• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 2. Kajian Pustaka 2.1. Ruang Lingkup Wanprestasi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kata Sepakat dalam Transaksi E-Commerce: Putusan No. 82/Pdt.G/2013/PN.Yk.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 2. Kajian Pustaka 2.1. Ruang Lingkup Wanprestasi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kata Sepakat dalam Transaksi E-Commerce: Putusan No. 82/Pdt.G/2013/PN.Yk."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2. Kajian Pustaka

2.1. Ruang Lingkup Wanprestasi

Wanprestasi yang berarti prestasi buruk. Wanprestasi merupakan suatu

istilah yang menunjuk pada ketiadalaksanaan prestasi oleh pihak yang membuat

perjanjian. Wanprestasi menurut Abdulkadir Muhammad mempunyai arti tidak

memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan, atau disepakati dalam perikatan, baik

perikatan yang timbul karena perjanjian.1 J. Satrio menjelaskan bahwa wanprestasi adalah suatu peristiwa atau keadaan debitur tidak telah memenuhi

kewajiban prestasi perikatannya dengan baik, dan debitur punya unsur yang salah

atasnya2. Sedangkan menurut Kamus Hukum, wanprestasi berarti kelalaian,

kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya yang telah disepakati. Dengan

demikian wanprestasi adalah suatu keadaan seorang debitur (berutang) tidak

memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaiman telah ditetapkan dalam suatu

perjanjian.

Perjanjian adalah suatu peristiwa yang terjadi ketika para pihak saling

berjanji atau bersepakat untuk melaksanakan perbuatan tertentu. Menurut Subekti,

perjanjian adalah peristiwa ketika seorang atau lebih berjanji melaksanakan

perjanjian atau saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Istilah perjanjian

1

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1992, h. 20.

2

(2)

sering juga diistilahkan dengan istilah kontrak. Kontrak atau contracts (dalam

bahasa Inggris) dan overeenkomst (dalam bahasa Belanda) dalam pengertian yang

lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian.

Salim H.S. mengatakan, istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata

overeenkomst (Belanda) atau contract (Inggris). Ada dua macam teori yang

membahas pengertian perjanjian. Dalam Pasal 1313 KUH Perdata disebutkan

“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan satu pihak atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Menurut teori yang dikemukakan oleh

Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian adalah “Suatu hubungan hukum

antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat

hukum”. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian, yaitu: tahap pracontractual,

yaitu adanya penawaran dan penerimaan, tahap contractual, yaitu adanya

persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak dan tahap post contractual,

yaitu pelaksanaan perjanjian.

Abdulkadir Muhammad menguraikan unsur-unsur dalam suatu perjanjian

atau kontrak, yaitu: ada pihak-pihak, minimal dua orang yang terdiri dari subyek

hukum berupa manusia kodrati dan badan hukum (recht person). Dalam hal para

pihak manusia, maka orang tersebut harus telah dewasa dan cakap. Adanya

persetujuan antara para pihak berdasarkan kebebasan untuk mengadakan

tawar-menawar (bargaining) atau konsensus dalam suatu perjanjian. Adanya satu atau

beberapa tujuan tertentu yang ingin dicapai, yang tidak boleh bertentangan dengan

undang-undang, ketertiban umum, kebiasaan yang diakui masyarakat dan

(3)

dituntut oleh pihak lainnya, begitu juga sebaliknya. Adanya bentuk tertentu, yang

dapat dibuat secara tertulis dalam suatu akta, autentik maupun dibawah tangan,

bahkan dapat dibuat secara lisan, dan yang terakhir adalah adanya syarat-syarat

tertentu menurut undang-undang, agar suatu kontrak yang dibuat menjadi sah.

Adapun Herlien Budiono, tidak menggunakan istilah unsur-unsur kontrak,

melainkan menggunakan istilah bagian dari kontrak. Selanjutnya, Herlien

Budiono bersandar kepada pendapat dari C. Asser L. E. H. Rutten, menjelaskan

bagian dari kontrak, sebagai berikut: bagian essentialia, adalah bagian dari

kontrak yang harus ada. Jika bagian ini tidak ada, buka merupakan kontrak

(bernama) yang dimaksudkan oleh para pihak, melainkan kontrak lain.

Contohnya, kata sepakat merupakan bagian essentialia yang harus ada dalam

kontrak. Bagian naturalia, adalah bagian dari kontrak yang berdasarkan sifatnya

dianggap ada tanpa perlu diperjanjikan secara khusus oleh para pihak yang

bersifat mengatur, termuat dalam ketentuan perundang-undangan untuk

masing-masing kontrak bernama. Misalnya, dalam kontrak jual beli, adalah biaya

penyerahan barang ditanggung oleh penjual, jika tidak telah diadakan kontrak lain

(Pasal 1476 KUH Perdata). Bagian accidentalia, adalah bagian dari kontrak

berupa ketentuan yang diperjanjikan secara khusus oleh para pihak. Misalnya,

jangka waktu pembayaran, pilihan domisili, pilihan hukum dan cara penyerahan

barang.3

Dalam hukum perjanjian, terdapat beberapa asas penting yang perlu

diketahui, yaitu: sistem terbuka (open system) asas ini mempunyai arti, bahwa

3

(4)

mereka yang tunduk dalam perjanjian bebas dalam menentukan hak dan

kewajibannya. Asas ini disebut juga dengan asas kebebasan berkontrak, yaitu

semua asas yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya (Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata). Asas kebebasan berkontrak

ini tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan

undang-undang. Bersifat pelengkap (optional), hukum perjanjian bersifat pelengkap

artinya, pasal-pasal dalam hukum perjanjian boleh disingkirkan, apabila

pihak-pihak yang membuat perjanjian menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan

sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal undang-undang. Tetapi apabila dalam

perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan, maka berlakulah ketentuan

undang-undang.

Berdasarkan konsensualisme, asas ini mempunyai arti, bahwa suatu

perjanjian lahir sejak detik tercapainya kesepakatan antara kedua kedua belah

pihak. Hal ini sesuai dengan syarat sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320 KUH

Perdata). Pegecualian asas ini adalah: dalam perjanjian formill di samping kata

sepakat, masih formalitas tertentu. Contohnya: perjanjian perdamaian (Pasal 1851

KUH Perdata), dalam perjanjian riil disamping kata sepakat, harus ada tindakan

nyata. Contohnya: perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUH Perdata) dan

perjanjian hak gadai (Pasal 1152 KUH Perdata). Berasaskan kepribadian, asas ini

mempunyai arti, bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang

membuatnya. Menurut Pasal 1315 KUH Perdata, pada umumnya tak seorangpun

dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji,

(5)

Perdata, suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya dan

tidak dapat membawa kerugian bagi pihak ketiga. Pengecualiannya mengenai hal

ini diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata yaitu mengenai janji untuk pihak ketiga,

menurut pasal ini, lagipun diperbolehkan untuk meminta ditetapkannya suatu janji

guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yang dibuat

oleh seorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang dilakukannya

kepada seorang lain memuat suatu janji yang seperti itu. Siapa yang telah

memperjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh menariknya kembali, apabila

pihak ketiga tersebut telah menyatakan hendak mempergunakannya.

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, syarat sahnya suatu perjanjian adalah

pertama, sepakat mereka yang mengikatkan dirinya hal ini dimaksudkan, bahwa

para pihak yang hendak mengadakan suatu perjanjian, harus terlebih dahulu

bersepakat atau setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang akan

diadakan itu diberikan karena kekhilafan, paksaan atau penipuan (Pasal 1321

KUH Perdata).

