• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis aspek finansial

RIWAYAT HIDUP

2) Data Sekunder ; terdiri dari data yang dikumpulkan dari pemerintah daerah, dinas perikanan, serta instansi lain yang berkaitan dengan objek penelitian, dan

3.6 Analisis Data

3.6.4 Analisis aspek finansial

Analisis finansial adalah analisis terhadap biaya dan manfaat di dalam suatu usaha yang dilihat dari sudut pandang orang-orang yang menginvestasikan modalnya atau yang berkepentingan langsung pada suatu kegiatan usaha (Kadariah et al. 1999). Analisis finansial yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis usaha dan analisis investasi.

19

Analisis usaha yang dilakukan meliputi analisis pendapatan usaha (π), analisis imbangan penerimaan dan biaya (revenue-cost ratio), payback period (PP) dan return of investment (ROI). Analisis investasi meliputi, net present value (NPV), net benefit cost-ratio (net B/C), dan internal rate of return (IRR).

1) Analisis pendapatan usaha (π)

Analisis finansial pada umumnya digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu kegiatan yang dilakukan saat ini. Analisis pendapatan usaha bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan (Djamin 1984). Menurut Schaefer (1954) dalam Ghaffar et al. (2007), model analisis pendapatan usaha ini disusun dari model parameter biologi, biaya operasi penangkapan dan harga ikan. Asumsi yang digunakan adalah harga ikan per kg (P) dan biaya penangkapan per unit penangkapan (C) adalah konstan, sehingga total penerimaan nelayan dari usaha penangkapan (TR) adalah:

TR = P.C Keterangan:

TR : total biaya penerimaan (Rp)

P : harga rata-rata ikan hasil survey per kg (Rp/kg) C : jumlah produksi ikan (kg)

TC = C.E Keterangan:

TC : total biaya penangkapan (Rp)

C : total pengeluaran rata-rata tiap unit penangkapan ikan (Rp/unit) E : jumlah upaya penangkapan (unit)

Sehingga keuntungan bersih usaha penangkapan ikan (π) adalah:

π

= TR - TC

Keterangan:

π : total keuntungan (Rp) TR : total biaya penerimaan (Rp) TC : total biaya penangkapan (Rp) Dengan kriteria:

(1) Jika TR > TC, maka kegiatan usaha tersebut mengalami keuntungan sehingga usaha tersebut layak untuk dilanjutkan

(2) Jika TR = TC, maka kegiatan usaha tersebut tidak mengalami keuntungan atau kerugian, dengan kata lain usaha tersebut berada dalam titik impas (3) Jika TR < TC, maka kegiatan usaha tersebut mengalami kerugian sehingga

usaha tersebut tidak layak untuk dilanjutkan

2) Analisis imbangan penerimaan dan biaya (revenue-cost ratio)

Analisis revenue-cost ratio dimaksudkan untuk melihat seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya (Djamin 1984). Rumus yang digunakan adalah:

⁄ = Dengan kriteria:

(1) Jika nialai , maka usaha tersebut mengalami keuntungan dan layak untuk dilanjutkan

(2) Jika nialai , maka usaha tersebut berada pada titik impas dan tidak layak untuk dilanjutkan

(3) Jika nialai ⁄ , maka usaha tersebut mengalami kerugiandan tidak layak untuk dilanjutkan

3) Payback period (PP)

Payback period (PP) dimaksudkan untuk menghitung perkiraan waktu

mengembalian modal atau investasi yang ditanamkan. Payback period (PP) dapat dihitung dengan rumus (Edris 1983):

4) Return of investment (ROI)

Return of investment (ROI) adalah kemampuan suatu usaha untuk

menghasilkan keuntungan. Perhitungan terhadap return of investment (ROI) dilakukan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan besarnya investasi yang ditanamkan (Rangkuti 2001). Return of

21

5) Net present value (NPV)

Net present value (NPV) digunakan untuk menentukan nilai cash flow pada

masa yang akan datang, kemudian dikalibrasi menjadi nilai sekarang dengan menggunakan tingkat suku bunga tertentu dan dikurangi dengan investasi awal (Djamin 1984). Proyek dinyatakan menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan apabila NPV > 0, sedangkan apabila NPV < 0 maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan sehingga tidak layak untuk dilaksanakan. Pada keadaan nilai NPV = 0 maka investasi pada proyek tersebut tidak menguntungkan dan tidak merugikan sehingga tidak perlu untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan adalah:

Keterangan:

Bt : penerimaan kotor pada tahun ke-t

Ct : biaya kotor pada tahun ke-t

i : tingkat suku bunga (discount rate) t : periode (tahun)

6) Net benefit cost-ratio (net B/C)

Analisis net B/C (net benefit cost ratio) dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan penerimaan dengan pengeluaran selama umur ekonomis proyek.

