• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2. Enzim Pepsin

Pepsin merupakan salah satu dari tiga enzim proteolitik utama di dalam sistem pencernaan hewan dewasa, selain chymotripsin dan tripsin. Enzim pepsin seperti halnya khimosin, dihasilkan oleh chief cell mukosa lambung yang secara alami juga terdapat dalam rennet ruminansia. Enzim pepsin disintesis dalam bentuk prekursor pepsinogen dengan berat molekul 42 kDa. Pepsinogen kemudian dapat diaktivasi melalui dua jalur, pertama melalui aktivasi oleh HCl. Protein yang masuk kedalam lambung akan merangsang pengeluaran hormon gastrin yang selanjutnya merangsang pengeluaran HCl oleh sel parietal mukosa lambung, serta sekresi pepsinogen dari sel utama. Aktivasi kedua melalui proses autokatalisis oleh pepsin itu sendiri. Kedua jalur aktivasi tersebut membentuk pepsin dengan berat molekulnya yang menurun menjadi 35 kDa dan stabil pada pH 5.0-5.5 (Suhartono 1992). Sementara menurut Harrow dan Mazur (1958) titik isolistrik pepsin yaitu 2.85. Berdasarkan Winarno (1983), berat molekul dari pepsin adalah 33 kDa yang mempunyai 321 residu asam amino, sangat stabil pada pH 5.0-5.3, dan sangat aktif pada pH 1-4 dengan keaktifan optimum pada pH 1.8.

Kuantitas pepsin dipengaruhi oleh umur dan jenis pakan hewan. Pedet yang hanya mengonsumsi susu mengandung sekitar 6-12 % pepsin pada

ekstrak abomasumnya, sedangkan pedet yang telah mengonsumsi makanan padat (selain susu) akan mengalami peningkatan kandungan enzim pepsin dan pengurangan kadar khimosin. Hasil koagulasi susu oleh pepsin akan menghasilkan waktu koagulasi yang lama, koagulan yang lunak, kehilangan lemak dalam whey, terbentuk peptida pahit, serta tekstur dan dadih (curd) keju yang lebih lunak (Kilara dan Iya 1984). Komplemen khimosin dengan pepsin merupakan salah satu alternatif dalam industri pengolahan keju. Campuran khimosin dan pepsin dianggap paling optimum dan paling sering dipilih karena sulitnya mendapatkan khimosin murni.

Koagulasi Susu

Susu terdiri atas bahan-bahan yang terdispersi dalam air, terutama kalsium, fosfat, dan protein. Bagian protein susu dibagi menjadi dua fraksi, yaitu kasein dan protein serum (whey protein). Kasein merupakan protein utama dalam susu yang dapat mencapai 80% dari total protein susu. Kasein termasuk ke dalam golongan fosfoprotein dengan berat molekul 20-30 kDa. Kasein akan bergabung dengan ion kalsium (Ca2+) membentuk agregat koloid yang disebut

misel (Suhartono 199β). Kasein terdiri atas empat fraksi protein yaitu alpha (α), beta ( ), kappa (κ), dan gamma ( ) yang mempunyai sifat khusus yaitu mudah

menggumpal oleh adanya pengasaman atau penambahan rennet (Daulay 1990). Proses koagulasi susu dapat terjadi akibat aktivitas enzim, asam, dan mikroba. Koagulasi susu oleh enzim terutama aktivitas enzim khimosin menjadi prioritas dalam industri keju. Susu digumpalkan oleh khimosin menjadi koagulan (curd) yang lunak dan lembut, serta memisahkan cairannya (whey) dari curd

dengan kecepatan yang seragam. Selain khimosin, pepsin juga dapat menggumpalkan susu, tetapi koagulannya lebih sensitif terhadap perubahan pH dan suhu, serta dapat menyebabkan dadih berasa pahit (Daulay 1990). Menurut Suhartono (1992), kekuatan aktivitas koagulasi enzim khimosin lebih tinggi dibandingkan dengan enzim protease lainnya, seperti pepsin dan khimotripsin.