Kedua, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, pada dasarnya setiap

orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika oleh undang-undang

tidak dinyatakan tak cakap (Pasal 1329 KUH Perdata). Menurut Pasal 1330 KUH

Perdata, mereka yang tidak cakap membuat suatu perjanjian adalah orang yang

belum dewasa, mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, orang prempuan

dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan semua orang kepada

siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

(6)

dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Ketiga, adanya suatu hal tertentu

adalah menyangkut obyek perjanjian harus jelas dan dapat ditentukan. Menurut

Pasal 1333 KUH Perdata, suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu

barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa

jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu dikemudian hari dapat ditentukan

atau dihitung. Menurut ketentuan Pasal 1332 KUH Perdata, hanya barang-barang

yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian.

Selanjutnya menurut Pasal 1334 ayat (1) KUH Perdata, barang-barang yang baru

akan ada dikemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian.

Keempat, adanya suatu sebab yang halal (causa dalam bahasa Latin)

adalah menyangkut isi perjanjian yang tidak bertentangan dengan ketertiban

umum, kesusilaan, dan undang-undang (Pasal 1337 KUH Perdata). Dengan

demikian, undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang

mengadakan suatu perjanjian. Yang diperhatikan oleh undang-undang adalah isi

perjanjian tersebut yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai. Menurut Pasal

1335 KUH Perdata, suatu perjanjian tanpa sebab yang palsu atau terlarang tidak

mempunyai kekuatan. Apabila dua syarat yang pertama tidak dipenuhi (a) dan (b),

maka perjanjian dapat dibatalkan (syarat subyektif). Sedangkan apabila dua syarat

yang terakhir tidak dipenuhi (c) dan (d), maka perjanjian ini batal demi hukum

(syarat obyektif). Perjanjian yang batal demi hukum adalah perjanjian sejak

(7)

pihak. Sedangkan perjanjian dapat dibatalkan, artinya salah satu pihak

mempunyai hak untuk meminta agar perjanjian itu dibatalkan.4

Kontrak dengan perjanjian merupakan istilah yang sama karena intinya

adalah adanya peristiwa para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang

diperjanjikan dan berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya sehingga

perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan

(verbintenis). Dengan demikian, kontrak atau perjanjian dapat menimbulkan hak

dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut dan karena itulah

kontrak yang dibuat dipandang sebagai sumber hukum yang formal.

Buku III KUH Perdata tentang Perikatan (van Verbintenis) tidak

memberikan definisi tentang apa yang dimaksud dengan perikatan itu. Namun

justru diawali dengan Pasal 1233 KUH Perdata mengenai sumber perikatan, yaitu

kontrak atau perjanjian dan undang-undang. Dengan demikian, kontrak atau

perjanjian, merupakan salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain dari

undang-undang yang dapat menimbulkan perikatan. Bahkan apabila diperhatikan

dalam praktik dimasyarakat, perikatan yang bersumber dari kontrak atau

perjanjian begitu mendominasi.

Definisi perikatan menurut doktrin (para ahli) adalah hubungan hukum

dalam bidang harta kekayaan di antara dua orang (atau lebih), dimana pihak yang

satu (debitur) wajib melakukan suatu prestasi, sedangkan pihak yang lain

(kteditur) berhak atas prestasi itu. Menurut C. Asser, ciri utama perikatan adalah

hubungan hukum antara para pihak, di mana dengan hubungan itu terdapat hak

4

(8)

(prestasi) dan kewajiban (kontra prestasi) yang saling dipertukarkan oleh para

pihak. H. F.A. Vollmar, dengan menganalisis isinya ternyata perikatan itu ada

selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin

dapat dipaksakan terhadap kreditur, kalu perlu dengan bantuan hakim.

Berdasarkan pendapat serta rumusan para ahli tersebut di atas, maka terdapat

empat unsur perikatan, yaitu: kesatu hubungan hukum, artinya perikatan yang

dimaksud di sini adalah bentuk hubungan hukum yang menimbulkan alibat

hukum. Kedua, bersifat harta kekayaan, artinya sesuai dengan tempat pengaturan

perikatan di Buku III KUH Perdata yang termasuk di dalam sistematika Hukum

Harta Kekayaan (vermogens recht), maka hubungan yang terjalin antara para

pihak tersebut berorientasi pada harta kekayaan. Ketiga, para pihak, artinya dalam

hubungan hukum tersebut melibatkan pihak-pihak sebagai subjek hukum.

Keempat yaitu prestasi, artinya hubungan hukum tersebut melahirkan

kewajiban-kewajiban (prestasi) kepada para pihaknya (prestasi kontra prestasi) yang pada

kondisi tertentu dapat dipaksakan pemenuhannya, bahkan apabila diperlukan

menggunakan alat negara.5

Menurut Soediman Kertohadipradjo, hukum perikatan ialah kesemuanya

kaidah hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang bersumber pada

tindakannya dalam lingkungan hukum kekayaan.6 Menurut Subekti, perikatan

adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan

mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak

yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Menurut R. Setiawan,

5

Agus Yudho Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, 2010, h. 19-20.

6

(9)

perikatan adalah suatu hubungan hukum, yang artimya hubungan yang diatur dan

diakui oleh hukum. Menurut Abdulkadir Muhammad, perikatan adalah hubungan

hukum yang terjadi antara debitur dan kreditur, yang terletak dalam bidang harta

kekayaan. Menurut A. Pitlo, perikatan adalah suatu hubungan hukum yang

bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang

satu berhak (kreditur) dan pihak lainnya berkewajiban (debitur) atas suatu

prestasi.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksudkan dengan

perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak, di mana pihak yang satu

berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban

memenuhi tuntutan tersebut. Dalam hal ini, dapat disebutkan, bahwa pihak yang

menuntut disebut kreditur (pihak berpiutang) dan pihak yang berkewajiban untuk

memenuhi prestasi disebut debitur (pihak berutang). Kemudian, jika kita lihat dari

dua pengertian di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa: terhadap suatu hak dan

kewajiban yang harus dilakukan kreditur dan debitur tergantung dari yang

diperjanjikan. Hak dan kewajiban kreditur harus diatur oleh undang-undang, yaitu

sebagai suatu tindakan untuk menuntut pihak yang lalai dalam melaksanakan

suatu prestasi atau kewajibannya.

Pada dasarnya, suatu perikatan dapat dilakukan oleh dua orang dan

tuntutan tersebut dapat segera dilakukan. Perikatan dalam bentuk paling sederhana

ini disebut perikatan bersahaja atau perikatan murni. Di samping perikatan murni

(10)

a. Perikatan bersyarat

Dalam KUH Perdata, perikatan bersyarat diatur dalam Pasal 1253 KUH

Perdata sampai dengan 1267 KUH Perdata. Suatu perikatan dalah

bersyarat apabila ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan

datang dan yang masih belum tentu akan terjadi, baik secara

menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu

maupun, secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak

terjadinya peristiwa tersebut (Pasal 1253 KUH Perdata).

b. Perikatan dengan ketetapan waktu

Dalam KUH Perdata, perikatan dengan ketetapan waktu diatur dalam Pasal

1268 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1271 KUH Perdata. Perikatan

dengan ketetapan waktu ialah perikatan yang hanya menangguhkan

pelaksanaannya atau lama waktu berlakunya suatu perikatan (Pasal 1268

KUH Perdata).

c. Perikatan mana suka (alternatif)

Dalam KUH Perdata, perikatan mana suka diatur dalam Pasal 1272 KUH

Perdata sampai dengan Pasal 1277 KUH Perdata. Dalam perikatan mana

suka, si berutang (debitur) dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu dari

dua barang yang disebutkan dalam perjanjian, tetapi ia tidak dapat

memaksa si berpiutang (kreditur) untuk menerima sebagian dari barang

(11)

d. Perikatan tanggung menanggung (tanggung renteng)

Dalam KUHPerdata, perikatan tanggung-menanggung diatur dalam Pasal

1278 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1295 KUHPerdata. Suatu

perikatan tanggung menanggung, terjadi antara beberapa orang berpiutang,

jika di dalam suatu perjanjian secara tegas kepada masing-masing pihak

diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh utang, sedang

pembayaran yang dilakukan kepada salah seorang membebaskan pihak

berutang, meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi

di antara beberapa orang berpiutang tadi (Pasal 1278 KUH Perdata).

e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi

Dalam KUH Perdata, perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat

dibagi diatur dalam Pasal 1296 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1303

KUH Perdata. Suatu perikatan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi apabila

prestasinya dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, dimana

pembagian tersebut tidak boleh mengurangi hakekat prestasi tersebut.

f. Perikatan dengan ancaman hukuman

Dalam KUH Perdata, perikatan dengan ancaman hukuman diatur dalam

Pasal 1304 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1312 KUH Perdata.

