• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA DATA

2) Menghitung laju pindahan panas pada pipa

4.9. Analisa titik impas

Titik impas (break event point) merupakan titik pertemuan antara dua metode proses produksi yang dikaitkan dengan biaya - volume produksi – laba. Break event point = [ ]

ℎ � �� ��

a) Biaya tetap ( B.T )

Biaya tetap adalah biaya untuk membei alat pengering gabah dengan system gasifikasi

B.T = Rp. 7.431.420 b) Harga jual ( H.J )

Harga jual adalah harga penjualan gabah yang sudah dikeringkan H.J = Rp. 8.000 / Kg

c) Biaya variable ( B.V )

1) Biaya pemakaian listrik ( BPL )

Diperkirakan alat bekerja efektif dengan menggunakan blower selama 0,45 jam / hari

Dimana daya listrik yang dipakai alat pengering gabah dengan system gasifikasi selama 0,45 jam adalah = 0,45 jam x 500 watt = 225 Wh

= 0,225 Kwh Tarif dasar listrik PLN = Rp. 1.528,9 /Kwh

Tabel 4.15 Tarif dasar listrik bulan juni 2014

(sumber www.pln.co.id)

BPL = 0,225 Kwh x Rp.1528,9 /Kwh BPL = Rp.344,0025 /hari

Rp.10.320,075 /bulan

2) Biaya tenaga kerja ( BTK )

Diperkirakan alat in dapat beroperasi dengan 2 orang operator Maka BTK = Rp. 1.600.000/bulan

3) Biaya bahan baku ( BBB )

Biaya bahan baku adalah biaya pembelian gabah basah oleh petani, yaitu Rp. 5.000/Kg

BBB = kapasitas alat x waktu kerja alat x harga bahan baku = 200 Kg x 1 Hari x Rp.5.000/Kg = Rp. 1.000.000/hari Maka : B.V = BPL + BTK + BBB = Rp.344,0025 + Rp. 53.333,33 + Rp.1.000.000 = Rp.1.053.677,34

Jika dalam Rp/Kg maka: B.V = BPL +BTK +BBB KAPASITAS ALAT = Rp .344,0025 +Rp .53.333,33+Rp .1.000.000 200 kg /hari = Rp .1.053.677,34 200 Kg /hari = Rp.5.268,387/kg

Dari data diatas maka titik impas akan diperoleh : BEP = B.T H.J−B.V = Rp .7.431.420 Rp .8.000 Kg− Rp .5.268,387 Kg = Rp .7.431.420 Rp .2.731,613/Kg = 2.720,524 Kg

Gambar 4.5 Grafik BEP

1 = Perhitungan biaya total menggunakan alat pengering dengan system Gasifikasi

= biaya tetap menggunakan alat gasifikasi BEP ( X ) = 2.721Kg

Hasil Penjualan ( Y ) = 2.721Kg x Rp.8.000 = Rp.21.768.000

Berdasarkan hasil grafik dapat diketahui bahwa setelah volume produksi diatas 2.721 Kg maka penggunaan alat pengering dengan sistem gasifikasi ini lebih ekonomis.

Perhitungan BEP diatas adalah perhitunan untuk operasi alat pengering gabah dengan system gasifikasi selama sekali pengeringan , untuk menjadikan kadar air gabah < 14%. Sedangkan untuk komoditas perdagangan kadar air gabah harus < 14 % agar gabah dapat digiling atau dijual langsung sebagai pakan hewan.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 B iaya teta p da n ha sil pe n juala n [ Juta R upiah ]

Volume produksi gabah [ Kg ]

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan perhitungan terhadap perencanaan alat gasifikasi ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kapasitas alat pengering dengan menggunakan bahan bakar biomassa ini adalah sebesar ± 200 Kg dengan percobaan pengeringan sebesar ± 10 Kg. 2. Pada proses pengujian didapat hasil bahwa proses pengering menggunakan

blower jauh lebih ekonomis dan lebih cepat dibandingkan dengan proses pengeringan tanpa menggunakan blower, sedangkan bila dibandingkan dengan proses pengeringan secara tradisional proses pengeringan menggunakan blower lebih cepat kering, dan proses pengeringan tanpa menggunakan blower jauh lebih lama dari proses pengeringan secara tradisional.

