• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dan simulasi keefektifan alat penukar kalor tabung sepusat dengan variasi kapasitas aliran fluida panas, kapasitas aliran fluida dingin, dan suhu masukan fluida panas dengan aliran sejajar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis dan simulasi keefektifan alat penukar kalor tabung sepusat dengan variasi kapasitas aliran fluida panas, kapasitas aliran fluida dingin, dan suhu masukan fluida panas dengan aliran sejajar"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAN

KALOR TABUN

ALIRAN FLU

MASUKAN FL

Sk Sy

D

UNI

N SIMULASI EFEKTIFITAS ALAT

NG SEPUSAT DENGAN VARIASI K

LUIDA PANAS, FLUIDA DINGIN DA

FLUIDA PANAS DENGAN ALIRAN

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

BINSEN WIJAYA (110401039)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2015

T PENUKAR

KAPASITAS

DAN SUHU

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

ABSTRAK

Dengan semakin berkembangnya zaman, maka pemakaian suatu alat penukar kalor semakin luas dan dapat dikatakan suatu cara untuk meningkatkan efektifitas dan kualitas produk dengan cara memanfaatkan panas yang terbuang menjadi suatu pemanas. Didalam penelitian ini dianalisis dan disimulasikan alat penukar kalor tabung sepusat dengan aliran sejajar dengan memvariasikan temperatur fluida panas yang masuk kedalam tabung dalam (tube), debit aliran panas (Qh), dan debit aliran dingin (Qc). Dari penelitian ini diperoleh efektifitas APK secara perhitungan metode NTU, perhitungan data eksperimen, dan perhitungan secara simulasi software Ansys Fluent. Untuk perhitungan metode NTU diperoleh efektifitas APK maksimum adalah 6,4927 % pada temperatur fluida panas masuk (Th,i) 45 °C dan temperatur fluida dingin masuk (Tc,i) 32 °C pada debit masuk fluida panas 360 l/jam dan debit masuk fluida dingin 420 l/jam. Untuk perhitungan data eksperimen diperoleh efektifitas APK maksimum adalah 22,11 % pada temperatur fluida panas masuk (Th,i) 50 °C dan temperatur fluida dingin masuk (Tc,i) 32 °C pada debit masuk fluida panas 240 l/jam dan debit masuk fluida dingin 420 l/jam. Untuk perhitungan simulasi Ansys Fluent diperoleh efektifitas APK maksimum adalah 8,7525 % pada temperatur fluida panas masuk (Th,i) 40 °C dan temperatur fluida dingin masuk (Tc,i) 32 °C pada debit masuk fluida panas 360 l/jam dan debit masuk fluida dingin 420 l/jam.

(11)

ABSTRACT

With the development of the times, it is the function of a heat exhanger increasingly widespread and can be said to be a way to improve the effectiveness and quality of products by utilizing waste heat into a heating.In this study are analyzed and simulated concentric tube heat exhanger with parallel flow by varying the temperature of the hot fluid into the tube, the flow rate of hot (Qh), and cold flow (Qc). This research is done by using NTU method, calculating efectuveness from the site, and simulation in Ansys Fluent. By using NTU method, the maximum efectiveness is obtained 6,4927 % at hot fluid inlet (Th,i) 45 °C and cold fluid inlet (Tc,i) 32 °C at 360 l/jam hot fluid flow rate and 420 l/jam cold fluid flow rate. By calculating efectuveness from the site, the maximum efectiveness is obtained 22,11 % at hot fluid inlet (Th,i) 50 °C and cold fluid inlet (Tc,i) 32 °C at 240 l/jam hot fluid flow rate and 420 l/jam cold fluid flow rate. By simulation in Ansys Fluent, the maximum efectiveness is obtained 8,7525 % at hot fluid inlet (Th,i) 40 °C and cold fluid inlet (Tc,i) 32 °C at 360 l/jam hot fluid flow rate and 420 l/jam cold fluid flow rate.

(12)

KATA PENGANTAR

Segala puji, syukur, dan hormat penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas berkat dan penyertaanNya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini

sebagai syarat kelulusan tingkat Strata Satu di Departemen Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Analisis dan simulasi keefektifan alat penukar kalor

tabung sepusat dengan variasi kapasitas aliran fluida panas, kapasitas aliran fluida

dingin, dan suhu masukan fluida panas dengan aliran sejajar”. Dalam penulisan

skripsi ini, banyak tantangan dan hambatan yang penulis hadapi, baik secara

teknis maupun non teknis. Penulis telah berupaya keras dengan segala

kemampuan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh, serta

bimbingan dan arahan dari Dosen Pembimbing.

Selama penulisan skripsi ini, penulis juga mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Kedua Orang Tua penulis,Fahri Muchtar Nasution dan Suliati yang tidak

henti memberikan kasih yang begitu tulus melalui doa, keringat, dan restu

yang menjadi motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, D.E.A.selaku dosen pembimbing

yang sudah membimbing dan memberikan solusi dalam berbagai permasalahan yang penulis hadapi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Tulus B. Sitorus, ST, MT, selaku Dosen turut memberikan

bimbingan dan arahan dalam setiap permasalahan.

4. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik

Mesin Fakultas Teknik USU.

5. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin USU.

6. Wilson Tang, Hady Gunawan, David Oktavianus, dan Hendrico, selaku

rekan skripsi atas kesetiaan dan semangat juang dikala suka maupun duka

(13)

7. Adik penulis yang terkasih, Ellys Susanti atas semangat dan doa yang

diberikan.

8. Keluarga Besar Teknik Mesin USU Stambuk 2010, juga rekan-rekan yang

tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah mentransfer energitak

terbatas dan memberikan masukan kepada penulis, SOLIDARITY

FOREVER, MESIN JAYA!

9. “Kaum Terpelajar” sahabat yang memotivasi penulis untuk berupaya

melawan arus deras relativitas kebenaran dan tradisi.

10.Wiranata Sinurat dan lawrencius untuk setiap bantuan yang boleh

diberikan.

11.Bapak Ir. Jaya Arjuna, M.Sc selaku kepala laboratorium Instalasi Uap dan

segenap asisten yang telah memberikan bantuan kepada penulis

melakukan penelitian di laboratorium tersebut.

12.Partner segala lini, Felix Wijaya atas dukungan dan motivasi yang boleh

diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan dimasa mendatang.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua orang. Terima kasih.

Medan, Juni 2015

Penulis

BINSEN WIJAYA

(14)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR NOTASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latarbelakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Batasan Masalah Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

1.5 Metodologi Penulisan ... 2

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1 Pengertian Umum Alat Penukar Kalor ... 5

2.2 Kegunaan Beberapa Jenis Alat Penukar Kalor ... 5

2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor... 8

2.3.1 Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe) ... 10

2.3.2 Shell And Tube Heat Exchanger ... 14

2.3.3 Plate Type Heat Exchanger ... 16

2.3.4 Jacketed Vessel with coil and Stirrer ... 16

2.4 Macam – Macam Perpindahan Panas ... 17

2.4.1 Secara Konduksi ... 17

2.4.2 Secara Konveksi ... 18

2.4.3 Secara Radiasi ... 19

2.5 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ... 21

2.5 Aliran Tabung Sepusat ... 23

(15)

2.8 Metode Log Mean Temperature Difference (LMTD) ... 26

2.8.1 Aliran Paralel (Sejajar) ... 27

2.8.2 Aliran Berlawanan ... 29

2.9 Metode keefektifan-NTU ... 34

2.10 Program Ansys 12.0 ... 40

2.10.1 Persamaan-persamaan konservasi ... 44

2.11 Persamaan / Rumus yang digunakan... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...54

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 54

3.1.1 Tempat Penelitan ... 54

3.1.2 Waktu Penelitian ... 54

3.2 Metode Penelitian ... 54

3.3 Populasi dan Sampel ... 55

3.3.1 Populasi Penelitian ... 55

3.3.2 Sampel Penelitian ... 55

3.3.3 Teknik Sampling ... 56

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 57

3.5 Instrumen Penelitian ... 58

3.5.1 Bahan Penelitian ... 58

3.5.2 Alat Peneitian ... 58

3.5.3 Skema Uji Penelitian ... 65

3.5.4 Diagram Alir Proses Penelitian ... 66

3.5.5 Proses Percobaan ... 67

3.6 Instrumen Simulasi ... 67

3.6.1 Bahan Simulasi ... 67

3.6.2 Alat Simulasi ... 67

3.6.3 Diagram alir simulasi ... 68

BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN...69

4.1 Perhitungan Teoritis ... 69

(16)