Net B/C merupakan perbandingan antara nilai sekarang dari penerimaan bersih

yang positif (Bt – Ct > 0) dengan nilai sekarang dari penerimaan bersih yang

negatif (Bt– Ct < 0). Rumus yang digunakan adalah:

Keterangan:

Bt : penerimaan kotor pada tahun ke-t

i : tingkat suku bunga (discount rate) t : periode

Dengan kriteria:

(1) Jika net B/C ratio > 1, investasi layak karena memberikan keuntungan. (2) Jika net B/C ratio = 1, usaha tidak untung dan tidak rugi.

(3) Jika net B/C ratio < 1, investasi tidak layak karena mengalami kerugian.

7) Internal rate of return (IRR)

Internal rate of return (IRR) merupakan suku bunga maksimal, sehingga

NPV bernilai sama dengan nol dan berada pada keadaan batas untung rugi. IRR dapat disebut juga nilai discount rate (i) yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol. Oleh karena itu Internal rate of return (IRR) juga dianggap sebagai tingkat keuntungan bersih atas investasi, dimana benefit bersih yang positif ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. Dengan demikian Internal rate of return (IRR) dapat dirumuskan sebagai berikut:

( ) ( )

Keterangan:

i : tingkat suku bunga (discount rate)

: tingkat suku bunga (NPV masih bernilai positif) : tingkat suku bunga (NPV sudah bernilai negatif)

Dalam analisis finansial yang dilakukan pada usaha perikanan purse seine, digunakan beberapa asumsi sebagai berikut:

(1) Umur proyek ditentukan berdasarkan nilai investasi yang memiliki umur teknik (paling lama lima tahun).

(2) Tahun pertama proyek dimulai tahun 2012.

(3) Harga dan nilai yang digunakan sepanjang umur proyek adalah tetap yang ditentukan pada saat penelitian.

(4) Jumlah hasil tangkapan dianggap tetap sepanjang umur proyek, sehingga besar nilai penerimaan juga tetap.

23

(6) Nilai dicount rate yang digunakan sebesar 12% per tahun yang merupakan tingkat suku bunga pinjaman yang berlaku di BRI Kabupaten Subang pada tahun 2012.

(7) Dalam satu tahun, unit penangkapan ikan beroperasi selama 9 bulan (April- Desember) dan setiap bulan beroperasi sebanyak tiga kali trip (four days fishing).

4.1 Letak Geografis Desa Blanakan

Desa Blanakan merupakan daerah yang secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan letak geografisnya, Desa Blanakan berada pada posisi 1070 30’ BT – 1070 53’ BT

dan 060 10’ LS - 060 22’ LS dengan luas wilayah 980,46 ha. Daerah ini berbatasan

dengan Laut Jawa di utara, Kecamatan Ciasem di selatan, Desa Langensari di timur, serta Desa Jayamukti di barat.

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

4.2 Keadaan Umum PPI Blanakan

Di Desa Blanakan terdapat pelabuhan perikanan bertipe D, yaitu Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan. PPI Blanakan merupakan sebuah pelabuhan alami yang terletak di tepi sungai dan bermuara langsung ke Laut Jawa. PPI Blanakan dikelola oleh KUD Mandiri Mina Fajar Sidik yang diketuai oleh H. Mochamad Ali.

Aktivitas perekonomian di PPI Blanakan cukup tinggi, ditandai dengan terdapat berbagai unit penangkapan ikan dan ramainya aktivitas pelelangan di lokasi tersebut. Aktivitas perekonomian di lokasi tersebut didominasi oleh nelayan

25

pendatang, sehingga keberadaan mereka sangat mempengaruhi perekonomian Desa Blanakan.

4.2.1 Fasilitas PPI Blanakan

Dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, PPI Blanakan dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Fasilitas tersebut terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :

1) Fasilitas Pokok : Dermaga, kolam pelabuhan dan alat navigasi; 2) Fasilitas Fungsional : TPI (Tempat Pelelangan Ikan), pabrik es, fasilitas

komunikasi, tempat perbaikan kapal dan tempat pemasaran;

3) Fasilitas Penunjang : MCK, kantin, tempat ibadah, rumah nelayan, kantor pengelola dan syahbandar.