Ancaman hukuman ini adalah dengan mana si berutang (debitur) untuk

jaminan pelaksanaan suatu perikatan itu tidak terpenuhi (Pasal 1304 KUH

Perdata). Dengan kata lain, perikatan semacam ini memuat suatu ancaman

hukuman terhadap debitur apabila ia lalai atau tidak memenuhi

(12)

Menurut Pasal 1233 KUH Perdata, perikatan dapat timbul karena pejanjian

maupun karena undang-undang. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa sumber

perikatan itu adalah perjanjian dan undang-undang. Perikatan yang bersumber dari

perjanjian (Pasal 1313 KUH Perdata). Terdiri dari perjanjian bernama, contohnya:

perjanjian jual beli, sewa menyewa, tuker menukar, dan sebagainya, perjanjian

tidak bernama, contohnya: leasing, dan sebagainya. Sedangkan perikatan yang

bersumber dari Undang (Pasal 1352 KUH Perdata). Terdiri dari

Undang-undang saja (Pasal 1352 KUH Perdata), contohnya: hak alimentasi (Pasal 104

KUH Perdata), hak numpang pekarangan (Pasal 625 KUH Perdata) dan

Undang-undang karena perbuatan orang (Pasal 1353 KUH Perdata), contohnya: perbuatan

yang halal (Pasal 1354 KUH Perdata), dan perbuatan yang melawan hukum

(Pasal 1365 KUH Perdata).

Menurut Pasal 1381 KUH Perdata, hapusnya suatu perikatan dapat terjadi

karena: pembayaran, penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan

atau penitipan, pembaharuan utang (novasi), perjumpaan utang, percampuran

utang, pembebasan utang, musnahnya barang yang terutang, batal atau

pembatalan, berlakunya suatu syarat batal, lewat waktu (daluwarsa). Disamping

beberapa hal tersebut, masih ada hal-hal lain mengenai hapusnya perikatan yang

tidak disebutkan dalam KUH Perdata, yaitu antara lain: berakhirnya suatu

ketetapan waktu dalam suatu perjanjian, meninggalnya salah satu pihak dalam

(13)

meninggalnya orang yang memberi perintah, karena pernyataan pailit dalam

perjanjian maatschap, serta adanya syarat yang membatalkan perjanjian.7

1.2. Kata Sepakat menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Salah satu syarat terhadap sahnya suatu perjanjian yang disebutkan Pasal

1320 KUH Perdata adalah syarat kesepakatan kehendak. Kesepakatan

mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak

masing-masing untuk menutup suatu perjanjian atau pernyataan pihak yang satu cocok

atau bersesuaian dengan pernyataan pihak yang lain. Pernyataan kehendak tidak

selalu harus dinyatakan secara tegas namun dengan tingkah laku atau dengan

hal-hal lain yang mengungkapkan pernyataan kehendak para pihak.

Kesepakatan yang merupakan pernyataan kehendak para pihak dibentuk

oleh dua unsur, yaitu unsur penawaran dan penerimaan. Penawaran (aanbod;

offerte; offer) diartikan sebagai pernyataan kehendak yang mengandung usul

untuk mengadakan suatu perjanjian. Usul ini mencakup esensialia perjanjian yang

akan ditutup. Sedangkan penerimaan (aan varding; acceptatie; acceptance)

merupakan pernyataan setuju dari pihak yang ditawari.8 Untuk menentukan kapan suatu kesepakatan kehendak terjadi dapat dikaitkan dengan beberapa teori sebagai

suatu patokan untuk menentukan keterikatan seseorang para perjanjian sehingga

perjanjian telah dianggap telah mulai berlaku, teori tersebut yaitu:

7

P.N.H. Simanjuntak, Op.Cit., h.324.

8

(14)

a. Teori ucapan (uitingstheorie)

Menurut teori ucapan, kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat pihak

yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran

tersebut. Jadi, dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada saat baru

menjatuhkan ballpoint untuk menyatakan menerima, kesepakatan sudah

terjadi. Kelemahan teori ini adalah sangat teoritis karena menganggap

terjadinya kesepakatan secara otomatis.

b. Teori pengiriman (verzendtheorie)

Menurut teori pengiriman, kesepakatan terjadi apabila penerimaan atas

penawaran itu dikirimkan oleh pihak yang ditawari kepada pihak yang

menawarkan. Teori ini juga sangat teoritis, sebab menganggap terjadinya

kesepakatan secara otomatis.

c. Teori pengetahuan (vernemingstheorie)

Teori pengetahuan berpendapat bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak

yang menawarkan mengetahui adanya acceptatie (penerimaan), tetapi

penerimaan tersebut belum diterimanya (tidak diketahui secara langsung).

Kritik terhadap teori ini adalah bagaimana ia mengetahui isi penerimaan

tersebut apabila ia belum menerimanya.

d. Teori penerimaan (ontvangstheorie)

Meneurut teori penerimaan bahwa toesteming terjadi pada saat pihak yang

menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.

Dalam hukum positif Belanda, juga yurisprudensi maupun doktrin, teori

(15)

dari ontvangstheorie (teori penerimaan). Maksudnya, penerapan teori pengetahuan

tidak secara mutlak. Sebab, lalu lintas hukum menghendaki gerak cepat dan tidak

menghendaki formalitas yang kaku sehingga vernemingstheorie yang dianut.

Karena tidak harus menunggu sampai mengetahui secara langsung adanya

jawaban dari pihak lawan (ontvangstheorie), diperlukan waktu yang lama.9

1.3. Macam-macam Wanprestasi

Adapun seorang debitur yang dapat dikatakan telah melakukan

wanprestasi ada 4 macam, yaitu: debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali,

debitur memenuhi prestasi tetapi tidak sebagaimana mestinya, debitur memenuhi

prestasi tetapi tidak tepat pada waktunya dan debitur memenuhi prestasi, tetapi

melakukan yang dilarang dalam perjanjian.

Wanprestasi tersebut dapat terjadi karena kesengajaan debitur untuk tidak

mau melaksanakannya, maupun karena kelalaian debitur untuk tidak

melaksanakannya. Dalam hal debitur memang secara sengaja tidak mau

melaksanakannya, maka hal tersebut diatur dalam Pasal 1236 KUH Perdata yang

menyatakan bahwa debitur adalah berwajib memberikan ganti biaya, rugi, dan

bunga kepada kreditur, apabila ia telah membawa dirinya kedalam keadaan tidak

mampu untuk menyerahkan kebendaannya atau tidak merawat sepatutnya guna

menyelamatkannya. Juga diatur dalam Pasal 1239 KUH Perdata yang menyatakan

bahwa tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat susuatu

9

(16)

apabila kreditur tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya

dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga.

Pada umumnya, suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan

telah lalai untuk memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, wanprestasi ada

kalau debitur tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu

diluar kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Apabila dalam pelaksanaan

pemenuhan prestasi tidak ditentukan tenggang waktunya, maka seorang kreditur

dipandang perlu untuk memperingatkan/menegur debitur agar ia memenuhi

kewajibannya. Teguran ini disebut juga dengan sommatie (somasi).