4.3 Perhitungan Dengan Simulasi ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...100

5.1 Kesimpulan ... 100

5.2 Saran ... 101

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Thermosiphon Reboiler ... 7

Gambar 2.2 Konstruksi Heat Exchanger ... 8

Gambar 2.3 Aliran double pipe heat exchanger ... 10

Gambar 2.4 Hairpin heat exchanger ... 11

Gambar 2.5 Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current ... 12

Gambar 2.6 Double-pipe heat exchangers in series ... 12

Gambar 2.7 Double-pipe heat exchangers in series–parallel ... 13

Gambar 2.8 Bentuk susunan tabung ... 14

Gambar 2.9 shell and tube heat exchanger ... 15

Gambar 2.10 Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent... 16

Gambar 2.11 Jacketed Vessel With Coil And Stirrer ... 17

Gambar 2.12 Perpindahan Panas secara Konduksi ... 18

Gambar 2.13 Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa ... 19

Gambar 2.14 Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas ... 20

Gambar 2.15 Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat ... 21

Gambar 2.16 Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis Di ≈Do dan Ai ≈Ao ... 22

Gambar 2.17 Distribusi temperatur aliran sejajar ... 27

Gambar 2.18 Distribusi temperatur aliran berlawanan ... 29

Gambar 2.19 Penyaluran suhu pada aliran sejajar ... 34

Gambar 2.20 ∆Tmax saat Tco mendekati Thi...35

Gambar 2.21 ∆Tmax saat Tho mendekati Tci...35

Gambar 2.22 Grafik efektifitas untuk aliran sejajar ... 40

Gambar 2.23 Grafik efektifitas untuk aliran berlawanan ... 40

Gambar 2.24 Gambaran umum proses CFD ... 43

(18)

Gambar 2.26 Penerapan Boundary Condition ... 48

Gambar 2.27 Flowchart simulasi CFD ... 49

Gambar 3.1 Alat penukar kalor tabung sepusat ... 59

Gambar 3.2 Agilent ... 60

Gambar 3.3 Alat ukur kapasitas fluida panas / Flowmeter ... 61

Gambar 3.4 Alat ukur kapasitas fluida dingin / Flowmeter ... 62

Gambar 3.5 Alat pengatur suhu fluida panas ... 63

Gambar 3.6 Pompa fluida panas ... 63

Gambar 3.7 Tabung sepusat ... 64

Gambar 3.8 Skema Uji Penelitian ... 65

Gambar 3.9 Diagram Alir Penelitian ... 66

Gambar 3.10 Laptop... 68

Gambar 3.11 Diagram Alir Simulasi ... 68

Gambar 4.1 Distribusi suhu pada alat penukar kalor ... 69

Gambar 4.2 Dimensi APK tabung sepusat ... 69

Gambar 4.3 Dimensi dari Tabung APK ... 70

Gambar 4.4 Grafik teori perbandingan efektivitas aliran fluida panas variasi 4 suhu (kapasitas aliran fluida dingin180l/j)...79

Gambar 4.5 Grafik teori perbandingan efektivitas aliran fluida panas variasi 4 suhu (kapasitas aliran fluida dingin 300l/j)...80

Gambar 4.6 Grafik teori perbandingan efektivitas aliran fluida panas variasi 4 suhu (kapasitas aliran fluida dingin 420l/j)...82

Gambar 4.7 Grafik pengujian perbandingan efektivitas aliran fluida panas variasi 4 suhu (kapasitas aliran fluida dingin 180l/j)...83

Gambar 4.8 Grafik pengujian perbandingan efektivitas aliran fluida panas variasi 4 suhu (kapasitas aliran fluida dingin 300l/j)...84

Gambar 4.9 Grafik pengujian perbandingan efektivitas aliran fluida panas variasi 4 suhu (kapasitas aliran fluida dingin 420l/j)...85

Gambar 4.10 Mengatur geometry ... 87

Gambar 4.11 Mengatur mesh ... 88

Gambar 4.12 Mengatur set up ... 88

(19)

Gambar 4.14 Mengatur set up heat exchanger ... 89

Gambar 4.15 Mengatur set up cell zone condition ... 90

Gambar 4.16 Mengatur set up boundary condition ... 90

Gambar 4.17 Mengatur set up solution method ... 91

Gambar 4.18 Melakukan run calculation ... 91

Gambar 4.19 Hasil perhitungan pada report ... 92

Gambar 4.20 Grafik simulasi perbandingan efektivitas aliran fluida panas variasi 4 suhu (kapasitas aliran fluida dingin 180l/j)...93

Gambar 4.21 Grafik simulasi perbandingan efektivitas aliran fluida panas variasi 4 suhu (kapasitas aliran fluida dingin 180l/j)...94

(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Double Pipe Exchanger fittings ... 11

Tabel 2.2 Faktor kotoran untuk berbagai fluida ... 26

Tabel 2.3 Hubungan efektifitas dengan NTU dan c ... 39

Tabel 3.1 Variasi Parameter Sampel Penelitian keadaan I ... 55

Tabel 3.2 Variasi Parameter Sampel Penelitian keadaan II ... 56

Tabel 3.3 Variasi Parameter Sampel Peneletiain keadaan III ... 56

Tabel 4.1 Hasil perhitungan berdasarkan metode iterasi I ... 79

Tabel 4.2 Hasil perhitungan berdasarkan metode iterasi II ... 80

Tabel 4.3 Hasil perhitungan berdasarkan metode iterasi III ... 81

Tabel 4.4 Data pengujian lapangan ( kapasitas fluida dingin 180l/j) ... 83

Tabel 4.5 Data pengujian lapangan ( kapasitas fluida dingin 300l/j) ... 84

Tabel 4.6 Data pengujian lapangan ( kapasitas fluida dingin 420l/j) ... 85

Tabel 4.7 Hasil simulasi dengan variasi fluida dingin ( air) 180l/j dan fluida panas ( air) 180l/j ; 240l/j; 300l/j;360l/j... 92

Tabel 4.8 Hasil simulasi dengan variasi fluida dingin ( air) 300l/j dan fluida panas ( air) 180l/j ; 240l/j; 300l/j;360l/j... 93

Tabel 4.9 Hasil simulasi dengan variasi fluida dingin ( air) 420l/j dan fluida panas ( air) 180l/j ; 240l/j; 300l/j;360l/j... 95

(21)

DAFTAR NOTASI

SIMBOL KETERANGAN SATUAN

k Konduktifitas thermal W/m.K

A luas penampang tegak lurus bidang m2

T Perbedaan Temperatur oC

q”x Fluks Panas W/m2

µ Viskositas Dinamis N.s/m2

ρ Massa Jenis kg/m3

cp Panas Jenis Fluida J/kg.K

V Kecepatan Fluida m/s

h Koefisien Perpindahan Panas Konveksi W/m2K

As Area permukaan perpindahan panas m2

Ts Temperatur Permukaan Benda oC

T∞ Temperatur lingkungan sekitar benda oC

ε Emisifitas

σ konstanta Stefan-Boltzmann W/m2.K4

Laju aliran massa fluida kg/s

Re Bilangan Reynold

Diameter Pipa m

Dh Diameter hidrolik m

p Keliling penempang pipa m

Nu Bilangan Nusselt

Pr Bilangan Prandtl

Do Diameter Luar Tabung m

Di Diameter Dalam Tabung m

Nui Bilangan Nusselt tabung Bagian Dalam

Nuo Bilangan Nusselt tabung Bagian Luar

L Panjang tabung m

Tahanan Termal m2. °C/W

(22)

