• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Temuan dan Analisis

3.2. Analisis Bahan Hukum

Dengan adanya bukti bahwa Penggugat dalam putusan

No.82/Pdt.G/PN.Yk tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan, seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan jual beli maka perlu adanya penyelesaian sengketa yang terjadi pada pembeli terhadap penjual yang wanprestasi terhadap jual beli sebagai tindakan guna menciptakan proses transaksi jual beli yang aman, nyaman dan produktif. Penyelesaian sengketa wanprestasi perjanjian jual beli melalui internet yang melibatkan penjual dan pembeli di dalamnya dapat mengajukan upaya penyelesaian melalui jalur litigasi atau memilih jalur non litigasi. Semua itu dikembalikan oleh para pihak yang bersengketa. Dalam hal gugatan perdata melalui litigasi mengenai wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penjual dalam putusan No.82/Pdt.G/PN/Yk yang mengakibatkan kerugian bagi pembeli, maka, pembeli dapat menuntut kerugian kepada penjual dengan dasar hukumnya yakni

Pasal 1243 KUH Perdata yang menyebutkan “penggantian biaya, kerugian dan

bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau

dilakukannya dalam waktu yang telah ditentukan”.

Dalam putusan No.82/Pdt.G/PN/Yk Tergugat I melakukan PO (Pre Order) pemesanan gadget handphone dengan segala merk dan tipe seperti yang dipesan oleh Tergugat I kepada Penggugat, Penggugat telah menerima transferan dari rekening milik Tergugat I, yang mana Tergugat I telah melakukan pembayaran setoran uang tunai kepada Penggugat dengan cara mentransfer atas nama Penggugat. Sehingga keseluruhannya dengan jumlah satu milyar sembilan ratus dua puluh dua juta empat ratus lima puluh lima ribu rupiah. Adanya pemesanan gadget PO (Pre Order) handphone dengan segala merk dan tipe seperti yang dipesan oleh Tergugat I kepada Penggugat, Penggugat telah memesan kepada agen distributor handphone di Huangzhou China yang ditunggu dari bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Mei 2012 dan sebagian barang pesanan Penggugat belum datang untuk dikirimkan ke alamat Tergugat I dan sesuai dengan janjinya Penggugat didalam promo handphone maka setiap keterlambatan atas pengiriman barang handphone adalah menjadi kewajiban dan tanggungjawab Penggugat untuk mengembalikan uang milik Tergugat I.

Akan tetapi dalam hal ini telah terjadi ketidaklancaran dalam pemesanan gadget handphone yang dipesan oleh Tergugat I kepada Penggugat. Tergugat I dan rekan Tergugat I telah memesan sebanyak seribu seratus empat puluh unit

smartphone dan gadget. Barang yang belum dikirim sebanyak sembilan ratus sembilan puluh empat unit smartphone dan gadget, sedangkan barang yang sudah dikirim dan diterima oleh para Tergugat adalah berjumlah seratus empat puluh enam unit dengan total harga sebesar dua ratus lima puluh sembilan juta enam ratus dua puluh lima ribu rupiah, pengiriman barang ini tidak sebanding dengan besarnya pesanan.

Total uang (uang barang, uang percepatan, uang ongkos kirim) yang sudah dikirim kepada Penggugat dan rekan Penggugat atas perintah Penggugat sesuai order mulai tanggal 19 Desember 2011 sampai dengan tanggal 22 Mei 2012 secara bertahap adalah sebesar dua milyar delapan ratus sembilan juta rupiah. Tentunya pengiriman uang ini kepada Penggugat atau rekan Penggugat setelah disepakati harga barang. Uang dikirim terlebih dahulu melalui rekening atas nama Penggugat atau atas nama orang lain atas perintah Penggugat. Adanya uang percepatan untuk order yang minta dipercepat. Apabila barang tidak datang maka Penggugat akan mengembalikan (refund) uang pembayaran seutuhnya. Faktanya tidak utuh dikembalikan kepada Tergugat I, dikembalikan hanya sebesar tiga ratus tujuh puluh dua juta tujuh ratus lima puluh tujuh ribu rupiah salah penjumlahan bukan tiga ratus tujuh puluh dua juta tujuh ratus lima puluh tujuh ribu rupiah tapi yang benar tiga ratus tujuh puluh dua juta tujuh ratus lima puluh tujuh ribu rupiah. Bahwa jika total uang yang sudah dikirim kepada Penggugat melalui rekening Penggugat dan rekening rekan Penggugat sebesar dua milyar delapan ratus sembilan juta rupiah dikurangi dengan nilai barang yang sudah diterima sebesar dua ratus lima puluh sembilan juta enam ratus dua puluh lima ribu rupiah dan

dikurangi lagi dengan refund dari Penggugat sebesar tiga ratus tujuh puluh dua juta tujuh ratus lima puluh tujuh ribu rupiah maka Penggugat wajib mengembalikan uang kepada Tergugat I dan rekan Tergugat I (refund) adalah sebesar dua milyar seratus tujuh puluh enam juta enam ratus delapan belas ribu rupiah.