Proses koagulasi dengan reaksi enzimatis terjadi karena penambahan

rennet yang bereaksi dengan kappa kasein akan memecah ikatan fenilalanin- metionin menghasilkan para-kasein dan menghancurkan aktivitas penstabilannya

terhadap αs-kasein dan -kasein. Pemecahan ikatan ini akan menyebabkan terpisahnya komponen yang bersifat hidrofilik dari para-kasein dan terbentuknya ikatan dengan ion Ca2+ yang melakukan penggabungan dengan komponen susu

lainnya membentuk curd yang terpisah dari whey (Goenardjoadi 1988, Daulay 1990). Sedangkan proses koagulasi susu nonenzimatis terjadi karena penambahan senyawa asam. Menurut Van Slyke et al. (1949) diacu dalam Widyowatie (1980) dengan bertambahnya kandungan asam pada susu, akan terjadi pembentukan asam laktat dari laktosa karena aktivitas bakteri. Asam laktat akan menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimia dari kasein susu. Netralisasi muatan negatif dari kasein oleh ion H+ dari asam laktat akan menyebabkan tercapainya pH isolistrik kasein yang mengakibatkan protein terkoagulasi. Pengumpalan akan sempurna bila semua muatan kasein menjadi netral.

Pembentukan curd setelah penambahan khimosin pada susu terjadi melalui dua tahap. Pada tahap pertama, terjadi peningkatan komponen nitrogen terlarut karena aktivitas khimosin. Komponen nitrogen terlarut ini berasal dari

molekul κ-kasein. Pada tahap kedua, terjadi agregasi misel kasein yang telah berubah secara enzimatik, sehingga terbentuk struktur gel (Suhartono 1992).

Κappa-kasein kemudian terurai menjadi dua bagian pada ikatan asam amino fenilalanin dan metionin pada nomor 105-106 menjadi makropeptida ρ-κ-kasein

dan makropeptida κ-kasein. Apabila sampai 90% κ-kasein telah terhidrolisis, maka terjadi agregat protein yang meningkatkan viskositas susu sampai terbentuk struktur gel. Produk makropeptida yang dihasilkan dari proses hidrolisis

bersifat larut air, sedangkan struktur ρ-κ-kasein mengendap. Putusnya ikatan peptida antara fenilalanin dan metionin pada κ-kasein ini mengakibatkan hilangnya kestabilan misel kasein, sehingga fraksi kasein yang lain ikut mengendap (Suhartono 1992).

Pemisahan Protein

Protein maupun peptida memiliki komponen kompleks yang memerlukan proses sekuensi untuk mendapatkan komponen biologisnya (Morris 1976). Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi perkembangan proses pemisahan protein. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan protein adalah molekul, muatan, serta sifat hidrofobiknya (Harrow & Mazur 1958). Pada awalnya proses pemisahan protein dilakukan dengan metode sederhana memisahkan fase yakni dengan metode filtrasi dan pemisahan fase liquid dengan pengeringan (drying). Pada perkembangannya, metode separasi protein dilakukan dengan cara yang

lebih progresif yakni dengan kristalisasi dan distilasi. Kesulitan dalam mengaplikasikan teknik pemisahan protein dipengaruhi oleh substansi yang ingin diteliti terdiri dari material yang sangat kompleks dan beragam, selain itu juga disebabkan bioavaibilitasnya yang sangat kecil di alam sehingga membutuhkan teknik pemisahan dengan sensitivitas yang tinggi (Morris 1976). Pemurnian protein merupakan proses yang dilakukan untuk mendapatkan isolat homogen dari suatu substansi. Pemurnian dikatakan berhasil apabila tidak dapat lagi membuktikan bahwa suatu material terdiri dari lebih dari satu substansi. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan mengaplikasikan berbagai teknik pemisahan protein dan dilanjutkan dengan sistem analisa yang sesuai. Proses analisa tersebut dapat dilakukan secara biologis maupun kimiawi (Morris 1976).