Ao Luas area permukaan luar APK m2

U Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh W/m2°C

Q Laju Perpindahan Panas W

ṁc Laju aliran massa fluida dingin kg/s

ṁh Laju aliran massa fluida panas kg/s

cp,c Panas Jenis fluida dingin J/kg.K

cp,h Panas Jenis fluida panas J/kg.K

Th Suhu fluida panas °C

Tc Suhu fluida dingin °C

Th,i Temperatur fluida panas masuk °C

Th,o Temperatur fluida panas keluar °C

Tc,i Temperatur fluida dingin masuk °C

Tc,o Temperatur fluida dingin keluar °C

∆TRL Beda Suhu rata-rata logaritma °C

Cc Kapasitas Fluida Dingin W/K

(23)

ABSTRAK

Dengan semakin berkembangnya zaman, maka pemakaian suatu alat penukar kalor semakin luas dan dapat dikatakan suatu cara untuk meningkatkan efektifitas dan kualitas produk dengan cara memanfaatkan panas yang terbuang menjadi suatu pemanas. Didalam penelitian ini dianalisis dan disimulasikan alat penukar kalor tabung sepusat dengan aliran sejajar dengan memvariasikan temperatur fluida panas yang masuk kedalam tabung dalam (tube), debit aliran panas (Qh), dan debit aliran dingin (Qc). Dari penelitian ini diperoleh efektifitas APK secara perhitungan metode NTU, perhitungan data eksperimen, dan perhitungan secara simulasi software Ansys Fluent. Untuk perhitungan metode NTU diperoleh efektifitas APK maksimum adalah 6,4927 % pada temperatur fluida panas masuk (Th,i) 45 °C dan temperatur fluida dingin masuk (Tc,i) 32 °C pada debit masuk fluida panas 360 l/jam dan debit masuk fluida dingin 420 l/jam. Untuk perhitungan data eksperimen diperoleh efektifitas APK maksimum adalah 22,11 % pada temperatur fluida panas masuk (Th,i) 50 °C dan temperatur fluida dingin masuk (Tc,i) 32 °C pada debit masuk fluida panas 240 l/jam dan debit masuk fluida dingin 420 l/jam. Untuk perhitungan simulasi Ansys Fluent diperoleh efektifitas APK maksimum adalah 8,7525 % pada temperatur fluida panas masuk (Th,i) 40 °C dan temperatur fluida dingin masuk (Tc,i) 32 °C pada debit masuk fluida panas 360 l/jam dan debit masuk fluida dingin 420 l/jam.

(24)

ABSTRACT

With the development of the times, it is the function of a heat exhanger increasingly widespread and can be said to be a way to improve the effectiveness and quality of products by utilizing waste heat into a heating.In this study are analyzed and simulated concentric tube heat exhanger with parallel flow by varying the temperature of the hot fluid into the tube, the flow rate of hot (Qh), and cold flow (Qc). This research is done by using NTU method, calculating efectuveness from the site, and simulation in Ansys Fluent. By using NTU method, the maximum efectiveness is obtained 6,4927 % at hot fluid inlet (Th,i) 45 °C and cold fluid inlet (Tc,i) 32 °C at 360 l/jam hot fluid flow rate and 420 l/jam cold fluid flow rate. By calculating efectuveness from the site, the maximum efectiveness is obtained 22,11 % at hot fluid inlet (Th,i) 50 °C and cold fluid inlet (Tc,i) 32 °C at 240 l/jam hot fluid flow rate and 420 l/jam cold fluid flow rate. By simulation in Ansys Fluent, the maximum efectiveness is obtained 8,7525 % at hot fluid inlet (Th,i) 40 °C and cold fluid inlet (Tc,i) 32 °C at 360 l/jam hot fluid flow rate and 420 l/jam cold fluid flow rate.

(25)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Seiring dengan perkembangan zaman di masa sekarang ini, sebuah alat

akan mengalami peningkatan prestasi atau teknologi. Peningkatan prestasi ini

akan menyebabkan alat yang digunakan harus benar - benar efektif dalam

melakukan kerjanya. Hal ini dapat dilakukan suatu perancangan alat di

Departemen Teknik Mesin USU dikarenakan alat tersebut belum ada.

Alat penukar kalor merupakan salah satu alat yang digunakan untuk

memindahkan kalor dari suatu fluida ke fluida yang lain atau dengan kata lain

panas yang dipindahkan dari fluida panas akan sama dengan panas yang diterima

oleh fluida dingin.

Pada salah satu laboratorium PTKI (Pendidikian Teknologi Kimia

Industri) yaitu laboratorium OTK (Operasi Teknik Kimia) terdapat sebuah alat

penukar kalor tabung sepusat. Alat ini sudah digunakan lebih dari 30 tahun dan

menurut informasi yang diberikan oleh kepala laboratorium alat penukar kalor

tersebut belum pernah sekalipun dikalibrasi.Hal ini memungkinkan terjadinya

penurunan efektifitas dari alat penukar kalor tersebut. Oleh karena itu alat tersebut

dirancang kembali untuk melihat hasil yang efektif di Departemen Teknik Mesin

USU karena digunakan untuk membandingkan hasil yang didapatkan di PTKI

dengan yang dirancang di Departemen Teknik Mesin USU sehingga dapat

diketahui hasil yang diinginkan. Dengan diketahui bahwa usia alat penukar kalor

yang di PTKI sudah melewati 30 tahun dan belum sekalipun dikalibrasi akan

sangat rentan terhadap kesalahan perhitungan antara hasil teori dengan hasil

percobaan yang dilakukan menggunakan alat penukar kalor tersebut.

Demikianlah perlu dilakukan suatu percobaan yang bertujuan untuk

menganalisa sejauh mana perbedaan hasil prestasi dari kedua alat penukar kalor

tersebut.Sehingga tidak lagi terdapat kesalahan perhitungan antara hasil teori

(26)

1.2 Tujuan Penelitian

1.Untuk mengetahui temperatur fluida panas dan fluida dingin yang keluar

dari alat penukar kalor tabung sepusat dengan arah aliran sejajar, yakni

yang terjadi di lapangan, perhitungan teori, dan hasil simulasi.

2.Untuk mengetahui efektifitas alat penukar kalor tabung sepusat aliran

sejajar, yakni berdasarkan hasil teori, hasil eksperimen, dan hasil simulasi.

3. Untuk membandingkan efektifitas alat penukar kalor tabung sepusat aliran

sejajar yang diperoleh, yakni berdasarkan hasil teori, hasil eksperimen, dan

hasil simulasi.

4. Untuk menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya di Departemen

Teknik Mesin USU.

1.3 Batasan Masalah Penelitian

1. Alat penukar kalor yang diteliti memiliki pipa tipis sehingga tebalnya dapat

diabaikan.

2. Tidak ada kehilangan panas yang terjadi pada APK karena permukaan

luarnya telah diisolasi.

3. Kapasitas aliran untuk eksperimen dianggap konstan.

4. Perhitungan dilakukan pada tekanan yang konstan.

5. Metode perhitungan efektifitas dilakukan dengan metode NTU.

6. Untuk perhitungan simulasi kondisi aliran adalah steady.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Diperoleh perbedaan efektifitas yang terjadi di lapangan, perhitungan teori,

dan hasil simulasi.

2. Diperoleh bahan pertimbangan bagi peneliti alat penukar kalor selanjutnya

dalam melakukan perawatan yaitu hasil perhitungan yang dilakukan

melalui eksperimen, perhitungan teori, dan menggunakan simulasi.