3. Pada lubang saluran masukan udara pembakaran yang berada dibawah reaktor tidak terdapat penampung abu atau serpihan bara yang jatuh dari dalam reaktor.

4. Pada awal pembakaran bahan bakar akan mengeluarkan banyak asap sehingga proses pembakaran harus digunakan di luar ruangan atau didalam ruangan yang memiliki ventilasi udara yang cukup.

5. Panas pada ruang pembakaran bahan bakar adalah sebesar ± 540oC, dan panas yang sampai pada drum pengeringan sekitar ± 95oC setelah dialirkan secara konveksi paksaan menggunakan blower.

5.2. Saran

Berdasarkan pengujian dan percobaan yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan kepada semua pihak yang ingin menggunakan dan mengembangkan alat ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

1. Untuk memastikan alat ini dapat beroperasi ditempat yang sulit terdapat listrik dari PLN atau listrik terputus, maka disarankan untuk menggunakan baterai + inverter sebagai arus cadangan ketika sulit terdapat listrik dari PLN atau listrik terputus

2. Untuk menjaga keselamatan pada saat akan mengoperasikan alat ini, hendaknya dilakukan pemeriksaan komponen – komponen dan pastika dalam kondisi yang layak pakai, serta selalu berhati – hati ketika akan mendekati reaktor pembakaran pada saat kondisi api sedang menyala. 3. Untuk menjaga kebersihan dan mendapat kualitas gabah kering yang baik,

maka sebaiknya pastikan bagian – bagian pada alat ini dalam kondisi yang terawat dan benar – benar bersih sehingga siap pakai, seperti drum pengering

4. Penulis mengakui adanya kekurangan pada sistem pembuangan abu sisa pembakaran dalam reaktor yang harus diangkat baik pada kondisi dingin maupun dalam kondisi panas.

5. Setelah pemakaian alat bersihkan bagian – bagian yang terdapat sisa – sisa hasil pengeringan maupun reaktor pembakaran bahan bakar.

6. Bagi mahasiswa yang nantinya akan merevisi alat ini diharapkan bisa merancang sebuah alat pengering gabah dengan proses pengeringan yang lebih baik dan sistem pembuangan sisa bahan bakar yang lebih praktis dan aman.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka

Menurut hukum Thermodinamika II dinyatakan bahwa perpindahan energi panas berlangsung jika terdapat perbedaan temperatur (Holman,1995). Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi kepada benda yang bertemperatur rendah. Panas yang dibutuhkan untuk menaikan temperatur suatu benda dan dapat diukur disebut panas sensibel. Panas sensibel ini merupakan teori dasar dari mesin pengering gabah sederhana.

Perpindahan panas yang terjadi dapat melalui berbagai cara yaitu : secara konduksi, secara konveksi dan secara radiasi (Jordan and Priester, 1985). Perpindahan secara konduksi yaitu perpindahan panas diantara molekul-molekul dari suatu benda yang saling bersinggungan. Perpindahan panas secara konduksi terjadi antara bulir-bulir gabah yang dipanaskan sehingga akan terjadi pemerataan panas pada permukaan gabah. Perpindahan secara konveksi yaitu perpindahan panas melalui media gas atau cairan. Perpindahan panas secara radiasi yaitu perpindahan panas melalui sinar atau gelombang suara. Panas radiasi dengan mudah dapt diserap oleh benda/materi yang berwarna gelap, sedangkan untuk benda berwarna terang sebagian akan dipantulkan kembali.

