• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.4. Metode Pengolahan Data

4.4.5. Analisis Berlian Porter

Alat analisis Berlian Porter digunakan untuk mengetahui situasi dan kondisi dari setiap atribut yang ada, seperti kondisi permintaan domestik, kondisi faktor sumberdaya, industri pendukung dan terkait, serta struktur, persaingan, dan strategi industri ikan tuna nasional. Selain hal tersebut, tedapat juga dua atribut tambahan yaitu peran pemerintah dan peran dari kesempatan yang mempunyai pengaruh terhadap perkembangan industri ikan tuna nasional. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisi industri ikan tuna national adalah sebagai berikut:

1) Menentukan siapa saja yang ada di dalam industri. Hal ini dilakukan dengan membuat daftar yang memuat para peserta industri secara langsung.

2) Menelaah industri. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya hasil telaah industri yang realtif cukup lengkap atau sejumlah artikel yang cakupannya luas.

3) Laporan tahunan. Laporan tahunan dapat berupa data-data perdagangan yang bersifat nasional maupun internasional dengan rentang waktu tertentu.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menentukan apa yang ingin diketahui dari industri dan bagaimana cara mengembangkan data di setiap bidang secara berurutan. Hal ini perlu diperhatikan sebagai pedoman dalam menganalisis suatu industri yang terlalu luas jika tidak dibatasi (Maulana diacu dalam Meryana, 2007).

4.4.6. Analisis SWOT

23

Formulasi alternatif strategi dilakukan dengan menganalisis peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan yang diperoleh melalui identifikasi lingkungan internal dan eksternal. Identifikasi kekuatan dalam analisis keunggulan kompetitif ditunjukkan dengan keadaan suatu atribut yang mendukung, sedangkan kelemahan ditunjukkan dengan keadaan atribut yang kurang mendukung.

Alat analisis yang digunakan untuk menyusun formulasi strategis tersebut adalah matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks ini dapat menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategi yang dijelasan pada Gambar 4.

Tahap analisis dilakukan setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan industri ikan tuna melalui proses identifikasi terhadap peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan. Menurut David (2006), terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT adalah sebagai berikut:

1) Menentukan faktor-faktor peluang organisasi atau perusahaan. 2) Menentukan faktor -faktor ancaman organisasi atau perusahaan 3) Menentukan faktor faktor kekuatan organisasi atau perusahaan. 4) Menentukan faktor -faktor kelemahan organisasi atau perusahaan.

5) Menyesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk

mendapatkan strategi SO. Alternatif strategi yang terdapat dalam strategi SO bersifat agresif yaitu memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi ini direkomendasikan agar perusahaan dapat bersaing dalam suatu industri yang sedang tumbuh dan diharapkan terus tumbuh cukup tinggi.

6) Menyesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk

mendapatkan strategi WO. Alternatif strategi yang terdapat dalam strategi WO bersifat intensif yaitu strategi yang memanfaatkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang dimiliki.

7) Menyesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk

bersifat diversifikasi yaitu strategi yang memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk menghadapi ancaman.

8) Menyesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk

mendapatkan strategi WT. Alternatif strategi yang terdapat dalam strategi WT bersifat defensive yaitu strategi yang dilakukan untuk mengatasi ancaman yang ada dan kelemahan yang dimiliki.

INTERNAL EKSTERNAL Strenghts(S) Menentukan 5-10 faktor kekuatan internal Weaknesses(W) Menentukan 5-10 faktor kelemahan internal Opportunities(O) Menentukan 5-10 faktor peluang eksternal Strategi SO

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WO

Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Threaths(T)

Menentukan 5-10 faktor ancaman eksternal

Strategi ST

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi WT

Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Gambar 4. Matriks SWOT

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI IKAN TUNA

5.1. Perikanan Dunia

Perikanan sebagai salah satu sektor usaha yang dilakukan banyak negara yang dikelilingi oleh lautan maupun ada yang memanfaatkan perairan darat seperti tambak, danau, dan sungai. Hasil perikanan dunia ini terdiri dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Tabel 7 Memperlihatkan negara- negara produsen perikanan terbesar di dunia.