1.5 Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah

(27)

a. Studi literatur, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan

tulisan-tulisan yang terkait.

b. Browsing internet, berupa studi artikel-artikel, gambar-gambar dan

buku elektronik (e-book) serta data-data lain yang berhubungan.

c. Metode studi lapangan, yaitu dengan mengambil data dari

laboratorium Pengujian alat ( Laboratorium Instalasi Uap).

d. Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk

oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

1.6 Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah

sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup

penelitian.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai neraca

energi, jenis-jenis alat penukar kalor, metode LMTD, metode NTU.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan pengambilan

data, alat-alat yang digunakan, dan cara melakukan penelitian.

Bab IV : Hasil dan Analisa Penelitian

Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari lapangan dan

dibandingkan dengan hasil perhitungan secara teoritis dengan

menggunakan metode NTU.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

(28)

Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Umum Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor merupakan alat yang memungkinkan terjadinya

perpindahan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda

tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut. Alat penukar kalor biasanya

digunakan secara praktis didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus

pemanasan dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia dan proses

pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan ruangan pencampuran

yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua fluida bercampur. Sebagai

contoh, pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir

melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang

kecil dengan melewatkan udara diantaranya.

Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi

di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada

saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan

koefisien perpindahan panas menyeluruhU yang memungkinkan untuk

menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara

kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan

temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada

saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan

logarithmic mean temperature difference LMTD, yang sebanding dengan

perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor.

Ketika dua temperatur tidak diketahui dan dapat dianalisis dengan metode

keefektifitasan-NTU.

2.2 Kegunaan Beberapa Jenis Alat Penukar Kalor

Secara umum, alat penukar kalor memiliki banyak kegunaannya

diantaranya yakni :

a. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida

(30)

didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida

pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media

pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon.

b. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau

campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang

dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan

panas atent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap

yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan

dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat.

c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas

dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi

perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin

coler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan

(kipas).

d. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi

uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari

fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair.

e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta

menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang

sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri.

Hal ini dapat dilihat pada penyulingan minyak pada gambar 2.2, diperlihatkan

sebuah reboiler dengan mempergunakan minyak (665 °F) sebagai media

(31)

Gambar 2.1 : Thermosiphon Reboiler

Sumber: :http://www.ogj.com/content/dam/ogj/print-articles/volume-112/feb-03/z140203OGJpis04.jpg

f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas

suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu:

1. Memanaskan fluida

2. Mendinginkan fluida yang panas

Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan

kebutuhannya. Pada gambar diperlihatkan sebuah heat exchanger, dimana

fluida yang berada didalam tube adalah air, disebelah luar dari tube fluida yang

mengalir adalah gas buangan yang semuanya berada didalam shell.

Gambar 2.2 : Konstruksi Heat Exchanger

(32)

2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor

1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas

a. Tipe kontak tidak langsung

1. Tipe dari satu fase

2. Tipe dari banyak fase

3. Tipe yang ditimbun (storage type)

4. Tipe fluidized bed

b. Tipe kontak langsung

1. Immiscible fluids 2. Gas liquid 3. Liquid vapor

2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir a. Dua jenis fluida

b. Tiga jenis fluida

c. N – Jenis fluida (N lebih dari tiga)

3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan

a. Tipe penukar kalor yang kompak, Density luas permukaan > 700 m

b. Tipe penukar kalor yang tidak kompak, Density luas permukaan < 700 m

4. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas

a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya

b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya

terdapat cara konveksi 2 aliran

c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2

passaliran masingmasing

d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi

5. Klasifikasi berdasarkan konstruksi

a. Konstruksi tubular (shell and tube) 1. Tube ganda (double tube)

2. Konstruksi shell and tube, Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod

baffle)

(33)

b. Konstruksi tipe pelat

1. Tipe pelat

2. Tipe lamella

3. Tipe spiral

4. Tipe pelat koil

c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface)

1.Sirip pelat (plate fin)

2. Sirip tube (tube fin)

3.Heat pipe wall

4.Ordinary separating wall

d. Regenerative

1. Tipe rotary

2. Tipe disk (piringan)

3 Tipe drum

4. Tipe matrik tetap

6. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran

a. Aliran dengan satu pass

1. Aliran Berlawanan

2.Aliran Paralel

3.Aliran Melintang

4.Aliran Split

5.Aliran yang dibagi (divided)

b. Aliran multipass

a. Permukaan yang diperbesar (extended surface)

1.Alirancounter menyilang

2.Aliran paralel menyilang

3.Alirancompound

b. Multipass plat

Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang telah

(34)

dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular

Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan

untuk melindungi dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini

beroperasi pada temperatur dan tekanan yang tinggi.

Didalam standar mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas heat Exchanger,

yaitu :

1. Kelas R, yaitu untuk peraalatan yang bekerja dengan kondisi berat,

misalnya untuk industri minyak dan kimia berat.

2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi

ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa alat penukar kalor yang umum

digunakan dalam dunia industri :

1. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe)

Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang

ditunjukkan pada gambar 1 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti pada

gambar 1 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U yang mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran cocurrent atau

countercurrent. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan

dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat exchanger

merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran yang

kecil.

Gambar 2.3 : Aliran double pipe heat exchanger

(35)

Exchanger ini menye

temperature crossing

yang moderat (range

dalam :

- Single tube (d

(multitube),

- Bare tubes, fin

- Straight tubes,

- Fixed tube she

Double pipe heat exc

dipasang pada pipe-fi

panas yang besar.Uku

berikut :

T

Double pipe exchang

efektif, panjang efekti

Gambar 2.4 :Hairpin heat exchanger

Sumber :http://suryamanikam.com/produc co/heat-exchangers-alco

yediakan true counter current flow dan cocok

ing, tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuha

ge surface area: 1 – 6000 ft2). Hairpin heat exc

(double pipe) atau berbagai tabung dalam sua

finned tube, U-Tubes,

es,

sheets

exchanger sangatlah berguna karena ini bisa

fitting dari bagian standar dan menghasilkan

kuran standar dari tees dan return head diber

Tabel 2.1 :double Pipe Exchanger fittings

Outer Pipe, IPS Inner Pipe, IPS

3 2½ 3 4 1¼ 1¼ 2 3

Sumber : http://www.hed-inc.co

angers biasanya dipasang dalam 12-, 15- atau

ktif dapat membuat jarak dalam each leg over

ucts/peerless-mfg-co-and-bos-hatten/

cok untuk extreme

uhan surface area

exchanger tersedia

suatu hairpin shell

isa digunakan dan

an luas permukaan

berikan pada tabel

.com/brochure.jpg

tau 20-ft Panjang

[image:35.595.218.409.93.197.2]
(36)

perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe yang menonjol melewati the

exchanger section.

Susunan dari concentric tube ditunjukan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.5 : Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current

Sumber : cengel

Pada susunan cocurrent maka fluida di dalam tube sebelah dalam (inner tubes)

maupun yang di luar tube (dalam annulus), artinya satu lintasan tanpa cabang.

Sedangkan pada aliran countercurrent, di dalam tube sebelah dalam dan fluida di

dalam annulus masing-masing mempunyai cabang seperti terlihat pada gambar

[image:36.595.124.503.140.374.2]

2.6 dan gambar 2.7.

Gambar 2.6 :Double-pipe heat exchangers in series

(37)
[image:37.595.167.459.82.305.2]

Gambar 2.7 Double-pipe heat exchangers in series–parallel

Sumber:http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://byo.

com/images/stories/june13byo/finished%252520project.JP

G&imgrefurl=http://byo.com/color/item/2849-double-pipe

Keuntungan dan kerugian penggunaan double pipe heat exchanger:

a) Keuntungan

1. Penggunaan longitudinal tinned tubesakan mengakibatkan suatu heat

exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat

transfer coefficient.

2. Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface

area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature

cross.

3. Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint adalah dihapuskan dalam kaitan

dengan konstruksi pipa-U.

4. Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan.

b) Kerugian

1. Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak

(38)

2. Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing

dengan single shell dan tube heat exchanger.

3. Desain penutup memerlukan gasket khusus.

2. Shell And Tube Heat Exchanger

Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan

relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu

annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang

optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus sehingga terjadi

perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular

pitch(Pola segitiga) dan square pitch(Pola segiempat).

Gambar 2.8 :Bentuk susunan tabung

Sumber : Incropera

Keuntungan square pitch adalah bagian dalam tube-nya mudah dibersihkan dan

(39)

Ga

Keuntungan dari shell

1. Konfigurasi y

dengan bentuk

2. Mempunyai l

operasi berteka

3. Menggunakan

4. Dapat dibuat

material yang

5. Mudah membe

6. Prosedur peren

7. Konstruksinya

8. Pengoperasian

oleh para oper

9. Konstruksinya

kesatuan yang

Kerugian penggunaan

lewatan maka sema

perawatannya

Gambar 2.9 :shell and tube heat exchanger

Sumber: www.google.com/ch

ell and tube:

i yang dibuat akan memberikan luas permuk

tuk atau volume yang kecil.

lay-out mekanik yang baik, bentuknya cuk

ekanan.

an teknik fabrikasi yang sudah mapan (well-ast

at dengan berbagai jenis material, dimana dap

ng digunakan sesuai dengan temperatur dan teka

bersihkannya.

rencanaannya sudah mapan (well-astablished).

ya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.

iannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimen

erator yang berlatar belakang pendidikan renda

ya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak

ng utuh, sehingga pengangkutannya relatif gam

an shell and tube heat exchanger adalah semak

makin banyak panas yang diserap tetapi

cheresources.com

ukaan yang besar

cukup baik untuk

astablished).

dapat dipilih jenis

ekanan operasi.

).

il.

engerti (diketahui

dah).

k merupakan satu

ampang

akin besar jumlah

(40)

3. Plate Type Heat Exchanger

Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti stainless

steel atau tembaga. Plate dibuat dengandesign khusus dimana tekstur permukaan

plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk ruang sempit antara dua

plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plate-plate menjadi seperti

berlapis-lapis, susunan plate-plate tersebut tertekan dan bersama-sama membentuk saluran

alir untuk fluida. Area total untuk perpindahan panas tergantung pada jumlah

plate yang dipasang bersama-sama seperti gambar dibawah

Gambar 2.10 :Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent

Sumber :http://i01.i.aliimg.com/img/pb/947/946/367/367946947_734.jpg

4. Jacketed Vessel With Coil and Stirrer

Unit ini terdiri dari bejana berselubung dengan coil dan pengaduk, tangki air

panas, instrumen untuk pengukuran flowrate dan temperatur. Fluida dingin dalam

vessel dipanaskan dengan mengaliri selubung atau koil dengan fluida panas.

Pengaduk dan baffle disediakan untuk proses pencampuran isi vessel. Volume isi

tangki dapat divariasikan dengan pengaturan tinggi pipa overflow. Temperatur

(41)

Gambar 2.11 : Skema Dari Jacketed Vessel With Coil And Stirrer

Sumber :http://img.tradeindia.com/fp/1/418/239.jpg

2.4 Macam - Macam Perpindahan Panas

2.4.1Secara Konduksi

Konduksi dapat terjadi pada sebuah batang silinder dengan material

tertentu diisolasi pada sisi terluarnya dan pada kedua ujung permukaannya

memiliki suhu yang berbeda yakni T1>T2 . Perbedaan temperatur tersebut

menyebabkan perpindahan panas secara konduksi pada arah x positif. Dapat

diukur laju perpindahan panas qx, dan dapat ditentukanqx bergantung pada

variabel-variabel berikut : ∆T, yakni perbedaan temperatur ; x, yakni

panjang batang ; dan A, yakni luas penampang tegak lurus bidang.

Jika ∆T dan x adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka dapat

dilihat bahwa qx berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama, jika T

dan A adalah konstan, dan dapat dilihat bahwa qx berbanding terbalik dengan

x. Apabila A dan x konstan, maka dapat didapatkan melihat bahwa qx

berbanding lurus dengan ∆T. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

qx A

x (2.1)

Berikut ini adalah gambar perpindahan panas secara konduksi melalui sebuah

(42)

Gambar 2.12 : Perpindahan Panas secara Konduksi

Sumber : Incropera

Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, dapat

ditemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun juga dapat

ditemukan bahwa untuk nilai A,x,dan Tyang sama, akan menghasilkan nilai qx

yang lebih kecil untuk plastik daripada bermaterial logam. Sehingga

kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan memasukkan

koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh,

qx = kA

x (2.2)

k, adalah konduktivitas thermal (W/m.K), yang adalah merupakan sifat material

yang penting. Dengan menggunakan limit ∆x 0 akan didapatkan persamaan

untuk laju perpindahan panas,

qx = kA

dx (2.3)

atau persamaan flux panas menjadi,

"=qx

A= - k dx

(2.4)

2.4.2Secara Konveksi

Prinsip kerja atau mekanisme perpindahan panas dapat berupa

konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi dan konveksi adalah

membutuhkan media perantara dalam proses perpindahan panasnya. Berbeda

dengan konduksi, pada konveksi membutuhkan gerakan fluida untuk

dapat memindahkan panas.

Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat

(43)

kecepatan fluida Ѵ. Konveksi juga bergantung pada bentuk dan kekasaran permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau

turbulen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas secara

konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Oleh

karena itu, konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling

kompleks.

Gambar 2.13 : Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa

Sumber : Cengel

Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju

perpindahan panas secara konveksi berbanding lururs dengan perbedaan

temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan.

Qkonveksi = hAs (Ts - T∞) (2.5)

h merupakan koefisien perpindahan panas konduksi, As merupakan area

permukaan perpindahan panas, Ts merupakan temperatur permukaan benda, T∞

merupakan temperatur lingkungan sekitar benda.

2.4.3 SecaraRadiasi

Panas dari radiasi berbeda dengan mekanisme perpindahan panas secara

konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara radiasi tidak

membutuhkan kehadiran suatu material sebagai media perpindahan panas.

Faktanya, energi yang ditransfer dengan radiasi adalah yang tercepat (secepat

kecepatan cahaya) dan dapat terjadi pada ruangan vakum. Perpindahan panas

secara konduksi dan konveksi terjadi dari temperatur yang tinggi ke

(44)

pada 2 benda yang memiliki temperatur yang tinggi dan dipisahkan oleh

benda yang memiliki temperatur yang lebih rendah.

Dengan menganggap permukaan benda yang kecil As, emisifitas ε, dan

kemampuan untuk menyerap α pada temperatur T yang terdiri dari keisotermalan yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda

blackbody.Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap

radiasi yang sempurna. Pada temperatur dan panjang gelombang tertentu,

tidak ada permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak

daripada blackbody.Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan

panjang gelombang dan arahnya. Blackbody juga memancarkan energi radiasi

yang merata dalam segala arah dalam setiap unit area searah dengan arah

emisi,yang disebut sebagai pemancar diffuse. Diffuse dapat diartikan sebagai

arah yang bebas untuk berdiri sendiri. Hal ini dapat dilihat pada gambar

berikut

Gambar 2.14 : Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas

Sumber : Cengel

Energi radisi yang dipancarkan oleh sebuah blackbody tiap satuan waktu

dan tiap satuan luasan area ditetapkan secara eksperimental oleh Joseph Stefan

pada tahun 1879 dan dapat dituliskan

Eb (T) = σT 4 (w/m2) (2.6)

Dimana :

σ = 5,67 x 10-8 W/m2.K4

(45)

T = temperatur absolut dari suatu permukaan (K)

Eb =kekuatan emisifitas blackbody (w/m2)

2.5 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh

Hal ini terjadi pada sebuah alat penukar kalor terdiri dari 2 fluida yang

mengalir yang dipisahkan oleh sebuah dinding yang solid. Pertama sekali panas

dipindahkan dari fluida panas ke dinding melalui konveksi, kemudian melewati

dinding melalui konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi melalui konveksi.