Para Tergugat tidak mengakui penerimaan barang dan refund dari Penggugat. Jelas dan tegas para Tergugat hanya mengakui harga barang sesuai kesepakatan, dibuktikan dari dikirimnya uang ke rekening Penggugat dan rekening rekan Penggugat sedangkan untuk refund tidak ada perbedaan. Bahwa jelas disini yang dirugikan dalam transaksi jual beli adalah Tergugat I dan rekan Tergugat I bukan Penggugat dan yang telah melakukan wanprestasi adalah Penggugat bukan para Tergugat karena uang milik Tergugat I dan rekan Tergugat I masih ada sebesar dua milyar seratus tujuh puluh enam juta enam ratus delapan belas ribu rupiah ditangan Penggugat.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah mengatur ketentuan mengenai wanprestasi walaupun tidak diatur dalam satu bab. Wanprestasi diatur dalam Pasal 21 ayat (2) huruf (a) yang menegaskan jika transaksi elektronik dilakukan sendiri tanpa agen elektronik maka segala akibat hukum dalam pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pihak yang bertransaksi. Ketentuan mengenai wanprestasi dalam transaksi e-commerce secara lengkap tetap merujuk kepada Buku III KUH Perdata, sehingga dalam pengaturan UU ITE

dengan KUH Perdata saling melengkapi dan saling mengisi khususnya pengaturan mengenai wanprestasi.

Dalam hukum perdata berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, adapun yang dimaksud dengan PMH adalah setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya itu mengganti kerugian yang timbul tersebut. Dalam sengketa putusan No.82/Pdt.G/PN/Yk Majelis Hakim selanjutnya akan mempertimbangkan apakah tindakan/perbuatan para Tergugat yang tidak mengakui pernah menerima pengembalian uang/refund dan barang-barang handphone dari Penggugat benar suatu PMH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata atau bukan. Menurut pendapat Majelis Hakim, untuk dapat membuktikan tindakan para Tergugat yang tidak mengakui pernah menerima pengembalian uang/refund dan barang-barang handphone dari Penggugat adalah tindakan yang merugikan Penggugat, maka dalam persidangan Penggugat harus membuktikan bahwa diantara Penggugat dan para Tergugat ada hubungan hukum berupa kerjasama bisnis online pemesanan gadget berbagai merk. Setelah Majelis Hakim membaca dan meleliti jawab-jinawab dari para Tergugat terhadap tindakan Tergugat dengan telah terjadinya perbedaan fakta hukum baik dalam jawab-jinawab antara Penggugat dan para Tergugat maupun di dalam pembuktiannya masing-masing dari Penggugat maupun para Tergugat sama sekali tidak ada yang mengajukan begaimana sebenarnya kesepakatan bersama yang terjadi antara Penggugat dan para Tergugat dalam kerjasama bisnis online shop, sehingga Majelis Hakim berpendapat bahwa gugatan Penggugat adalah tidak jelas dan kabur (Obscuur

Libel), dengan demikian gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvantkelijke Verklaard).

Berkaitan dengan praktiknya dalam Pasal 3 yang mengatur bahwa setiap pemanfaatan teknologi informasi harus didasarkan pada asas kepastian hukum, kemanfaatan, kehati-hatian, dan itikad baik dan netral teknologi. Sedangkan selanjutnya mengenai kepentingan kepastian hukum tertuang dalam Pasal 4 yang mengatur bahwa transaksi elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum. Hal ini tentu menyiratkan bahwa pelaku usaha jual beli online (e-commerce) harus mematuhi aturan yang berlaku. Tanpa disadari sebenarnya telah dilahirkan hukum untuk melindungi hak antara penjual maupun pembeli dalam jual beli online.

Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian. Penyelesaian sengketa yang dilakukan secara litigasi melalui putusan No.82/Pdt.G/2013/PN.Yk yakni berupa gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri tempat tergugat berdomisili. Dalam penyelesaian sengketa wanprestasi perjanjian jual beli melalui internet dalam putusan No.82/Pdt.G/2013/PN.Yk proses penyelesaian sengketa melalui litigasi cenderung membutuhkan waktu yang cukup lama dan kurang efektif. Akan lebih baik jika para pihak yang bersengketa yakni penjual dan pembeli terlebih dahulu melakukan upaya penyelesaian sengketanya melalui non litigasi. Dengan kata lain proses litigasi menjadi pilihan penyelesaian terakhir jika proses non litigasi tidak membuahkan hasil.

Dokumen terkait