Dalam hal tenggang waktu suatu pelaksanaan pemenuhan prestasi telah

ditentukan, maka menurut Pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap lalai dengan

lewatnya waktu yang ditentukan. Suatu somasi harus diajukan secara tertulis

dengan menerangkan apa yang dituntut, atas dasar apa, serta pada saat kapan

diharapkan pemenuhan prestasi. Hal ini berguna bagi kreditur apabila ingin

menuntut debitur dimuka pengadilan. Dalam gugatan inilah, somasi menjadi alat

bukti bahwa debitur betul-betul telah melakukan wanprestasi.

1.4. Akibat-akibat Wanprestasi

Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian

bagi kreditur. Sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada

empat macam, yaitu: debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang diderita

oleh kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata), pembatalan perjanjian disertai dengan

pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUH Perdata), peralihan resiko kepada

(17)

pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (Pasal 181 ayat 1

KUH Perdata).

Ganti rugi sering diperinci dalam tiga unsur, yaitu biaya, rugi, dan bunga

(dalam bahasa Belanda: Kosten, Schaden en interesten).10 Yang dimaksud dengan

biaya adalah segala pengeluaran atau perongsokan yang nyata-nyata sudah

dikeluarkan oleh salah satu pihak. Yang dimaksud dengan rugi adalah kerugian

karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh

kelalaian si debitur, dan yang dimaksudkan dengan bunga adalah kerugian yang

berupa kehilangan keuntungan (winstderving) yang sudah dibayangkan atau

dihitung oleh kreditur. Penuntutan ganti rugi, oleh undang-undang diberikan

ketentuan-ketentuan itu merupakan pembatasan dari apa yang boleh dituntut

sebagai gantu rugi. Dengan demikian seorang debitur yang lalai atau alpa masih

juga dilindungi oleh undang-undang terhadap kewenangan si kreditur.11 Seperti yang terdapat dalam Pasal 1247 KUHPerdata “si berhutang hanya diwajibkan

mengganti biaya rugi dan bunga yang nyata telah atau disedianya harus dapat

diduga sewaktu perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya

perjanjian itu disebabkan karena suatu tipu daya yang dilakukan olehnya”.

Jadi dapat dilihat bahwa ganti rugi itu dibatasi hanya meliputi kerugian

yang dapat diduga dan yang merupakan akibat langsung dari wanprestasi.

Mengenai pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian,

sebagai sanksi kedua atas kelalaian debitur, bertujuan membawa kedua belah

pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Apabila suatu pihak

10

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., h. 13.

11

(18)

sudah menerima sesuatu dari pihak lain, baik uang maupun barang maka itu harus

dikembalikan. Dengan kata lain, perjanjian itu ditiadakan.

Masalah pembatalan perjanjian karena kelalaian atau wanprestasi ini

dalam KUH Perdata terdapat pengaturannya pada Pasal 1266 KUH Perdata

“syarat batal dianggap selamanya dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian yang

timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya”. Peralihan

resiko sebagai sanksi ketiga atas kelalaian seorang debitur disebutkan dalam Pasal

1237 ayat 2 KUH Perdata “yang dimaksudkan dengan resiko adalah kewajiban

untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar keslahan salah satu

pihak, yang menimpa barang menjadi objek perjanjian. Sebagai kesimpulan dapat

ditetapkan bahwa kreditur dapat memilih antara tuntutan-tuntutan sebagai berikut:

pemenuhan perjanjian, pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi, ganti rugi saja,

pembatalan perjanjian, serta pembatalan disertai ganti rugi.

1.5. E-Commerce

Pada transaksi jual beli secara elektronik, para pihak terkait di dalamnya

melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian

atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai dengan Pasal 1

butir 17 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (untuk

selanjutnya disebut UU ITE) disebut sebagai kontrak elektronik yakni perjanjian

yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya. Dengan

kemudahan berkomunikasi secara elektronik, maka perdagangan pada saat ini

(19)

kemudahan teknologi informasi, tanpa adanya halangan jarak. Penyelenggaraan

transaksi elektronik dapat dilakukan baik dalam lingkup publik ataupun privat.

Istilah e-commerce merupakan suatu terminologi baru yang belum cukup

dikenal. Masih banyak yang beranggapan bahwa e-commerce sama dengan

aktivitas jual beli alat-alat elektronik. Oleh karena itu dalam bab ini penulis akan

mencoba menjelaskan pengertian dari e-commerce tersebut. Onno W. Purbo dan

Aang Arif Wahyudi mencoba menggambarkan e-commerce sebagai suatu

cakupan yang luas mengenai teknologi, proses dan praktik yang dapat melakukan

transaksi bisnis tanpa menggunakan kertas sebagai sarana mekanisme transaksi.

Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui email atau bisa

melalui situs World Wibe Web (www), bahkan yang terbaru dan cukup familiar

yaitu melalui situs jejaring sosial seperti facebook, twitter maupun fasilitas dalam

Blackberry.12

Electronic Commerce atau yang disingkat dengan E-Commerce adalah

kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumers), manufaktur

(manufactures), services providers dan pedagang perantara (intermediateries)

dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (computer network) yaitu

internet. Penggunaan sarana internet merupakan suatu kemajuan teknologi yang

dapat dikatakan menunjang secara keseluruhan spektrum kegiatan komersial.13

Dalam kamus Black’s Law Dictionary Seventh Edition e-commerce

didefinisikan: “The practice of buying and selling goods and services on the

internet. The shortened form of electronic, has become a popular prefix for other

12

Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi, Mengenal E-Commerce, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001, h. 1-2

13

(20)

terms associated with electronic transaction. Dengan demikian dapatlah

dikatakan bahwa pengertian e-commerce adalah pembelian dan penjualan barang

dan jasa dengan menggunakan jasa konsumen online di internet. Model transaksi

seperti ini dikenal dengan istilah electronic transaction dijelaskan a transaction

formed by electronic messages in which the messages of both parties will not be

reviewed by an individual as an expected step in forming a contract.

Menurut ECEG-Australia (Electronic Commerce Expert Group)

e-commerce adalah: “is a broad concept that covers any commercial transaction

that is effected via electronic means and would include such means as facsimile,

telex, EDI, internet and the telephone”. Berdasarkan pengertian yang diberikan

ECEG-Australia tersebut, maka e-commerce meliputi perdagangan melalui media

elektronik, dalam pengertian tidak hanya media internet yang dimaksudkan, akan

tetapi juga meliputi semua transaksi perdagangan melalui media elektronik

lainnya seperti fax, EDI, telex, dan telepon.

Dalam mendefinisikan e-commerce, Kalakota dan Whinston melihat dari

berbagai macam perspektif, antara lain: dari perspektif komunikasi e-commerce

adalah penyerahan informasi, produk barang atau jasa, atau pembayaran melalui

jaringan telepon, jaringan komputer, atau dengan maksud elektronik lainnya, dari

perspektif proses bisnis e-commerce adalah aplikasi dari teknologi melalui

transaksi bisnis otomatis dan aliran kerja, dari perspektif pelayanan e-commerce

adalah alat (a tool) yang mengalamatkan hasrat dari perusahaan, konsumen dan

manajemen untuk memotong biaya pelayanan, dan dapat memperbaiki kualitas

(21)

menyediakan kemampuan pembelian dan penjualan produk dan informasi internet

dan jasa online lainnya.

Transaksi jual beli melalui e-commerce, biasanya akan didahului oleh

penawaran jual, penawaran beli dan penerimaan jual atau penerimaan beli.