Efek radiasi apapun biasanya termasuk didalam koefisien perpindahan panas

konveksi. Jaringan tahanan panas dihubungkan dengan proses perpindahan panas

ini yang terdiri dari dua tahanan panas konveksi dan satu tahanan panas konduksi

seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut

Gambar 2.15 : Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat

Sumber : Cengel

Huruf kecil i dan o adalah permukaan dalam dan permukaan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung sepusat, Ai = DiL dan Ao = DoL, sehingga tahanan

(46)

Rdinding =

ln(Do/Di)

2kL (2.7)

Dimana :

Do = Diamater luar tabung ( mm )

Di = Diameter dalam tabung ( mm )

K = Konduktivitas Termal dinding tabung

L = Panjang tabung ( m )

Gambar 2.16 : Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis

Sumber : Cengel

Di ≈Do dan Ai ≈Ao (2.8)

Sehingga tahanan termal total menjadi

R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro =

1

hi Ai

+ ln(Do/Di) 2kL +

1

ho Ao

(2.9)

Dimana :

= Tahanan panas konveksi pada aliran masuk (℃/ )

= Tahanan panas konveksi pada aliran keluar (℃/ )

(47)

ℎ = Koefisien konveksi pada bagian keluar ℃

= Luas penampang dinding masuk (m)

= Luas penampang dinding keluar (m)

Dalam menganalisis alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggabungkan

semua tahanan panas yang terjadi pada fluida panas sampai fluida dingin menjadi

sebuah tahanan panas R, dan laju perpindahan panas diantara kedua fluida adalah

Q = ΔT

R= UA ∆T = UiAi∆T = UoAo ∆T (2.10)

Dimana :

U = koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2°C)

= Koefisien perpindahan panas pada dinding keluar (W/m2°C)

= Koefisien perpindahan panas pada dinding masuk (W/m2°C)

∆T = perubahan suhu pada kedua fluida (°C)

Q = Laju perpindahan panas diantara kedua fluida (W)

R = Tahanan panas (℃/ )

Rumus diatas menjadi :

1

UAs = 1

Ui Ai = 1

Uo Ao

= R = 1

hi Ai

+Rdinding +

1

ho Ao

(2.11)

Sebagai catatan bahwa UiAi = UoAo tetapi Ui ≠ Uo kecuali Ai = Ao

2.6Aliran Tabung Sepusat

Hal ini terjadi pada salah satu susunan pipa yang banyak digunakan dalam

bidang engineering adalah susunan pipa sepusat. Susunan pipa tabung sepusat

mempunyai dua pipa.Pipa yang lebih kecil berada di dalam pipa yang paling

besar.Susunan ini biasanya melibatkan dua aliran fluida, pertama di tabung

dalam dan kedua di ruang annulus yang berada diantara pipa. Pada tabung

dalam aliran dianggap sama dengan pipa biasa baik itu laminar ataupun

turbulen rumus yang digunakan di dalam menganalisa perpindahan panas

(48)

Nu = 3,66 + 0,065 (D/l) Re Pr

1 + 0,04 [(D/L) Re Pr]2/3 (2.12)

Rumus diatas adalah yang diajukan oleh Edward dkk, digunakan untuk

aliran laminar yang masuk ke dalam tabung dalam atau dalam kasus ini adalah

pipa dalam. Sedangkan untuk aliran turbulen digunakan persamaan,

Nu = 0.023 Re0.8Pr1/3 (2.13)

Sementara untuk aliran transisi sampai turbulen di dalam ruang anulus

rumus yang digunakan untuk aliran laminar sama dengan persaman 2.12 namun

untuk D diganti menjadi Dh.Dimana persamaan untuk mencari Dh

Dh = Do - Di (2.14)

Pada aliran turbulen di ruang anulus dianggap bahwa koefisien

perpindahan panas ruang anulus sama seperti pipa dalam. Persamaan yang dapat

digunakan yaitu yang diajukan oleh Gnielinski.

= ! "#$%& )'(

&)"&*,, ! -,."'(/%&) (2.15)

Dan untuk menghitung f digunakan persamaan berikut

0 = "0,79 ln" 6) − 1,64)%* (2.16)

Persamaan 2.14 dan 2.15 berlaku untuk rentang Re 2300<Re<5x106 dan

bilangan prandalt 0,5≤Pr≤2000.

Adapun koreksi yang diajukan oleh Petukhov dan Roizen (1964) adalah

sebagai berikut,

= 0,86 < ! "#$%& )'( &)"&*,, ! -,."'(/%&)=

>? >

-% ,&@

(2.17)

Dimana :

Nu = Bilangan Nusselt

(49)

Pr = Bilangan Prandlt

f = Faktor koreksi

g = Gravitasi (

A )

Di = Diameter dalam tabung ( mm )

Do = Diameter luar tabung ( mm )

2.7 Faktor Kotoran ( Fouling Factor )

Hal ini terjadi pada performansi alat penukar kalor biasanya semakin

menurun dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya

penumpukan kotoran pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran

tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan

mengakibatkan penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar

kalor.Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rfyang

menjadi ukuran dalam tahanan termal.

Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan

meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel

pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur

operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor.

Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya

kecepatan.

Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya

yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan

sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam

dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki

sirip, persamaan sebelumnya menjadi :

1

UAs

=

1 Ui Ai

=

1 Uo Ao

=

R = 1

hi Ai

+Rf,i

Ai

+ln(Do/Di) 2kL +

Rf,o

Ao

+ 1

ho Ao

(2.18)

Ai = DiL dan Ao= DoL adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar

kalor.

(50)

Tabel 2.2 : Faktor kotoran untuk berbagai fluida

Fluid Rr, m

2

, oC/W Distiled water, sea

water, river water, boiler feedwater: Below 50oC Above 50oC

0,0001 0,0002

Fuel oil 0,0009

Steam (oil free) 0,0001 Refrigerants

(liquid) 0,0002

Refrigerants

(vapor) 0,0004

Alcohol vapors 0,0001

Air 0,0004

Sumber : Cengel

2.8 Metode LMTD

Evaluasi performansi thermal sebuah alat penukar kalor pada keadaan tunak (steady)

a) Persamaan perpindahan panas lokal melalui elemen ds dari sebuah apk.

Jika Th dan Tc adalah suhu kedua fluida yang berada di elemen da dari

permukaan APK maka laju perpindahan panas diantara kedua fluida melalui

elemen ds dituliskan dengan rumus

dq = U dA ( Th - Tc) (2.19)

Dimana :

dq = Laju perpindahan panas kedua fluida (W)

U = Koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2°C)

dA = luas penampang tabung (m2)

Th = Suhu fluida panas (°C)

(51)

Gambar 2.17 distribusi suhu APK aliran sejajar

Sumber : Output Autocad 2007, Mei 2015

2.8.1 Metode LMTD Pada Aliran Paralel (Sejajar)

Metode ini dipakai dengan arah fluida panas dan fluida dingin pada

arah yang sama. Artinya perpindahan panas antara kedua fluida di dalam

APK sama besarnya baik ditinjau dari fluida panas atau pun dari fluida

dingin. Sehingga didapatkan rumus dan dapat dituliskan sebagai berikut

dq = ṁh Cph (-dTh) = ṁc Cpc (dtc) (2.20)

dimana : ṁh = laju aliran massa fluida panas (kg/s)

ṁc = laju aliran massa fluida dingin (kg/s)

Cph = panas jenis fluida panas (J/kg K)

Cpc = panas jenis fluida dingin (J/kg K)

Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa dTh< 0 dan dTc> 0

dan dituliskan sebagai berikut :

dTh = - B

DEFD ; dTc =

B

ṁGHIG (2.21)

