1 Hasil perhitungan berdasarkan metode iterasi 66 Tabel 4.2 Hasil perhitungan berdasarkan metode iterasi 68 Tabel 4.3 Data hasil percobaan 1 (kapasitas fluida dingin 200 l/j) 71 Tabel 4.4 Data hasil percobaan 2 (kapasitas fluida dingin 200 l/j) 72 Tabel 4.5 Data hasil percobaan 3 (kapasitas fluida dingin 200 l/j) ... 72

Tabel 4.6 Data rata-rata hasil percobaan (kapasitas fluida dingin 200 l/j) ... 73

Tabel 4.7 Data hasil percobaan 1 (kapasitas fluida dingin 400 l/j) ... 74

Tabel 4.8 Data hasil percobaan 2 (kapasitas fluida dingin 400 l/j) ... 74

Tabel 4.9 Data hasil percobaan 3 (kapasitas fluida dingin 400 l/j) ... 75

Tabel 4.10 Data rata-rata hasil percobaan (kapasitas fluida dingin 400 l/j) ... 75

Tabel 4.11 Hasil dari perhitngan Ch dan Cc ... 77

Tabel 4.12 Hasil dari perhitngan Ch dan Cc ... 81

Tabel 4.13 Hasil simulasi dengan variasi fluida dingin (air) 200 l/j dan fluida panas 50 l/j, 100 l/j, 150 l/j, 200 l/j ... 89

Tabel 4.14 Hasil simulasi dengan variasi fluida dingin (air) 400 l/j dan fluida panas 50 l/j, 100 l/j, 150 l/j, 200 l/j ... 90

Tabel 4.15 Hasil eksperimental, teori, dan simulasi ... 91

(12)

DAFTAR NOTASI

SIMBOL KETERANGAN SATUAN

q laju pindahan panas Watt

Q kapasitas aliran m3/s

ṁh laju aliran massa fluidsa panas kg/s

ṁc laju aliran massa fluida dingin kg/s

Cph panas jenis fluida panas J/kg K

Cpc panas jenis fluida panas J/kg K

Thi Temperatur fluida panas masuk APK (oC) Tho Temperatur fluida panas keluar APK (oC) Tci Temperatur fluida dingin masuk APK (oC)

Tco Temperatur fluida dingin keluar APK (oC)

U koefisien perpindahan panas menyeluruh Watt/m2K

A Luas daerah perpindahan panas m2

∆Trl beda suhu rata-rata logaritma (oC)

μ viskositas dinamik Ns/m2

pr bilangan prandalt Re bilangan reynold

ρ massa jenis kg/m3

Nu bilangan nusselt f koefisien gesekan NTU Number transfer unit

C kapasitas panas Watt/K

Cmin kapasitas panas minimum Watt/K

(13)

SIMBOL KETERANGAN SATUAN

Ch kapasitas panas fluida panas Watt/K

Cc kapasitas fluida dingin Watt/K

R hambatan total

Rf,i hambatan fluida di tabung dalam C/W Rf,o hambatan fluida di dalam anullus C/W

Di diameter tabung dalam m

Do diameter tabung luar m

Dh diameter hidrolik m

c Perbandingan Cmin dengan Cmax Kg/m3

k koefisien konduksi Watt/m K

(14)

ABSTRAK

Seiring dengan berjalannya waktu sebuah alat akan mengalami penurunan prestasi atau performansi. Penurunan prestasi ini akan menyebabkan alat yang digunakan tidak lagi efektif dalam melakukan kerjanya. Pada salah satu laboratorium di PTKI terdapat alat penukar kalor tabung sepusat yang sudah dipakai lebih dari 30 tahun dan belum sekalipun dikalibrasi. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar penurunan prestasi dari alat penukar kalor tersebut . Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan percobaan dan melakukan analisis baik secara perhitungan teori maupun hasil simulasi. Metode perhitungan secara teori dilakukan dengan menggunakan metode NTU dan perhitungan simulasi dilakukan dengan menggunakan Ansys

Fluent. Pada hasil perhitungan didapatkan perbedaan yang cukup terlihat yaitu

keefektifan hasil percobaan nilainya berbeda jauh dengan keefektifan yang diperoleh dari perhitungan teori dan hasil simulasi. Efektivitas tertinggi untuk hasil percobaan, perhitungan teori, dan simulasi pada suhu masuk fluida panas 70oC dan kapasitas aliran fluida panas 50 l/j dan kapasitas aliran fluida dingin 200 l/j berturut-turut yaitu 43%, 18,9%, dan 18,04% dan pada suhu masuk fluida panas 80oC kapasitas aliran fluida panas 50 l/j dan kapasitas aliran fluida dingin 400 l/j berturut-turut yaitu 50,39%, 27,38%, dan 30,97%. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa perhitungan secari teori didukung oleh simulasi dimana hasil efektivitas yang didapat tidak terlalu jauh perbedaannya, sedangkan hasil percobaan berbeda jauh dengan hasil perhitungan teori dan simulasi. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa APK tersebut perlu untuk segera dikalibrasi.

(15)

ABSTRACT

Through the time, the performance of device will get decreased. The Decresed of performance will make device can’t do its job effectively. One of laboratory in PTKI has concentric heat exchanger has been used for more 30 years but it never calibrated. The purpose of this research is knowing how far the decreasing of concentric heat exchanger performance. The method that use for this research is experiment and analize data use theoretical calculation with simulation. Theoretical calculation use NTU method and simulation calculation use Ansys Fluent. The result of calculation has significant contrast, effectiveness from experiment has constrast value with theoretical calculation. High effectiveness from experiment, theoretical calculation, and simulation at hot temperature fluide

70oC, hot fluide volume flow 50 l/h, and cool fluide volume flow 200 l/h in series

is 43%, 18,9%, and 18,04% and at hot temperature fluide 80oC, hot fluide volume

flow 50 l/h, and cool fluide volume flow 400 l/h in series is 50,39%, 27,38%, and 30,97%. Based on that result we can see that theoriticall calculation is supported by simulation calculation, in the other hand experiment result has significant contrast with theoriticall calculation and simulation. The conclusion is that device must must calibrated soon.

Keywords : decreased performance, concentric tube type of heat exchanger,

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Seiring dengan berjalannya waktu, sebuah alat akan mengalami penurunan prestasi atau performansi. Penurunan prestasi ini akan menyebabkan alat yang digunakan tidak lagi efektif dalam melakukan kerjanya. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam memperbandingkan hasil teori dengan hasil percobaan yang dilakukan dengan alat tersebut.