Tabel 7. Negara Produsen Perikanan Terbesar di Dunia Tahun 2002-2006 (metric tons) No Negara Tahun 2006 2005 2004 2003 2002 1 China 51.521.268 49.468.714 47.507.761 5.641.852 44.320.395 2 Peru 7.045.884 9.414.818 9.626.642 6.099.680 8.776.715 3 India 6.978.602 6.653.340 6.185.645 6.025.120 5.923.792 4 Indonesia 6.051.979 5.893.086 5.688.994 5.623.808 5.236.835 5 USA 5.324.933 5.385.318 5.566.375 5.483.285 5.434.651 6 Chille 4.970.871 5.026.860 5.586.846 4.176.960 4.821.720 7 Japan 4.920.871 4.836.042 5.088.240 5.494.325 5.187.379 8 Thailand 4.162.096 4.118.483 4.099.595 3.914.133 3.779.124 9 Viet Nam 3.617.627 3.367.200 3.078.105 2.793.607 2.505.639 10 Rusia 3.389.651 3.312.317 3.051.335 3.390.132 3.333.612 11 Norway 2.964.293 3.054.799 3.161.266 3.097.398 3.291.641 12 Philipines 2.942.353 2.803.185 2.723.367 2.625.427 2.473.568 13 Myanmar 2.581.780 2.217.470 1.986.960 1.595.870 1.474.460 14 Bangladesh 2.328.545 2.215.957 2.102.026 1.998.197 1.890.459 15 Korea Rep.of 2.263.497 2.075.640 1.981.221 2.030.939 1.968.413 16 Malaysia 1.464.652 1.390.017 1.507.034 1.454.244 1.440.674 17 Mexico 1.458.642 1.437.934 1.363.327 1.441.666 1.524.394 18 Iceland 1.335.304 1.672.913 1.742.570 1.992.753 2.138.131 19 Spain 1.242.802 1.065.899 1.101.353 1.163.266 1.145.628 20 Canada 1.233.971 1.257.752 1.321.230 1.261.260 1.233.612 21 Other 24.024.218 24.529.567 24.534.619 24.096.078 25.024.097 TOTAL 141.823.839 141.197.311 139.004.511 131.400.000 132.924.939 Sumber: UN Comtrade 2008

Tabel 7. Menunjukkan Indonesia berada pada urutan keempat dengan hasil perikanan sebesar 6,1 juta pada tahun 2006. China menempati urutan teratas dengan hasil perikanan sebesar 51,5 juta, Peru diurutan kedua sebesar 7,1 juta, dan India diurutan ketiga sebesar tujuh juta.

5.2. Perikanan Indonesia

Perikanan di Indonesia dibagi menjadi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Produksi perikanan tangkap berasal dari penangkapan di laut dan

penangkapan di perairan umum. Pada periode tahun 1997-2007, volume produksi perikanan tangkap meningkap rata-rata sebesar 2,59 persen per tahun. Volume produksi perikanan tangkap di laut pada periode tersebut meningkat rata- rata sebesar 2,77 persen per tahun, yaitu 3.612.961 ton pada tahun 1997 menjai 4.734.280 ton pada tahun 2007. Volume produksi perikanan tangkap di perairan umum juga meningkat rata-rata sebesar 0,40 persen per tahun yaitu 304.258 ton pada tahun 1997 menjadi 210.457 ton pada tahun 2007 (DKP 2008).

