• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis bioekonomi perikanan purse seine

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Analisis bioekonomi perikanan purse seine

Estimasi keseimbangan bioekonomi dengan pendekatan pengelolaan perikanan merupakan salah satu alternatif pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan dengan pertimbangan biologi dan ekonomi. Tujuan utama pendekatan bioekonomi adalah aspek ekonomi dengan kendala aspek biologi sumberdaya perikanan, dengan indikator terdiri atas: hasil tangkapan optimal, effort optimal dan rente optimal.

5.2.1 Biaya penangkapan

Aspek ekonomi perikanan yang diperhitungkan adalah faktor harga dan biaya. Beberapa asumsi dalam model Gordon-Schaefer menurut Fauzi (2004) adalah biaya per satuan upaya (c) dan harga per satuan output adalah konstan dan hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan. Ketiga asumsi tersebut dipergunakan dalam penelitian optimasi purse seine. Berdasarkan asumsi tersebut, maka biaya penangkapan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah total pengeluaran rata-rata unit penangkapan ikan, meliputi biaya operasional dan biaya penyusutan per trip penangkapan.

Biaya pengoperasian purse seine dibagi dalam biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan dan jumlahnya tetap. Biaya tetap digunakan untuk perawatan kapal, perawatan mesin, perawatan lampu, dan perawatan dinamo lampu. Biaya tidak tetap adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam jumlah yang tidak tetap setiap melakukan operasi penangkapan. Biaya ini dapat berubah sesuai dengan kebutuhan operasional penangkapan. Biaya ini digunakan untuk biaya operasional penangkapan yang terdiri dari kebutuhan solar, minyak tanah, oli, gemuk, es balok, konsumsi nelayan dan air tawar. Upah ABK

bersifat tidak tetap dalam jumlah rupiah tetapi bersifat tetap dalam sistem bagi hasil. Tabel 7 menunjukkan pengeluaran rata-rata per trip unit purse seine.

Tabel 7 Rata-rata pengeluaran per trip unit purse seine

No Komponen Biaya Harga (Rp) Persentase (%) 1 Biaya Operasional Solar Oli Minyak Tanah Bensin Ransum Air Tawar Es 3.015.000 170.000 64.000 112.500 350.000 100.000 200.000 65,38 5,76 2,73 1,79 1,.22 5,69 10,41 Total 4.011.500 100

Berdasarkan Tabel 7 biaya penangkapan per trip (c) alat tangkap purse seine di Kabupaten Aceh Besar Rp 4.011.500, dengan persentase terbesar pada pembelian solar sebesar Rp 3.015.000. Hal ini disebabkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang sangat tinggi untuk para nelayan yaitu Rp 4.500. Alokasi biaya pengoperasian lebih banyak terpakai untuk pembelian solar sebagai bahan bakar utama yang dipakai untuk mengoperasikan purse seine, sehingga mendorong nelayan untuk menaikkan harga jual hasil tangkapan untuk mengimbangi biaya operasional yang meningkat.

5.2.2 Harga ikan hasil tangkapan

Harga ikan dalam penelitian ini merupakan harga rata-rata penjualan ikan dari dua musim penangkapan yang berbeda, yaitu musim puncak dan musim biasa. Harga ini dipengaruhi oleh jumlah produksi pada musim tertentu, jenis ikan dan selera konsumen. Saat musim puncak, ikan hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan musim biasa sehingga penawaran menjadi rendah, sedangkan pada saat musim biasa permintaan dan penawaran terhadap hasil tangkapan tinggi tetapi produksinya lebih sedikit dengan menganut model Gordon-Schaefer yaitu harga ikan yang bersifat konstan.

Hasil tangkapan purse seine di Kabupaten Aceh Besar adalah ikan tongkol layang, selar, kembung dan cumi-cumi. Ikan selar, cumi-cumi, kembung dan tongkol memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya. Harga ini juga dipengaruhi oleh selera masyarakat terhadap produk perikanan dimana jenis

ikan yang disenangi masyarakat akan memiliki nilai jual lebih tinggi. Masuknya komoditas tangkapan dari daerah lain akan mengakibatkan penurunan harga dan penurunan mutu hasil tangkapan karena sudah terlalu lama berada di laut. Harga jual hasil tangkapan per kilogram pada saat musim puncak menurut responden adalah berkisar Rp 8.350-Rp 16.450 dengan harga rata-rata Rp 12.399 dan pada saat musim biasa harganya berkisar Rp 10.500-Rp 19.280 dengan harga rata-rata penjualan Rp 14.901 per kilogram, sehingga rata-rata harga penjualan ikan per kilogram adalah Rp 13.650. (Lampiran 27).

