• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Tentang Force Majeure terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian pada Perusahaan Konstruksi pada PT Gapeksindo Hutama Kontrindo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Tentang Force Majeure terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian pada Perusahaan Konstruksi pada PT Gapeksindo Hutama Kontrindo"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Pembangunan yang dilakukan, secara umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Oleh karena itu pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah harus dilaksanakan secara merata sehingga seluruh lapisan masyarakat Indonesia dapat merasakan dampak dari pembangunan itu sendiri.

Pemerataan ini merupakan salah satu asas untuk menuju terciptanya keadilan sosial. Asas pemerataan ini dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui “ delapan jalur pemerataan” yaitu:

1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak, khususnya pangan sandang dan perumahan.

2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. 3. Pemerataan kesempatan kerja.

4. Pemerataan pembagian pendapatan. 5. Pemerataan kesempatan berusaha.

6. Pemerataan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.

7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Air. 8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.1

Pada jalur yang ketujuh yaitu pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Air, salah satunya diterapkan melalui berbagai macam pembangunan fisik di seluruh Indonesia baik itu membangun, memelihara, memperbaiki gedung-gedung (perumahan rakyat, kantor-kantor Pemerintah dan

       1

(2)

lain-lain), jalan-jalan, jembatan dan lain sebagainya agar kesejahteraan rakyat makin meningkat dan merata. Pembangunan fisik yang dilakukan oleh Pemerintah ini merupakan proyek-proyek yang sangat besar dan sulit apabila hanya dilakukan oleh Pemerintah sendiri saja. Oleh karena itu dalam melaksanakan pembangunan ini, pihak Pemerintah mengadakan kegiatan pemborongan/konstruksi agar lebih memudahkan pelaksanaannya.

Kegiatan pemborongan/konstruksi ini tentu saja melibatkan pihak-pihak yang terkait di dalamnya, yaitu pihak pemberi tugas (Pemerintah) dan pemborong (kontraktor). Kontraktor ini bisa dari badan usaha yang tidak berbadan hukum maupun badan usaha yang berbadan hukum baik dari swasta maupun Pemerintah. Kontraktor ini tentunya agar berkualifikasi untuk melaksanakan tugas pemborongan dari Pemerintah, maka membuat suatu perusahaan konstruksi yang pada umumnya bergerak di bidang jasa konstruksi yang memperoleh izin dari Menteri Pekerjaan Umum atau pejabat yang ditunjuk.2

Dalam hal kegiatan pemborongan/konstruksi ini maka antara pihak Pemerintah sebagai pemberi tugas dengan pihak pemborong (kontraktor) sebagai pelaksana tugas menimbulkan hubungan hukum. Hubungan hukum antara yang memborongkan dengan pemborong diatur sebagai berikut:

1. Apabila yang memborongkan maupun pemborong keduanya Pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut hubungan kedinasan.

2. Apabila yang memborongkan pihak Pemerintah sedangkan pemborongnya pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, Surat Perintah Kerja, Surat Perjanjian Kerja.

3. Apabila yang memborongkan maupun pemborong keduanya pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemborongan yang

       2

(3)

dapat berupa akta di bawah tangan, Surat Perintah Kerja, Surat Perjanjian Pemborongan.3

Dalam angka 2 dan angka 3 dimana hubungan hukum yang timbul antara pemborong dengan yang memborongkan adalah perjanjian pemborongan/konstruksi. Dalam Pasal 1601 b Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW), pemborongan pekerjaan adalah perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Oleh karena pemborongan pekerjaan ini termasuk juga sebagai perjanjian maka hukum dan asas-asas perjanjian juga dapat dijadikan acuan dalam pemborongan pekerjaan ini.

Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi menyebutkan bahwa perjanjian kerja pemborongan/kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Belakangan kata pekerjaan pemborongan ini berubah menjadi pekerjaan konstruksi yang memiliki pengertian yang sama dan pihak yang memborongkan berubah menjadi pengguna jasa, pihak pemborong berubah menjadi penyedia jasa. Apapun pengertian maupun istilah yang digunakan dalam perjanjian pemborongan/konstruksi ini, yang terpenting adalah isi dari perjanjian itu sendiri.