Alat penukar kalor merupakan salah satu alat yang digunakan untuk memindahkan kalor dari suatu fluida ke fluida yang lain atau dengan kata lain panas yang dipindahkan dari fluida panas akan sama dengan panas yang diterima oleh fluida dingin. Alat penukar kalor biasanya digunakan secara praktis didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus pemanasan dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia dan proses pembangkitan tenaga. Salah satu contoh aplikasi alat penukar kalor yaitu radiator di dalam mobil yang digunakan untuk mendinginkan mesin ketika bekerja.

Pada salah laboratorium PTKI (Pendidikian Teknologi Kimia Industri) yaitu laboratorium OTK (Operasi Teknik Kimia) terdapat sebuah alat penukar kalor tabung sepusat. Alat ini sudah digunakan lebih dari 30 tahun dan menurut informasi yang diberikan oleh kepala laboratorium alat penukar kalor tersebut belum pernah sekalipun dikalibrasi. Hal ini memungkinkan terjadinya penurunan efektifitas dari alat penukar kalor tersebut. Dengan usia alat yang sudah melewati 30 tahun dan belum sekalipun dikalibrasi akan sangat rentan terhadap kesalahan perhitungan antara hasil teori dengan hasil percobaan yang dilakukan menggunakan alat penukar kalor tersebut.

(17)

1.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui temperatur fluida panas dan fluida dingin yang keluar dari alat penukar kalor tabung sepusat dengan arah aliran sejajar, yakni yang terjadi di lapangan, perhitungan teori, dan hasil simulasi

2. Untuk mengetahui keefektifan alat penukar kalor tabung sepusat aliran sejajar, yakni yang terjadi di lapangan, perhitungan teori, dan hasil simulasi

3. Untuk memperbandingkan keefektifan alat penukar kalor tabung sepusat aliran sejajar yang diperoleh, yakni yang terjadi di lapangan , perhitungan teori, dan hasil simulasi.

4. Untuk menjadi bahan referensi bagi pihak PTKI dalam melakukan perawatan alat, mengingat umur pake alat yang sudah mencapai 31 tahun. 1.3 Batasan Masalah Penelitian

1. Alat penukar kalor yang diteliti memiliki tebal yang tipis sehingga tebalnya dapat diabaikan.

2. Tidak ada kehilangan panas yang terjadi pada APK karena permukaan luarnya telah diisolasi.

3. Kapasitas aliran yang terjadi di lapangan dianggap konstan. 4. Perhitungan dilakukan pada tekanan yang konstan.

5. Metode perhitungan keefektifitasan dilakukan dengan metode NTU.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Diperoleh perbedaan efektifitas yang terjadi di lapangan, perhitungan teori, dan hasil simulasi.

2. Diperoleh bahan pertimbangan bagi pihak PTKI dalam melakukan perawatan yaitu hasil perhitungan yang dilakukan melalui percobaan, perhitungan teori, dan menggunakan simulasi.

1.5 Metodologi Penulisan

(18)

a. Studi literatur, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang terkait.

b. Browsing internet, berupa studi artikel-artikel, gambar-gambar dan buku elektronik (e-book) serta data-data lain yang berhubungan.

c. Metode studi lapangan, yaitu dengan mengambil data dari laboratorium Teknik Kimia PTKI.

d. Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

1.6 Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup penelitian.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai neraca energi, jenis-jenis alat penukar kalor, metode LMTD, metode NTU, dan teori tentang Ansys Fluent.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan pengambilan data, alat-alat yang digunakan, dan cara melakukan penelitian.

Bab IV : Hasil dan Analisa Penelitian

(19)

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh.

Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.

Lampiran

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor adalah alat yang memungkinkan terjadinya perpindahan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut. Alat penukar kalor biasanya digunakan secara praktis didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus pemanasan dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia dan proses pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan ruangan pencampuran yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua fluida bercampur. Sebagai contoh, pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang kecil dengan melewatkan udara diantaranya.

Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan koefisien perpindahan panas menyeluruh U yang memungkinkan untuk menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan

logarithmic mean temperature difference LMTD, yang sebanding dengan

perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor. Ketika dua temperatur tidak diketahui kita dapat menganalisisnya dengan metode keefektifitasan-NTU.

2.2 Jenis Alat Penukar Kalor

Secara umum, alat penukar kalor dapat dibagi berdasarkan fungsinya yakni :

a. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida

(21)

didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon.

b. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas latent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat.

c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas

dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin

cooler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan

(kipas).

d. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi

uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair.

e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta

(22)

Gambar 2.1 : Thermosiphon Reboiler

Sumber: : http://www.ogj.com/content/dam/ogj/print-articles/volume-112/feb-03/z140203OGJpis04.jpg

f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas

suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu: 1. Memanaskan fluida

2. Mendinginkan fluida yang panas

Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya. Pada gambar diperlihatkan sebuah heat exchanger, dimana fluida yang berada didalam tube adalah air, disebelah luar dari tube fluida yang mengalir adalah gas buangan yang semuanya berada didalam shell.

Gambar 2.2 : Konstruksi Heat Exchanger

(23)

2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor

1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas a. Tipe kontak tidak langsung

1. Tipe dari satu fase 2. Tipe dari banyak fase

3. Tipe yang ditimbun (storage type) 4. Tipe fluidized bed

b. Tipe kontak langsung 1. Immiscible fluids 2. Gas liquid

3. Liquid vapor

2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir a. Dua jenis fluida

b. Tiga jenis fluida

c. N – Jenis fluida (N lebih dari tiga)

3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan

a. Tipe penukar kalor yang kompak, Density luas permukaan > 700 m b. Tipe penukar kalor yang tidak kompak, Density luas permukaan < 700 m 4. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas

a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya

b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya terdapat cara konveksi 2 aliran

c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 pass aliran masing-masing

d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi 5. Klasifikasi berdasarkan konstruksi

a. Konstruksi tubular (shell and tube) 1. Tube ganda (double tube)

2. Konstruksi shell and tube, Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod baffle)

3. Konstruksi tube spiral

(24)

b. Konstruksi tipe pelat 1. Tipe pelat

2. Tipe lamella 3. Tipe spiral 4. Tipe pelat koil

c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface) 1.Sirip pelat (plate fin)

2. Sirip tube (tube fin) 3.Heat pipe wall

4.Ordinary separating wall

d. Regenerative

1. Tipe rotary

2. Tipe disk (piringan) 3 Tipe drum

4. Tipe matrik tetap

6. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran a. Aliran dengan satu pass

1. Aliran Berlawanan 2.Aliran Paralel 3.Aliran Melintang 4.Aliran Split

5.Aliran yang dibagi (divided) b. Aliran multipass

a. Permukaan yang diperbesar (extended surface) 1.Aliran counter menyilang

2.Aliran paralel menyilang 3.Aliran compound

b. Multipass plat

(25)

dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular

Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan

untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperatur dan tekanan yang tinggi.