Pemasaran hasil tangkapan berperan penting dalam kegiatan usaha perikanan karena proses tersebut bertujuan untuk memasarkan dan menyalurkan hasil tangkapan dari produsen ke konsumen. Proses pemasaran hasil tangkapan dimulai sejak ikan didaratkan di tempat pelelangan ikan (TPI). Pedagang yang mengikuti proses pelelangan di TPI terdiri dari pedagang besar dan pedagang kecil. Ikan hasil tangkapan masih dipasarkan di sekitar Kabupaten Aceh Besar dan Kotamadya Banda Aceh, sedangkan ikan yang kualitasnya bagus dikirim ketempat pengolahan di Medan untuk di ekspor.

5.2.3 Penerimaan usaha

Penerimaan usaha merupakan hasil yang diperoleh dari operasi penangkapan. Total penerimaan didapat dari hasil perkalian dari rata-rata jumlah trip penangkapan per musim dengan jumlah produksi rata-rata per trip dan harga hasil tangkapan. Besarnya penerimaan yang diperoleh dalam usaha penangkapan dengan menggunakan satu unit alat tangkap purse seine adalah Rp 922.197.912,95 per tahun, penerimaan ini didapat dari dua musim, yaitu musim puncak dan musim biasa, sedangkan total biaya yang dikeluarkan untuk satu tahun operasi penangkapan adalah Rp 624.862.758,93, dengan rata-rata harga ikan per kilogram adalah 13.650.

5.2.4 Optimalisasi bioekonomi perikanan purse seine

Pengelolaan sumberdaya perikanan diharapkan memberikan manfaat ekonomi dalam bentuk rente ekonomi. Rente ekonomi merupakan selisih dari penerimaan yang diperoleh dari penjualan tangkapan dengan total biaya yang dikeluarkan. Hasil tangkapan menunjukan produksi purse seine yang dihasilkan pada tingkat upaya tertentu. Pada tingkat upaya yang rendah, penerimaan dari

hasil tangkapan akan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan sehingga mendorong nelayan untuk menangkap lebih banyak (meningkatkan upaya penangkapannya) sehingga mencapai keseimbangan ekonomi.

Dengan meningkatnya upaya penangkapan, maka biaya operasional yang dikeluarkan juga bertambah besar sehingga mempengaruhi penerimaan. Total penerimaan diperoleh dengan mengalikan hasil penangkapan per tahun dengan harga ikan per satuan berat, sedangkan total biaya penangkapan diperoleh dari total pengeluaran per unit penangkapan per trip per tahun. Rente ekonomi perikanan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya penangkapan pada setiap kondisi pengelolaan (rata-rata aktual, MSY, MEY dan open access). Optimalisasi bioekonomi pemanfaatan ikan-ikan pelagis kecil pada kondisi pengelolaan rata-rata aktual, maximum sustainable yield, maximum economic yield dan open access dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Optimasi bioekonomi pemanfaatan ikan pelagis di Kabupaten Aceh Besar tahun 2010 Kondisi Pengelolaan Effort (Trip/thn) Produksi (Ton/thn) Total Penerimaan (Rp/thn) Total Biaya (Rp/thn) Rente Ekonomi (Rp/thn) Rata-rata Aktual 8.083 3.520,61 48.056.422.050 32.481.115.500 15.575.306.550 MSY 11.345 3.992,39 54.359.686.427 45.069.202.500 9.290.483.500 MEY 8.623 3.753,37 51.643.083.629 34.992.314.500 16.650.769.129 Open access 17.842 2.864,98 37.742.012.354 37.742.012.354 0