Sebelum itu mungkin terjadi penawaran secara online, misalnya melalui website

situs di internet atau melalui media jejaring sosial seperti facebook, twitter, yahoo

messenger bahkan blackberry messenger. Transaksi melalui website situs ini

biasanya dilakukan bagi mereka para pelaku yang melakukan transaksi dan belum

mengenal satu sama lain. Akan tetapi transaksi yang dilakukan melalui media

jejaring sosial seperti facebook ataupun yahoo messenger ini dilakukan melalui

chatting dan biasanya penjual dan pembeli sudah saling kenal atau sudah pernah

bertransaksi, sebelumnya sehingga sudah tumbuh kepercayaan.

Model transaksi ini melalui website atau situs yaitu dengan cara ini penjual

menyediakan daftar atau katalog barang yang dijual yang disertai dengan

deskripsi produk yang telah dibuat oleh penjual. Berbelanja dengan menggunakan

order form merupakan salah satu cara berbelanja yang paling sering digunakan

dalam e-commerce. Dengan cara ini merchant menyediakan daftar atau katalog

yang akan dijual. Saat tahap order dilaksanakan, biasanya produk yang dijual

tidak divisualisasikan dalam bentuk gambar, akan tetapi dalam bentuk deskripsi

produk. Dalam sebuah halaman order form, sesi penawaran produk terdiri dari

empat bagian yaitu: check box yang dibuat untuk memberi kesempatan kepada

(22)

sehingga bertanda check, penjelasan produk yang ditawarkan, kuantitas barang

yang dipesan, serta harga untuk tiap-tiap produk.

Selain tabel produk yang ditawarkan juga terdapat jenis pembayaran.

Jenis-jenis pembayaran yang ditawarkan berbeda-beda sesuai dengan layanan

yang disediakan oleh penjual, seperti dengan kartu kredit, transfer lewat bank,

check dan lain-lain. Pada saat pengisian form, pembeli diminta untuk mengisi

formulir yang berisi informasi kontak untuk pembeli. Pada bagian ini dipasang

sistem keamanan, misalnya SSL (Secure Sockets Layer) untuk melindungi dari

tindakan penipuan. Selanjutnya, jika informasi yang dikirimkan oleh pembeli

telah memenuhi persyaratan atau dinyatakan valid maka penjual akan

mengirimkan berita konfirmasi kepada pembeli dalam bentuk email.14 Setelah semua ketentuan dan pembeli telah melakukan pembayaran dan diterima oleh

penjual maka proses selanjutnya adalah kewajiban penjual atas barang yang dibeli

oleh pembeli. Apabila produk tersebut berbentuk jasa atau intruksi yang bisa

dikirim melalui internet maka seketika itu juga akan dikirim oleh penjual. Akan

tetapi beda halnya apabila produk itu berupa barang. Pengiriman barang tentunya

disesuaikan dengan pemesanan sebagaimana yang telah tertera dalam catalog di

e-commerce. Pengiriman biasanya dilakukan melalui ekspedisi atau jasa pengiriman

barang seperti Pos Indonesia, Tiki Online, JNE dan lain sebagainya. Jangka waktu

pengiriman barang biasanya sudah tertera dalam kesepakatan oleh masing-masing

pihak dan pada umumnya adalah sesuai jarak geografis antara pengirim dan

penerima.

14

(23)

E-commerce sebagai suatu media melakukan kontrak bisnis, memiliki

jangkauan yang sangat luas. Keluasan jangkauan tersebut merupakan hasil dari

teknologi internet yang menggunakan Transmission Control Protocol/Internet

Protocol (TCP/IP), atau teknologi informasi dan komunikasi (TIK) lainnya yang

telah memberikan kemudahan dalam berinteraksi secara global tanpa batasan

suatu negara. Sedangkan ditinjau dari segi pelaku bisnis, ruang lingkup

e-commerce dapat diuraikan sebagai berikut, yaitu pertama Business to Business

(B2B), yaitu komunikasi bisnis secara online antara para pelaku usaha.

Misalnya kerjasama bisnis antara perusahaan penyelenggara jasa layanan

jaringan Internet Service Provider (ISP) dengan perusahaan produsen lainnya

sebagai pengguna (user). Dikatakan B2B, karena keduanya merupakan

perusahaan yang memproduksi barang dan jasa secara terpisah. Karakterisasi yang

umum akan segmentasi dari bisnis ke bisnis antara lain: Trading partners yang

sudah saling mengetahui dan terjalin hubungan yang berlangsung lama. Karena

itu pertukaran informasi terjadi diantara mereka dilakukan atas dasar kebutuhan

dan kepercayaan, pertukaran yang dilakukan secara berulang-ulang dan berkala

sesuai dengan format bisnis yang mereka sepakati.

Salah satu pelaku bisnis tidak harus menunggu partners mereka lainnya

untuk mengirimkan data, model yang umum digunakan adalah peer to peer di

mana processing intelegence dapat didistribusikan di kedua pelaku bisnis. Kedua,

Business to Consumer (B2C), yaitu transaksi e-commerce yang dilakukan antara

pedagang (merchant) dengan konsumen (consumers) secara langsung untuk

(24)

e-commerce, idealnya pedagang tetap memberikan kesempatan kepada kepada

konsumen untuk melakukan penawaran. Namun hingga saat ini, kontrak online

pada umumnya masih berbentuk kontrak baku yang dikenal dengan istilah take it

or leave it contract. Karakterisasi yang umum untuk segmentasi bisnis ke

konsumen diantaranya: terbuka untuk umum, dimana informasi disebarkan secara

umum pula, service yang diberikan bersifat umum melalui sistem web yang telah

dikenali banyak orang, service yang diberikan adalah berdasarkan permintaan.

Karena konsumen bersifat inisiatif, maka produsen harus siap merespon

permintaan, sering dilakukan pendekatan client-server dimana konsumen di pihak

client menggunakan sistem yang minimal (berbasis web) dan penyedia barang

atau jasa (business procedure) berada pada pihak server.

Ketiga, Consumer to Consumer (C2C), merupakan transaksi bisnis secara

elektronik yang dilakukan antar konsumen untuk saling memenuhi kebutuhan

masing-masing. Segmentasi C2C sifatnya lebih khusus karena transaksi hanya

dilakukan oleh sesama konsumen. Dalam hal ini, internet dijadikan sebagai sarana

tukar menukar informasi tentang harta, kualitas dan pelayanan suatu produk

barang dan/atau jasa. 15

Transaksi e-commerce melibatkan beberapa pihak, baik yang terlihat

secara langsung maupun tidak langsung, tergantung kompleksitas transaksi yang

dilakukan. Artinya apakah semua proses dilakukan secara online atau hanya

beberapa tahap saja yang dilakukan secara online, mulai dari proses terjadinya

transaksi sampai dengan pembayaran, Budhiyanto mengidentifikasi pihak-pihak

15

(25)

yang terlibat terdiri dari: penjual (merchant), yaitu perusahaan/produsen yang

menawarkan produknya melalui internet. Untuk menjadi merchant, maka

seseorang harus mendaftarkan diri sebagai merchant account pada sebuah bank,

tentunya ini dimaksudkan agar merchant dapat menerima pembayaran dari

customer dalam bentuk credit card. Konsumen/card holder, yaitu orang-orang

yang ingin memperoleh produk (barang atau jasa) melalui pembelian secara

online. Konsumen yang akan berbelanja di internet dapat berstatus perorangan

atau perusahaan.

Apabila konsumen merupakan perorangan, maka yang perlu diperhatikan

dalam transaksi e-commerce adalah bagaimana sistem pembayaran yang

dipergunakan, apakah pembayaran dilakukan dengan mempergunakan credit card

(kartu kredit) atau dimungkinkan pembayaran dilakukan secara manual/cash. Hal

ini penting untuk diketahui, mengingat ini semua konsumen yang akan berbelanja

di internet adalah pemegang kartu kredit/card holder.

