• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

2. Analisa Protein Hasil Fraksinas

Pada analisa protein rennet yang telah difraksinasi dapat dilihat bahwa masih terdapat pita protein yang beragam, seperti terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Hasil gel elektroforesis dari fraksi rennet domba di bawah satu tahun (B2-1, B2-5, B2-6, B1-6, B1-8, B2-20) dan di atas satu tahun (A1-6, A1-7, A2-5) diwarnai dengan pewarnaan silver memperlihatkan keberadaan pita khimosin pada lingkaran merah.

A

B

36,5 kDa

21.5 kDa

Khimosin

(31 kDa)

M

a

rk

e

r

B2

-1

B2

-5

B2

-6

B1

-6

A1

-6

A1

-7

A2

-5

B1

-8

B2

-20

PEMBAHASAN

Abomasum merupakan bagian dari lambung ruminansia yang memiliki kemampuan metabolisme enzimatis. Abomasum dijadikan sebagai bahan baku utama penghasil rennet karena didasarkan pada sel-sel penghasil enzim protease yang terdapat pada mukosa abomasum bagian fundus. Daerah kelenjar fundus terdiri dari sel epitel permukaan yang menghasilkan mukus, sel leher mukus yang memproduksi cairan penetral, parietal cells atau oxyntic cells

yang menghasilkan asam klorida (HCl), chief cells yang memproduksi prekursor enzim seperti pepsinogen, dan sel enteroendokrin sebagai penghasil hormon- hormon pencernaan. (Dellmann & Eurell 1998) Pada daerah kelenjar fundus domba umur dewasa muda, sel-sel yang imunoreaktif terhadap pepsinogen terdeteksi dalam jumlah banyak, sedangkan sel-sel yang imunoreaktif terhadap prokhimosin jumlahnya sedang (Fitriyani 2006) Penentuan umur domba di bawah satu tahun dan di atas satu tahun didasarkan terhadap pengamatan morfologi gigi-geligi domba.

Domba yang memiliki umur di bawah satu tahun menunjukkan berat abomasum yang lebih kecil dibandingkan domba dengan umur di atas satu tahun. Setiap hewan ruminansia mempunyai proporsi ukuran abomasum yang berbeda-beda. Menurut Ruckebush et al (1983), proporsi ukuran dan kapasitas masing-masing ruangan lambung ruminansia berubah sesuai dengan perubahan umur hewan. Umur dan berat badan domba sangat menentukan proporsi besarnya abomasum domba. Pertambahan berat badan domba berbanding lurus dengan pertambahan umur domba yang mengakibatkan semakin besar pula abomasumnya.

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa mukosa fundus B2 lebih besar dibandingkan B1 untuk sampel di bawah satu tahun, sedangkan pada sampel di atas satu tahun mukosa A1 lebih besar dibandingkan A2. Pembuatan ekstrak

rennet (modifikasi Qadri et al. 1962) berasal dari mukosa daerah fundus karena berdasarkan penelitian sebelumnya telah diperoleh hasil koagulasi susu yang lebih baik dengan ekstrak fundus dibandingkan dengan pilorus. Prokhimosin merupakan bentuk inaktif dari khimosin yang kemudian akan diubah menjadi bentuk aktif, yakni khimosin oleh asam klorida (HCl) yang diproduksi oleh sel-sel parietal pada daerah fundus (Dellman & Eurell 1998).

Fraksinasi merupakan langkah awal untuk melakukan proses purifikasi. Prinsip fraksinasi menggunakan liquid IEF BioRad Rotofor® yakni memisahkan enzim protease utama (khimosin dan pepsin) yang terdapat pada ekstrak yang berasal dari fundus ruminansia dengan perbedaan titik isolistriknya. Hasil fraksinasi dan purifikasi rennet menggunakan liquid IEFmembagi masing-masing sampel ke dalam dua puluh tabung fraksi koleksi yang terpisah berdasarkan titik isolistriknya. Titik isolistrik (isoelectric point = pI) merupakan pH dimana selisih muatan listrik pada permukaan protein adalah nol. Mengacu pada Suhartono (1992), titik isolistrik dari enzim khimosin adalah sekitar pH 4.5 dan titik isolistrik pepsin yaitu sekitar pH 2.85 (Harrow & Mazur 1958).