Didalam standar mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas heat Exchanger, yaitu :

1. Kelas R, yaitu untuk peraalatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak dan kimia berat.

2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa alat penukar kalor yang umum digunakan dalam dunia industri :

1. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe)

Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang

ditunjukkan pada gambar 1 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti pada gambar 1 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U yang mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran cocurrent atau

countercurrent. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan

dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat exchanger merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran yang kecil.

Gambar 2.3 : Aliran double pipe heat exchanger

(26)

Gambar 2.4 : Hairpin heat exchanger

Sumber : http://www.hed-inc.com/brochure.jpg

Exchanger ini menyediakan true counter current flow dan cocok untuk extreme

temperature crossing, tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuhan surface area

yang moderat (range surface area: 1 – 6000 ft2). Hairpin heat exchanger tersedia dalam :

- Single tube (double pipe) atau berbagai tabung dalam suatu hairpin shell

(multitube),

- Bare tubes, finned tube, U-Tubes,

- Straight tubes,

- Fixed tube sheets

Double pipe heat exchanger sangatlah berguna karena ini bisa digunakan dan

dipasang pada pipe-fitting dari bagian standar dan menghasilkan luas permukaan panas yang besar. Ukuran standar dari tees dan return head diberikan pada tabel berikut :

Tabel 2.1 : double Pipe Exchanger fittings

Outer Pipe, IPS Inner Pipe, IPS

3 2½ 3 4

1¼ 1¼ 2 3

Sumber : http://www.hed-inc.com/brochure.jpg

Double pipe exchangers biasanya dipasang dalam 12-, 15- atau 20-ft Panjang

efektif, panjang efektif dapat membuat jarak dalam each leg over di mana terjadi perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe yang menonjol melewati the

(27)

Susunan dari concentric tube ditunjukan pada gambar di bawah ini. Aliran dalam type heat exchanger dapat bersifat cocurrent atau counter current dimana aliran fluida panas ada pada inner pipe dan fluida dingin pada annulus pipe.

Gambar 2.5 : Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current Sumber : http://1.bp.blogspot.com/_1l4Y3KOShp4 Pada susunan cocurrent maka fluida di dalam tube sebelah dalam (inner tubes) maupun yang di luar tube (dalam annulus), artinya satu lintasan tanpa cabang. Sedangkan pada aliran counter current, di dalam tube sebelah dalam dan fluida di dalam annulus masing-masing mempunyai cabang seperti terlihat pada gambar 2.6 dan gambar 2.7.

Gambar 2.6 : Double-pipe heat exchangers in series

(28)

Gambar 2.7 : Double-pipe heat exchangers in series–parallel

Sumber : output autocad 2007, Maret 2015 Keuntungan dan kerugian penggunaan double pipe heat exchanger:

a) Keuntungan

1. Penggunaan longitudinal tinned tubes akan mengakibatkan suatu heat

exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat

transfer coefficient.

2. Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface

area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature

cross.

3. Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint adalah dihapuskan dalam kaitan dengan konstruksi pipa-U.

4. Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan.

b) Kerugian

1. Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak dibangun untuk industri standar dimanapun selain ASME code.

2. Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing dengan single shell dan tube heat exchanger.

3. Desain penutup memerlukan gasket khusus.

2. Shell And Tube Heat Exchanger

Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan

relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu

annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang

(29)

perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular pitch (Pola segitiga) dan square pitch (Pola segiempat).

Gambar 2.8 : Bentuk susunan tabung

Sumber : Incropera Keuntungan square pitch adalah bagian dalam tube-nya mudah dibersihkan dan

pressure drop-nya rendah ketika mengalir di dalamnya (fluida)

Gambar 2.9 : shell and tube heat exchanger

Sumber: www.google.com/cheresources.com

Keuntungan dari shell and tube:

1. Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar dengan bentuk atau volume yang kecil.

2. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk operasi bertekanan.

(30)

4. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih jenis material yang digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi. 5. Mudah membersihkannya.

6. Prosedur perencanaannya sudah mapan (well-astablished). 7. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.

8. Pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti (diketahui oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan rendah).

9. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga pengangkutannya relatif gampang

Kerugian penggunaan shell and tube heat exchanger adalah semakin besar jumlah lewatan maka semakin banyak panas yang diserap tetapi semakin sulit perawatannya

3. Plate Type Heat Exchanger

Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti stainless

steel atau tembaga. Plate dibuat dengan design khusus dimana tekstur permukaan

plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk ruang sempit antara dua

plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plate-plate menjadi seperti

berlapis-lapis, susunan plate-plate tersebut tertekan dan bersama-sama membentuk saluran alir untuk fluida. Area total untuk perpindahan panas tergantung pada jumlah

plate yang dipasang bersama-sama seperti gambar dibawah

(31)

4. Jacketed Vessel With Coil and Stirrer

Unit ini terdiri dari bejana berselubung dengan coil dan pengaduk, tangki air panas, instrumen untuk pengukuran flowrate dan temperatur. Fluida dingin dalam

vessel dipanaskan dengan mengaliri selubung atau koil dengan fluida panas.

Pengaduk dan baffle disediakan untuk proses pencampuran isi vessel. Volume isi tangki dapat divariasikan dengan pengaturan tinggi pipa overflow. Temperatur diukur pada inlet dan outlet fluida panas, vessel inlet dan isi vessel

Gambar 2.11 : Skema Dari Jacketed Vessel With Coil And Stirrer

Sumber : http://img.tradeindia.com/fp/1/418/239.jpg 2.4 Jenis-Jenis Perpindahan Panas

2.4.1 Konduksi

Sebuah batang silinder dengan material tertentu diisolasi pada sisi terluarnya dan pada kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang berbeda yakni T1 > T2 . Perbedaan temperatur tersebut menyebabkan perpindahan

panas secara konduksi pada arah x positif. Dapat diukur laju perpindahan panas qx, dan kita dapat menentukan qx bergantung pada variabel-variabel

berikut : ΔT,yakni perbedaan temperatur ; Δx, yakni panjang batang ; dan A, yakni luas penampang tegak lurus bidang.