Pemegang kartu kredit/card holder adalah seseorang yang namanya

tercetak pada kartu kredit yang dikeluarkan oleh penerbit berdasarkan perjanjian

yang telah dibuat. Acquirer, yaitu pihak perantara penagihan (antara penjual dan

penerbit) dan parantara pembayaran (antara pemegang dan penerbit). Perantara

penagihan adalah pihak yang meneruskan tagihan kepada penerbit berdasarkan

tagihan yang masuk kepadanya yang diberikan oleh penjual barang/jasa. Pihak

perantara pembayaran (antara pemegang dan penerbit) adalah bank dimana

pembayaran kredit dilakukan oleh pemilik kartu kredit/card holder, selanjutnya

(26)

Issuer, merupakan perusahaan credit card yang menerbitkan kartu. Di Indonesia

ada beberapa lembaga yang diijinkan untuk menerbitkan kartu kredit, yaitu: Bank

dan lembaga keuangan bukan bank. Tidak setiap bank dapat menerbitkan credit

card, hanya bank yang telah memperoleh ijin dari Card International, dapat

menerbitkan credit card, seperti Master dan Visa Card, perusahaan non bank

dalam hal ini PT. Dinner Jaya Indonesia Internasional yang membuat perjanjian

dengan perusahaan yang ada di luar negeri, perusahaan yang membuka cabang

dari perusahaan induk yang ada di luar negeri, yaitu American Express.

Certification Authorities, pihak ketiga yang netral yang memegang hak untuk

mengeluarkan sertifikasi kepada merchant, kepada issuer dan dalam beberapa hal

diberikan pula kepada card holder.

Certification Authorities dapat merupakan suatu lembaga pemerintah atau

lembaga swasta. Di Italia, dengan alasan kebijakan publik, menempatkan

pemerintahannya sebagai pemilik kewenangan untuk menyelenggarakan pusat

Certification Authorities. Sebaliknya, di Jerman, jasa sertifikasi terbuka untuk

dikelola oleh sektor swasta untuk menciptakan iklim kompetisi yang bermanfaat

bagi peningkatan kualitas pelayanan jasa tersebut.16

Dalam perjanjian e-commerce pihak yang paling rawan menderita

kerugian atau haknya terlanggar adalah konsumen. Hal ini dikarenakan peran

konsumen yang cenderung bersifat pasif dan hanya mengikuti aturan main atau

mengikuti suatu kesepakatan yang sebenarnya adalah dari penjual. Jadi dalam

keseharian e-commerce sering dijumpai konsumen yang menderita kerugian baik

16

(27)

ketidak sesuaian barang yang dipesan, keterlambatan pengiriman bahkan

penipuan. Oleh karena itu perlu adanya perlindungan hukum yang mengakomodir

kepentingan konsumen. Adapun hak-hak konsumen menurut Pasal 4

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai

berikut:

a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa.

b) Hak untuk memilih serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan

nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa.

d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa

yang digunakan.

e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

atau tidak sebagaimana mestinya.

i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

(28)

Disamping hak yang harus dilindungi, konsumen juga mempunyai kewajiban

yang harus ditunaikan. Hak dan kewajiban dalam suatu perikatan merupakan dua

sisi yang bersifat saling timbal balik. Hak bagi salah satu pihak menjadi

kewajiban bagi pihak lain. Begitu pula sebaliknya, kewajiban pada salah satu

pihak merupakan hak bagi pihak lain. Sedangkan maksud utama masing-masing

pihak menjalankan hak dan kewajiban adalah dalam rangka mencapai tujuan

perikatan. Dalam suatu perikatan, adapun yang menjadi kewajiban konsumen

menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 adalah meliputi:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut.

Selain diatur mengenai hak dan kewajiban konsumen, dalam undang-undang ini

juga diatur mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha sebagai salah satu pihak

yang terlibat dalam transaksi. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

menyatakan hak pelaku usaha yaitu:

a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/jasa yang diperdagangkan.

b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

(29)

c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen.

d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan.

e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Disamping hak, pelaku usaha juga mempunyai kewajiban. Hal ini diatur dalam

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yaitu:

a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan dan pemeliharaan.

c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif.

d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/jasa yang

berlaku.

e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

(30)

f) Memberi kompensasi, gantu rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.

Kewajiban utama para pelaku usaha dalam perjanjian jual beli e-commerce adalah

memberikan pelayanan dengan baik dan benar dalam setiap tahapan. Mulai dari

pemberian informasi dan petunjuk secara benar, pelayanan pengiriman produk

sesuai dengan perjanjian. Baik terhadap ketepatan waktu maupun kesesuaian

produk yang diperjanjikan. Pelaku usaha harus bijak dalam menanggapi keluhan

dan kritik dari konsumen demi memperbaiki kualitas pelayanan terhadap

konsumen atau pembeli.

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), selain

memberikan berbagai kemudahan dalam transaksi bisnis, juga membuka peluang

baru tindak kejahatan berbasis cyber (cybercrime). Untuk mencegah terjadinya

cybercrime, upaya pengamanan dalam transaksi e-commerce perlu dilakukan.

Ilmu yang mempelajari bagaimana cara penyampaian pesan dari pengirim kepada

penerima secara aman disebut dengan kriptografi.17 Pengertian istilah aman dalam konsep kriptografi paling tidak memuat kriteria tentang: Kerahasiaan

(confidentiality), suatu pesan tidak boleh dapat dibaca atau diketahui oleh orang

yang tidak berkepentingan. Keaslian (authenticity), penerima pesan harus

mengetahui atau mempunyai kepastian tentang siapa pengirim pesan. Istilah ini

juga berhubungan dengan suatu proses verifikasi terhadap identitas seseorang.

Keutuhan (integrity), penerima harus merasa yakin bahwa pesan yang diterimanya

17

(31)

tidak pernah berubah sejak pesan dikirim hingga diterima. Tidak dapat disangkal

(non repudiaton), artinya pengirim pesan tidak dapat menyangkal bahwa dirinya

tidak pernah mengirim pesan tersebut.18

1.6. Pengaturan

Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang melanda dunia

sekarang dan cukup dirasakan juga di Negara kita yang sedemikian pesatnya telah

menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang

yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan

hukum baru yang berkaitan dengan teknologi informasi. Perkembangan demikian

yang tampak dalam apa yang dinamakan globalisasi informasi menempatkan

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia telah mengharuskan

dilakukannya pengaturan mengenai pengelolaan informasi dan transaksi

elektronik ditingkat nasional yang dituangkan dalam bentuk peraturan

undangan. Didalam peraturan hukum Indonesia, belum ada peraturan

perundang-undangan khusus mengatur tentang electronic commerce (e-commerce) di

Indonesia, kita dapat menemukan peraturan yang berkaitan dengan e-commerce

dengan cara menafsirkan peraturan-peraturan tersebut kedalam pemahaman

tentang e-commerce atau mengaitkan peraturan satu dengan peraturan lainnya.

Berikut penjelasan mengenai peraturan-peraturan yang terkait dengan

e-commerce.

18

(32)

2.6.1 Undang No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Pada tanggal 12 April 2008 telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur persoalan

tentang sistem elektronik dalam kaitan dengan informasi elektronik dan transaksi

elektronik. Penjelasan umum Undang-Undang ini menyatakan bahwa saat ini

telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum

telematika. Hukum Siber atau Cyber Law secara internasional digunakan untuk

istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan

komunikasi. Demikian pula hukum telematika yang merupakan perwujudan dan

konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informasi. Pasal 1

angka 5 UU ITE disebutkan bahwa sistem elektronik adalah serangkaian

perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,

mengumpulkan, mengurus dan/atau menyebarkan informasi elektronik. Aplikasi

dari prinsip-prinsip yang dimaksud dalam perbuatan hukum riil dilakukan melalui

apa yang dinamakan Transaksi Elektronik. Dalam Pasal 1 angka 2 UU ITE

dirumuskan secara sederhana sebagai perbuatan hukum yang dilakukan dengan

menggunakan komputer, jaringan komputer dan/atau media elektronik lainnya.