5.2.1. Produksi Tuna Indonesia

Indonesia memiliki potensi yang baik sebagai negara produsen tuna. Posisi Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa menguntungkan untuk produksi tuna Indonesia, hal ini dikarenakan sebagai berikut (DKP 2005):

i) Adanya massa air barat dan timur yang melintas di Samudera Hindia dengan membawa partikel dan kaya akan makanan biota laut.

ii) Adanya arus Kuroshio yaitu North Equatorialdan South Equatorial Current di Samudera Pasifik merupakan wilayah yang kaya dengan bahan makanan serta mempunyai suhu, salinitas, dan beberapa faktor oseanografis yang disukai oleh ikan tuna.

iii) Wilayah periaran nusantara merupkan tempat berpijah atau kawin berbagai jenis ikan termasuk ikan tuna, terutama di perairan Selat Makassar dan Laut Banda.

Ikan tuna dalam statitik perikanan Indonesia dikategorikan menjadi tuna, cakalang, dan tongkol. Tuna digunakan sebagai nama grup dari beberapa jenis ikan yang terdiri dari jenis tuna besar (Thunnus.spp) yang terdiri dari yellowfin tuna, bigeye tuna, southern bluefin tuna, dan albacore. Cakalang umumnya dikategorikan untuk jenis skipjack tuna, sedangkan tongkol umumnya digunakan untuk jenis eastern little tuna, frigate, bullet tuna, dan longtail tuna. Pada periode 1997-2007 volume produksi ikan tongkol, tuna, dan cakalang mengalami peningkatan masing-masing sebesar 6,85; 6,57; dan 5,24 persen (DKP 2008).

Pada Tabel 8 menunjukkan dari tahun 1997 hingga tahun 2000 terus mengalami peningkatan, namun pada tahun 2000 hingga tahun 2001 mengalami penurunan sebesar 8,25 persen. Pada tahun 2002 hingga tahun 2007 produksi ikan tuna mengalami kenaikan lagi, walaupun kenaikannya fluktuatif. Penurunan

dan kenaikan yang fluktuatif pada produksi ikan tuna di pengaruhi baik oleh faktor alam maupun perekonomian di Indonesia. Penyebab penurunan produksi karena semakin berkurangnya penggunaan kapal penangkapan yang berukuran >200 GT, padahal jenis kapal ini mampu untuk beroperasi di perairan ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif). Hal ini menyebabkan potensi ikan tuna di wilayah perairan ZEE belum dimanfaatkan secara optimal. Penyebab berkurangnya penggunaan kapal tersebut terkait dengan peningkatan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia.

Tabel 8. Produksi Ikan Tuna Indonesia Tahun 1997-2007 (ton)

Tahun Jenis Total Kenaikan

(%)

Tuna Cakalang Tongkol

1997 116.214 187.206 212.511 565.931 - 1998 168.122 227.068 236.673 631.863 10,44 1999 136.474 244.847 236.111 617.432 41,4 2000 163.241 236.275 250.522 650.038 5,02 2001 153.110 214.077 233.051 600.238 -8,25 2002 148.439 203.102 266.955 618.496 2,95 2003 151.926 208.626 267.339 627.891 1,50 2004 176.996 233.319 310.393 720.708 12,88 2005 183.144 252.232 309.776 745.152 3,28 2006 159.404 277.388 329.115 765.907 2,71 2007 191.558 301.531 399.347 892.436 14,18 Sumber: DKP 2007

5.2.2. Ekspor Ikan Tuna Indonesia

Ekspor ikan tuna di Indonesia terbagi menjadi dua kelompok pengusahaan ikan tuna, yaitu pabrik pengelolaan ikan tuna tanpa merubah bentuk yang menghasilkan produk ikan tuna segar dan ikan tuna beku serta kelompok kedua yaitu agroindustri tuna yang mengolah baik merubah struktur dan bentuk dengan bahan baku ikan tuna, yang termasuk kelompok ini adalah industri pengalengan. Ekspor ikan tuna Indonesia baik dalam bentuk segar,beku dan olahan mengalami fluktuatif peningkatan volume ekspor bahkan menunjukkan penurunan volume produksi ekspor. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal :

1) Adanya krisis ekonomi pada tahun 1998-2002 yang berdampak pada naiknya

harga BBM, sehingga unit penangkapan kapal berkurang.

