• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fisheries Development Analysis of Purse Seine Fisheries Aceh Besar District

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fisheries Development Analysis of Purse Seine Fisheries Aceh Besar District"

Copied!
214
0
0

Teks penuh

(1)

AULIA PUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Dengan ini, saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Pengembangan Perikanan Purse Seine Kabupaten Aceh Besar, adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2011

(3)

AULIA PUTRA. Fisheries Development Analysis of Purse Seine Fisheries Aceh Besar District. Supervised by TRI WIJI NURANI and PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM.

Purse seine is one the productive fishing gear for fishing pelagic fishes. Fishing capacity is one the important issue in sustainable fisheries. This study aimed to measure fishing capacity of purse seine in Aceh Besar district, estimated the maximum economic yield (MEY) the targeted pelagic fishes, and formulate management strategies purse seine in the district of Aceh Besar. Fishing capacity was analyzed using the data envelopment analysis (DEA) method based on fishing capacity efficiency of monthly total catch as single output, from September 2009 to August 2010. Fishing vessel was used as decision making unit (DMU). Fixed input consists gross tonnage (GT), engine horse power (HP) and length of webb. Variable input consists number of crew, lamp power (watt), hold capacity (ton), and number of trip. The result showed that fishing capasity, 17 vessels reached optimum (CU=1), and fishing capacity of purse seine was 257 ton/year/unit. Thus bioeconomic analysis of pelagic fishes showed that MEY reached at 3,753.37 ton/year and optimum effort at 8,623 trip/year with total cost Rp 34,992,314,500 year and total revenue Rp 51,643,083,629. Management strategy for purse seine fishery in Aceh Besar district is the development of technology, human resource development and the role of institutions such as institutions laot commander.

(4)

AULIA PUTRA. Analisis Pengembangan Perikanan Purse Seine Kabupaten Aceh Besar. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM.

Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan sekitar 11.131 ton, terdiri dari ikan pelagis 2,0 ton/km2 dan ikan dimersal sebesar 3,2 ton/km2. Potensi yang telah dimanfaatkan 5.057,2 ton per tahun atau 45,43%, sehingga peluang untuk pengembangan perikanan laut sebanyak 6.074 ton atau 54,56% (DKP Aceh Besar 2010).

Dewasa ini pengembangan dan pengelolaan kapasitas penangkapan berikut metode pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang disusun oleh FAO (1995) mengajak seluruh negara untuk menghindari overfishing dan kelebihan kapasitas penangkapan ikan. Kelebihan kapasitas penangkapan dapat dikurangi pada level dimana keberlanjutan penangkapan ikan akan terjamin melalui metode pengukuran kapasitas penangkapan.

Menurut Lindebo (2003), kapasitas penangkapan adalah kemampuan suatu armada dalam melakukan penangkapan. Kemampuan ini didasarkan pada 1) banyaknya kapal nelayan dalam suatu armada, 2) ukuran setiap kapal, 3) efisiensi setiap kapal yang ditentukan oleh peralatan tehnis yang tersedia, 4) kemampuan nelayan dalam penangkapan, dan 5) waktu yang dibutuhkan. Menurut Kirkley and Squires (1998), kapasitas penangkapan dapat diukur, baik berdasarkan ketersediaan sumberdaya (stok) maupun tidak berdasarkan ketersedian. Kapasitas diukur berdasarkan ketersediaan stok, diartikan sebagai potensi maksimum output yang datanya dihasilkan melalui tingkat sumberdaya yang ada. Sebaliknya, kapasitas penangkapan diukur tidak berdasarkan ketersedian stok, diartikan sebagai output potensial yang dapat dihasilkan, dimana sumberdaya tidak menjadi kendala.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengukur kapasitas penangkapan purse seine di Kabupaten Aceh Besar, mengestimasi nilai maximum economi yield (MEY) ikan pelagis dan merumuskan strategi pengelolaan purse seine di Kabupaten Aceh Besar. Pengukuran kapasitas pemanfaatan (capacity utilization) dianalisis dengan menggunakan teknik data envelopment analysis (DEA) dengan menggunakan nilai tingkat efisiensi pemanfaatan kapasitas penangkapan yang dihitung berdasarkan bulan dengan menggunakan single output yaitu hasil total tangkapan mulai September 2009 s/d Agustus 2010. Sebagai DMU (Decision Making Unit) adalah Kapal (vessel). Input tetap (fixed input) terdiri dari gross tonnage (GT), house power (HP) dan panjang jaring (m). Input peubah (variable input) terdiri dari jumlah anak buah kapal (ABK), kekuatan lampu (watt), volume palkah (ton) dan jumlah trip.

(5)

total penerimaan (TR) sebesar Rp 51.643.083.629 per tahun dengan rente ekonomi yang diperoleh adalah sebesar Rp 16.650.769.129. Strategi pengelolaan untuk perikanan purse seine di Kabupaten Aceh Besar adalah pengembangan teknologi, peningkatan SDM dan peran lembaga terkait seperti lembaga panglima laot.