Pengaturan lebih jauh tentang transaksi elektronik diatur dalam Pasal 17-22 UU

ITE. Pasal 17 UU ITE menegaskan lebih jauh tentang transaksi elektronik ini

dengan menyebutkan:

1. Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dengan lingkup

(33)

2. Para pihak yang melakukan transaksi elektronik sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) wajib beritikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau

pertukaran informasi elektronik, dan atau dokumen elektronik selama

transaksi berlangsung.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan transaksi elektronik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan Pasal 17 ayat (1) menyatakan bahwa undang-undang ini memberikan

peluang terhadap pemanfaatan teknologi informasi oleh penyelenggara Negara,

orang, badan usaha, dan/atau masyarakat. Pemanfaatan teknologi informasi harus

dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif dan efisien agar

dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Ketentuan Pasal

17 ayat (2) dan (3) adalah tentang prinsip yang melandasi transaksi elektronik dan

pengaturan lebih lanjut mengenai transaksi elektronik tetapi tidak ada yang

ditemukan penjelasan resmi tentang hal tersebut. Yang pertama adalah pengakuan

tentang prinsip dan itikad baik yang merupakan asas umum dalam hukum

perjanjian. Para pihak yang melakukan transaksi elektronik sebagaimana juga

halnya dalam transaksi non elektronik harus didasarkan pada prinsip itikad baik.

Selanjutnya dalam Pasal 18 diatur lebih lanjut ketentuan-ketentuan pokok tentang

transaksi elektronik yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Transaksi elektronik yang dituangkan dalam kontrak elektronik mengikat

para pihak.

2. Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih yang berlaku bagi

(34)

3. Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik

internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas hukum perdata

internasional.

4. Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan form pengadilan,

arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa yang mungkin timbul dan

transaksi elektronik internasional yang dibuatnya.

5. Jika para pihak tidak melakukan pilihan form sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase atau lembaga

penyelesaian sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut,

didasarkan pada asas hukum perdata internasional.

Pasal 1 angka 17 menyebutkan kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak

yang dibuat melalui sistem elektronik. Akan tetapi sayangnya dalam

undang-undang ini tidak ada pengaturan lebih jauh tentang apa yang dimaksud dengan

kontrak elektronik kedalam kontrak elektronik tersebut. Persoalan ini yang

mendapat perhatian dalam undang-undang ini adalah berkenaan dengan hukum

apa yang akan digunakan dalam transaksi elektronik yang bersangkutan.

2.6.2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pengakuan kontrak elektronik sebagai suatu bentuk perjanjian dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Indonesia masih merupakan

permasalahan yang pelik. Pasal 1313 KUH Perdata mengenai definisi perjanjian

memang tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat secara tertulis.

Pasal 1313 KUH Perdata hanya menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu

(35)

orang lain atau lebih. Jika mengacu pada definisi ini maka suatu kontrak

elektronik dapat dianggap sebagai suatu bentuk perjanjian yang memenuhi

ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata tersebut. Namun pada praktiknya suatu

perjanjian biasanya ditafsirkan sebagai perjanjian yang dituangkan dalam bentuk

tertulis dan bila perlu dituangkan dalam bentuk akta notaris. Pasal 1320 KUH

Perdata mengatur mengenai syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya suatu

perjanjian, yaitu: sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk

membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu serta suatu sebab yang halal. Kontrak

elektronik sebagaimana kontrak konvensional, juga memiliki kekuatan hukum

layaknya undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 KUH

Perdata).

2.6.3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) adalah hukum untuk

melindungi konsumen dalam transaksi e-commerce atau pembuatan kesepakatan

e-commerce. Karena ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UUPK

mengakomodir hak-hak konsumen dalam transaksi e-commerce. Hal tersebut

dikarenakan e-commerce memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan

transaksi konvensional. Karakteristik tersebut adalah tidak bertemunya penjual

dan pembeli, media yang digunakan adalah internet, transaksi dapat melintasi

batas-batas yuridis suatu negara, barang yang diperjualbelikan dapat berupa

barang/jasa atau produk digital seperti softwere. Dalam Pasal 4 huruf (a) UUPK

(36)

dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Dalam hal ini pelaku menurut hukum

sepakat mengganti rugi atas perbuatan yang dilakukan olehnya. Ketentuan ini

terdapat dalam Pasal 7 huruf (g) berisi mengenai sepakat pelaku usaha untuk

meberikan ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/jasa yang diterima

atau dimanfaatkan tidak sesuai perjanjian.

3. Temuan dan Analisis

3.1. Gambaran Kata Sepakat dalam Putusan No.82/Pdt.G/PN.Yk 3.1.1. Fakta Umum

Suhartatik Karuniawati alias Mey Fung, Agama Islam, Pekerjaan Swasta,

seorang Perempuan, Kewarganegaraan Indonesia, bertempat tinggal di Perumahan

Panjaitan Blok D No.1, Kelurahan Citrodiwangsan, Kecamatan Lumajang,

Kabupaten Lumajang, Jawa Timur adalah Penggugat. Ia telah memberikan kuasa

kepada Kuasa Hukumnya, yang masing-masing bernama Toenir Samidi SH SP-N,

Yuskarwalu SH, Yahya Wijaya SH. Ketiganya adalah Advokat- Konsultan

Hukum, berkantor di Jalan Dukuh Pakis IV–A/5–7, Kelurahan Dukuh Pakis,

Kecamatan Dukuh Pakis, Kota Surabaya. Berdasarkan Surat Kuasa Khusus,

tertanggal 13 Juni 2013 dan telah memilih tempat kediaman hukum (domisili) di

alamat Para Kuasa Hukumnya tersebut.

Lawan dalam sengketa No.82/Pdt.G/PN/Yk adalah Rosita Vidiastria,

Agama Islam, Pekerjaan swasta. Tergugat juga seorang perempuan,

Kewarganegaraan Indonesia, bertempat tinggal di Jalan Gowongan Tengah JT.3,

No.364, Kelurahan Bumijo, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, disebut sebagai

(37)

Kewarganegaraan Indonesia, Bertempat tinggal di Jalan Gowongan Tengah JT.3,

No.364, Kelurahan Bumijo, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, sebagai pihak

Tergugat II. Kedua Tergugat memberikan kuasa kepada Kuasa Hukumnya yang

bernama Remy Arriza Balaga SH. MH, Advokat & Konsultan Hukum pada Firma

Hukum Remy Arriza Balaga & Co beralamat di Menara Rajawali, Level 7 – 1,

Jalan Dr. Ide Anak Agung Gde Agung, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan

12950, Indonesia yang bertindak baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama,

berdasarkan Surat Kuasa Khusus, tertanggal Yogyakarta, 24 Juli 2013.