       3

(4)

Dalam Pasal 22 Ayat (2) Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi menyebutkan bahwa kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai :

1. Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak;

2. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan;

3. Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa;

4. Tenaga ahli yang memuat tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi;

5. Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil dari pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi;

6. Cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi;

7. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;

8. Penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;

9. Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;

10. Keadaan memaksa (Force Majeure), yang memuat tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;

11. Kegagalan bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan/atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan;

12. Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;

13. Aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan.4

Dalam angka 10 tentang muatan suatu kontrak kerja konstruksi disebutkan mengenai keadaan memaksa yaitu kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang mengakibatkan kerugian bagi salah satu pihak.

       4

(5)

Keadaan memaksa yang disebut juga dengan Force Majeure ini tidak secara umum diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW), KUH Perdata hanya mencantumkan beberapa pasal tentang Force Majeure yaitu Pasal 1244,1245,1545 dan1553.

Pasal 1244 berbunyi bahwa :

“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga,bila dia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya suatu perikatan itu atau tepat waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tidak terduga, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya,walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.”

Pasal 1245 berbunyi bahwa :

“Tidak ada pergantian biaya, kerugian dan bunga, bila dalam keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat yang diwajibkan, atau melaksanakan suatu perbuatan yang terlarang baginya.”5

Dari rumusan-rumusan dalam pasal tersebut di atas maka dapat dilihat bentuk-bentuk Force Majeure menurut KUH Perdata, yaitu sebagai berikut :

1. Force Majeure karena sebab-sebab yang tidak terduga

2. Force Majeure karena keadaan memaksa

3. Force Majeure karena perbuatan tersebut dilarang6

Sedangkan bentuk pertanggungjawaban dari kedua belah pihak apabila terjadi

Force Majeure di dalam KUH Perdata dikatakan bahwa jika terjadi hal-hal yang tidak terduga (pembuktiannya dipihak debitur) ataupun keadaan memaksa yang menyebabkan terjadinya kegagalan dalam melaksanakan kontrak maka kepada debitur tidaklah dapat dimintakan pertanggungjawabannya.

Penjelasan di atas tersebut berkaitan dengan kontrak/perjanjian umum, namun apakah berlaku juga dalam perjanjian pada Perusahaan Konstruksi yaitu perjanjian

       5

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Bisnis), (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), hal.114

6

(6)

pemborongan/konstruksi. Apabila terjadi wanprestasi yang diakibatkan oleh

Force Majeure ini maka siapa yang layak atau sepatutnya dimintakan

pertanggungjawaban, dimana klasifikasi untuk suatu keadaan yang dikatakan

Force Majeure dalam kontrak kerja konstruksi/pemborongan apakah sama dengan

yang diklasifikasikan oleh KUH Perdata.

Hal ini penting untuk diketahui jawabannya agar pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh Negara untuk menciptakan kemakmuran rakyat secara keseluruhan tidak terhambat dengan adanya masalah-masalah tersebut di atas. Kemudian juga selain agar pembangunan tidak terhambat, masalah-masalah tersebut di atas juga perlu dianalisis agar kedua belah pihak yang melakukan perjanjian/kontrak kerja konstruksi baik pengguna jasa ( Pemerintah maupun swasta) dan penyedia jasa tidak mengalami kerugian materiil dan immateriil serta tidak terjadi konflik/ kesalahpahaman antara mereka.

(7)

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka adapun pokok-pokok permasalahan yang diangkat untuk dikaji dalam skripsi ini adalah mengenai analisis yuridis tentang Force Majeure terhadap wanprestasi dalam perjanjian pada perusahaan konstruksi yang diantaranya menyangkut beberapa hal yaitu:

1. Bagaimana terjadinya Force Majeure terhadap perjanjian kerja konstruksi pada PT Gapeksindo Hutama Kontrindo ?

2. Pihak manakah yang menanggung kerugian apabila terjadi Force Majeure dalam pelaksanaan perjanjian konstruksi ?

3. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban atas terjadinya Force Majeure

dalam pelaksanaan perjanjian konstruksi ?