Kemudian persamaan diatas diturunkan, sehingga didapatkan :

dTh – dTc = d (Th – Tc) = - B

DEFD - B

(52)

dimana diketahui bahwa :

B ṁDHID =

&

ṁDHID dan

B ṁGHIG =

&

ṁGHIG (2.23)

Lalu disubstitusikan persamaan 2.17 ke 2.16, maka akan didapatkan

persamaan :

d (Th – Tc) = -dq &

DHID + &

ṁGHIG (2.24)

Kemudian mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.18, maka didapat:

d (Th – Tc) = -U dA ( Th - Tc) &

DHID + &

ṁGHIG (2.25)

setelah itu, persamaan 2.19 disederhanakan menjadi berikut:

K "LM – LO)

" LM % LO) = - U dA &

ṁDHID +

&

ṁGHIG (2.26)

Dengan mengintegralkan persamaan 2.20 dan menganggap bahwa U

dan &

ṁDHID +

&

ṁGHIG adalah konstan dan batas integral ditunjukan pada gambar distribusi suhu maka didapatkan:

P DQ GQ K "LM – LO)" LM % LO)

D? G? = −

&

ṁDHID +

&

ṁGHIG P R

A

(2.27)

Maka hasil dari integral persamaan 2.21 didapat:

ln (Tho – Tco) – ln (Thi – Tci) = - U A &

DHID + &

ṁGHIG (2.28)

ln LMS – LOS

LMT – LOT = - U A

&

ṁDHID +

&

ṁGHIG (2.29)

Berdasarkan neraca entalpi bahwa laju pindahan panas q :

Q = ṁh Cph (Thi – Tho) = ṁc Cpc (Tco – Tci) (2.30)

ṁhCph = U

D?% DQ ; ṁcCpc =

U

GQ% G? (2.31)

(53)

ln LMS – LOS

LMT – LOT = - U A D?%U DQ+ GQ%U G? (2.32)

q = U A<" D?% G?)%" DQ% GQ)

VWXDQYXGQXD?YXG? = (2.33)

Dimana berdasarkan gambar dari distribusi suhu :

∆Ta = Z[ − Z\ (2.34)

∆Tb=Z[ − Z\ (2.35)

Jadi : q = U A∆L^%∆L_

VW∆`a∆`_ atau q = U A

∆L_%∆L^

VW∆`b∆`^ (2.36)

2.8.2 Metode LMTD Pada Aliran Berlawanan

Variasi dari temperature fluida dingin dan fluida panas pada APK

dengan arah aliran berlawanan ditunjukan pada gambar dibawah ini. Pada

kasus ini fluida dingin dan panas mengalir pada arah yang berlawanan.

Temperatur keluaran fluida dingin dapat melebihi temperatur keluaran fluida

panas, namun hal seperti ini jarang dijumpai. Normalnya temperatur keluaran

fluida dingin tidak melebihi temperatur keluaran fluida panas karena hal ini

tidak sesuai dengan pernyataan hokum kedua dari temodinamika.

Gambar 2.18 distribusi suhu APK aliran berlawanan

(54)

Untuk temperatur masuk dan keluar fluida yang telah ditetapkan, harga dari

LMTD untuk APK aliran berlawanan lebih besar dibandingkan dengan APK

aliran sejajar dan untuk luasan pun APK aliran berlawanan lebih kecil

dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal tersebut dapat dibuktikan

dengan terlebih dahulu dapat ditentukan dengan persamaan LMTD untuk

aliran berlawanan berikut.

dq = ṁh Cph (-dTh) = ṁc Cpc (-dtc) (2.37)

pada persamaan 2.31 dapat dilihat bahwa nilai dari dTh dan dtc adalah

negatif hal ini berbeda dengan APK aliran sejajar maka dengan perbedaan

tersebut dapat terlihat bahwa:

dTh = - c

DEFD ; dTc =-

c

ṁGHIG (2.38)

persamaan 2.32 kemudian diturunkan menjadi:

dTh – dTc = d (Th – Tc) = - c

DEFD - c

ṁGHIG (2.39)

dimana berdasarkan persamaan 2.17 yang kemudian disubstitusikan ke

persamaan 2.33, maka didapat:

d (Th – Tc) = -dq &

DHID− &

ṁGHIG (2.40)

dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.34, didapat:

d(Th – Tc) =- U dA( Th - Tc) &

DHID− &

ṁGHIG (2.41)

K "LM – LO)

" LM % LO) = - U dA &

ṁDHID−

&

ṁGHIG (2.42)

Menurut neraca entalpi pada persamaan 2.23 dan 2.24 kemudian

mengintegralkan persamaan 2.34 dengan menganggap U dan &

ṁDHID−

&

ṁGHIG adalah konstan serta batas atas dan bawah yang ditunjukan pada gambar distribusi suhu APK aliran berlawanan maka didapat:

P DQ G? K "LM – LO)" LM % LO)

D? G- =−

&

ṁDHID +

&

ṁGHIG P R A

(2.43)

(55)

ln (Tho – Tci) – ln (Thi – Tco) = - U A &

DHID− &

ṁGHIG (2.44)

ln LMS – LOT

LMT – LOS = - U A ṁD&HID−

&

ṁGHIG (2.45)

kemudian persamaan 2.39 diturunkan sehingga didapat:

ln LMS – LOT

LMT – LOS = -U A D?

% DQ

U − GQ

% G?

U (2.46)

dengan mensubstitusikan persamaan 13 ke 28 maka didapat:

Q = U A<" DQ% G?)%" D?% GQ)

VWXDQYXG?XD?YXGQ = (2.47)

Berdasarkan gambar distribusi suhu:

∆Ta = Z[ − Z\ (2.48)

∆Tb = Z[ − Z\ (2.49)

Dimana :

Z[ = Suhu panas keluar "℃)

Z[ = Suhu panas masuk "℃)

Z\ = Suhu dingin keluar "℃)

Z\ = Suhu dingin masuk "℃)

Jadi : q = U A∆L^%∆L_

VW∆`a∆`_ atau q =U A

∆L_%∆L^

VW∆`b∆`^ (2.50)

Berdasarkan penurunan rumus yang telah dibahas sebelumnya maka

didapat:

LMTD = = ∆L^%∆L_

VW∆`a∆`_ =

∆L_%∆L^

(56)

Untuk aliran sejajar : ∆Ta = Z[ − Z\ ; ∆Tb = Z[ − Z\ (2.52)

Untuk aliran berlawanan : ∆Ta = Z[ − Z\ ; ∆Tb = Z[ − Z\ (2.53)

Catatan:

Analisis diatas dibuat berdasarkan hipotesa berikut :

1. Panas jenis fluida dianggap konstan saat melewati APK. Dalam

perhitungan praktis dicari panas jenis fluida pada suhu rata-rata

didalam APK. Hal ini tidak jauh beda dengan kondisi sebenarnya.

2. Koefisien perpindahan panas menyeluruh U dianggap konstan

untuk sepanjang permukaan APK.

3. Jika ∆Ta tidak berbeda lebih dari 50% dari ∆Tb, maka LMTD

dapat ∆TRL dapat diganti dengan ∆Tr aritmetik. Kesalahannya

hanya dibawah 1%.

4. ∆TRL atau LMTD dapat juga dihitung dengan menggunakan

grafik sebgai fungsi ∆Ta dan ∆Tb

5. APK aliran berlawanan lebih efektif dibandingkan APK aliran

sejajar.

Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai luas APK aliran

sejajar yang lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal ini

dapat dibuktikan dengan menganggap bahwa koefisien pindahan panas

menyeluruh konstan nilai dari panas jenis fluida yang digunakan dan suhu

masukkan dan keluaran kedua fluida baik fluida dingin maupun panas

dianggap sama. Sebagai contoh temperatur fluida panas masuk dan keluaran

berturut-turut adalah 180oC dan 100oC sedangkan temperatur fluida dingin

masuk dan keluar berturut-turut adalah 40oC dan 80oC, maka dapat dilihat

bahwa:

dV (eW A$fefe(

eV (eW g$(Ve eWeW = hh= i e ∆ #j egi e ∆ #j eA

Dengan menghitung dari nilai dari masing-masing ∆Z k pada setiap

(57)

d_l ∆ #j eA

d_^ ∆ #j eg= 1

d_l d_^ =

∆ #j eA ∆ #j eg

d_l d_^ =

,m,n& @&,@,

d_l

d_^ = 1,27

Maka didapat perbandingannya yaitu:

Aas = 1,27Aab

dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa luas apk yang

dibutuhkan untuk kondisi yang sama namun konfigurasi yang berbeda maka

harga luas yang didapat pun berbeda. Dari perhitungan diatas didapat harga

luas APK aliran berlawan jauh lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran

sejajar.

Untuk beberapa aliran, LMTD atau ∆Z k perlu dikoreksi dengan

mengalikannya dengan faktor koreksi F. aliran menyilang dalam hal ini yang

perlu dikalikan dengan factor koreksi f. sehingga untuk rumus perpindahan

panas yang terjadi di dalam APK menjadi:

Q = U A F ∆Z k (2.54)

Dimana harga F didapat melalui grafik fungsi P dan R:

P = o %o

%o ; R = o %o% =

"ṁHI)o

"ṁ\I) (2.55)

Dimana:

Ti = suhu fluida masuk cangkang"℃ )

To= suhu fluida keluar cangkang"℃ )

ti = suhu fluida masuk tabung"℃ )

(58)

2.9Metode NTU

Metode perhitungan dengan LMTD dapat digunakan bila keempat suhu dari 2

fluida diketahui, yaitu fluida masuk (fluida panas dan dingin), suhu fluida keluar

(fluida panas dan dingin). Tetapi sering dalam persoalan APK yang diketahui

suhu fluida panas dan dingin yang masuk. Maka dari itu digunakan metode NTU

yang diperkenalkan oleh Nusselt.

Dalam hal ini diperkenalkan notasi dari keefektifan APK yang didefinisikan

sebagai berikut:

Perpindahan laju pindahan panas real dengan perpindahan panas maksimum

secara teori dapat terjadi dengan kondisi fluida masuk sama ke dalam APK

(fluida, kapasitas, suhu sama)

Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

E = c($eV

[image:58.595.228.416.370.538.2]

c epA i (2.56)

Gambar 2.19distribusi suhu pada APK sejajar

(59)

Gambar 2.20 ∆Tmax saat Tco mendekati Thi

Sumber : Output Autocad 2007, Mei 2015

Gambar 2.21 ∆Tmax saat Tho mendekati Tci

Sumber : Output Autocad 2007, Mei 2015

Dalam APK aliran sejajar, ∆Tmax tidak pernah tercapai. ∆Tmax tercapai untuk

aliran berlawanan, dimana pada gambar B Tco mendekati Thi dan untuk gambar

C Tho mendekati Tci. Kemudian perkalian antara laju aliran massa dengan panas

jenis disebut kapasitas panas yang dinotasikan dengan C.

C = ṁ.Cp (2.57)

Untuk kapasitas fluida panas dituliskan:

ṁh . Cph = Ch (2.58)

dan untuk kapasitas fluida dingin dituliskan:

(60)

perpindahan panas maksimum yang terjadi berdasarkan teori dihitung dengan

menggunakan rumus

qmax = (ṁ.Cp) min (Thi-Tci) (2.60)

Dimana :

qmax= Perpindahan panas maksimum (W)

ṁ = massa persatuan waktu ( Kg/s)

qIr?s = Kapasitas panas minimum ( put ℃)

Thi = Suhu panas masuk (℃)

Tci = Suhu dingin masuk (℃)

Maka berdasarkan persamaan yang telah dituliskan keefektifan APK menjadi:

E = vṁ\ṁD\FD" D?% DQ)

Fw W " D?% G?) dan E =

ṁG\FG" GQ% G?)

vṁ\Fw W " D?% G?) (2.61)

Bila (ṁ.Cp)min = ṁh.Cph , maka keefektifan E menjadi,

E = D?% DQ

GQ% G? (2.62)

Bila (ṁ.Cp)min = ṁc.Cpc , maka keefektifan E menjadi,

E = GQ% G?

D?% DQ (2.63)

Sehingga dengan mengetahui keefektifan E dari APK, maka didapatkan laju

pindahan panas Q,

q = E Cmin (Thi-Tci) dimana Cmin = (ṁ Cp)min (2.64)

2.9.1 Keefektifan APK Aliran Sejajar

Pada saat membahas metode perhitungan APK dengan metode

(61)

ln LMS – LOS

LMT – LOT = - U a ṁD&HID− &

ṁGHIG (2.65)

dimana Ch = ṁ[qx[ dan Cc = ṁ\qx\ maka didapatkan

ln LMS – LOS

LMT – LOT = - U a

&

yM−

&

yO (2.66)

LMS – LOS

LMT – LOT = 6 % z {

|

}~% }•| (2.67)

Sebelumnya telah diketahui bahwa,

dq = U dA ( Th - Tc) (2.68)

berdasarkan neraca entalpi bahwa dq adalah:

dTh = - U

DEFD ; dTc =

U

ṁGHIG (2.69)

q = ṁh Cph (Thi – Tho) = ṁc Cpc (Tco – Tci) (2.70)

Dengan mensubstitusikan Ch dan Cc maka didapatkan,

Ch(Thi – Tho) = Cc(Tco – Tci) (2.71)

Tco = Tci + yM

yO(Thi – Tho) (2.72)

Persamaan diatas diselesaikan dengan manipulasi matematika, dimana

pada ruas kiri dan kanan masing-masing ditambahkan Tho-Tho dan Thi-Thi.

maka didapatkan,

Tco + Tho - Tho = Tci + Thi –Thi + yM

yO(Thi – Tho) (2.73)

Dengan menyusun kembali persamaan diatas maka didapatkan,

-(Tho – Tco) + Tho = -( Thi – Tci)+ Thi + yM

yO(Thi – Tho) (2.74)

-(Tho – Tco) = -( Thi – Tci) + Thi –Tho + yM

yO(Thi – Tho) (2.75)

Dengan membagi persamaan diatas dengan -(Thi – Tci) maka

didapatkan,

"LMS – LOS) "LMT – LOT) = 1 –

" LMT –LMS) "LMT – LOT) −

yM yO

"LMT – LMS)

"LMT – LOT) (2.76)

Diketahui bahwa : Ch = Cmin = " LMT –LMS)"LMT – LOT)

(62)

Gambar

Tabel 2.1 :Tdouble Pipe Exchanger fittings
Gambar 2.6 :Double-pipe heat exchangers in series
Gambar 2.7 Double-pipe heat exchangers in series–parallel
Gambar 2.19distribusi suhu pada APK sejajar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selama tahun 2012 PT Vale tidak pernah menerima keluhan mengenai gangguan kesehatan dan keselamatan terkait produksi maupun penggunaan produk nikel dalam matte yang dihasilkan..

Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan

komunikasi antara manusia dewasa dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan. menggunakan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap

 Pada Metode Pelaksanaan tidak menyampaikan metode pekerjaan penunjang management/ pengaturan penempatan dan pengiriman material ke lokasi pekerjaan, sesuai jarak angkut

By using GCPs data as an important input, the planimetric and elevation accuracy shall be improved in order to comply with the large scale topographical mapping

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 010/DI- DAK/V/2017 tanggal 12 Mei 2017 , Addendum Dokumen Pengadaan, Berita Acara Penjelasan

We decided to shown the results obtained by three different types of frames which differ in the level of quality (in terms of uniform distribution of the tie points in

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 011/DI- DAK/V/2017 tanggal 12 Mei 2017, Addendum Dokumen Pengadaan, Berita Acara Penjelasan