Teknik yang banyak dikembangkan dalam pemisahan protein terbagi menjadi dua metode mayor, yakni chromatographic dan non-chromatografic. Metode non-chromatographic dalam hal ini antara lain elektroforesis, presipitasi, serta filtrasi membran. Berdasarkan Shetty et al. (2006) kromatografi merupakan suatu teknik purifikasi dimana komponen dari sampel dipisahkan berdasarkan kemampuan masing-masing komponen tersebut untuk berinteraksi dengan fase gerak ataupun fase diam yang dilalui sampel. Metode purifikasi chromatographic

terdiri atas dua fase, yaitu fase diam (stationary phase) dan fase bergerak (mobile phase). Fase diam dapat berbentuk padat, gel, cair atau campuran padat dan cair, sementara fase gerak dapat berbentuk cair atau gas dan mengalir melewati fase diam. Semua metode chromatographic bekerja dengan dasar keseimbangan yang dicapai antara fase diam dan fase gerak.

Metode non-chromatographic elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan senyawa berdasarkan kecepatan migrasi senyawa yang bermuatan dibawah pengaruh medan listrik (Caprette 1996). Dengan teknik elektroforesis molekul-molekul biologis yang memiliki berat molekul tinggi seperti karboidrat, lipid, asam nukleat, dan kompleks lipid-karbohidrat atau kompleks lipid-protein dapat dipisahkan berdasarkan berat molekulnya (Djuwita 2004).

Salah satu teknik pengembangan dari elektroforesis adalah gel elektroforesis yang menggunakan basis selulosa-asetat. Gel elektroforesis dapat diklasifikasikan berdasarkan media gel yang digunakan, yakni starch gel,.

polyacrylamide gel, discontinuous gel electrophoresis, sodium dodecyl sulfate- polyaccrylamide electrophoresis, dan agarose gel electrophoresis.

Liquid Isoelectric Focusing Rotofor® (BioRad)

Isoelectric focusing (IEF) merupakan teknik non-chromatografic

elektroforesis untuk memisahkan molekul berdasarkan perbedaan muatan listrik dengan prinsip mobilitas elektrolit dalam fungsi pH (Boyer 1986). Protein, termasuk didalamnya enzim membawa muatan listrik, baik positif, negatif, maupun netral. Muatan listrik dari suatu protein dipengaruhi oleh pH lingkungan di sekitar protein tersebut.

Molekul yang akan difraksinansi dipreparasi ke dalam medium dengan pH gradien tertentu yang difasilitasi dengan penggunaan amfolit yang akan memperluas rentang pH dalam medium. Arus listrik dari sumber listrik mengalir dalam medium membentuk ujung-ujung kutub elektroda; anoda yang bermuatan positif di salah satu ujung dan katoda yang bermuatan negatif di ujung lainnya. Molekul yang membawa muatan negatif akan bermigrasi melalui gradien pH menuju elektroda bermuatan positif, sedangkan molekul yang bermuatan positif akan bermigrasi ke arah sebaliknya (Boyer 1986). Hal ini akan terus berlangsung sampai pada titik isolistrik. Titik isolistrik (isoelectric point = pI) yaitu suatu kondisi dimana selisih muatan listrik pada permukaan protein adalah nol. Pada kondisi inilah susu menggumpal dengan baik menjadi dadih karena tidak ada muatan yang tertinggal untuk mempertahankan kasein dalam suspensi.

Gambar 2 Alat Rotofor®, terdiri atas focusing chamber (A) yang terdiri dari elektroda katoda (1), dan elektroda anoda (2); harvesting apparatus

(B), yang terdiri dari collection tubes (1), dan vaccum vein (2).

Teknik IEF merupakan langkah awal dalam proses pemurniaan protein. Protein dipisahkan berdasarkan titik isolistrik dan dianalisa kandungan proteinnya dengan SDS-PAGE berdasarkan berat molekulnya. Liquid IEF Rotofor® mengisolasi protein dengan cara meningkatkan gradien pH linear dalam medium

A

B

1

2

1

yang beraliran listrik. Protein yang bersifat asam dengan muatan positif akan bermigrasi menuju wilayah katoda yang bermuatan negatif. Perpindahan tersebut juga diikuti oleh pelepasan ion hidrogen [H+] sampai tercapai selisih muatan nol dan protein akan berhenti bermigrasi. Apabila protein memperoleh muatan secara tidak sengaja akibat penyebaran dalam gradien pH, maka medan beraliran listrik tersebut akan mengembalikan protein tersebut pada rentang pH yang sesuai dengan titik isolistriknya. Protein yang tefraksinasi kemudian dipanen yang selanjutnya mengalami proses pemurnian lanjutan menggunakan gel elektroforesis (Perrit et al. 1992).