Jika ΔT dan Δx adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka kita dapat melihat bahwa qx berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama,

jika ΔT dan A adalah konstan, kita dapat melihat bahwa qx berbanding

terbalik dengan Δx. Apabila A dan Δx konstan, maka kita dapat melihat bahwa qx berbanding lurus dengan ΔT. Sehingga kita dapat menyimpulkan

(32)

qx A

Δ�

Δx (2.1)

[image:32.595.247.397.166.243.2]

Berikut ini adalah gambar perpindahan panas secara konduksi melalui sebuah percobaan.

Gambar 2.12 : Perpindahan Panas secara Konduksi

Sumber : Incropera Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, kita akan menemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun, kita juga menemukan bahwa untuk nilai A, Δx, dan ΔT yang sama, akan menghasilkan nilai qx yang lebih kecil untuk plastik daripada bermaterial logam. Sehingga

kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan memasukkan koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh,

qx = kA

Δ�

Δx (2.2)

k, adalah konduktivitas termal (W/m.K), yang adalah merupakan sifat material yang penting. Dengan menggunakan limit Δx 0 kita mendapatkan persamaan untuk laju perpindahan panas,

qx = kA

��

dx (2.3)

atau persamaan flux panas menjadi,

"= qx A = - k

��

dx (2.4)

2.4.2 Konveksi

(33)

Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat bergantung pada sifat-sifat fluida seperti viskositas dinamis μ, konduktivitas termal k, massa jenis ρ, dan spesifik panas Cp, dan dipengaruhi oleh

[image:33.595.254.390.293.422.2]

kecepatan fluida Ѵ. Konveksi juga bergantung pada bentuk dan kekasaran permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau turbulen. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Oleh karena itu, konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling kompleks.

Gambar 2.13 : Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa Sumber : Cengel Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan panas secara konveksi berbanding lururs dengan perbedaan temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan.

qkonveksi = hAs (Ts - T∞) (2.5)

h merupakan koefisien perpindahan panas konduksi, As merupakan area

permukaan perpindahan panas, Ts merupakan temperatur permukaan benda, T∞

merupakan temperatur lingkungan sekitar benda.

2.4.3 Radiasi

(34)

cahaya) dan dapat terjadi pada ruangan vakum. Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi terjadi dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Pada radiasi, perpindahan panas dapat terjadi pada 2 benda yang memiliki temperatur yang tinggi dan dipisahkan oleh benda yang memiliki temperatur yang lebih rendah.

Dengan menganggap permukaan benda yang kecil As, emisifitas ε, dan

kemampuan untuk menyerap α pada temperatur T yang terdiri dari keisotermalan yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda blackbody.

Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap radiasi yang

sempurna. Pada temperatur dan panjang gelombang tertentu, tidak ada permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak daripada

blackbody.Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan panjang

[image:34.595.256.412.454.573.2]

gelombang dan arahnya. Blackbody juga memancarkan energi radiasi yang merata dalam segala arah dalam setiap unit area searah dengan arah emisi,yang disebut sebagai pemancar diffuse. Diffuse dapat diartikan sebagai arah yang bebas untuk berdiri sendiri. Hal ini dapat kita lihat pada gambar berikut

Gambar 2.14 : Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas Sumber : Cengel Energi radisi yang dipancarkan oleh sebuah blackbody tiap satuan waktu dan tiap satuan luasan area ditetapkan secara eksperimental oleh Joseph Stefan pada tahun 1879 dan dapat dituliskan

(35)

σ = 5,67 x 10-8 W/m2.K4 adalah konstanta Stefan-Boltzmann dan T adalah temperatur absolut dari suatu permukaan (K). Persamaan ini diverifikasi secara teori pada tahun 1884 oleh Ludwig Boltzman. Eb merupakan kekuatan emisifitas

blackbody.

2.5 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh

[image:35.595.214.390.378.567.2]

Sebuah alat penukar kalor terdiri dari 2 fluida yang mengalir yang dipisahkan oleh sebuah dinding yang solid. Pertama sekali panas dipindahkan dari fluida panas ke dinding melalui konveksi, kemudian melewati dinding melalui konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi melalui konveksi. Efek radiasi apapun biasanya termasuk didalam koefisien perpindahan panas konveksi. Jaringan tahanan panas dihubungkan dengan proses perpindahan panas ini yang terdiri dari dua tahanan panas konveksi dan satu tahanan panas konduksi seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut

Gambar 2.15 : Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat

Sumber : Cengel Huruf kecil i dan o adalah permukaan dalam dan permukaan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung sepusat, Ai = DiL dan Ao = DoL, sehingga tahanan

termal dinding tabung adalah

Rdinding =

ln(Do/Di)

(36)
[image:36.595.233.388.96.241.2]

Gambar 2.16 : Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis Sumber : Cengel Di ≈Do dan Ai ≈Ao (2.8)

k adalah konduktivitas termal dinding dan L adalah panjang tabung. Sehingga tahanan termal total menjadi

R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro =

1 hi Ai

+

ln(Do/Di)

2kL

+

1 ho Ao

(2.9) Dalam menganalisis alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggabungkan semua tahanan panas yang terjadi pada fluida panas sampai fluida dingin menjadi sebuah tahanan panas R, dan laju perpindahan panas diantara kedua fluida adalah

q = ΔT

R = UA ΔT = UiAiΔT = UoAo ΔT (2.10) U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2°C).

Rumus diatas menjadi : 1

UAs

= 1 Ui Ai

= 1 Uo Ao

= R = 1 hi Ai

+ R

dinding +

1 ho Ao

(2.11)

Sebagai catatan bahwa UiAi = UoAo tetapi Ui ≠ Uo kecuali Ai = Ao

2.6Aliran Tabung Sepusat

(37)

di ruang annulus yang berada diantara pipa. Pada tabung dalam aliran dianggap sama dengan pipa biasa baik itu laminar ataupun turbulen rumus yang digunakan di dalam menganalisa perpindahan panas yang terjadi adalah sama dengan pipa biasa, yaitu sebagai berikut:

Nu = 3,66 + 0,065 (D/l) Re Pr

1 + 0,04 [(D/L) Re Pr]2/3 (2.12)

Rumus diatas adalah yang diajukan oleh Edward dkk, digunakan untuk aliran laminar yang masuk ke dalam tabung dalam atau dalam kasus ini adalah pipa dalam. Sedangkan untuk aliran turbulen digunakan persamaan,

Nu = 0.023 Re0.8Pr1/3 (2.13)

Sementara untuk aliran transisi sampai turbulen di dalam ruang anulus rumus yang digunakan untuk aliran laminar sama dengan persaman 2.12 namun untuk D diganti menjadi Dh.Dimana persamaan untuk mencari Dh

Dh = Do - Di (2.14)

Pada aliran turbulen di ruang anulus dianggap bahwa koefisien perpindahan panas ruang anulus sama seperti pipa dalam. Persamaan yang dapat digunakan yaitu yang diajukan oleh Gnielinski.