Penggugat sebelumnya sudah saling kenal dengan Tergugat I melalui

pertemanan melalui facebook via internet. Dari hubungan pertemanan tersebut

antara Penggugat dan Tergugat saling tukar PIN Blackberry (BB), selanjutnya

hubungan keduanya dilanjutkan kerjasama bisnis pemesanan gadget handphone

segala merk dan tipe handphone. Sejak pertemanan melalui facebook dan

komunikasi PIN Blackberry (BB), Penggugat dan Tergugat sudah terjadi

hubungan hukum berkaitan dengan PO (Pre Order) pemesanan gadget handphone

segala merk dan tipe melalui online shop via internet sesuai pesanan yang diminta

Tergugat kepada Penggugat. Kegiatan usaha yang dilakukan Penggugat kepada

Tergugat sesuai dengan kesepakatan bersama, yaitu melakukan pembayaran

menstransfer melalui rekening BCA. Nomor rekening Tergugat BCA KCP

Yogyakarta: 1260558451 dan 0373172143 atas nama Rosita Vidiastria. Ke

rekening atas nama Suhartatik Karuniawati dengan nomor rekening BCA KCP

Lumajang: 1250542808, 1250484409, 1250543880, 1250527388 dan nomor

(38)

Sesuai dengan pemesanan gadget handphone segala merk dan tipe melalui

online shop via internet dan sesuai dengan pesanan yang diminta Tergugat I

kepada Penggugat. Tergugat I telah melakukan pembayaran. Dengan cara

menstransfer ke rekening BCA KCP Lumajang dan BCA KCP HR Muhammad

Surabaya atas nama Penggugat. Sebaliknya Penggugat juga telah memenuhi

kewajibannya selaku pelaku usaha, yaitu telah melakukan pengiriman barang

pesanan gadget handphone segala merk dan tipe ke alamat dimaksud sesuai

dengan pesanan yang diminta oleh Tergugat I melalui jasa kurir pengiriman JNE

(Jalur Nugraha Eka) kurir.

Sebagian pesanan dikirimkan dan diterima oleh Tergugat II. Adapun

pesanan barang handphone dikirim kepada Rosita Vidiastria tanggal 27 Januari

2012, pengiriman via JNE No. Resi 1776680020001 Ipad 2 unit senilai lima belas

juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah, Onyx 2 (Blackberry 9780) 1 unit senilai tiga

juta tujuh ratus delapan puluh lima ribu rupiah, 1 unit Blackberry 9300 senilai dua

juta empat ratus tujuh puluh ribu rupiah, Blackberry 9380 1 unit senilain tiga juta

dua ratus enam puluh lima ribu rupiah. Total keseluruhan periode 27 Januari 2012

senilai dua puluh empat juta delapan ratus tujuh puluh ribu rupiah. Tanggal 1

Febuari 2012 dilakukan pengiriman lagi via JNE No. Resi 1776681160003

Blackberry 9900 6 unit senilai tiga puluh tiga juta tiga ratus tiga puluh ribu rupiah,

Blackberry 9790 4 unit senilai tujuh belas juta dua puluh ribu rupiah, Blackberry

9800 3 unit senilai sebelas juta seratus tujuh puluh lima ribu rupiah, Ipad 6 unit

senilai empat puluh enam juta lima puluh ribu rupiah. Total keseluruhan periode 1

(39)

Tanggal 4 Febuari 2012 terdapat pengiriman via JNE No. Resi 1776682960008

Blackberry 9870 2 unit senilai tujuh juta lima ratus lima puluh ribu rupiah, Ipad

(2) 2 unit senilai lima belas juta tiga ratus ribu rupiah, BlackBerry 8520 2 unit

senilai tiga juta tujuh ratus delapan puluh ribu rupiah, BlackBerry 9300 1 unit

senilai dua juta empat ratus enam puluh lima ribu rupiah.

Total keseluruhan periode 4 Febuari 2012 senilai dua puluh sembilan juta

sembilan puluh lima ribu rupiah. Tanggal 14 Febuari 2012 dilakukan lagi

pengiriman via JNE No.Resi: 1812991740006 Blackberry 9900 hitam 3 unit

senilai enam belas juta lima ratus tujuh puluh lima ribu rupiah, Blackberry 9900

putih 5 unit senilai dua puluh delapan juta tujuh puluh lima ribu rupiah,

Blackberry 9790 3 unit senilai dua belas juta enam ratus ribu rupiah. Total

keseluruhan periode 14 Febuari 2012 senilai lima puluh tujuh juta dua ratus lima

puluh ribu rupiah. Tanggal 24 Febuari 2012 masih dilakukan pengiriman via JNE

No. Resi: 1812991740006 Ipad (2) 2 unit senilai lima belas juta dua ratus lima

puluh ribu rupiah. Total keseluruhan periode 24 Febuari 2012 senilai lima belas

juta dua ratus lima puluh ribu rupiah. Total seluruh nilai barang yang dikirim ke

Rosita Vidiastria dari periode Februari 2012 sampai dengan Maret 2012 adalah

senilai dua ratus tiga puluh empat juta empat puluh ribu rupiah.

Barang handphone dikirim kepada Rosita Vidiatria yang diterima oleh

Rusdi dengan rincian sebagai berikut. Tanggal 24 Januari 2012 Pengiriman via

JNE No. Resi: 1776678690001 Gemini Black (Blackberry 9300) 1 unit senilai dua

juta empat ratus tujuh puluh ribu rupiah. Total keseluruhan periode 24 Januari

(40)

2012 Pengiriman via JNE No. Resi: 1776686600009 Blackberry 8520 2 unit

senilai tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah, Blackberry 9810 4 unit senilai

delapan belas juta sembilan ratus delapan puluh ribu rupiah, Blackberry 9800 2

unit senilai tujuh juta delapan ratus ribu rupiah, Blackberry 9780 5 unit senilai

delapan belas juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah, Blackberry 9380 1 unit

senilai tiga juta dua ratus lima puluh ribu rupiah, Blackberry 9360 1 unit senilai

tiga juta rupiah, Galaxy tab 1 unit senilai lima juta lima puluh ribu rupiah.

Total keseluruhan periode 12 Febuari 2012 senilai enam puluh delapan

juta dua ratus tiga puluh ribu rupiah. Tanggal 22 Februari 2012 pengiriman via

JNE No. Resi: 1812990730008 Blackberry 9800 3 unit senilai sebelas juta lima

ratus lima puluh ribu rupiah, Blackberry 9810 5 unit senilai dua puluh tiga juta

enam ratus lima puluh ribu rupiah, Blackberry 9930 1 unit senilai empat juta lima

ratus ribu rupiah, Blackberry 9380 1 unit senilai tiga juta dua ratus lima puluh ribu

rupiah, Blackberry 9780 4 unit senilai empat belas juta sembilan ratus ribu rupiah,

Samsung tab 2 unit senilai sepuluh juta lima ratus ribu rupiah, Iphone 4S 4 unit

senilai tiga puluh satu juta delapan ratus ribu rupiah. Total keseluruhan periode 22

Febuari 2012 senilai seratus juta seratus lima puluh ribu rupiah. Tanggal 8 Maret

2012 pengiriman Via JNE No. Resi: 1812996670001 Blackberry 9900 5 unit

senilai dua puluh tujuh juta delapan ratus dua puluh lima ribu rupiah, Blackberry

9790 4 unit senilai enam belas juta lima ratus ribu rupiah, Ipad 2 7 unit senilai

lima puluh tiga juta dua ratus ribu rupiah, Iphone 4S 1 unit senilai delapan juta

sembilan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah. Total keseluruhan periode 8 Febuari

Referensi

Dokumen terkait

Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksana- kan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, baik terhadap diri sendiri, keluarga,

Umumnya pembuatan biogas dilakukan dalam alat yang disebut digester yang kedap udara, sehingga proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme dapat

Jl. Mempraktikkan berbagai gerak dasar ke dalam permainan dan olahraga dengan peraturan yang dimodifikasi, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. 6.1 Mempraktikkan

Masalah-masalah di ataslah yang menjadi latar belakang mengapa diadakan penelitian serta menuangkannya ke dalam bahan kajian skripsi ini, dimana skripsi ini berjudul:

Artinya semakin tinggi pendidikan seks yang diterima oleh responden maka perilaku seksual akan semakin baik, walaupun informasi yang diberikan oleh pihak sekolah

[r]

Sebagai pengantar untuk memahami wajah Gereja Indonesia yang gembira dan berbelaskasih di masa lampau, kini dan esok, berikut uraian singkat untuk mengenal Anjuran Apostolik dan

Berdasarkan dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa strategi adalah proses penentuan suatu rencana yang berfokus pada tujuan jangka panjang dan disertai