Berdasarkan teori di atas, perpindahan panas dalam mesin pengering digunakan dua prinsip yaitu perpindahan secara konduksi dan konveksi (Holman,1995). Perpindahan secara konduksi terjadi diantara bulir- bulir gabah yang telah mendapatkan panas akan berpindah melalui gesekan atau bersinggungan dengan bulir yang masih belum mendapat panas. Akibat dari perpindahan panas tersebut maka akan terjadi perpindahan panas ke setiap bulir gabah sehingga akan terjadi pemerataan panas. Proses tersebut akan mempercepat waktu pengeringan gabah dan terjadi secara merata.

Sedangkan prinsip perpindahan panas dengan cara konveksi pada konstruksi mesin pengering gabah ini yaitu udara panas dihembuskan oleh kipas ke dalam ruangan yang menyimpan gabah sehingga media yang digunakan

dalam perpindahan panas adalah udara (Jordan and Priester,1985). Udara panas yang dihembuskan akan masuk ke celah-celah gabah sehingga panas akan cepat masuk dan membuang kadar air dari gabah. Keadaan ini akan menye-babkan terjadinya perpindahan panas secara konveksi dengan media udara yang dipaksakan (Forced Convection). Pengeringan dengan metoda seperti ini dapat dikatakan sebagai sistem konduksi-konveksi. Sistem dengan meng-gunakan perpindahan dua macam secara teori akan mempercepat proses pengeringan (membuang kandungan air) dan akan terjadi pemerataan pengeringan.

Gambar 2.1 Analogi dari proses penguapan (Sumber : Holman,1995 )

Hidrogen diakui sebagai salah satu pembawa energi yang paling menjanjikan. Saat ini, lebih dari 96% hidrogen dihasilkan dari pembentukan kembali uap dari bahan bakar fosil pada suhu tinggi, dengan gas alam sebagai bahan baku yang paling dominan. Namun, menipisnya persediaan bahan bakar fosil, polusi dan emisi gas rumah kaca menyebabkan krisis energi yang serius dan masalah lingkungan mendorong eksplorasi sumber daya yang bersih dan terbarukan. Salah satu sumber daya terbarukan terbanyak adalah biomassa. Biomassa rata-rata hanya memiliki 6 wt% hidrogen, pada prinsipnya tidak terlalu menarik untuk produksi hidrogen. Namun, selama beberapa dekade terakhir ini banyak penelitian dalam berbagai metode produksi hidrogen telah dilakukan dan

gasifikasi biomassa kini menjadi teknologi terapan yang banyak diminati karena dianggap ekonomis dan kompetitif dengan metode pembentukan kembali gas alam konvensional.

Sintesis gas yang dihasilkan dari gasifikasi biomassa mengandung hidrogen (H2), karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), air (H2O), nitrogen (N2), metana (CH4), dan melacak sejumlah hidrokarbon lainnya. Proporsi relatif dari masing-masing komponen dalam syngas tergantung pada kondisi operasi gasifikasi, yaitu temperatur, tekanan, jenis biomassa, dll, dan di antara mereka, agen gasifikasi disebutkan dalam literatur sebagai yang paling berpengaru. Theknologi gasifikasi biomassa yang berbeda termasuk yang menggunakan udara., uap atau campuran uap-O2 merupakan bahan paling utama dalam proses gasifikasi biomassa.

Salah satu fasilitas yang paling maju untuk menunjukkan kelayakan teknologi gasifikasi biomassa adalah Pusat Gasifikasi Biomassa Vaxjo Varnamo (WBGC) di Swedia yang memiliki tekanan IGCC (gasifikasi terpadu siklus terpadu) berbahan bakar biomassa pilot plant CHP (gabungan panas dan listrik) sebesar 18MWth. Plant ini dibangun kembali di bawah lingkup proyek CHRISGAS Eropa untuk menunjukkan produksi gas sintesis bersih dengan hydrogen yang berlebih berdasarkan tekanan uap/gasifikasi biomassa dengan pelepasan oksigen, diikuti dengan pembersihan dan upgrade. Dalam kondisi tersebut kandungan hidrogen di syngas dapat mencapai nilai berkisar dari 35% hingga 45% vol. Selanjutnya peningkatan kadar hidrogen dalam gas produk diperlukan penyesuaian rasio H2/CO dan proses yang paling banyak digunakan adalah reaksi Water Gas Shift (WGS) yang memungkinkan konversi CO menjadi CO2 dan H7 dalam uap: CO + H2O = H2 + CO2.