4.2.2 Kelembagaan perikanan di Desa Blanakan 1) KUD Mandiri Inti Mina Fajar Sidik

Kelembagaan koperasi perikanan yang terdapat di Kabupaten Subang berjumlah empat koperasi yang tersebar di empat desa. Di Desa Blanakan terdapat satu koperasi yang dipercaya oleh pemerintah untuk dikelola secara mandiri yaitu KUD Mandiri Mina Fajar Sidik.

KUD Mandiri Mina Fajar Sidik berdiri pada tahun 1958 yang dirintis oleh H. Dirman Abdurahman. Beliau juga merupakan tokoh yang memprakarsai gerakan koperasi di Desa Blanakan. Pada tahun 1966 beliau beserta tokoh masyarakat Desa Blanakan dan pemerintah setempat memanfaatkan aliran Sungai Blanakan untuk dijadikan Koperasi Perikanan Laut Misaya Laksana (KPL Misaya Laksana) tepatnya pada tanggal 23 Mei 1966 yang diketuai oleh H. Fajar Sidik. Berselang ± 2 tahun KPL Misaya Laksana mendapat badan hukum dengan nomor 3928 tertanggal 14 November 1968.

Tahun 1974 KPL Misaya Laksana berganti nama menjadi KPL Misaya Fajar Sidik dengan Badan Hukum nomor 3928 A. Nama Fajar Sidik diambil dari nama almarhum H. Fajar Sidik sebagai penghargaan selama menjabat sebagai ketua. Empat tahun kemudian KPL Misaya Fajar Sidik diganti namanya menjadi ‘Koperasi Unit Desa Mina Fajar Sidik’ dibawah instruksi Presiden RI nomor 2/1978, Badan Hukum No 3928 B. Pada tahun 1989 KUD Mina Fajar Sidik menyusun kembali anggaran dasarnya dengan penyesuaian terhadap perundang-

undangan dengan Badan Hukum No: 3928 C/BH/KWK.10/11 tepatnya pada tanggal 24 April 1989.

Berdasarkan surat keputusan menteri koperasi RI Nomor: 344/KPTS/M/III/1990 tepatnya pada tanggal 26 Maret 1990 KUD Mina Fajar Sidik menjadi KUD Mandiri. Tidak hanya sampai disitu, perubahan nama terus terjadi sampai tahun 1994 tepatnya pada tanggal 24 Desember 1994 ditetapkan sebagai KUD Mandiri Inti berdasarakan surat kakanwil Depkop dan PPK Propinsi Jawa Barat. Tahun 1996 mendapatkan Badan Hukum No 3928/BH/PAD/KWK.10 berdasarkan Surat Kakanwil Depkop dan PPK Jawa Barat tanggal 28 April 1996. Lalu pada tahun 1997 tepatnya pada tanggal 30 Juli 1997 adalah akhir dari penentuan nama serta badan hukum KUD Mandiri Inti Mina Fajar Sidik dengan Badan Hukum No 3928/BH/PAD/KWK.10/VII-1997 berdasarkan surat kakanwil Depkop dan PPK Propinsi Jawa Barat.

2) Pengawas Perikanan (PSDKP)

Berdasarkan SK Dirjen PSDKP Nomor : KEP.307/DJ-PSDKP/2011 tentang Penetapan Pengawas Perikanan pada Unit Pelaksana Teknis Satuan Kerja dan Pos Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan, maka Tugas Pengawas Perikanan adalah melakukan pengawasan untuk kegiatan:

(1) Penangkapan ikan

(2) Pembudidayaan ikan, pembenihan (3) Pengolahan, distribusi keluar masuk ikan (4) Distribusi keluar masuk obat ikan

(5) Konservasi

(6) Pencemaran akibat perbuatan manusia (7) Plasma nutfah

(8) Penelitian dan pengembangan perikanan (9) Ikan hasil rekayasa genetika

(10) Pengusahaan dan pemanfaatan pasir laut

(11) Pemanfaatan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta benda berharga assal muatan kapal tenggelam (BMKT) berkoordinasi dengan instansi terkait