(6)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, tinjauan suatu maslah

b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

AULIA PUTRA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister sains pada

Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Nama : Aulia Putra

NIM : C452090031

Program Mayor : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Teknologi Dekan Sekolah Pascasarjana Perikanan Laut

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(10)

Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat yang diberikan sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul Analisis Pengembangan Perikanan Purse Seine Kabupaten Aceh Besar, merupakan karya tulis yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada yang telah mendorong, membantu dan membimbing penulis sejak awal hingga selesainya penyusunan Tesis. Penulis haturkan terima kasih dan penghargaan yang tulus, terutama kepada:

1. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku Ketua komisi pembimbing

2. Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si selaku Anggota komisi pembimbing

3. Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc selaku Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Laut.

4. Prof. Dr. John Haluan, M.Sc

5. Dr. Ir. Sugeng H. Wisudo, M.Si selaku penguji luar komisi 6. Teman-teman Mayor SPT dan Mayor TPT angkatan 2009 7. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Besar 8. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Secara khusus, penulis ingin sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayah (Alm) dan Bunda tercinta, Ayah dan Mama, Istri dan anakku tercinta (Nasywa) serta saudara-saudaraku tercinta yang dengan penuh kasih sayang dan kesabaran telah memberikan dorongan semangat.

Bogor, November 2011

(11)
(12)

Daerah penangkapan : Suatu kawasan perairan yang mengandung satu atau beberapa jenis species ikan yang dijadikan sebagai target tangkapan (Martasuganda 2004)

Gross tonnage (GT) : Volume total dari semua ruangan tertutup dalam kapal dikurangi dengan volume dari sejumlah ruangan–ruangan tertentu untuk keamanan kapal (Lindebo E 2003)

Ikan pelagis : Ikan yang hidup di kolom air bagian atas (Subani W et al. 1989)

Kapasitas penangkapan : Jumlah total maksimum ikan yang ditangkap pada suatu periode waktu tertentu (musim, tahun) oleh armada penangkapan ikan, jika seluruh unit penangkapan tersebut digunakan secara maksimal (FAO 1995)

Maximum sustainable yield : Hasil tangkapan terbanyak berimbang yang dapat dipertahankan sepanjang masa pada suatu intensitas penangkapan tertentu yang mengakibatkan biomas sediaan ikan pada akhir suatu periode tertentu sama dengan sediaan biomas pada permulaan periode tertentu tersebut (Hariati T 2006)

Open access : Suatu kondisi dimana siapa saja dapat berpartisipasi dalam melakukan penangkapan ikan tanpa harus memiliki sumberdaya perikanan tersebut (FAO 1995)

Overcapacity : Situasi dimana berlebihnya kapasitas input perikanan (armada perikanan) yang digunakan untuk menghasilkan output (hasil tangkapan) pada level tertentu (FAO 1995)

Overfishing : Suatu kondisi dimana jumlah ikan yang ditangkap melebihi jumlah ikan yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan dalam suatu daerah tertentu (Fauzi dan Anna 2005)

(13)

Nomor 45 tahun 2009)

Pengelolaan perikanan : Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati (UU Nomor 45 tahun 2009)

Perikanan : Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (UU Nomor 45 tahun 2009)

Purse seine : Jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi dengan cincin pada bagian bawahnya dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish) (Martasuganda et al. 2004)

Sumberdaya ikan : Potensi semua jenis ikan (UU Nomor 45 tahun 2009)

(14)

xvii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviiii

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Alat Tangkap Purse Seine ... 7

2.2 Deskripsi Hasil Tangkapan Utama ... 8

2.3 Konsep Analisis Kapasitas Penangkapan ... 12

2.4 Model Bioekonomi ... 13

2.5 Perumusan Strategi ... 17

3 METODE ... 21

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.2 Pengumpulan Data ... 21

3.3 Analisis Data ... 23

3.3.1 Pengukuran kapasitas pemanfaatan ... 23

3.3.2 Pendugaan parameter ekonomi ... 25

3.3.3 Perumusan Strategi ... 26

4 KEADAAN UMUM ... 29

4.1 Letak dan kondisi geografis ... 29

4.2 Produksi perikanan tangkap ... 29

4.3 Alat tangkap ... 31

4.4 Unit Penangkapan Ikan ... 32

(15)

xviii

4.6 Pangkalan Pendaratan Ikan ... 35

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

5.1 Pemanfaatan kapasitas penangkapan (fishing capasity) ... 37

5.2 Analisis bioekonomi perikanan purse seine ... 47

5.2.1 Biaya penangkapan ... 47

5.2.2 Harga ikan hasil tangkapan ... 48

5.2.3 Penerimaan Usaha ... 49

5.2.4 Optimasi bioekonomi perikanan purse seine ... 49

5.3 Analisis strategi pengelolaan purse seine ... 54

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

6.1 Kesimpulan ... 65

6.2 Saran ... 65

(16)