1. Preparasi Sampel

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemisahan protein dalam penyiapan sampel antara lain konsentrasi garam, homogenitas, dan kelarutan. Sampel yang mengandung konsentrasi garam melebihi 10mM harus mengalami proses salting-out (pelepasan garam) sebelum penambahan amfolit ke dalam sampel. Hal tersebut untuk memastikan kisaran pH amfolit dapat diperluas hingga mencapai rentang pada focusing chamber (Gambar 2) dan voltase optimal dapat diaplikasikan. Konsentrasi garam yang tinggi dalam sampel akan bermigrasi menuju kutub-kutub anoda dan katoda yang dapat mengurangi efektivitas pemisahan. Penambahan buffer atau larutan penyangga akan meningkatkan konduktivitas dan menurunkan resolusi sampel. Efek lain dari penambahan buffer akan menekan gradien pH pada wilayah pKa buffer [BioRad].

Sampel yang tidak homogen dan keruh harus dihomogenisasi terlebih dahulu melalui filtrasi maupun sentrifugasi untuk memisahkan debris yang dapat menghalangi membran anion maupun kation. Kelarutan sampel menunjukkan kemampuan presipitasi dalam gel IEF analitik. Peningkatan kelarutan dapat dilakukan dengan penambahan urea 3-5 M yang telah diionisasi sebelumnya [BioRad].

2. Analisa Fraksi

Analisa fraksi dilakukan untuk menentukan kandungan protein yang terdapat dalam fraksi yang telah dipanen. Analisa yang paling umum adalah dengan menggunakan SDS-PAGE atau IEF gel dalam rentang pH 3-10. Metode lain yang dapat diaplikasikan untuk menganalisis fraksi bergantung

pada jenis protein meliputi uji khusus dan pengujian menggunakan metode

immunoblotting. Kandungan amfolit dalam sampel dapat mempengaruhi kualitas pengujian. Pemisahan amfolit dari sampel dapat melalui teknik dialisa, presipitasi garam dengan ammonium sulfat, dan teknik kromatografi.

Elektroforesis Gel Poliakrilamid

Elektroforesis digunakan untuk memisahkan campuran asam nukleotida ataupun protein berdasarkan pergerakan molekul-molekul yang bermuatan dibawah pengaruh medan listrik. Molekul-molekul biologis yang memiliki berat molekul tinggi seperti karbohidrat, lipid, asam nukleat, dan kompleks lipid- karbohidrat atau kompleks lipid-protein dapat dipisahkan berdasarkan berat molekulnya. Prinsip perpindahan muatan mengakibatkan molekul akan bermigrasi ke arah katoda atau anoda, bergantung dari muatannya. Banyak molekul biologis seperti asam amino, peptida, protein, nukleotida dan asam nukleat memiliki muatan listrik yang besarnya tergantung pada jenis molekul, pH, dan komponen medium pelarutnya (Djuwita 2004).

Elektroforesis gel melalui agarose atau poliakrilamid merupakan metode yang paling umum dan sering dipergunakan dalam penelitian maupun biologi molekuler terapan. Secara umum, gel agarose lebih ditujukan untuk pemisahan molekul yang berukuran besar, sedangkan gel poliakrilamid untuk molekul yang berukuran lebih pendek (Djuwita 2004). Elektroforesis gel dapat digunakan untuk menentukan atau mendeteksi berbagai hal berikut: berat molekul (BM) suatu bahan (fragmen DNA, RNA atau protein); banyaknya jenis protein dalam suatu sampel misalnya serum albumin; terjadinya pemalsuan bahan atau kerusakan bahan, ada tidaknya suatu infeksi virus atau bibit penyakit lainnya dengan cara mendeteksi antibodi yang terbentuk.