Pada temperatur tinggi reaksi kesetimbangan terbatas pada temperatur rendah, secara kinetik memerlukan penggunaan katalis. Proses WGS di industri biasanya dilakukan dalam dua proses sehingg perlu panambahan katalitik: satu pada temperatur tinggi, dalam kisaran 350-450oC, menggunakan katalis Fe-Cr dan yang kedua berbasis pada temperatur rendah, misalnya 250oC, dengan berbasis

literatur karena telah diikuti oleh banyak penulis yang menyelidiki gasifikasi biomassa dipadu dengan WGS untuk menghasilkan gas yang kaya hidrogen dari biomassa, dengan menggunakan katalis yang tersedia secara komersial. Juga sering digunakan untuk referensi pendekatan alternatif proses dua tahap WGS konvensional seperti yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Penggunaan katalis WGS dilakukan pada suhu ultra-tinggi yang dapat digabungkan dengan gasifikasi biomassa atau penggunaan reaktor membran untuk meningkatkan konversi CO tanpa menggunakan katalis. Pendekatan teknologi dengan menggabungkan

Reaktor membran dengan WGS satu tahap juga dapat ditemukan dalam literatur meskipun tidak terkait dengan aplikasi khusus untuk teknologi gasifikasi biomassa. Kombinasi antara membran pemisahan H2 dengan reaksi WGS telah diakui secara luas keuntungannya. Salah satunya adalah menggunakan WGS tahap kedua pada suhu yang lebih rendah. Hal ini karena pemisahan in-situ dari salah satu produk (dalam hal ini H2) dengan membran akan mengakibatkan hasil H2 yang tinggi pada suhu tinggi sehingga reaksi WGS akan dilakukan dalam satu tahap yang beroperasi di rentang suhu katalis yang dipilih. Secara khusus keuntungan menggunakan paladium dan membran paduan Pd untuk pemisahan H2 dijelaskan dalam literatur, keuntungan lain adalah bahwa kelebihan uap tidak akan diperlukan untuk mendukung konversi CO yang lebih tinggi meskipun masih mungkin diperlukan untuk mencegah karbon dan/atau pembentukan metana. Oleh karena itu, selektivitas katalis digunakan dalam reaktor membran WGS bila dioperasikan pada uap rendah untuk rasio CO adalah sangat penting. Kebanyakan industri menggunakan katalis WGS suhu tinggi yang berbasis pada besi dan kromium oksida yang dilaporkan sangat selektif untuk reaksi water gas shift pada temperatur di atas 300oC yang menjaga stabilitas dan ketahanan terhadap sintering. Fase aktif secara katalitik adalah magnetit (Fe3O4) yang biasanya berasal dari oksidasi parsial hematit (Fe2O3). Namun, katalis magnetit murni mengalami sintering yang mengurangi aktivitas mereka. Suatu penstabil, Cr2O3, biasanya ditambahkan dan kombinasi dari Fe3O4 dan Cr2O3 memberikan katalis

yang stabil secara komersial yang dapat beroperasi selama beberapa tahun sebelum membutuhkan penggantian

Water Gas Shift (WGS) merupakan proses yang dikaji dalam peneliotian ini maka tidak dapat diasumsikan bahwa katalis yang digunakan dalam proses komersial akan cocok bila digunakan dalam teknologi seperti gasifikasi atau reaktor membran. Sangat sedikit referensi yang dapat ditemukan dalam literatur tentang kinerja katalis WGS suhu tinggi bila digunakan untuk upgrade syngas yang diperoleh dari gasifikasi biomassa oksigen bertekanan. Jadi, studi ad hoc perlu dilakukan.