Proses pemisahan protein dengan menggunakan liquid IEF BioRad Rotofor® berlangsung dalam tiga prosedur utama. Proses pre-running sebelum pemusatan isolistrik meliputi proses pembilasan chamber dengan air destilasi yang bertujuan untuk membersihkan ion yang dapat mengkontaminasi sampel. Proses selanjutnya adalah prefocusing, yakni dengan penambahan amfolit Bio- Lyte ke dalam sampel yang bertujuan untuk memunculkan gradien pH yang berfungsi untuk memperluas rentang koreksi dari pH dan dapat menstabilkan gradien pH sewaktu proses pemusatan isolistrik. Perubahan gradien pH secara ekstrim dapat mempresipitasi dan mendenaturasi protein sampel. Prosedur terakhir adalah proses focusing, yakni proses pemusatan isolistrik terhadap enzim ke dalam masing-masing fraksi yang mewakili perbedaan pI. Pemilihan amfolit dengan rentang pH 3-10 didasarkan pada tujuan pemisahan enzim khimosin yang memiliki rentang pI yang dapat difasilitasi oleh rentang tersebut. Elektrolit yang digunakan pada elektroda katoda adalah NaOH 0.1 M dan elektrolit yang digunakan pada elektroda anoda adalah H3PO4 0.1 M. Pemilihan elektrolit ini didasarkan pada kemampuan menahan pelepasan ion melalui membran selama proses pemusatan berlangsung. Fraksi yang telah terpurifikasi kemudian dipanen ke dalam Harvesting Chamber dengan prinsip tarikan pompa vakum ke dalam tabung koleksi untuk mencegah terjadinya pencampuran enzim di dalam chamber. Masing-masing tabung koleksi kemudian diuji pH untuk memperlihatkan gradien yang terbentuk dengan kertas indikator pH (Gambar 4). Hasil pengujian yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan hasil purifikasi liquid IEF didapatkan bahwa daya fraksinasi terlihat berdasarkan adanya gradien pH yang semakin meningkat seiring kenaikan nomor fraksi (Tabel 2). Fraksi awal memiliki gradien pH asam karena

adanya pelepasan ion H+ yang berasal dari electrolyte chamber anoda yang mengandung H3PO4, sedangkan pada fraksi akhir memiliki gradien pH basa karena pelepasan ion OH- dari katoda yang mengandung NaOH. Pemusatan isolistrik akan terjadi apabila pergerakan kation dan anion hingga mencapai titik netral (tidak bermuatan) yang berbeda untuk masing-masing jenis enzim yang terdapat dalam ekstrak kasar rennet.

Banyaknya fraksi yang menunjukkan pH ekstrim basa (pH >10) dikarenakan penggunaan amfolit pada rentang pH 3-10 tidak memfasilitasi terjadinya proses pemusatan isolistrik yang berada di luar rentang amfolit. Pergerakan masif dari ion bermuatan positif (kation) dari elektroda anoda menuju elektroda katoda yang bermuatan negatif juga turut mendukung kenaikan gradien pH. Lingkungan yang asam membawa jumlah proton yang tinggi yang dipengaruhi oleh konsentrasi ion H+. Perkiraan rentang titik isolistrik enzim khimosin didasarkan terhadap hasil uji koagulasi masing-masing fraksi yang didukung oleh waktu koagulasi yang paling efisien dengan bentuk koagulan yang paling baik sehingga didapatkan bahwa IEF Rotofor mampu mengonsentrasikan enzim khimosin pada rentang pH 4.5-5. Pada proses koagulasi, netralisasi muatan negatif dari kasein oleh ion H+ dari asam laktat akan menyebabkan tercapainya pH isolistrik kasein yang mengakibatkan protein terkoagulasi. Penggumpalan akan sempurna bila semua muatan kasein menjadi netral (Bowen 1996).

Koagulasi susu merupakan uji spesifik yang digunakan untuk menguji secara kualitatif kemampuan rennet untuk membentuk curd. Metode koagulasi (Scott 1981) digunakan untuk menentukan keberadaan enzim khimosin dalam

rennet. Sampel yang tidak mengandung khimosin tidak akan mengalami proses koagulasi membentuk curd. Susu yang digunakan pada pengujian aktivitas koagulasi adalah susu pasteurisasi. Susu pasteurisasi digunakan untuk menstandarisasikan kualitas biologi susu dengan jalan membunuh bakteri yang tidak diinginkan atau bakteri patogen (Scott 1981). Pada penelitian sebelumnya, didapatkan konsentrasi penambahan rennet yang optimum adalah 4% (v/v), sedangkan suhu optimum susu agar terbentuk curd yang baik akibat penambahan khimosin adalah 37 °C. Jika suhu susu berkisar antara 40-60 °C, maka enzim khimosin akan inaktif (Winarno 1983).