27

Di Desa Blanakan terdapat juga sepuluh kelembagaan pengusaha yang bergerak dibidang pengolahan ikan dan berada di bawah pengawasan PSDKP Kabupaten Subang (Lampiran 4). Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.12/Men/2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas, maka setiap pelaku usaha perikanan tangkap diharuskan memiliki dokumen perizinan resmi. Dokumen tersebut diantaranya adalah: (1) Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) merupakan dokumen yang harus dimiliki pemilik usaha perikanan sebelum melaksanakan usaha perikanan. Tarif yang dikenakan untuk perizinan usaha perikanan tangkap sebesar Rp 1.500.000,00 dengan masa berlaku 5 (lima) tahun; (2) Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) merupakan dokumen yang secara khusus diperuntukkan dalam melakukan penangkapan ikan. Tarif yang dikenakan untuk kapal purse seine sebesar Rp 250.000,00 dengan masa berlaku 3 (tiga) tahun; (3) Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) merupakan dokumen yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan hasil tangkapan. Tarif yang dikenakan untuk kapal purse seine sebesar Rp 250.000,00 dengan masa berlaku 3 (tiga) tahun.

3) Syahbandar

Berdasarkan Keputusan Menteri perhubungan nomor KM 64 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Syahbandar Pasal 3, Kantor Syahbandar mempunyai tugas dan Fungsi sebagai berikut:

(1) Pelaksanaan pemeriksaan, pengujian dan sertifikasi kelaik lautan kapal sesuai dengan kewenangannya

(2) Pengawasan bongkar muat barang berbahaya, limbah bahan berbahaya dan beracun dan pengisian bahan bakar

(3) Pengawasan laik layar dan kepelautan, alih muat di perairan pelabuhan, keselamatan pengerukan, reklamasi dan pembangunan fasilitas pelabuhan sesuai dengan kewenangannya serta penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (4) Koordinasi dan pelaksanaan penanggulangan pencemaran dan pemadaman

kebakaran di pelabuhan serta pengawasan perlindungan lingkungan maritim (5) Pelaksanaan bantuan pencarian dan penyelamatan (Search and

Rescue/SAR), di Daerah Lingkungan Kerja (LDKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan

(6) Pelaksanaan Ketertiban dan Patroli, penyidikan tindak pidana pelayaran di dalam Daerah Lingkungan Kerja (LDKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan, serta pengawasan Pekerjaan Bawah Air (PBA), salvage, penundaan dan pemanduan kapal

(7) Pengelolaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, hukum dan hubungan masyarakat

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak syahbandar di daerah setempat, dibutuhkan beberapa dokumen resmi yang harus dimiliki setiap kapal untuk memperoleh perizinan dalam pelaksanaan operasi penangkapan. Dokumen tersebut diantaranya adalah: (1) Surat Persetujuan Berlayar (SPB) yang diterbitkan syahbandar setiap kapal akan berlayar. Tidak dikenakan tarif untuk penerbitan dokumen tersebut; (2) Gross Akte, merupakan dokumen yang diterbitkan syahbandar apabila kapal telah menggunakan jasa pelabuhan perikanan dan terif yang dikenakan tergantung jenis jasa yang digunakan. Perhitungan tarif untuk berlabuh adalah GT x kunjungan x Rp 250,00 sedangkan untuk tambat adalah GT x etmal x Rp 250,00.

4.3.3 Unit penangkapan

Kapal yang terdapat di PPI Blanakan Subang dapat diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan tenaga penggeraknya, yaitu: motor luar (outboard engine) dan motor dalam (inboard engine). Berdasarkan hasil wawancara terhadap pihak KUD Mina Fajar Siddik selaku pengelola PPI Blanakan, ukuran kapal yang terdapat di lokasi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan kapasitas kapalnya, yaitu: kapal berukuran besar 20-35 GT, kapal berukuran sedang 10-20 GT dan kecil 5-10 GT. Berdasarkan alat tangkap yang digunakan, maka kapal berukuran besar merupakan kapal dengan alat tangkap pukat cincin (purse seine), kapal berukuran sedang merupakan kapal dengan alat tangkap dogol/cantrang

(seine net), jaring kantong (trammel net) dan pancing (hook and lines), sedangkan

kapal berukuran kecil merupakan kapal dengan alat tangkap jaring bondet (beach seine), tegur (half encircling net) dan jaring sontong (cast net). Perkembangan jumlah kapal yang terdapat di PPI Blanakan Subang dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 4.