Sodium dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS- PAGE) adalah metode yang banyak diaplikasikan untuk analisa campuran protein secara kualitatif, khususnya untuk melihat hasil purifikasi protein dan menentukan estimasi jumlah dan berat molekul protein. SDS poliakrilamid gel elektroforesis terbatas pada berat molekul 10.000 – 200.000 Dalton (Boyer 1986). Menurut Wilson dan Walker (1999), sodium dodecyl sulphate (SDS) (CH3-(CH2)10-CH2OSO3-Na+) merupakan detergen yang tidak bermuatan (anionik). SDS-PAGE dilakukan pada pH sekitar netral. SDS akan membentuk kompleks dengan protein dan kompleks ini bermuatan negatif karena gugus-

gugus anion dari SDS. Kompleks SDS-protein yang lebih besar mempunyai mobilitas yang lebih kecil, sedangkan kompleks yang lebih kecil memiliki mobilitas yang lebih besar.

Berat molekul protein dapat ditentukan dengan kalibrasi menggunakan standar protein yang telah diketahui berat molekulnya (marker) (Nur & Adijuwana 1989; Rybicki & Purves 2000). Penentuan berat molekul suatu fraksi dapat dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Cara kualitatif dilakukan dengan menggunakan patokan pita standar protein terhadap pita sampel, sedangkan cara kuantitatif dapat dilakukan dengan menghitung mobilitas relatif.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 14 bulan, dimulai dari bulan Juni 2009 sampai Agustus 2010 bertempat di Laboratorium Riset Anatomi dan Laboratorium Embriologi, Depertemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi serta Laboratorium Pendidikan dan Layanan Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Adapun pengambilan sampel dilakukan di Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Perumahan Sindang Sari RT 04/RW 07 Ciampea, Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi termos es, gunting, pinset, gelas ukur, gelas piala, gelas Erlenmayer, tabung reaksi, pipet Pasteur, pipet mikro, spatula, gelas pengaduk, magnetic stirrer, timbangan digital, blender, pH meter, cawan petri, termometer, water heater, pengocok mekanis (shaker),

vortex mixer, alat sentrifus, tabung sentrifus, microtube, refrigerator (4oC), freezer

(-30oC), set liquid IEF BioRad® Rotofor, alat vakum, cooler machine dan seperangkat alat elektroforesis.

Penelitian ini menggunakan empat sampel abomasum domba lokal. Semua sampel abomasum ini diperoleh dari hewan yang disembelih untuk kepentingan konsumsi langsung dari TPH. Sebelum disembelih hewan diperiksa status kesehatan dan ditentukan umurnya berdasarkan perubahan morfologi gigi- giginya.

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah: asam asetat 10% untuk ekstraksi mukosa abomasum dan NaOH 1N untuk proses netralisasi.

Bio-Lyte® Ampholyte pH 3-10, NaOH 0.1 N, H3PO4 untuk proses pemusatan

liquid IEF. Gel elektroforesis dibuat dengan bahan-bahan yaitu BIS acrylamide, aquades, tris HCl (pH 8.8 dan 6.8), SDS 10%, N,N,N’,N’-tetramethylenediamine

(TEMED), ammonium persulfat 10%. Bahan yang digunakan untuk pewarnaan

silver adalah perak nitrat, etanol absolut, aquades, dan asam asetat glasial.

Sensitizer menggunakan campuran etanol absolut, glutaraldehid, sodium tiosulfat, dan sodium asetat. Developer menggunakan sodium karbonat dan formaldehid, serta stopper. Persiapan sampel yang akan dirunning terdiri dari

ekstrak sampel, Laemmli sample buffer, dan loading dye buffer protein. Terakhir persiapan running buffer yang terdiri dari tris HCl, glycine, dan SDS 0.1%.

Pengambilan Sampel

Sampel abomasum diambil langsung dari TPH. Sebelum disembelih domba diperiksa status kesehatannya dan ditentukan umurnya berdasarkan susunan gigi-giginya. Segera setelah disembelih lambung bagian abomasum dikeluarkan dari tubuh, dan dimasukkan ke dalam plastik yang berisi NaCl fisiologis. Setelah itu, dimasukkan ke dalam termos dingin dan segera dibawa ke laboratorium untuk proses selanjutnya.