Proses koagulasi susu terjadi melalui dua cara, yaitu dengan reaksi enzimatis dan reaksi non enzimatis. Perbandingan hasil koagulasi pada tingkat

keasaman yang beragam dapat dilihat pada Gambar 5. Pada reaksi non enzimatis, contohnya oleh penambahan asam akan membentuk kondisi susu pecah dan menggumpal karena keseimbangan kaseinnya berkurang. Sifat asam ini akan mengganggu kestabilan sifat koloidal pada selubung air yang meliputi butir-butir protein, terutama kasein.

Proses koagulasi dengan reaksi enzimatis terjadi karena penambahan

rennetyang bereaksi dengan κ-kasein akan memecah ikatan fenilalanin-metionin menghasilkan para-kasein dan menghancurkan aktivitas penstabilannya

terhadap α-kasein dan -kasein. Pemecahan ikatan ini akan menyebabkan terpisahnya komponen yang bersifat hidrofilik dari para-kasein dan terbentuknya ikatan dengan ion Ca2+ yang melakukan penggabungan dengan komponen susu lainnya membentuk koagulan (curd) yang terpisah dari cairannya (whey) (Daulay 1990). Sedangkan pada kondisi basa tidak menunjukkan aktivitas koagulasi dikarenakan enzim protease tidak bekerja dalam lingkungan basa.

Parameter yang diukur dalam pengujian koagulasi adalah kualitas koagulan yang terbentuk serta waktu koagulasi. Waktu koagulasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya gumpalan pertama setelah dimasukkan

rennet ke dalam susu. Titik akhir pengamatan terjadi setelah susu menggumpal sempurna (curd). Waktu koagulasi dari sampel rennet di atas dan di bawah satu tahun dapat dilihat dalam Tabel 3. Hasil koagulan yang terbentuk terlihat pada Gambar 6.

Berdasarkan hasil uji koagulasi, ekstrak kasar rennet di bawah satu tahun memiliki hasil koagulan yang lebih kompak dan lebih padat serta waktu koagulasi yang lebih cepat dibandingkan rennet di atas satu tahun. Terdapat perbedaan waktu secara deskriptif yang signifikan antara ekstrak kasar rennet di atas dan di bawah satu tahun dikarenakan pada hewan ruminansia yang telah lepas sapih dan mulai mengonsumsi pakan hijauan, produksi khimosin akan digantikan dengan sekresi pepsin (Daulay 1990). Hasil koagulasi susu oleh pepsin akan menghasilkan waktu koagulasi yang lama, koagulan yang lunak, kehilangan lemak dalam whey, terbentuk peptida pahit, tekstur dan dadih (curd) keju yang lebih lunak (Kilara dan Iya 1984). Kuantitas pepsin dipengaruhi oleh umur dan jenis makanan hewan. Pedet yang hanya mengonsumsi susu mengandung sekitar 6-12% pepsin pada ekstrak abomasumnya, sedangkan pedet yang telah mengkonsumsi makanan padat (selain susu) akan mengalami peningkatan enzim pepsin dan pengurangan kadar khimosin. Pada usia di atas satu minggu

produksi khimosin akan menurun drastis, namun pada ruminansia produksi khimosin tidak pernah bernar-benar terhenti walaupun telah memasuki usia dewasa (Fox 1993).

Mengacu pada Tabel 1, didapatkan bahwa mukosa fundus yang lebih besar, yakni sampel A1 untuk rennet di atas satu tahun dan sampel B2 untuk sampel rennet di bawah satu tahun berpengaruh terhadap waktu koagulasi yang lebih cepat. Besarnya mukosa fundus berkorelasi positif dengan jumlah sekresi enzim protease. Semakin luas permukaan mukosa fundus, maka semakin banyak jumlah sel utama yang mensekresikan enzim khimosin.

Waktu yang diperlukan untuk mengkoagulasi susu dari tiap sampel fraksi berbeda-beda. Waktu koagulasi dari susu yang ditambahkan sampel B1-6 dan B2-6 (di bawah satu tahun) lebih cepat dibandingkan dengan pemberian sampel A1-7 dan A2-5 (di atas satu tahun). Domba dengan umur di atas satu tahun memiliki fundus yang lebih besar dibandingkan domba yang berumur di bawah satu tahun, namun semakin sedikit khimosin yang dihasilkan oleh sel utama karena terjadi kolokalisasi fungsi sel utama dan sekresi enzim khimosin telah disubstitusi dengan sekresi pepsin yang merupakan protease utama dalam saluran pencernaan hewan dewasa.