29

Alat tangkap yang terdapat di PPI Blanakan Subang dapat dibedakan menjadi tujuh jenis, yaitu: pukat cincin (purse seine), dogol/cantrang (seine net), jaring kantong (trammel net), jaring bondet (beach seine), tegur (half encircling net), pancing (hook and lines), jaring sontong (cast net). Perkembangan jumlah alat tangkap yang terdapat di PPI Blanakan Subang dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 5.

Nelayan yang terdapat di PPI Blanakan dibagi menjadi lima kelompok, pembagian kelompok ini dilakukan agar memudahkan saat pembagian sembako pada musim paceklik dan pembagian kaos serta topi pada saat pesta laut. Nama tiap kelompok diambil dari nama ketua yang memimpinnya, adapun nama dari tiap kelompok tersebut yaitu: Iwang, Sanda, Tata, Tamir dan Wardi. Selain nelayan setempat yang merupakan penduduk asli Kecamatan Blanakan dan masyarakat pesisir Kota Subang, terdapat juga nelayan pendatang yang berasal dari Indramayu, Jakarta, Cirebon, Tegal, Eretan dan Cilamaya.

Tabel 2 Perkembangan jumlah kapal di PPI Blanakan Subang tahun 2002-2011

Sumber: KUD Mina Fajar Sidik (diolah)

Besar (20-35 GT) Sedang (10-20 GT) Kecil (5-10 GT)

2002 44 245 25 314 2003 46 250 23 319 2004 48 256 38 342 2005 37 198 29 264 2006 30 161 24 215 2007 30 159 24 213 2008 29 160 25 214 2009 28 162 26 216 2010 22 128 21 171 2011 24 142 23 189 Jumlah (unit)

Gambar 4 Histogram perkembangan jumlah kapal di PPI Blanakan Subang tahun 2002-2011

Dari Tabel 2 dan Gambar 4 di atas terlihat bahwa jumlah kapal yang terdapat di PPI Blanakan cenderung menurun, hal ini terkait kemampuan pelayanan PPI terhadap kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya. Ukuran kapal yang sangat mendominasi di PPI Blanakan adalah kapal berukuran sedang yang berarti kapal dengan alat tangkap dogol/cantrang (seine net), jaring kantong

(trammel net) dan pancing (hook and lines) merupakan armada penangkapan ikan

yang dominan di PPI Blanakan.

Tabel 3 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Blanakan Subang tahun 2003- 2011

Sumber: KUD Mina Fajar Sidik (diolah) 0 50 100 150 200 250 300 350 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 20-35 GT 10-20 GT 5-10 GT 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 1 Purse seine 46 48 37 30 30 32 28 22 24 2 Dogol/cantrang 60 62 48 39 39 42 39 31 34 3 Trammel net 145 145 112 91 90 97 94 75 83 4 Beach seine 13 15 12 10 10 11 11 9 10 5 Half encircling net 12 12 9 7 7 8 8 6 7

6 Pancing 49 49 38 31 30 32 29 22 24

7 Cast net 11 11 9 7 7 8 7 6 7

336 342 265 215 213 230 216 171 189

Jenis Alat Tangkap Tahun

Jumlah

31

Gambar 5 Histogram perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Blanakan Subang tahun 2003-2011

Dari Tabel 3 dan Gambar 5 di atas terlihat bahwa alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan di daerah tersebut adalah trammel net. Alat tangkap tersebut banyak digunakan oleh nelayan dikarenakan biaya operasional yang dibutuhkan relatif tidak besar dan banyak memperoleh hasil tangkapan berupa ikan cucut (Sphyma sp.)yang sangat bernilai ekonomis.

Tabel 4 Perkembangan jumlah nelayan di PPI Blanakan Subang tahun 2002-2011

Sumber: KUD Mina Fajar Sidik (diolah)

Tahun Nelayan Lokal Nelayan

Pendatang Jumlah 2002 554 4305 4859 2003 537 4331 4868 2004 528 4384 4912 2005 535 3269 3804 2006 465 2637 3102 2007 501 2587 3088 2008 509 2573 3082 2009 502 2583 3085 2010 497 2537 3034 2011 495 2867 3362

Gambar 6 Histogram perkembangan jumlah nelayan di PPI Blanakan Subang tahun 2002-2011

Dari Tabel 4 dan Gambar 6 diatas terlihat bahwa jumlah nelayan pendatang yang terdapat di PPI Blanakan mengalami fluktuasi tiap tahunnya. Hal ini dikarenakan nelayan tersebut datang hanya untuk menjual hasil tangkapannya pada skala waktu tertentu dan tidak tinggal menetap di sekitar wilayah pemukiman nelayan setempat. Selain itu faktor kecelakaan dan musibah yang dialami nelayan dapat dijadikan alasan terjadinya fluktuasi tersebut.