2) Adanya berbagai hambatan tarif dan non tarif yang diberlakukan oleh negara- negara tujuan ekspor yang mengakibatkan banyak produk yang ditolak.

3) Belum maksimalnya kinerja ekspor para ekportir ikan tuna di Indonesia. Hal ini terkait dengan keterbatasan modal dan teknologi yang dimiliki.

Berikut ini perkembangan ekspor ikan tuna berdasarkan bentuk yang diperdagangkan:

1) Ekspor Ikan Tuna Segar

Ikan tuna dalam bentuk segar mengalami penurunan volume ekspor pada tahun 1998 hingga tahun 1999 yaitu sebesar 10,74 persen. Pada tahun 1999 hingga tahun 2001 volume ekpor ikan tuna segar mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar sebelas persen. Pada tahun 2001 hingga tahun 2004 ekspor perikanan Indonesia mengalami penurunan kembali dengan rata-rata penurunan sebesar 2,26 persen.. Namun, pada tahun 2004 hingga tahun 2005 volume ekspor kembali peningkat sebesar 15,8 persen, tetapi pada tahun 2005 hingga tahun 2007 kembali mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 16,74 persen (Tabel 9).

Tabel 9. Perkembangan Ekspor Ikan Tuna Segar Tahun 1998-2007 Tahun Nilai Ekspor

(US $) Tingkat Pertumbuhan (%) Volume Ekspor (Kg) Tingkat Pertumbuhan (%) 1998 51.404.759 0 25.065.157 0 1999 75.433.445 46,74 22.372.031 -10,74 2000 104.370.266 38,3 23.951.776 7,06 2001 90.643.482 -13,15 27.520.542 14,90 2002 90.506.779 -0,15 27.233.515 -1,04 2003 81.514.715 -9,94 26.660.233 -2,11 2004 104.698.879 28,44 25.690.599 -3,64 2005 93.737.522 -10,47 29.749.778 15,80 2006 87.845.012 -6,29 24.770.938 -16,74 2007 88.277.193 0,49 14.183.402 -42,74 Sumber: UN Comtrade 2008

2) Ekspor Ikan Tuna Beku

Tabel 10 Menunjukkan bahwa pada tahun1998 hingga tahun 2001 volume ekspor ikan tuna beku mengalami penurunan rata-rata sebesar 24,11 persen, dan pada tahun 2001 ke tahun 2002 mengalami kenaikan yang cukup besar hingga mencapai 238,08 persen karena pada saat yang bersamaan volume ekspor ikan tuna bentuk segar mengalami penurunan sebesar 1,04 persen karena banyak hasil penangkapan diekspor dalam bentuk beku. Namun, pada tahun 2002 ke tahun 2003 dan tahun 2004 ke tahun 2005 mengalami

penurunan kembali masing-masinng sebesar 44,45dan 80,42 persen. Pada tahun 2003 ke tahun 2004 dan tahun 2005 hingga tahun 2007 kembali mengalami peningkatan volume ekspor.

Tabel 10. Perkembangan Ekspor Ikan Tuna Beku Tahun 1998-2007 Tahun Nilai Ekspor

(US $) Tingkat Pertumbuhan (%) Volume Ekspor (Kg) Tingkat Pertumbuhan (%) 1998 22.974.654 0 23.161.720 0 1999 19.555.289 -14,88 13.087.928 -43,49 2000 25.510.940 30,46 10.205.547 -22,02 2001 38.070.307 49,23 9.507.431 -6,84 2002 28.716.857 -24,57 32.142.257 238,08 2003 21.528.712 -25,03 17.854.794 -44,45 2004 11.237.366 -47,80 48.622.314 172,32 2005 18.818.588 67,46 9.521.412 -80,42 2006 25.052.082 33,12 11.360.955 19,32 2007 43.645.640 74,22 11.983.588 5,48 Sumber: UN Comtrade 2008

3) Ekspor Ikan Tuna Olahan

Tabel 11. Memperlihatkan bahwa ekspor ikan tuna olahan pun mengalami fluktuatif seperti halnya ikan tuna segar dan beku. Pada tahun 1998 hingga tahun 1999 mengalami penurunan sebesar 10,18 persen dan tahun 1999 ke 2000 mengalami peningkatan sebesar 7,79 persen. Kemudian menurun kembali dari tahun 2001 hingga tahun 2004 dengan rata-rata penurunan sebesar 8,55 persen. Tahun 2005 ekspor ikan tuna olahan mengalami peningkatan kembali, lalu turun pada tahun 2006 dan naik kembali pada tahun 2007.