Isolasi Rennet

Abomasum disayat pada daerah kurvatura mayor untuk mengeluarkan kotoran yang ada di dalamnya dan dicuci dengan NaCl fisiologis. Meja yang akan digunakan diusahakan steril dengan cara didesinfeksi dan bunsen dinyalakan untuk menjamin proses aseptis. Abomasum yang telah bersih kemudian ditimbang, selanjutnya bagian fundus dan pilorus dipisahkan dan masing-masing ditimbang kembali. Bagian mukosa fundus dikelupas dan ditimbang kembali untuk selanjutnya dilakukan proses ekstraksi.

Proses ekstraksi yang digunakan adalah modifikasi metode Qadri et al. (196β) oleh Nisa’ et al. (2009). Mukosa fundus yang diperoleh dicincang menggunakan gunting dan ditambahkan asam asetat 10% dengan perbandingan 1 : 2 (mukosa : asam asetat). Untuk mempercepat proses ekstraksi, campuran tersebut dihomogenkan menggunakan blender sebanyak lima kali (5x), masing- masing satu menit dengan selang waktu 30 detik. Di sekitar tabung blender diberikan es batu untuk menjaga agar suhu tidak terlalu tinggi. Campuran yang telah diblender kemudian dibagi ke dalam beberapa tabung untuk disentrifugasi. Tiap tabung dilabel dan diukur ketinggian sampelnya. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 11.000 rpm pada suhu 4 0C selama 20 menit. Supernatan dipisahkan dari endapan dengan cara mengambil supernatan pada tabung sentrifus menggunakan mikro pipet. Hasil ekstraksi tersebut kemudian dinetralisasi menggunakan NaOH 1N sampai mencapai pH rennet optimum 5,4 (Putra 2009). Selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas koagulasi susu.

Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu

Uji aktivitas rennet terhadap koagulasi susu dilakukan dengan menggunakan metode Scott (1981). Uji ini dilakukan terhadap supernatan yang sudah dinetralisasi untuk membuktikan keberadaan enzim protease (khimosin dan pepsin). Konsentrasi supernatan yang digunakan adalah 4%. Susu terlebih dahulu dipasteurisasi dengan suhu 72 0C selama 15 detik dan didiamkan selama beberapa menit hingga mencapai suhu 35-40 0C. Selanjutnya susu dimasukkan kedalam gelas piala sebanyak 9.6 ml dan ditambah dengan 0.4 ml supernatan. Campuran tersebut kemudian diaduk beberapa saat sampai homogen. Setelah itu didiamkan dan diamati sampai terjadi penggumpalan susu. Waktu dari mulai menggumpal sampai susu menggumpal sempurna dihitung dengan pengukur waktu (stopwatch). Parameter yang diamati dalam pengujian koagulasi adalah waktu koagulasi dan tekstur koagulan yang terbentuk.

Fraksinasi Enzim Protease Rennet

Proses fraksinasi dimulai dengan menyusun membran dan elektroda alat Rotofor®. Elektroda anoda berisikan membran kation yang membawa muatan positif yang direndam semalaman dalam elektrolit anoda (H3PO4 0,1 M). Elektroda katoda berisikan membran anion yang membawa muatan negatif juga direndam semalaman dalam larutan elektrolit katoda (NaOH 0.1 M). Elektroda yang sudah dirakit ke dalam cooling finger kemudian diisi dengan elektrolit yang sesuai pada chamber elektrolit. Cooling finger yang telah dirakit kemudian dipasang pada rotor machine, dan bagian posterior focusing chamber ditutup dengan selotip.

Tahapan fraksinasi dengan liquid IEF meliputi proses pre-running selama lima menit, prefocusing selama 30 menit dan focusing selama tiga jam. Pre- running dilakukan dengan air destilasi sebanyak 55 ml yang kemudian dikeluarkan dari chamber dengan cara disedot dengan vaccum pump.