��= �

8�(��−1000 )��

1+(12,7��

8� 0,5

(��

2 3−1)

(2.15)

Dan untuk menghitung f digunakan persamaan berikut

� = (0,79 ln(��)−1,64)−2 (2.16)

Persamaan 2.14 dan 2.15 berlaku untuk rentang Re 2300<Re<5x106 dan bilangan prandalt 0,5≤Pr≤2000.

Adapun koreksi yang diajukan oleh Petukhov dan Roizen (1964) adalah sebagai berikut,

��= 0,86 � �

8�(��−1000 )��

1+(12,7��

8� 0,5

(��

2 3−1)� �

��

�0�

−0,16

(38)

2.7 Faktor Kotoran

Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rf yang menjadi ukuran dalam

tahanan termal.

Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor. Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan.

Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi :

1 UAs

=

1

Ui Ai

=

1

Uo Ao

=

R = 1

hi Ai

+ Rf,i

Ai

+

ln(Do/Di)

2kL

+

Rf,o

Ao

+

1

ho Ao

(2.18)

Ai = DiL dan Ao = DoL adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar

kalor.

Rf,i dan Rf,o adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat penukar kalor.

Tabel 2.2 : Faktor kotoran untuk berbagai fluida Fluid Rr, m2, oC/W

Distiled water, sea water, river water, boiler feedwater: Below 50oC Above 50oC

0,0001 0,0002

(39)

(liquid) Refrigerants

(vapor) 0,0004 Alcohol vapors 0,0001

air 0,0004

Sumber : Cengel

2.7 Metode LMTD

Evaluasi performansi thermal sebuah alat penukar kalor pada keadaan tunak (steady)

a) Persamaan perpindahan panas lokal melalui elemen ds dari sebuah apk. Jika Th dan Tc adalah suhu kedua fluida yang berada di elemen da dari

permukaan APK maka laju perpindahan panas diantara kedua fluida melalui elemen ds dituliskan dengan rumus

[image:39.595.230.398.351.549.2]

dq = U dA ( Th - Tc) (2.19)

Gambar 2.17 distribusi suhu APK aliran sejajar

Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015 U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh anatara kedua fluida (W/m2 oC)

2.7.1 Metode LMTD Aliran pararel (sejajar)

(40)

pun dari fluida dingin. Pernyataan tersebut secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut

dq = ṁh Cph (-dTh) = ṁc Cpc (dtc) (2.20)

dimana : ṁh = laju aliran massa fluida panas (kg/s)

ṁc = laju aliran massa fluida dingin (kg/s)

Cph = panas jenis fluida panas (J/kg K)

Cpc = panas jenis fluida dingin (J/kg K)

Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa dTh < 0 dan dTc> 0

dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

dTh = - � q

ℎ�� ℎ ; dTc = �q

ṁ���� (2.21)

persamaan diatas diturunkan sebagai berikut :

dTh – dTc = d (Th – Tc) = - � q

ℎ�� ℎ - �q

ṁ���� (2.22)

dimana : �q

ṁℎ��ℎ =

1

ṁℎ��ℎ dan

�q

ṁ���� =

1

ṁ���� (2.23)

Maka setelah disubstitusikan persamaan 2.17 ke 2.16, maka akan didapatkan:

d (Th – Tc) = -dq � 1

ṁℎ��ℎ +

1

ṁ�����

(2.24)

dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.18, maka didapat:

d (Th – Tc) = -U dA ( Th - Tc) � 1

ṁℎ��ℎ +

1

ṁ����� (2.25)

(41)

d (Th – Tc)

( Th − Tc) = - U dA � 1

ṁℎ��ℎ +

1

ṁ�����

(2.26)

Dengan mengintegralkan persamaan 2.20 dan menganggap bahwa U dan � 1

ṁℎ��ℎ +

1

ṁ����� adalah konstan dan batas integral ditunjukan pada

gambar distribusi suhu maka didapatkan:

∫�ℎ���� �d (Th – Tc)( Th Tc)

�ℎ���� = −� � 1 ṁℎ��ℎ + 1 ṁ����� ∫ �� � 0 (2.27)

Maka hasil dari integral persamaan 2.21 didapat:

ln (Tho – Tco) – ln (Thi – Tci) = - U A � 1

ṁℎ��ℎ +

1

ṁ����� (2.28)

ln�Tho – Tco

Thi – Tci� = - U A � 1

ṁℎ��ℎ +

1

ṁ�����

(2.29)

Berdasarkan neraca entalpi bahwa laju pindahan panas q :

q = ṁh Cph (Thi – Tho) = ṁc Cpc (Tco – Tci) (2.30)

ṁhCph = Q

�ℎ�−�ℎ� ; ṁcCpc =

Q

���−��� (2.31)

dengan mensubstitusikan persamaan 2.25 ke 2.23 maka didapatkan

ln�Tho – Tco

Thi – Tci� = - U A �

�ℎ�−�ℎ�

Q +

���−���

Q � (2.32)

q = U A �(�ℎ�−���)−(�ℎ�−���) ���ℎ�−���

�ℎ�−���

� (2.33)

Dimana berdasarkan gambar dari distribusi suhu :

∆Ta = �ℎ�− ��� (2.34)

(42)

Jadi : q = U A ∆T�−∆T� ��∆T bT

atau q = U A ∆T�−∆T� ��∆T aT

(2.36)

2.7.2 Metode LMTD untuk aliran berlawanan

[image:42.595.245.439.311.498.2]

Variasi dari temperatur fluida dingin dan fluida panas pada APK dengan arah aliran berlawanan ditunjukan pada gambar dibawah ini. Pada kasus ini fluida dingin dan panas mengalir pada arah yang berlawanan. Temperatur keluaran fluida dingin dapat melebihi temperatur keluaran fluida panas, namun hal seperti ini jarang dijumpai. Normalnya temperatur keluaran fluida dingin tidak melebihi temperatur keluaran fluida panas karena hal ini tidak sesuai dengan pernyataan hukum kedua temodinamika.