Tabel 11. Perkembangan Ekspor Ikan Tuna Olahan tahun 1998-2007 Tahun Nilai Ekspor

(US $) Tingkat Pertumbuhan (%) Volume Ekspor (Kg) Tingkat Pertumbuhan (%) 1998 104.167.912 0 52.430.117 0 1999 82.499.839 -20,80 47.092.012 -10,18% 2000 87.832.633 6,46 50.758.758 7,79 2001 84.132.896 -4,21 48.346.836 -4,75 2002 86.048.521 2,28 46.845.915 -3,10 2003 101.241.561 17,66 38.345.650 -18,15 2004 118.449.189 17,00 35.205.624 -8,19 2005 128.635.721 8,60 44.732.106 27,06 2006 129.790.247 0,90 36.264.489 -18,93 2007 151.941.915 17,07 39.940.104 10,14 Sumber: UN Comtrade 2008

5.3. Prosedur Ekspor

Kegiatan ekspor yang dilakukan oleh suatu negara berguna untuk menciptakan lapangan kerja dan menghasilkan devisa yang digunakan untuk membayar berbagai produk yang dibeli dari luar negeri (impor) karena negara tersebut saat ini belum mampu untuk memproduksi produk tersebut. Hal tersebut dapat dikarenakan kurangnya sumberdaya alam, manusia, modal, dan teknologi maju yang tidak tersedia atau belum memadai. Proses kegiatan ekspor secara umum seperti dibawah ini (Gambar 5).

Keterangan Gambar 5 adalah sebagai berikut:

1) Eksportir menerima pesanan dari langganan di luar negeri (B-A)

2) Bank memberitahukan telah dibukanya suatu L/C (letter of credit) untuk dan atas nama eksportir (H–A)

3) Eksportir menempatkan pesanan kepada leveransir/ maker pemilik barang/ produsen (A–C)

4) Eksportir menyelenggarakan pengepakan barang khusus untuk dieskpor (sea- worthy packing) (A)

5) Eksportir memesan ruangan kapal (booking) dan mengeluarkan shipping orderpada maskapai pelayaran (A-D)

6) Eksportir menyelesaikan semua formulir ekspor dengan semua instansi ekspor yang berwenang (A-E)

7) Eksportir menyelenggarakan pemuatan barang ke atas kapal, dengan atau tanpa mempergunakan perusahaan ekspedisi (A-D)

8) Eksportir mengurus Bill of ladingdengan maskapai pelayaran(A-D) 9) Eksportir menutup asuransi dengan maskapai asuransi(A-F)

10) Menyiapkan faktur dan dokumen-dokumen pengapalan lainnya(A)

11) Mengurus Consular-Invoice dengan Trade Councelor Kedutaan Negara

Importir (A-G)

12) Menarik wesel kepada importir dan menerima hasilnya dari bank dalam negeri (A-H)

13) Bank dalam negeri mengirim shipping documentkepada bank luar negeri (H- I)

14) Eksportir mengirimkan shipping advice dan fotokopi shipping document

kepada importir (A-B)

Gambar 5. Prosedur Kegiatan Ekspor Secara Umum

Sumber: Amir (1996)

Jalur tataniaga ikan tuna untuk tujuan ekspor (Gambar 6) dimulai dari penangkapan ikan tuna yang dilakukan oleh para nelayan, yang kemudian dikumpulkan oleh para pedagang pengumpul atau perusahaan inti. Para perusahaan inti inilah yang kemudian menyalurkan ikan tuna tersebut kepada eksportir untuk dikirimkan kepada importir. Perusahaan inti selain menyalurkan ke eksportir, terkadang perusahaan inti langsung menyalurkan ke importir tanpa perantara eksportir.