Perbandingan hasil tangkapan pada kondisi aktual, MSY, MEY dan open acces memperlihatkan pendekatan bioekonomi. Produksi hasil tangkapan pada kondisi aktual sebesar 3.520,61 ton per tahun telah mendekati batasan produksi di tingkat MEY sebesar 3.753,37 ton per tahun, sehingga peluang pengembangan pemanfaatannya relatif kecil (232,76 ton per tahun). Pada kondisi pengelolaan MSY, produksi yang diperoleh sebesar 3.992,39 ton per tahun dan pada kondisi open access produksinya menurun menjadi 2.864,98 ton per tahun. Produksi pada kondisi open access dipengaruhi oleh peningkatan jumlah effort (effort yang tidak terkendali) sehingga eksploitasi sumberdaya yang berlebihan menurunkan stok yang dapat ditangkap, dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Perbandingan hasil tangkapan ikan pelagis pada setiap kondisi pengelolaan periode 2005-2010.

Perbandingan upaya penangkapan (effort) ikan-ikan pelagis pada kondisi rata-rata aktual, MEY, MSY dan open acces, memperlihatkan kecenderungan yang sama dengan produksi dimana tingkat upaya penangkapan pada kondisi rata-rata aktual sebesar 8.083 trip per tahun telah mendekati angka upaya pada kondisi MEY sebesar 8.623 trip per tahun meskipun pada kondisi MSY peluang penambahan upaya penangkapan masih relatif besar yaitu 2.722 trip per tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa secara biologi dan ekonomi, upaya penangkapan yang dilakukan telah mendekati tingkat optimum sehingga diperlukan pengendalian effort agar nelayan tetap dapat memperoleh manfaat yang optimum dari hasil tangkapannya dan sumberdaya perikanan tetap lestari, terlihat. Tingkat upaya penangkapan terbesar terjadi pada kondisi open access sebesar 17.842 trip per tahun, jauh lebih besar dari effort pada rata-rata kondisi aktual, MSY dan MEY. Hal ini disebabkan karena sifat pengelolaan yang open access (terbuka) sehingga memudahkan pelaku perikanan khususnya nelayan untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada secara bebas dan secara tidak langsung akan meningkatkan upaya penangkapannya untuk bersaing mendapatkan produksi maksimal dengan nelayan lainnya, dapat dilihat pada Gambar 17.

‐ 500  1,000  1,500  2,000  2,500  3,000  3,500  4,000  4,500 

Rata‐rata Aktual MSY MEY Open access

Produksi

 

Gambar 17 Perbandingan upaya penangkapan (trip/thn) ikan pelagis periode 2005-2010.

Perbandingan rente ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan ikan pelagis pada kondisi rata-rata aktual, MSY, MEY dan open acces, memperlihatkan rente ekonomi terbesar akan diperoleh pada kondisi MEY sebesar Rp 16.650.769.129 per tahun. Rente ekonomi (π) yang diperoleh dipengaruhi oleh total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan setiap unit penangkapan. Penerimaan pada kondisi MEY merupakan penerimaan yang maksimal secara ekonomi karena untuk mendapatkan total penerimaan yang besar, biaya yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan kondisi lainnya. Jumlah effort yang digunakan pada kondisi MEY lebih sedikit dibandingkan pada kondisi MSY dan open access, tetapi produksinya relatif tinggi. Gordon (1954 diacu dalam Fauzi dan Anna 2005) menyatakan jika input (E) dikendalikan pada tingkat upaya MEY (Emey), manfaat ekonomi akan diperoleh secara maksimum. Hal ini akan terjadi jika sumberdaya ikan dikelola sehingga nelayan akan berusaha memaksimalkan manfaat ekonomi yang diperoleh.

Kondisi MEY merupakan keseimbangan bioekonomi dimana pemanfaatan sumberdaya menghasilkan produksi yang maksimum secara ekonomi dan tingkat upaya yang optimal secara sosial. Manfaat ekonomi pada kondisi open access tidak akan diperoleh karena total penerimaan sama dengan total biaya yang dikeluarkan (π = 0). Kondisi open access terjadi setelah melampaui kondisi MSY. Pada tingkat upaya yang lebih rendah dari Emsy penerimaan total akan melebihi

‐ 2,000  4,000  6,000  8,000  10,000  12,000  14,000  16,000  18,000  20,000 

Rata‐rata Aktual MSY MEY Open access

effort

  

biaya total sehingga memotivasi nelayan untuk mendapatkan produksi lebih besar dengan meningkatkan effort. Jika effort sudah berlebihan (tidak terkontrol), maka biaya total akan melebihi penerimaan total sehingga nelayan akan keluar dari kegiatan penangkapan tersebut, yang berarti menurunkan effort.