Gambar 2.18 distribusi suhu APK aliran berlawanan Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015

Untuk temperatur masuk dan keluar fluida yang telah ditetapkan, harga dari LMTD untuk APK aliran berlawanan lebih besar dibandingkan dengan APK aliran sejajar dan untuk luasan pun APK aliran berlawanan lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terlebih dahulu kita menentukan persamaan LMTD untuk aliran berlawanan berikut.

(43)

pada persamaan 2.31 dapat dilihat bahwa nilai dari dTh dan dtc adalah

negatif hal ini berbeda dengan APK aliran sejajar maka dengan perbedaan tersebut dapat kita lihat bahwa:

dTh = - ��

ℎ�� ℎ ; dTc =-

��

ṁ���� (2.38)

persamaan 2.32 kemudian diturunkan menjadi:

dTh – dTc = d (Th – Tc) = -��

ℎ�� ℎ -

�� ṁ����

(2.39)

dimana berdasarkan persamaan 2.17 yang kemudian disubstitusikan ke persamaan 2.33, maka didapat:

d (Th – Tc) = -d q � 1

ṁℎ��ℎ−

1

ṁ����� (2.40)

dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.34, didapat:

d(Th – Tc) =- U dA ( Th - Tc) � 1

ṁℎ��ℎ −

1

ṁ����� (2.41)

d (Th – Tc)

( Th − Tc) = - U dA � 1

ṁℎ��ℎ −

1

ṁ����� (2.42)

Menurut neraca entalpi pada persamaan 2.23 dan 2.24 kemudian mengintegralkan persamaan 2.34 dengan menganggap U dan � 1

ṁℎ��ℎ−

1

ṁ����� adalah konstan serta batas atas dan bawah yang ditunjukan pada

gambar distribusi suhu APK aliran berlawanan maka didapat:

∫ �d (Th – Tc) ( Th − Tc)�

�ℎ����

�ℎ���0 =−� �

1 ṁℎ��ℎ + 1 ṁ����� ∫ �� � 0 (2.43)

Maka hasil integral dari persamaan 2.37 didapat:

ln (Tho – Tci) – ln (Thi – Tco) = - U A� 1

ṁℎ��ℎ−

1

ṁ����� (2.44)

ln�Tho – Tci

Thi – Tco� = - U A � 1

ṁℎ��ℎ−

1

ṁ����� (2.45)

(44)

ln�Tho – Tci

Thi – Tco� = -U A �

�ℎ�−�ℎ�

Q −

���−���

Q � (2.46)

dengan mensubstitusikan persamaan 13 ke 28 maka didapat:

q = U A �(�ℎ�−���)−(�ℎ�−���) ���ℎ�−���

�ℎ�−���

� (2.47)

Berdasarkan gambar distribusi suhu:

∆Ta = �ℎ�− ��� (2.48)

∆Tb = �ℎ�− ��� (2.49)

Jadi : q = U A ∆T�−∆T� ��∆T bT

atau q =U A ∆T�−∆T� ��∆T aT

(2.50)

Berdasarkan penurunan rumus yang telah dibahas sebelumnya maka didapat:

LMTD = = ∆T�−∆T� ��∆T bT

= ∆T�−∆T� ��∆T aT

(2.51)

Untuk aliran sejajar : ∆Ta = �ℎ� − ��� ; ∆Tb = �ℎ� − ��� (2.52)

Untuk aliran berlawanan : ∆Ta = �ℎ� − ��� ; ∆Tb = �ℎ� − ��� (2.53) Catatan:

Analisis diatas dibuat berdasarkan hipotesa berikut :

1. Panas jenis fluida dianggap konstan saat melewati APK. Dalam perhitungan praktis dicari panas jenis fluida pada suhu rata-rata didalam APK. Hal ini tidak jauh beda dengan kondisi sebenarnya. 2. Koefisien perpindahan panas menyeluruh U dianggap konstan

(45)

3. Jika ∆Ta tidak berbeda lebih dari 50% dari ∆Tb, maka LMTD dapat ∆TRL dapat diganti dengan ∆Tr aritmetik. Kesalahannya hanya dibawah 1%.

4. ∆TRL atau LMTD dapat juga dihitung dengan menggunakan grafik sebagai fungsi ∆Ta dan ∆Tb

5. APK aliran berlawanan lebih efektif dibandingkan APK aliran sejajar.

Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai luas APK aliran sejajar yang lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal ini dapat dibuktikan dengan menganggap bahwa koefisien pindahan panas menyeluruh konstan nilai dari panas jenis fluida yang digunakan dan suhu masukkan dan keluaran kedua fluida baik fluida dingin maupun panas dianggap sama. Sebagai contoh temperatur fluida panas masuk dan keluaran berturut-turut adalah 180oC dan 100oC sedangkan temperatur fluida dingin masuk dan keluar berturut-turut adalah 40oC dan 80oC, maka dapat dilihat bahwa:

������ ������� ������ ���������� =

� �=

��∆����� ��∆�����

Dengan menghitung dari nilai dari masing-masing ��∆���pada setiap aliran maka didapat:

���∆�����

��� ∆�����= 1

���

��� =

∆����� ∆�����

���

��� =

78,31 61,67

���

��� = 1,27

(46)

dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa luas apk yang dibutuhkan untuk kondisi yang sama namun konfigurasi yang berbeda maka harga luas yang didapat pun berbeda. Dari perhitungan diatas didapat harga luas APK aliran berlawan jauh lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar.

Untuk beberapa aliran, LMTD atau ∆��� perlu dikoreksi dengan mengalikannya dengan faktor koreksi F. aliran menyilang dalam hal ini yang perlu dikalikan dengan factor koreksi f. sehingga untuk rumus perpindahan panas yang terjadi di dalam APK menjadi:

q = U A F ∆��� (2.54)

Dimana harga F didapat melalui grafik fungsi P dan R:

P = ��−��

��−�� ; R = ��−��

��−�� =

(ṁ��)

(ṁ��) (2.55)

Dimana:

Ti = suhu fluida masuk cangkang To= suhu fluida keluar cangkang ti = suhu fluida masuk tabung to= suhu fluida keluar tabung

2.8 Metode NTU

Metode perhitungan dengan LMTD dapat digunakan bila keempat suhu dari 2 fluida diketahui, yaitu fluida masuk (fluida panas dan dingin), suhu fluida keluar (fluida panas dan dingin). Tetapi sering dalam persoalan APK yang diketahui suhu fluida panas dan dingin yang masuk. Maka dari itu digunakan metode NTU yang diperkenalkan oleh Nusselt.