Gambar 6. Tataniaga Ikan Tuna

Sumber: Suseno 2007

Importir / Buyer Bank Luar

Negeri

Luar Negeri

Dalam Negeri

Eksportir /Seller Bank Dalam,

Negeri Produsen

Pelayaran Instansi Ekspor Asuransi Kedutaan Asing A B C E D F G H I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 2 14 4 Nelayan/ Produsen Pedagang Pengumpul / Perusahaan Inti Eksportir Importir

5.4. Ketentuan Negara Tujuan Ekspor Ikan Tuna

Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor ikan tuna Indonesia seperti yang telah dijelaskan pada bagian pendahuluan lebih di fokuskan kepada Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang. Walaupun Indonesia tetap melakukan ekspor ikan tuna ke negara Thailand, Singapura dan Vietnam dalam jumlah yang cukup besar, tetapi ketiga negara tersebut tidak memasang peraturan yang memberatkan ekspor Indonesia. Berikut ini karakteristik pasar tujuan utama ekspor ikan tuna Indonesia:

1) Amerika Serikat

Pengawasan untuk bahan makanan termasuk produk perikanan di Amerika Serikat ditangani oleh Food and Drugs (FDA) yang berada dibawah nanungan Departemen Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat. FDA bertugas untuk membuat peraturan yang melindungi konsumen dan menjaga keamanan pangan.

Peraturan utama dalam pengawasan bahan pangan di Amerika Serikat tercantum dalam Federal Food, Drugs, and Cosmetic Act yang didalamnya berisi peraturan berikut yang penting dalam ekspor ikan tuna mengenani bahan yang rusak, label yang tidak sesuai dengan bahan yang terkandung, batas bahan makanan tambahan, batas maksimal residu kimia, sistem ekspor- impor, dan cara pendaftaran unit pengolahan.

Regulasi lain yang terkait dengan perdagangan ikan tuna terdapat pada Code of Federal Regulation (CFR) 123 tentang ikan dan produk berbahan dasar ikan. Regulasi ini menjelaskan lebih rinci tentang produk perikanan, penerapan analisis bahaya di dalam proses pengolahan, dan penerapan HACCP yang harus dilakukan oleh pengolah.

Amerika Serikat kemudian mengeluarkan regulasi baru terkait dengan adanya peristiwa 11 September yang berguna untuk mencegah bahaya bioterorisme yaitu The Bioterorism ACT (TBA). Regulasi ini juga berpengaruh terhadap perdagangan ikan tuna karena Amerika Serikat menentapkan peraturan baru tentang registrasi pengolahan pangan, pemberitahuan sebelum impor, dan pembuatan rekaman proses pengolahan.

2) Uni Eropa

Uni Eropa merupakan gabungang dari negara-negara Eropa yang dibentuk oleh Belanda, Belgia, Jerman, Luxembourg, dan Perancis. Uni Eropa saat ini merupakan gabungan dari 26 negara dan memiliki mata uang Euro. Institusi yang bertanggung jawab mengatur peraturan-peraturan yang berlaku termasuk didalamnya untuk perdagangan ikan tuna adalah European Comission (EC). Beberapa regulasi yang terkait dengan perdagangan ikan tuna adalah:

a) EC No.178/2002 tentang persyaratan utama undang-undang pangan serta prosedur keamanan pangan. Undang-undang ini mengatur kegiatan ekspor impor pangan manusia dan hewan.

b) EC No. 882/2004 tentang pengawasan oleh pemerintah. Undang-undang

ini menjelaskan pengawasan yang akan dilakukan oleh Competent Authorityyang ditunjuk oleh EC utntuk mengawasi pangan.

c) EC No. 852/2004 tentang keamanan bahan pangan. Undang-undang ini

terkait dengan pelaksanaan HACCP dan good practice.

d) EC No.853/2004 tentang peraturan khusus untuk keamanan bahan baku.