Belonio (2005), merancang tungku bahan bakar sekam gabah dengan konsep energi alternatif, dimana sekam gabah tersebut dibuat gas terlebih dulu didalam reaktor sederhana selanjutnya setelah terbentuk gas baru dibakar. Untuk membuat gas dari sekam gabah digunakan teknologi gasifikasi. Proses gasifikasi dilakukan dengan cara mengalirkan oksigen pada sekam gabah kering sehingga menghasilkan gas yang mudah terbakar. Oksigen yang diberikan pada bahan bakar dengan cara mengalirkan udara dengan bantuan fan. Gas yang dihasilkan proses gasifikasi tersebut mengandung gas metana sebesar 0.5%-7% volume. Ibnu (2011), membuat alat produksi gas metana dengan bahan bakar sampah organik. Sampah organik yang digunakan adalah sekam gabah, tempurung kelapa dan serbuk gergaji. Untuk membuat gas dari sampah ini, digunakan teknologi gasifikasi. Dengan cara membakar sampah kering di dalam reaktor, sehingga menghasilkan gas yang bertekanan dengan bantuan blower. Selanjutnya gas dialirkan menuju pipa ke tabung absorsi, kemudian langsung disalurkan ke pipa menuju kompor. Murjito (2009), membuat alat penangkap gas metana pada sampah menjadi biogas yang terbuat dari plastik polyethylene. Penelitian ini menghasilkan rancangan alat penangkap gas metana yang berbahan dasar plastik polyethylene dengan spesifikasi sebagai berikut: biodigester dengan volume total 11 m3 , volume basah 8,8 m3, waktu proses 40 hari, isian bahan 220 kg/hari, luas lahan 18 m2, dan memiliki penampung gas dengan dimensi tinggi 4,6m, diameter 0,954 m, volume efektif 2,5 m3. Nugraha (2010), mengolah sampah organic menjadi biogas dengan cara Anaerobic gasification yaitu mengolah sampah

menimbun sampah organik di dalam tanah selama beberapa hari minimal 7 hari. Gas hasil fermentasi ini kemudian dialirkan ke alat purifikasi untuk membersihkan gas metana dari impurities (kotoran). Setelah didapatkan kadar gas metana di atas 70% digunakan sebagai bahan bakar kompor pengganti LPG.

2.2 Air

Kadar air sangat berpengaruh terhadap suhu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa didalam pengolahan panganair tersebut sering di keluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan. Pengurangan air disamping bertujuan mengawetkan juga juga untuk mengurangi besar dan berat bahan pangan sehingga memudahkan dan menghemat pengepakan.

Kandungan air sangat berpengaruh terhadap konsisten bahan pangan dimana sebagian besar bahan pangan segar mempunyai kadar air 70 % atau lebih. Sebagi contoh sayur sayuran dan buah buahan segar mempunyai kadar air 90 – 95 %, susu 85 – 90 %, ikan 70 – 80 %, telur 70 – 75 % dan daging 60 – 70 %.

Pada umumnya keawetan bahan pangan mempuyai hubungan erat dengan kadar air yang dikandungnya. Beberapa jenis biji – bijian yang diperdagangkan dipsar mempunyai kadar air tertentu, misalnya beras dengan kadar air sekitar 14 % atau kacang kedelai dengan kadar air sekitar 8 %, pada kadar air tersebut beras dan kacang kedelai mempunyai keawetan dan daya simpan lebih lama dibandingkan dengan keadaan segarnya pada kadar air yang lebih tinggi.