(47)

Perpindahan laju pindahan panas real dengan perpindahan panas maksimum secara teori dapat terjadi dengan kondisi fluida masuk sama ke dalam APL (fluida, kapasitas, suhu sama)

Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

E = �����

��������� (2.56)

Gambar 2.19 distribusi suhu pada APK sejajar

Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015

Gambar 2.20 ∆Tmax saat Tco mendekati Thi

[image:47.595.229.415.187.351.2]
(48)

Gambar 2.21 ∆Tmax saat Tho mendekati Tci

Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015 Dalam APK aliran sejajar, ∆Tmax tidak pernah tercapai. ∆Tmax tercapai untuk aliran berlawanan, dimana pada gambar B Tco mendekati Thi dan untuk gambar C Tho mendekati Tci. Kemudian perkalian antara laju aliran massa dengan panas jenis disebut kapasitas panas yang dinotasikan dengan C.

C = ṁ.Cp (2.57)

Untuk kapasitas fluida panas dituliskan:

ṁh . Cph = Ch (2.58)

dan untuk kapasitas fluida dingin dituliskan:

ṁc . Cpc = Cc (2.59)

perpindahan panas maksimum yang terjadi berdasarkan teori dihitung dengan menggunakan rumus

qmax = (ṁ.Cp) min (Thi-Tci) (2.60)

Maka berdasarkan persamaan yang telah kita tuliskan keefektifan APK menjadi:

E = ṁℎ��ℎ(�ℎ�−�ℎ�)

�ṁ������ (�ℎ�−���) dan E =

ṁ����(���−���)

�ṁ������ (�ℎ�−���) (2.61)

(49)

E = �ℎ�−�ℎ�

���−��� (2.62)

Bila (ṁ.Cp)min = ṁc.Cpc , maka keefektifan E menjadi,

E = ���−���

�ℎ�−�ℎ� (2.63)

Sehingga dengan mengetahui keefektifan E dari APK, maka kita dapatkan laju pindahan panas q,

q = E Cmin (Thi-Tci) dimana Cmin = (ṁ Cp)min (2.64)

2.8.1 Keefektifan APK Aliran Sejajar

Pada saat kita membahas metode perhitungan APK dengan metode LMTD, kita mendapatkan persamaan yaitu:

ln�Tho – Tco

Thi – Tci� = - U a � 1

ṁℎ��ℎ−

1

ṁ����� (2.65)

dimana Ch = ṁℎ��ℎ dan Cc = ṁ���� maka didapatkan

ln�Tho – Tco

Thi – Tci� = - U a � 1 Ch−

1

Cc� (2.66)

�Tho – Tco Thi – Tci� = �

− U a � 1

C h− 1

C c� (2.67)

Sebelumnya telah diketahui bahwa,

dq = U dA ( Th - Tc) (2.68)

berdasarkan neraca entalpi bahwa dq adalah: dTh = - �

Q

ℎ�� ℎ ; dTc = �Q

ṁ���� (2.69)

q = ṁh Cph (Thi – Tho) = ṁc Cpc (Tco – Tci) (2.70)

Dengan mensubstitusikan Ch dan Cc maka didapatkan,

Ch(Thi – Tho) = Cc (Tco – Tci) (2.71)

Tco = Tci + Ch

(50)

Persamaan diatas diselesaikan dengan manipulasi matematika, dimana pada ruas kiri dan kanan masing-masing ditambahkan Tho-Tho dan Thi-Thi. maka didapatkan,

Tco + Tho - Tho = Tci + Thi –Thi + Ch

Cc (Thi – Tho) (2.73)

Dengan menyusun kembali persamaan diatas maka didapatkan, -(Tho – Tco) + Tho = -( Thi – Tci)+ Thi + Ch

Cc (Thi – Tho) (2.74)

-(Tho – Tco) = -( Thi – Tci) + Thi –Tho + Ch

Cc (Thi – Tho) (2.75)

Dengan membagi persamaan diatas dengan -(Thi – Tci) maka didapatkan,

(Tho – Tco ) (Thi – Tci ) = 1 –

( Thi –Tho ) (Thi – Tci ) −

Ch Cc

(Thi – Tho )

(Thi – Tci ) (2.76)

Dimana E bila Ch = Cmin =

( Thi –Tho ) (Thi – Tci )

Exp �−�� �ℎ �1 +

�ℎ

���� = 1 – E -

Ch

Cc (E) (2.77)

Exp �−�� �ℎ �1 +

�ℎ

���� = 1 – E (1 +

Ch

Cc) (2.78)

Maka nilai E didapatkan,

E =

1−exp�−��

�ℎ�1+ �ℎ����

1+ C h

C c

(2.79) Sedangkan untuk Cc = Cmin, nilai dari E dengan cara yang sama seperti penurunan sebelumnya maka didapatkan,

E =

1−exp�−��

�ℎ�1+ �ℎ����

1+ C c

C h

(2.80) Maka dapat disimpulkan untuk nilai E dari aliran sejajar yaitu :

E =

1−exp�−��

�ℎ�1+ �������� ��

1+ ����

����

(2.81)

Keefektifan dari sebuah alat penukar kalor memiliki hubungan dengan bilangan tanpa dimensi yaitu Ua/Cmin dimana bilangan tanpa dimensi

itu disebut dengan NTU atau Number of Tranfer Unit, bilangan ini dituliskan sebagai berikut,

NTU = �� ���� =

��

(ṁ��)���

(51)

Perbandingan dari kapasitas panas atau Cmin/Cmax juga memiliki hubungan dalam penentuan nilai efektifitas dari ebuah alat penukar kalor. Perbandingan kapasitas panas dapat dituliskan sebagai berikut,

c = ����

���� (2.83)

Dapat dituliskan juga bahwa efetifitas dari sebuah alat penukar kalor merupakan fungsi dari NTU dan c dari sebuah alat penukar kalor atau dapat juga dituliskan sebagai berikut,

E = fungsi � ��

(ṁ��)��� ,

����

����� = fungsi (NTU,c)

(2.84)

[image:51.595.199.491.371.576.2]

Adapun hubungan antara alat efektifitas alat penukar kalor dengan fungsi NTU dan c dapat kita lihat pada table dibawah ini.