Tabel 5 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Blanakan Subang tahun 2002-2011

Sumber: KUD Mina Fajar Sidik (diolah)

Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa volume produksi paling tinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 5.559.672 kg dan nilai produksi paling tinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar Rp 27.467.237.000. Berfluktuasinya

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Nelayan Lokal Nelayan Pendatang

Tahun Volume Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp)

2002 5.559.672 25.650.308.500 2003 5.035.876 24.543.868.500 2004 5.294.010 27.467.237.000 2005 3.917.940 21.273.731.000 2006 2.994.785 17.349.948.000 2007 3.124.200 17.282.733.000 2008 3.370.470 18.648.828.000 2009 3.183.100 18.586.292.000 2010 2.523.300 17.081.767.000 2011 2.276.400 18.926.624.000

33

volume dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan tak lepas dari peran kapal nelayan pendatang yang menjual hasil tangkapannya di PPI Blanakan. Tabel 6 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan purse seine KM. Hasil Karya

Menor yang didaratkan di PPI Blanakan Subang tahun 2011

Sumber: KUD Mina Fajar Sidik (diolah)

Berdasarkan Tabel 6 di atas terlihat bahwa volume produksi paling tinggi terjadi pada bulan September sebesar 24.000 kg dan nilai produksi paling tinggi juga terjadi pada bulan September sebesar Rp 200.112.391. Sedangkan pada bulan Januari kapal tidak melakukan operasi penangkapan dikarenakan musim Barat dan cuaca buruk. Pada bulan Februari hingga April hasil tangkapan tidak banyak dikarenakan pada waktu tersebut masih berlangsung musim Barat dan tidak setiap waktu kapal beroperasi.

Bulan Volume Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp)

Januari 0 0 Februari 800 6.670.413 Maret 2.500 20.845.041 April 3.200 26.681.652 Mei 14.500 120.901.236 Juni 23.000 191.774.374 Juli 11.360 94.719.865 Agustus 15.000 125.070.244 September 24.000 200.112.391 Oktober 17.000 141.746.277 November 14.500 120.901.236 Desember 12.000 100.056.195 Jumlah : 137.860 1.149.478.923

5.1 Kinerja Perikanan Purse Seine di PPI Blanakan (Aspek Teknis) 5.1.1 Kapal (purse seiner)

Kapal penangkapan yang digunakan nelayan purse seine di daerah penelitian berukuran 25-35 GT dengan tipe tenaga penggerak inboard engine dan terbuat dari material kayu. Metode pengoperasiannya adalah dengan satu kapal

(one boat system). Kapal purse seine yang menjadi objek penelitian merupakan

milik pengusaha setempat dan bukan orang pendatang, berdasarkan pengukuran langsung yang dilakukan diperoleh data teknis kapal berupa ukuran panjang: 15- 20 m; lebar: 5-6 m; dalam: 2-3 m dan draft: 0,75-1,5 m (Tabel 7).

Tabel 7 Spesifikasi armada purse seine di PPI Blanakan Subang

Sumber: Data primer diolah

Nilai rasio dimensi utama kapal purse seine milik pengusaha setempat, diperoleh nilai L/B sebesar 2,83-3,1 yang menandakan bahwa karakteristik kapal

purse seine tersebut memiliki tahanan gerak yang cukup besar, sehingga

membutuhkan tenaga penggerak yang besar pula. Nilai L/D sebesar 7,5-8,5 yang menandakan bahwa karakteristik kapal purse seine tersebut memiliki kekuatan memanjang yang cukup baik. Dan nilai B/D sebesar 2,5-3,0 yang menandakan bahwa karakteristik kapal purse seine tersebut memiliki stabilitas yang baik.

