• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Prosedur Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data diproses melalui pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan cara :

a. Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pokok bahasan, yaitu buku-buku atau literatur dan instansi yang berhubungan. b. Editing, yaitu memeriksa kembali kelengkapan jawaban, kejelasan dan

relevansi dengan penelitian.

c. Seleksi data, yaitu data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pokok bahasan, dengan mengutip data yang diperoleh dari buku-buku, literatur dan instansi yang berhubungan dengan pokok bahasan.

d. Klasifikasi data, yaitu menempatkan data-data sesuai dengan ketetapan dan aturan yang telah ada.

e. Sistematika data, yaitu menyusun data menurut tata urutan yang telah ditetapkan sesuai konsep, tujuan dan bahan sehingga mudah dianalisa.

E. Analisis Data

Tujuan analisis data adalah menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan diidentifikasikan. Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan cara menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis. Terhadap data yang dianalisis tersebut kemudian dilakukan penafsiran atau interpretasi sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang ada dan kemudian diambil suatu kesimpulan.

52

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang (Trafficking in person) (Study Putusan No. 1633/Pid/B/2008/PN.TK dengan Putusan No.384/Pid/B/2012/PN.TK), meliputi berbagai hal baik itu dilihat dari hal-hal yang bersifat yuridis maupun non yuridis yaitu dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa dan saksi, barang bukti yang ada di persidangan, pasal yang terdapat di dalam hukum pidana, latar belakang dan akibat perbuatan terdakwa, kondisi diri terdakwa, keadaan sosial ekonomi terdakwa, dan Faktor agama dari terdakwa, juga hal yang memberatkan bagi terdakwa seperti perbuatan terdakwa bertentangan dengan norma agama dan norma kesusilaan dan perbuatan terdakwa merusak masa depan saksi korban, juga memperhatikan hal yang meringankan bagi diri terdakwa seperti terdakwa mengakui terus terang dan menyesali perbuatannya, terdakwa belum pernah dihukum. Secara garis besar penulis menganalisis bahwa Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang diatas yaitu :

a. Putusan hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut mendasarkan pada terpenuhinya atau tidak terpenuhinya seluruh unsur pasal yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum, setelah itu akan ditentukan apakah perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tersebut adalah pelanggaran hukum atau bukan merupakan pelanggaran hukum.

b. Setelah diketahui bahwa perbuatan itu melanggar hukum, maka hakim menentukan bahwa terdakwa mampu bertanggungjawab atas perbuatan yang telah dilakukannya yang selanjutnya menjatuhkan pidana dan jika sebaliknya maka hakim akan menjatuhkan putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.

c. Jenis pidana yang akan dijatuhkan mempertimbangkan: 1. Tingkat kesalahan yang telah dilakukan.

2. Pengaruh tindak pidana yang telah dilakukan terhadap korban atau masyarakat. 3. Ancaman terhadap pasal yang didakwakan.

4. Hal yang meringankan dan hal yang memberatkan. 5. Hasil laporan kemasyarakatan.

6. Fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan.

2. Hal yang melatarbelakangi disparitas pidana pada putusan pengadilan yaitu : Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut mendasarkan pada terpenuhinya atau tidak terpenuhinya seluruh unsur pasal yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum, pada kasus 1 terdakwa dijerat pasal 2 ayat (1) Jo pasal 11 Jo Pasal 48 Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, sedangkan pada kasus 2 hanya dikenakan pasal 2 ayat (1)

54

Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Karena pada kasus pertama penulis menganalisis telah terjadinya unsur pemufakatan jahat dan unsur penipuan yaitu dengan cara Mai Diana alias Dewi Wulandari (korban) yang mengaku dijanjikan oleh Fitriyani pekerjaan. Akan tetapi, kenyataannya korban malah dipaksa melayani tamu sampai beberapa kali di sebuah kafe milik Fitriyani di daerah Panjang yang diberi nama Kafe dan Wisma Selayang Pandang, sedangkan pada kasus 2 terdakwa Asmaniar hanya memenuhi unsur tindak pidana perdagangan orang yaitu dengan cara Anna Nurhidayah (korban) yang mengaku dijual oleh Asmaniar kepada laki-laki hidung belang, Hakim bebas untuk memilih beratnya pidana (starmaat) yang akan dijatuhkan sebab yang ditentukan oleh undang undang hanyalah maksimum dan minimumnya saja. Untuk itu diperlukan kecermatan hakim dalam membuat keputusan dan belum adanya pedoman pemidanaan dalam hukum pidana.

B. SARAN

1. Agar aparat penegak hukum terutama hakim tidak menjadikan perbuatan yang bertentangan dengan norma sebagai dasar pertimbangan hakim untuk membuat putusan karena hal tersebut telah menjadi dasar penetapan bahwa perbuatan memperdagangkan orang adalah sebuah tindak pidana.

2. Untuk menghindari terjadinya disparitas pidana yang menyolok maka sebaiknya dalam KUHP kita yang akan datang, falsafah pemidanaan ini dirumuskan dengan jelas. Dengan kata lain falsafah yang kita anut harus dirumuskan secara tertulis dan diaplikasikan secara konsisten dengan apa yang telah ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2005. Hukum Pidana: Asas-Asas Dan Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Muladi, 1985, Dampak Disparitas Pidana dan Usaha Mengatasinya, Masalah- masalah Hukum, Fakultas Hukum UNDIP , Semarang.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984, Teori-teori dan Kebijakan Hukum Pidana, Alumni bandung.

Gultom, Maidin. 2006. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia. Refika aditama.

Hamzah, Andi. 2000. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta. Harahap, M. Yahya. 2003. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,

Sinar Grafika, Jakarta.

Kansil, CST. 2002. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung

Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Refika Aditama, Bandung.

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi 1989. Metode Penelitian Survey, LP3ES. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Sudarsono. 2002. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta

Universitas Lampung. 2004. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Universitas Lampung. Bandar Lampung

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 2005. Sinar Grafika. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Dan Mekanisme Pelayanan Terpadu Bagi Saksi Dan/Atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pelayanan Terhadap Hak-Hak Anak.

Dokumen terkait