Titik keseimbangan open access akan terjadi pada saat total penerimaan sama dengan total biaya penangkapan atau rente ekonomi sama dengan nol (Fauzi dan Anna 2005). Tingkat effort pada posisi open access (Eoa) oleh Gordon disebut sebagai bioeconomic equilibrium of open acces fishery.

Keseimbangan open access menimbulkan terjadinya alokasi sumberdaya alam yang tidak tepat (misallocation) karena kelebihan faktor produksi (misalnya tenaga kerja dan modal). Seharusnya hal-hal tersebut bisa dialokasikan untuk kegiatan ekonomi lainnya yang lebih produktif. Perikanan open access akan menimbulkan kondisi economic overfishing (Fauzi dan Anna 2005).

Keseimbangan bioekonomi didapatkan pada produksi (h) sebesar 3.753,37 ton per tahun dengan tingkat upaya (E) 8.623 trip per tahun. Total biaya (TC) yang dikeluarkan untuk penggunaan effort tersebut adalah Rp 34.992.314.500 per tahun yang menghasilkan total penerimaan (TR) Rp 51.643.083.629 per tahun, sehingga rente ekonomi yang diperoleh adalah Rp 16.650.769.129 per tahun, dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18 Perbandingan rente ekonomi pemanfaatan ikan pelagis periode 2005-2010 di Kabupaten Aceh Besar.

‐ 2,000,000,000  4,000,000,000  6,000,000,000  8,000,000,000  10,000,000,000  12,000,000,000  14,000,000,000  16,000,000,000  18,000,000,000 

Rata‐rata Aktual MSY MEY Open access

Rente

 

Ekonomi

 

Keseimbangan bioekonomi merupakan konsep pengelolaan yang diperlukan untuk memanfaatkan ikan pelagis yang tertangkap oleh purse seine di perairan Kabupaten Aceh Besar. Dengan penerapan model keseimbangan ini, sumberdaya perikanan dapat terjaga kelestariannya dan masyarakat, khususnya nelayan purse seine tetap mendapatkan keuntungan secara ekonomi.

Jumlah armada penangkapan purse seine yang dioperasikan di daerah Aceh Besar tahun 2010 sebanyak 56 unit. Berdasarkan hasil analisis secara bioekonomi, jumlah trip optimum yang dapat dioperasikan untuk pemanfaatan ikan-ikan pelagis kecil adalah 8.623 trip per tahun. Hasil standarisasi dari 4 jenis alat tangkap yang menangkap ikan pelagis (purse seine, pancing tonda, jaring angkat dan pukat pantai) menunjukkan bahwa jumlah effort purse seine dalam enam tahun terakhir rata-rata sebesar 36% dari jumlah total effort optimum.

Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa secara umum alat tangkap purse seine yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis sudah produktif karena jumlah unit penangkapan purse seine pada kondisi aktual yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis telah memperoleh hasil tangkapan yang mendekati nilai optimal (MEY.) Hal ini menunjukkan bahwa tidak perlu lagi dilakukan penambahan unit penangkapan purse seine dalam usaha penangkapan ikan pelagis. Peluang pengembangan usaha penangkapan dengan alat tangkap purse seine untuk menangkap ikan pelagis di Kabupaten Aceh Besar sudah sangat kecil. Menurut Martosubroto (2005) menyatakan bahwa dalam pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab adalah pengelolaan yang dapat menjamin keberlanjutan perikanan dengan suatu upaya agar terjadi kesinambungan antara tingkat eksploitasi dengan sumberdaya yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa yang berkepentingan disini bukanlah hanya pemerintah tetapi juga pengguna penangkapan (stakeholders), karena kegagalan pengelolaan pada suatu perikanan akan merugikan pengusaha itu sendiri.

Dokumen terkait