Didalam bahan pangan air terdapat dalam bentuk air bebas dan air terikat. Air bebas mudah dikeluarkan dengan cara penguapan atau cara pengeringan, sedangkan air terikat sukar dihilangkan dari bahan tersebut meskipun dengan cara pengeringan.

2.3Kadar air

Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara disekitarnya. Bila kadar air bahan rendah sedangkan RH disekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap dari udara sehingga bahan menjadi lembabatau kadar airnya menjadi lebih tinggi. Bila suhu bahan lebih rendah ( dingin ) dari pada sekitarnya akan terjadi kondensasi uap air udara pada permukaan bahan dan dapat merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kapang atau perkembangbiakan bakteri.

Terjadinya kondensasi ini tidak selalu berasal dari luar bahan. Didalam pengepakan, beberapa bahan pangan seperti sayur sayuran dan buah buahan dapat menghasilkan air dari repirasi dan transpirasi. Air inilah yang dapat membantu pertumbuhan mikroba.

Bahan pangan kering juga dapat menghasilkan air misalnya jika suhu naik selama pengepakan akibatnya kelembaban nisbi pada permukaan akan berubah. Uap air ini kemudian dapat berkondensasi pada permukaan bahan pangan terutama jika suhu penyimpanan turun. Kadar air dapat dilakukan dua cara yaitu kadar iar basis basah dan kadar air basis kering.

Kadar air basis basah (MCwb) dinyatakan dengan persamaan :

MCwb =

Sedangkan kadar air basis kering (MCdb) dinyatakan dengan persamaan :

MCwb =

Hubungan antara MCwb dengan MCdb dapat ditentukan dengan persamaan :

MCwb=

MCwb = + 1

MCdb = 1−�

2.3.1 Diagram Psikometrik dan Sifat Udara Basah

Sifat termal dari udara basah pada umumnya ditunjukkan dengan menggunakan diagram psikometrik. Diagram psikometrik merupakan tampilan secara grafikal termodinamik udara antara lain suhu, kelembaban, entalpi, kandungan uap air dan volume spesifik. Dalam diagram psikometrik dapat diketahui hubungan antara bola basah dengan bola kering, suhu titik embun, kelembaban relative, panas total, volume spesifik, kelembaban spesifik, panas sensible dan panas laten. Diagram psikometrik dapat dilihat berdasarkan pada gambar

Gambar 2.2 Diagram psikometrik. (Sumber : Holman,1995 )

Beberapa istilah (sifat-sifat udara) yang sering dipakai dan berkaitan dengan diagram psikometrik ini diantaranya adalah :

Temperatur bola kering (Tdb)

Temperatur bola kering adalah temperatur udara yang diukur dengan termometer biasa dengan sensor kering dan terbuka.

Temperatur bola basah (Twb)

Temperatur bola basah adalah temperatur udara yang diukur dengan termometer biasa dengan sensor yang dibalut kain basah.

Temperatur jenuh (Tdp)

Temperatur jenuh adalah temperatur ketika uap air yang terkandung dalam udara mulai mengembun jika udara didinginkan pada temperatur konstan.

Rasio kelembaban/Humidity Ratio (ω)

Rasio kelembaban adalah berat atau massa air yang terkandung dalam setiap kilogram udara kering. Dalam teknik pengkondisian udara, untuk menghitung perbandingan (ratio) kelembaban dapat digunakan persamaan gas ideal, sehingga mengikuti persamaan Pv = RT, serta mempunyai kalor spesifik yang tetap. Udara dianggap gas ideal karena, suhunya cukup tinggi dibandingkan dengan suhu jenuhnya, dan uap air dianggap ideal karena tekanannya cukup rendah dibandingkan dengan tekanan jenuhnya.

Kelembaban relatif (Rh), φ

Kelembaban relatif adalah perbandingan tekanan parsiil uap air di dalam udara dengan tekanan uap jika udara dalam keadaan jenuh pada temperatur yang sama. Kelembaban relatif sering dinyatakan dalam bentuk persen (%).