C.Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui serta memahami terjadinya suatu peristiwa dikatakan sebagai Force Majeure dalam suatu perjanjian/kontrak kerja pada PT Gapeksindo Hutama Kontrindo.

2. Untuk mengetahui pihak mana yang menanggung kerugian apabila terjadi suatu peristiwa Force Majeure ini dalam kontrak kerja konstruksi tersebut.

(8)

D.Manfaat Penulisan

Sebuah karya tulis diharapkan dapat memberikan suatu manfaat, demikian juga skripsi ini diharapkan dapat memberikan suatu manfaat. Adapun manfaat penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menjadi bahan untuk pengembangan wawasan hukum dan kajian lebih lanjut bagi yang ingin mengetahui dan memperdalam tentang Force Majeure, perjanjian/kontrak kerja konstruksi, perusahaan konstruksi, pihak yang bertanggungjawab jika terjadi Force Majeure serta bentuk pertanggungjawabannya khususnya pada PT Gapeksindo Hutama Kontrindo

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yuridis mengenai perkembangan hukum yang menambah pemahaman dan wawasan ilmiah baik secara umum maupun secara khusus berkenaan dengan masalah wanprestasi akibat terjadinya Force

Majeure dalam perjanjian pemborongan pada perusahaan konstruksi PT

Gapeksindo Hutama Kontrindo.

(9)

Adapun penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun besar harapan agar skripsi ini dapat berguna dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam praktik pemborongan. Jadi masyarakat dapat juga menjadikan skripsi ini sebagai bahan bacaan untuk lebih memahami secara mendalam khususnya yang berkaitan dengan perjanjian kerja konstruksi/pemborongan.

E.Metode Penelitian

Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research, yaitu yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Pada dasarnya yang dicari itu adalah “pengetahuan yang benar” untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu dengan menggunakan logika berfikir yang ditempuh melalui penalaran deduktif dan sistematis dalam penguraiannya.7

Metode penelitian digunakan dalam setiap penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah itu sendiri ialah suatu proses penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir yang logis dan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif.

Metode yuridis normatif tersebut disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang memusatkan pada analisis hukum baik hukum yang tertulis dalam buku (law in books) maupun hukum yang diputuskan oleh Hakim melalui putusan pengadilan (law in decide by the judge

       7

(10)

through the judicial process).8 Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Sifat/Jenis Penelitian

Sifat/jenis penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Analisis Yuridis tentang Force Majeure terhadap

Wanprestasi dalam Perjanjian pada Perusahaan Konstruksi pada PT

Gapeksindo Hutama Kontrindo” ini adalah bersifat deskriptif analisis mengarah kepada penelitian yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain (library research) dan penelitian lapangan (field research) sebagai alat pengumpul datanya.

2. Sumber Data

Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Adapun data sekunder yang dimaksud adalah :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai sifat authoritative yang berarti memiliki otoritas. Bahan hukum dalam skripsi ini terdiri dari peraturan perundang-undangan seperti Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW), Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2000

       8

(11)

tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang perjanjian pada perusahaan jasa konstruksi, seperti seminar-seminar, makalah-makalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan dari beberapa sumber-sumber dari website ataupun jurnal yang mengulas tentang perjanjian pada perusahaan konstruksi dan lain-lain yang ada kaitannya dengan skripsi ini sebagai bahan acuan dalam pembahasan skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tersier

(12)

dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitian.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan bahan pustaka. Bahan pustaka yang dimaksud terdiri dari bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen dan teori yang berkaitan dengan penelitian ini serta bukti empiris tidak mendalam dengan melakukan wawancara.

4. Analisis Data

Pengelolaan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum yuridis normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan tinjauan terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategori-kategori atas pengertian dasar dari sistem hukum tersebut. Data yang berasal dari studi kepustakaan kemudian ditinjau berdasarkan metode kualitatif dengan melakukan :

a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum (konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara melakukan interpretasi terhadap bahan hukum tersebut.

(13)

Force Majeure terhadap Wanprestasi dalam Perjanjian pada Perusahaan Konstruksi.

c. Menemukan hubungan antara berbagai peraturan atau kategori dan kemudian diolah.

d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan antara berbagai kategori atau peraturan perundang-undangan kemudian ditinjau secara deskriptif dan kualitatif sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan serta kesimpulan atas permasalahan.

F. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Analisis Yuridis tentang Force Majeure terhadap

Wanprestasi dalam Perjanjian pada Perusahaan Konstruksi pada PT Gapeksindo

Hutama Kontrindo”. Skripsi ini merupakan skripsi yang belum pernah dibahas oleh pihak manapun dan belum pernah dipublikasikan di media manapun. Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan perjanjian, wanprestasi serta kontrak kerja konstruksi.

(14)

Mengenai keberadaan kutipan pendapat dalam skripsi ini adalah hal yang tidak perlu diperdebatkan karena sebuah kutipan merupakan hal yang lumrah dan wajar karena diajukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini sehingga bukanlah termasuk ke dalam suatu tindakan plagiat.

G.Sistematika Penulisan

Dalam usaha untuk menguraikan dan mendeskripsikan isi dan sajian dalam skripsi yang berjudul: “Analisis Yuridis tentang Force Majeure terhadap

Wanprestasi dalam Perjanjian pada Perusahaan Konstruksi pada PT Gapeksindo

Hutama Kontrindo” ini secara teratur, maka penulisan skripsi ini dibagi ke dalam susunan yang terdiri atas lima bab dan beberapa sub bab tersendiri:

BAB I : PENDAHULUAN

Di dalam bab pertama yang berisi pendahuluan ini, dipaparkan pengantar untuk dapat memberikan penjelasan singkat dan pengertian tentang ruang lingkup dan jangkauan dari pada pembahasan skripsi ini. Meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, keaslian penulisan dan sistematika penulisannya.

(15)

Di dalam bab kedua dari skripsi ini berisi tinjauan umum tentang perjanjian dan perseroan terbatas dimana membahas tentang pengertian umum perjanjian, syarat sahnya suatu perjanjian, bentuk-bentuk umum perjanjian, pengertian perseroan terbatas secara umum, dasar hukum terbentuknya perseroan terbatas, pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam perseroan terbatas dan pembahasan secara umum tentang perusahaan jasa bidang konstruksi.

BAB III : TINJAUAN UMUM MENGENAI WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PADA PERUSAHAAN KONSTRUKSI AKIBAT TERJADINYA FORCE MAJEURE

Di dalam bab ketiga skripsi ini berisi tinjauan umum mengenai

wanprestasi dalam perjanjian pada perusahaan konstruksi akibat

terjadinya Force Majeure, dimana sub pembahasan dari bab ketiga ini yaitu pengertian wanprestasi, perjanjian pada perusahaan konstruksi, dan

Force Majeure dalam perjanjian konstruksi.

BAB IV : ANALISIS YURIDIS TENTANG FORCE MAJEURE

TERHADAP WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PADA PT GAPEKSINDO HUTAMA KONTRINDO

(16)

pada perusahaan tersebut, pihak yang menanggung kerugian apabila terjadi Force Majeure dalam pelaksanaan perjanjian konstruksi dan bentuk pertanggungjawaban atas terjadinya Force Majeure dalam pelaksanaan perjanjian konstruksi.

BAB V : PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada

Sehubungan dengan Surat Penawaran Saudara pada Paket Pekerjaan Pengadaan Bahan Bangunan di Kecamatan Sei Menggaris pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Agar penyeleksian karyawan dapat dilakukan dengan lebih efisien serta menghindari subyektifitas keputusan yang dihasilkan, diperlukan suatu Sistem Penunjang Keputusan (SPK)

“Kecuali mengenai Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, Labuan dan Putrajaya, hukum Syarak dan undang-undang diri dan keluarga bagi orang yang menganut agama Islam,

73 Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang identitas dan sejarah berdirinya MTsN Jambewangi, data tentang jumlah siswa

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Niat Wajib Pajak Dalam Penggunaan Sistem E-Filing (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak

Perbedaan pengaturan hak kesehatan buruh yang diselenggarakan oleh Jamsostek dan BPJS Kesehatan adalah dari segi asas dan prinsip penyelenggaraan; sifat kepesertaan; subjek