5.1.2 Alat tangkap purse seine

Konstruksi alat tangkap purse seine yang digunakan nelayan di daerah penelitian pada umumnya sama dengan nelayan dari daerah lain di pulau jawa yang terdiri dari kantong (bunt), badan jaring, sayap, selvedge, tali ris, tali kerut,

Spesifikasi KM. Hasil Karya

Menor KM. Hasil Karya Upin

KM. Hasil Karya Bulan 1. Dimensi utama Panjang (m) 15,00 17,00 15,50 Lebar (m) 5,00 6,00 5,00 Dalam (m) 2,00 2,00 2,00 draft (m) 0,75 1,00 0,75 2. Kapasitas palkah (ton) 3. Tonage (GT) 25 29 26

4. Mesin Kapal PS 120 (2 buah) PUSO D14 dan PS 120 PS 120 (2 buah)

5. Winch hauler Dompeng (1 buah) Dompeng (1 buah) Dompeng (1 buah)

35

tali selambar, pemberat (sinker), pelampung (floater) dan cincin (ring). Bahan dan spesifikasi purse seine yang dioperasikan di daerah penelitian relatif sama namun berbeda ukuran (Tabel 8).

Tabel 8 Spesifikasi alat tangkap purse seine di PPI Blanakan Subang

Sumber: Data primer diolah

Bagian Jaring Material Twine Size

Kantong Pa cf 380 D x 12

Badan jaring Pa cf 210 D x 18

Sayap Pa cf 210 D x 18

Selvedge PE 380 D x 15

Bagian Tali Material Diameter

(mm) Panjang (m) Jumlah (buah) Tali selambar PE 30,00 350,00 1 Tali pelampung PE 25,00 400,00 1 Tali pemberat PE 10,00 425,00 1

Tali ris atas PE 25,00 400,00 1

Tali ris bawah PE 25,00 425,00 2

Tali cincin PE 30,00 650,00 1

Tali bridle PE 10,00 0,50 120

Tali samping PE 10,00 90,00 2

Perlengkapan Lain Material Diameter (mm)

W (gr) atau F (grf)

Jumlah (buah) Pelampung (grf) Vinyl putih 90,00 840,00 890 Pemberat (gr) Timah hitam 25,00 200,00 1215

Cincin (gr) Kuningan 110,00 500,00 120

Keterangan:

Pacf : Poly amid continous filament PE : Poly ethylene

grf : gram force

Mess Size (inch) 0,50 0,75 1,00 1,25

Gambar 7 Desain konstruksi alat tangkap purse seine

5.1.3 Nelayan purse seine

Nelayan di PPI Blanakan Subang dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan daerah asalnya yaitu nelayan lokal dan nelayan pendatang. Berdasarkan waktu kerjanya, nelayan purse seine yang menjadi objek penelitian dapat dikategorikan sebagai nelayan penuh, karena seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Jumlah nelayan yang mengoperasikan purse seine yaitu sebanyak 18-23 orang. Dalam melakukan operasi penangkapan ikan setiap nelayan memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, sehingga operasi penangkapan ikan dapat berjalan dengan lancar. Dalam pembagian tugas, nahkoda kapal memiliki tanggung jawab paling besar terhadap kelancaran operasi penangkapan ikan. Pembagian tugas nelayan purse

37

Tabel 9 Pembagian tugas dan tanggung jawab nelayan purse seine di PPI Blanakan Subang

Sumber: Data primer diolah

5.1.4 Alat bantu penangkapan

Pengoperasian purse seine yang dilakukan oleh nelayan purse seine di daerah penelitian menggunakan beberapa alat bantu, diantaranya: rumpon, lampu dan serok. Manfaat yang diharapkan dengan penggunaan alat bantu penangkapan selain menghemat waktu dan bahan bakar juga dapat meningkatkan hasil tangkapan tiap satuan upaya penangkapan. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan setempat, rumpon ditanam sekitar 60-100 mil dari fishing base di perairan Laut Jawa dengan kedalaman lebih dari 40 meter. Mengacu pada SK Mentan Nomor 51/Kpts/IK250/1/97, maka rumpon yang digunakan nelayan purse seine setempat dapat dikategorikan sebagai rumpon perairan dangkal karena dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman kurang dari 200 meter.

Konstruksi rumpon yang digunakan nelayan purse seine di daerah penelitian pada umumnya relatif sama dengan daerah lain di pulau jawa dengan memiliki empat komponen utama yaitu; pelampung yang terbuat dari bambu dan styrefoam,

attractor yang terbuat dari daun kelapa, tali-temali yang terbuat dari bahan PE dan

Dokumen terkait