2.4 Prinsip prinsip pengawetan pangan

Setelah dipanen bahan pangan secara fisiologik masih hidup. Proses hidup

ini berlangsung dengan menggunakan persediaan “bahan bakar” yang ada. Proses

hidup ini perlu dipertahankan, tetapi sebaiknya jangan dibiarkan berlangsung cepat. Kalau proses hidup ini berlangsung cepat , maka akan cepat pula bahan

pangan tersebut mati karena kehabisan “ bahan bakar” dan dapat terjadi

kebusukan. Cara memperlambat pernafasan bahan pangan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan pendinginan dan control atmosfer (CAS). Misalnya hewan yang baru disembelih harus segera dikuliti, dibersihkan dan didinginkan. Pembersihan pengulitan dan pendinginan ini hanya dapat menghambat kerusakan dalam waktu yang singkat yaitu untuk beberapa jam atau paling lama beberapa hari. Dengan cara ini mikroba atau enzim tidak seluruhnya rusak atau inaktif sehingga dapat aktif kembali secara cepat.

Perlakuan - perlakuan selanjutnya yang penting utuk mengawetkan bahan pangan diantaranya adalah pemanasan, pendinginan, pengeringan, pengasapan radiasi atau pembubuhan bahan kimia, asam, gula atau garam. Beberapa diantaranya dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, oleh karena itu harus digunakan dalam batas batas tertentu. Misalnya panas yang digunakan harus dapat membunuh mikroba tetapi tidak boleh menurunkan nilai gizi dan cita rasa bahan pangan.

 Pemanasan

Sebagian besar bakteri dalam bentuk vegetatifnya akan mati pada suhu 82 – 94oC, tetapi banyak spora bakteri yang masih tahan terhadap suhu air mendidik 100oC selama 30 menit. Untuk sterilisasi yaitu supaya mikroba beserta sporanya matidiperluka pemanasan pada suhu yang lebih tinggi misalnya 121oC selama 15 menit atau lebih, tergantung dari jumlah dan mutu subtratnya. Hal ini biasanya dilakukan dengan menggunakan uap panas misalnya didalam autoklaf atau retor.

Didalam industri pengalengan sterilisasi bahan biasanya dilakukan pada suhu dan dalam waktu tertentu yang telah diperhitungkan lebih dahulu untuk memunahkan spora bakteri yang paling tahan panas yang mungkin ada pada makanan tersebut disamping memeperhatikan adanya kemungkinan pencernaan oleh Clostridium botulinium. Dengan cara sterilisasi yang baik, makanan didalam kaleng dapat disimpan selama setengah tahun atau lebih. Pada dasarnya tidak semua makanan membutuhkan suhu dan waktu yang sama untuk sterilisasi.

Makanan yang mempunyai pH rendah seperti sari buah jeruk atau tomat tidak memerlukan panas yang tinggi karena adanya asam yang bersifat sebagai pengawet. Misalnya jika kadar asam cukup tinggi sterilisasi cukup dilakukan pada suhu 93,5oC (200oF) selama 15 menit. Penggunaan panas tidak hanya ditujukan untuk membunuh semua mikroba dan menghasilkan bahan yang steril, tetapi panas juga sering digunakan hanya untuk membunuh mikroba yang dapat menyebabkan penyakit (pathogen), misalnya pasteurisasi pada susu. Sebagian besar bakteri dan semua mikroba patogen yang terdapat didalam susu akan mati dengan pasteurisasi pada suhu 63oC selama 30 menit, tetapi susunya sendiri tidak steril. Cara ini biasa dilakukan jika susu akan didinginkan atau langsung diminum, sedangkan sterilisasi susu biasanya dilakukan pada suhu yang diuapkan dan akan disimpan di dalam kaleng selama beberapa bulan.

 Pengeringan

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau

Dokumen terkait