Tabel 2.3 hubungan efektifitas dengan NTU dan c

(52)

Gambar 2.22 grafik efektifitas untuk aliran sejajar

Sumber :cengel

Gambar 2.23 grafik efektifitas untuk aliran berlawanan Sumber :cengel 2.9 Program Ansys 14.0

(53)

dengan cara memecahnya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Pada awalnya program ini bernama STASYS (Structural Analysis System), kemudian berganti nama menjadi ANSYS yang ditemukan pertama kali oleh Dr. John Swanson pada tahun 1970. ANSYS merupakan tujuan utama dari paket permodelan elemen hingga untuk secara numerik memecahkan masalah mekanis yang berbagai macam. Masalah yang ada termasuk analisa struktur statis dan dinamis (baik linear dan non-linear), distribusi panas dan masalah cairan, begitu juga dengan ilmu bunyi dan masalah elektromagnetik. Teknologi ANSYS mekanis mempersatukan struktur dan material yang bersifat non-linear. ANSYS

multiphysic juga mengatasi masalah panas, struktur, elektromagnetik, dan ilmu

bunyi. Program ANSYS dapat digunakan dalam teknik sipil, teknik listrik, fisika dan kimia.

Didalam program ansys 14.0 terdapat program Fluent yang digunakan untuk melakukan perhitungan secara simulasi. simulasi dengan menggunakan Fluent atau yang lebih dikenal yaitu CFD (computal fluid dynamic).

CFD adalah metode penghitungan, memprediksi, dan pendekatan aliran fluida secara numerik dengan bantuan komputer. Aliran fluida dalam kehidupan nyata memiliki banyak sekali jenis dan karakteristik tertentu yang begitu kompleks, CFD melakukan pendekatan dengan metode numerasi serta menggunakan persamaan-persamaan fluida. Berikut ini beberapa contoh aliran fluida yang sring kita temui sehari-hari:

1. Bernafas, minum, pencernaan, mencuci, berenang merokok.

2. Laundry pakaian dan mengeringkannya.

3. Pemanas ruangan, ventilasi ruangan, memadamkan api dengan air. 4. Pembakaran bensin pada engine dan tentunya juga polusi.

5. Membuat sup, campuran minyak pada pembuatan plastik 6. Pesawat, parasut, berselancar, berlayar

7. Menyolder, pembuatan besi atau baja, elektrolisis air dll.

(54)

yang berisi fluida yang akan dilakukan penghitungan dibagi-bagi menjadi beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan prosesnya dinamakan

meshing. Bagian-bagian yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol

penghitungan yang akan dilakukan oleh aplikasi atau software. Kontrol-kontrol penghitungan ini beserta kontrol-kontrol penghitungan lainnya merupakan pembagian ruang yang disebutkan tadi atau meshing. Nantinya, pada setiap titik kontrol penghitungan akan dilakukan penghitungan oleh aplikasi dengan batasan domain dan boundary condition yang telah ditentukan. Prinsip inilah yang banyak dipakai pada proses penghitungan dengan menggunakan bantuan komputasi komputer. Contoh lain penerapan prinsip ini adalah Finite Element Analysis (FEA) yang digunakan untuk menghitung tegangan yang terjadi pada benda solid. Sejarah CFD berawal pada tahun 60-an dan mulai terkenal pada tahun 70-an, awalnya pemakaian konsep CFD hanya digunakan untuk aliran fluida dan reaksi kimia, namun seiring dengan berkembangnya industri di tahun 90-an membuat CFD makin dibutuhkan pada berbagai aplikasi lain. Contohnya sekarang ini banyak sekali paket-paket software CAD menyertakan konsep CFD yang dipakai untuk menganalisa stress yang terjadi pada design yang dibuat. Pemakain CFD secara umum dipakai untuk memprediksi:

1. Aliran dan panas. 2. Transfer massa.

3. Perubahan fasa seperti pada proses melting, pengembunan dan pendidihan.

4. Reaksi kimia seperti pembakaran. 5. Gerakan mekanis seperti piston dan fan. 6. Tegangan dan tumpuan pada benda solid. 7. Gelombang elektromagnet

(55)

penghitungan yang telah dilakukan maka kontrol penghitungan tersebut akan dilibatkan dengan memanfaatkan persamaan-persamaan yang terlibat. Persamaan-persamaan ini adalah Persamaan-persamaan yang dibangkitkan dengan memasukkan parameter apa saja yang terlibat dalam domain. Misalnya ketika suatu model yang akan dianalisa melibatkan temperatur berarti model tersebut melibatkan persamaan energi atau konservasi dari energi tersebut. Inisialisasi awal dari persamaan adalah boundary condition. Boundary condition adalah kondisi dimana kontrol-kontrol perhitungan didefinisikan sebagi definisi awal yang akan dilibatkan ke kontrol-kontrol penghitungan yang berdekatan dengannya melalui persamaan-persamaan yang terlibat. Berikut ini skema sederhana dari proses penghitungan konsep CFD:

Gambar 2.24 Gambaran Umum Proses CFD

Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/

(56)

Secara umum proses penghitungan CFD terdiri atas 3 bagian utama:

1.Prepocessor

2.Processor

3.Post processo

Gambar

Gambar 2.12 : Perpindahan Panas secara Konduksi
Gambar 2.13 : Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa
Gambar 2.14 : Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas
Gambar 2.15 : Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selama tahun 2012 PT Vale tidak pernah menerima keluhan mengenai gangguan kesehatan dan keselamatan terkait produksi maupun penggunaan produk nikel dalam matte yang dihasilkan..

Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan

komunikasi antara manusia dewasa dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan. menggunakan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap

 Pada Metode Pelaksanaan tidak menyampaikan metode pekerjaan penunjang management/ pengaturan penempatan dan pengiriman material ke lokasi pekerjaan, sesuai jarak angkut

By using GCPs data as an important input, the planimetric and elevation accuracy shall be improved in order to comply with the large scale topographical mapping

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 010/DI- DAK/V/2017 tanggal 12 Mei 2017 , Addendum Dokumen Pengadaan, Berita Acara Penjelasan

We decided to shown the results obtained by three different types of frames which differ in the level of quality (in terms of uniform distribution of the tie points in

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 011/DI- DAK/V/2017 tanggal 12 Mei 2017, Addendum Dokumen Pengadaan, Berita Acara Penjelasan