Undang-undang ini menekankan pada keamanan bahan baku yang digunakan mulai dari penangkapan hingga proses pengolahan.

e) EC No. 854/2004 tentang badan pengawasan keamanan asal bahan pangan. Undang-undang ini membahas tentang badan pengawas keamanan pangan baik di Uni Eropa dan negara importir termasuk mekasnisme impor.

f) EC No. 466/2001 tentang batas maksimum kontaminasi bahan pangan. Undang-undang ini terkait dengan kandungan maksimum yang diijinkan termasuk seperti logam berat.

g) EC No. 2073/2005 tentang kriteria mikrobiologi bagi bahan pangan. Undang-undang ini memuat tentang syarat pelabelan.

3) Jepang

Pengawasan keamanan pangan di Jepang dilakukan oleh Departemen Kesehatan, Buruh, dan Kesejateraan. Undang-undang yang mengatur tentang pangan diatur dalam Food Sanitation Law (FSL) dan Japan Agricultural

Standard (JAS). Peraturan ini dibuat untuk perdagangan dan pengawasan pangan agar kesehatan konsumen dapat terjaga. Undang-undang ini berlaku untuk setiap produsen, penyalur dan importir tuna di Jepang.

Undang-undang ini berisi tentang peraturan pangan dan bahan tambahan makanan, unit pengolahan dan bahan pengemas, pelabelan, dan pemeriksaan bahan yang belum tersertifikasi.

5.5. Pengawasan Mutu Ikan Tuna

Aspek mutu dalam perdagangan ikan tuna sangat berpengaruh besar dalam kegiatan ekspor dan impor. Tingginya permintaan ikan tuna diikuti pula dengan semakin diperhatikannya mutu dan kesehatan ikan tuna yang dikirim. Aspek mutu seringkali menjadi masalah dalam kegiatan ekspor baik ikan tuna maupun produk lainnya. Aspek mutu yang seringkali menjadi masalah yaitu adanya kandungan histamine dan logam berat yang ditemukan dalam ikan tuna yang diekspor. Berikut penjelasan mengenai kedua aspek mutu tersebut:

1) Histamin

Histamin merupakan senyawa turunan dari asam amino histidin yang banyak terdapat pada ikan terutama pada ikan famili Scombroidae seperti tuna. Asam amino ini merupakan salah satu dari sepuluh asam amino esensialyang dibutuhkan oleh anak-anak dan bayi tetapi bukan asam amino esensial bagi orang dewasa. Kadar histamin yang tinggi pada ikan menandakkan bahwa adanya kemunduran mutu dan berpotensi menimbulkan racun berbahaya jika dikonsumsi.

Histamin memiliki efek psikoaktif dan vasoaktif. Efek psikoaktif menyerang sistem saraf transmiter manusia, sedangkan efek vasoaktif-nya menyerang sistem vaskular. ada orang-orang yang peka, histamin dapat menyebabkan migren dan meningkatkan tekanan darah.24

Kadar histamin yang ada dalam ikan membuat negara tujuan ekspor memberlakukan syarat terhadap ambang batas histamin. Kadar histamine yang diperbolehkan dalam ikan tuna berbeda untuk negara tujuan ekspor, namun ada beberapa negara juga yang tidak memberlakukan syarat. Negara

24

Sumber: Anonim. 2008. Waspadai Histamin Pada Ikan Laut.

http://www.conectique.com/tips_solution/diet_nutrition/nutrition/article.php?article_id=6173. Diakses tanggal 28 Oktober 2009.

tujuan ekspor utama yaitu Amerika Serikat dan Uni Eropa memberlakukan syarat untuk histamine yang boleh dikandung dalam ikan tuna. Amerika Serikat menerapkan batas maksimum 50mg/kg daging, Uni Eropa tidak memperbolehkan satu contohpun yang mengandung histamin lebih dari 20mg/100g daging.