Prefocusing dilakukan dengan menjalankan zat pelarut tambahan untuk memunculkan gradien pH. Proses focusing dilakukan dengan memasukkan sampel pada chamber pada daya konstan 15 Watt. Preparasi sampel rennet

sebanyak 40 ml supernatan dengan penambahan amfolit pH 3-10 sebanyak 2% dari total volume sampel, yakni sebanyak 0.8 ml. Lubang focusing chamber

kebocoran. Sebelumnya dilakukan pengaturan suhu chamber mencapai 4°C selama 30 menit.

Proses pemanenan fraksi dilakukan ketika voltase stabil selama tiga jam. Ujung pipa kolektor yang runcing ditusukkan pada bagian posterior lubang

chamber dan mesin vakum dinyalakan pada 40-60 Gauge. Protein yang telah difraksinasi akan tertarik dan masuk ke dalam fraksi koleksi berdasarkan titik isolistriknya yang ditunjukkan dengan gradien pH. Setelah itu dilakukan pengujian pH pada masing-masing fraksi dengan menggunakan kertas indikator pH dan dilakukan uji aktivitas pada hasil fraksinasi dengan metode Scott (1981) pada susu yang telah dipasteurisasi.

Analisa Protein Menggunakan Metode SDS-PAGE

Pengujian protein dilakukan terhadap enzim yang terdapat pada fraksi yang telah diuji dalam rentang pH optimum dan menunjukkan hasil uji koagulasi berupa pembentukan curd yang kemudian akan dianalisis menggunakan SDS- PAGE. Intensitas warna yang tinggi (gelap) pada pita mengindikasikan kualitas dan kuantitas protein yang tinggi, sedangkan warna terang mengindikasikan kualitas dan kuantitas protein yang rendah. Pita diwarnai dengan pewarnaan

silver.

Analisa Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa secara statistika deskriptif. Statistika deskriptif adalah bidang statistika yang membicarakan cara atau metode mengumpulkan, menyederhanakan, dan menyajikan data sehingga bisa memberikan informasi.

Rennet

Fraksinasi dengan IEF Rotofor®

Uji Koagulasi

Uji pH

Pengujian kualitas dengan SDS-PAGE Mukosa fundus

Isolasi

HASIL

Ekstraksi Rennet dari Abomasum Domba di Atas dan di Bawah Satu Tahun Perbandingan antara berat abomasum, fundus, dan mukosa daerah kelejar fundus dapat dilihat seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbandingan berat abomasum, fundus, dan mukosa fundus dari domba di atas dan di bawah satu tahun

Domba Berat (gr)

Abomasum Fundus Mukosa

A1 109.92 77.29 57.53

A2 102.53 70.89 46.93

B1 58.38 40.08 31.45

B2 66.67 47.36 38.58

Rata-rata ± SD 84.38 ±25.63 58.91 ± 17.98 43.62 ± 11.22

Keterangan: A1 dan A2 untuk domba umur di atas satu tahun, B1 dan B2 untuk domba umur di bawah satu tahun.

Fraksinasi Ekstrak Kasar Rennet

Pemisahan protein dengan teknik liquid IEF akan memisahkan protein dalam ekstrak kasar ke dalam tabung koleksi yang akan diuji pH (Tabel 2).

Tabel 2 Hasil uji pH terhadap fraksi isolistrik Fraksi ke- pH A1 A2 B1 B2 1 1 1 1 1 2 1.5 2.5 2 2 3 2.5 3.5 2.5 2.5 4 3 4.5 3 3 5 3.5 5 3.5 4 6 4 11 4.5 4.5 7 5 12.5 5 6.5 8 10 13 6.5 10 9 14 14 11 12 10 14 14 11.5 13 11 14 14 12 14 12 14 14 12.5 14 13 14 14 13 14 14 14 14 14 14 15 14 14 14 14 16 14 14 14 14 17 14 14 14 14 18 14 14 14 14 19 14 14 14 14 20 14 14 14 14

Gambar 3 Uji pH dengan kertas strip indikator pH memperlihatkan perubahan warna yang menunjukkan gradien peningkatan pH pada fraksi 1 sampai 20

1. Perbandingan Hasil Koagulasi yang Dipengaruhi oleh Aktivitas Enzimatis, Asam, dan Basa

Rennet yang telah difraksinasi melalui pemusatan isolistrik ke dalam

Dokumen terkait