Waktu koagulasi yang dibutuhkan fraksi rennet yang telah mengalami pemusatan isolistrik (Tabel 4) lebih cepat dibandingkan ekstrak kasar (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan uji koagulasi, terjadi proses pemusatan enzim khimosin pada fraksi tersebut yang meningkatkan efisiensi waktu koagulasi. Fraksi-fraksi tersebut memiliki konsentrasi enzim khimosin yang lebih tinggi dibandingkan fraksi lain akibat pemusatan IEF terhadap titik isolistriknya. Pemusatan enzim khimosin dapat dibuktikan dengan keberadaan pita protein yang dianalisa dengan menggunakan SDS-PAGE.

Identifikasi fraksi yang telah dipisahkan melalui pemusatan isolistrik dapat melalui berbagai metode analisa. SDS-PAGE adalah metode elektroforesis yang diaplikasikan untuk analisa campuran protein secara kualitatif, khususnya untuk melihat hasil purifikasi protein dan menentukan estimasi jumlah dan berat molekul (BM) protein. Poliakrilamid gel digunakan karena memiliki spesifikasi yang lebih baik pada molekul protein.

Hasil analisa protein menggunakan SDS-PAGE pada ekstrak kasar

rennet memberikan gambaran banyaknya pita protein dengan ketebalan yang beragam. Pita-pita protein tersebut merepresentasikan protein yang terdapat

pada sekreta fundus abomasum. Rennet di atas dan di bawah satu tahun tidak memberikan gambaran perbedaan secara kualitatif. Intensitas warna yang lebih gelap mengindikasikan kandungan protein yang lebih tinggi. Variasi keragaman ekstrak kasar rennet yang tinggi dapat disebabkan terjadinya pemotongan protein yang terjadi selama prosedur ekstraksi.

Pada analisa protein rennet yang telah difraksinasi dapat dilihat bahwa masih terdapat pita protein yang beragam, dengan variasi yang lebih minim dibandingkan dengan elektroforesis ekstrak kasar (Gambar 8). Hal ini menunjukkan terjadi proses pemurnian yang bersifat parsial dari prosedur pemusatan isolistrik. Pemurnian bersifat parsial dikarenakan proses liquid IEF hanya memusatkan jenis protein yang memiliki titik isolistrik yang sama dalam satu tabung koleksi.

Fraksi yang mewakili pH ekstrim asam (B2-1) memiliki pita tebal dan gelap di bagian bawah yang menandakan keberadaan protein dengan BM yang kecil dalam kuantitas yang tinggi. Fraksi yang mewakili pH ekstrim basa (B2-20) tidak menunjukkan keberadaan pita protein dikarenakan tidak terdapat enzim pada mukosa fundus abomasum yang memiliki titik isolistrik pada pH tersebut. Fraksi yang mewakili pH dalam rentang titik isolistrik khimosin (B2-5, B2-6, B1-6, A1-6, A1-7, A1-5, B1-8) menunjukkan keragaman pita dengan ketebalan yang berbeda-beda.

Enzim khimosin dapat diestimasi berdasarkan perbandingan BM antara pita marker dan pita sampel, yakni diestimasi pada BM 31 kDa yang terletak di antara Lactate dehydrogenase (36,5 kDa) dan Trypsin Inhibitor (21.5 kDa) pada marker NuPAGE®. Keberadaan pepsin dalam gel elektroforesis tidak dapat diestimasi secara pasti karena pepsin memiliki pI yang lebih rendah dari khimosin, yakni dalam rentang 1.5-2.85 namun memiliki BM yang lebih tinggi (36 kDa) sehingga pepsin akan terkonsentrasi pada fraksi awal dengan pH rendah diluar rentang amfolit yang digunakan (pH 3-10). Keberadaan enzim khimosin dalam gel elektroforesis membuktikan bahwa koagulasi susu yang terjadi pada pengujian fraksi tersebut terjadi secara enzimatis.

Berdasarkan hasil analisa protein dan uji koagulasi, proses fraksinasi

liquid IEF BioRad Rotofor® terhadap ekstrak kasar rennet mampu memfraksinasi dan mengeliminir protein yang tidak berada dalam rentang pI khimosin, dibuktikan dari perbandingan pita sebelum pemusatan isolistrik liquid IEF (Gambar 8-A) dan setelah pemusatan isolistrik (Gambar 8-B; 9) yang

menunjukkan berkurangnya keragaman pita setelah difraksinasi, namun IEF Rotofor® tidak dapat memisahkan dan mengisolasi enzim khimosin dan pepsin secara murni. Banyaknya pita protein lain yang terdapat dalam gel hasil pemurnian dapat disebabkan karena protein-protein tersebut mempunyai rentang tititk isolistrik yang sama, sehingga terkonsentrasi dalam satu tabung koleksi namun memiliki BM yang berbeda-beda.

Dokumen terkait