2) Logam Berat

Logam berat (heavy metal) adalah logam dengan massa jenis lima atau lebih, dengan nomor atom 22 sampai dengan 92. Logam berat dianggap berbahaya bagi kesehatan bila terakumulasi secara berlebihan di dalam tubuh. Beberapa diantaranya bersifat membangkitkan kanker (karsinogen). Hal ini menyebabkan bahan pangan dengan kandungan logam berat tinggi dianggap tidak layak konsumsi25. Logam berat yang paling berbahaya adalah merkuri atau air raksa (Hg) dan cadmium (Cd), kemudian diikuti oleh perak (Ag), nikel (Ni), timbal atau arsen (Pb), kromium (Cr), timah (Sn), dan seng (Zn). Logam berat yang menjadi aspek penting dalam penetapan mutu ikan tuna adalah merkuri dan kadmium, walaupun semua jenis logam berat lainnya juga ditetapkan syarat tertentu untuk dapat dikonsumsi. Merkuri di dalam laut akan mengendap lalu akan membentuk ikatan HgCl dengan unsur kimia klor, lalu akhirnya termakan oleh plankton yang merupakan salah satu makanan biota laut termasuk ikan tuna.

Merkuri berbahaya jika dikonsumsi karena dapat berakibat : kerusakan motorik, abnormalitas sensorik, kemunduran psikologik dan perilaku, kemunduran neurologik dan koknitif, kelainan bicara, pendengaran, kemunduran penglihatan dan kelainan kulit serta gangguan reflek (Vroom dan Greer 1972 diacu dalam Sudarmaji, dkk 2006). Merkuri yang terendap dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan gagal otak hingga kematian dan berbahaya bagi ibu hamil karena janinnya dapat mengalami kematian.

Lembaga nasional dan internasional telah menetapkan standar terkait adanya bahaya pada merkuri. Batas maksimum merkuri dalam ikan dan hasil olahannya yang ditetapkan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan)

25

Sumber: Anonim. 2009. Logam. http://id.wikipedia.org/wiki/Logam. Diakses tanggal 28 Oktober 2009.

adalah 0,5 mg/kg, standar ini sama dengan yang ditetapkan oleh FAO (Food A Organization). Uni Eropa menetapkan standar merkuri untuk non predator fish 0,5 mg/kg dan untuk predator fish (termasuk ikan tuna) 1 mg/kg. Amerika Serikat melalui FDA (Food and Drugs Administration) menetepkan batas maksimum I mg/kg (BPOM 2004; FAO 2004)

Kadnium terutama dalam bentuk oksida adalah logam yang toksisitasnya tinggi. Sebagian besar kontaminasi oleh kadnium pada manusia melalui makanan dan rokok. Keracunan kadmium akan menyebabkan gejala mual, muntah, diare, kram otot, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati, gangguan kardiovaskuler, empisema, dan degenari testicular (Ragan dan Mast 1990 diacu dalam Sudarmaji, dkk 2006). Perkiraan dosis mematikan akut adalah sekitar 500mg/kg untuk dewasa dan efek dosis akan Nampak jika terabsorbsi 0,043 mg/kg per hari (Ware 1989 diacu dalam Sudarmaji, dkk 2006).

Batas maksimum kadmium dalam ikan dan hasil olahannya yang ditetapkan oleh BPOM adalah 1 mg/kg, standar ini sama dengan yang ditetapkan oleh

Codex Alimentarius Standard. FAO menetepkan standar batas pemasukan cadmium 57-71 µg per hari dan perminggu sebesar 400-500 µg per 70 gr berat badan (BPOM 2004; FAO 2004).

Isu tentang keamanan pangan dan adanya ketentuan undang-undang makanan yang diberlakukan oleh negara tujuan ekspor ini menuntut Negara Indonesia untuk melakukan pengawasan terhadap mutu ikan tuna yang akan diekspor.

Dokumen terkait