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran penelitian analisis kapasitas penangkapan pada

perikanan purse seine di Kabupaten Aceh Besar, Pemerintah Aceh ... 5

2 Alat tangkap purse seine pada saat dilingkarkan ... 8

3 Ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) ... 8

4 Ikan layang (Decapterus russelli) ... 9

5 Ikan selar (Selar crumenophthalmus) ... 10

6 Ikan tongkol (Euthynnus affinnis) ... 11

7 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis ... 11

8 Kurva keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer ... 16

9 Diagram analisis SWOT ... 17

10 Peta lokasi penelitian ... 21

11 Produksi ikan ekonomis penting di Kabupaten Aceh Besar ... 30

12 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Aceh Besar ... 31

13 Kapal purse seine Aceh Besar (Pukat Cincin) ... 32

14 Dinamika nilai CU September 2009-Agustus 2010 ... 37

15 Dinamika nilai VIU September 2009-Agustus 2010 ... 41

16 Perbandingan hasil tangkapan ikan pelagis tahun 2005-2010 ... 51

17 Perbandingan tingkat upaya penangkapan tahun 2005-2010 ... 52

18 Perbandingan rente ekonomi pemanfaatan ikan pelagis ... 53

(17)

xxi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Matrik IFAS ... 18

2 Data sekunder berdasarkan sumber dan informasi yang diperoleh ... 23

3 Matriks internal factors analysis summary (IFAS) ... 27

4 Matrik eksternal factors analysis summary (EFAS) ... 27

5 Matrik strengths, weakness, opportunity, and threats (SWOT) ... 28

6 Matrik internal eksternal (IE) ... 28

7 Rata-rata pengeluaran per trip unit penangkapan purse seine ... 48

8 Optimasi bioekonomi pemanfaatan ikan pelagis di Aceh Besar ... 50

9 Matrik internal factors analysis summary (IFAS) ... 58

10 Matrik eksternal factors analysis summary (EFAS) ... 58

(18)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Alat tangkap purse seine ... 71

2 Data input dan output armada purse seine September 2009 ... 72

3 Data input dan output armada purse seine Oktober 2009 ... 73

4 Data input dan output armada purse seine November 2009 ... 74

5 Data input dan output armada purse seine Desember 2009 ... 75

6 Data input dan output armada purse seine Januari 2010 ... 76

7 Data input dan output armada purse seine Februari 2010 ... 77

8 Data input dan output armada purse seine Maret 2010 ... 78

9 Data input dan output armada purse seine April 2010 ... 79

10 Data input dan output armada purse seine Mei 2010 ... 80

11 Data input dan output armada purse seine Juni 2010 ... 81

12 Data input dan output armada purse seine Juli 2010 ... 82

13 Data input dan output armada purse seine Agustus 2010 ... 83

14 Hasil perhitungan DEA single output (nilai CU dan VIU) September 2009 . 84 15 Hasil perhitungan DEA single output (nilai CU dan VIU) Oktober 2009 ... 85

16 Hasil perhitungan DEA single output (nilai CU dan VIU) November 2010 . 86 17 Hasil perhitungan DEA single output (nilai CU dan VIU) Desember 2010 .. 87

18 Hasil perhitungan DEA single output (nilai CU dan VIU) Januari 2010 ... 88

19 Hasil perhitungan DEA single output (nilai CU dan VIU) Februari 2010 ... 89

20 Hasil perhitungan DEA single output (nilai CU dan VIU) Maret 2010 ... 90

21 Hasil perhitungan DEA single output (nilai CU dan VIU) April 2010 ... 91

22 Hasil perhitungan DEA single output (nilai CU dan VIU) Mei 2010 ... 92

23 Hasil perhitungan DEA single output (nilai CU dan VIU) Juni 2010 ... 93

24 Hasil perhitungan DEA single output (nilai CU dan VIU) Juli 2010 ... 94

25 Hasil perhitungan DEA single output (nilai CU dan VIU) Agustus 2010 ... 95

26 Data produksi (Kg) dan upaya penangkapan (trip) 2005-2010 ... 96

27 Data regresi hasil standarisasi di Kabupaten Aceh Besar ... 98

28 Harga rata-rata hasil tangkapan purse seine ... 99

(19)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh

yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan

sebesar 11.131 ton terdiri dari ikan pelagis 2,0 ton/km2 dan ikan demersal sebesar

3,2 ton/km2. Potensi ikan yang telah dimanfaatkan sekitar 5.057,2 ton per tahun

(45,43%), sehingga Kabupaten Aceh Besar mempunyai peluang untuk

pengembangan perikanan laut sebanyak 6.074 ton (54,56%) (DKP Aceh Besar

2010).

Berdasarkan data statistik perikanan Kabupaten Aceh Besar selama tahun

2005 sampai dengan 2010, pemanfaatan ikan pelagis di daerah ini dilakukan

dengan berbagai alat tangkap, salah satunya adalah dengan pukat langgar (purse

seine). Pengembangan purse seine bisa diusahakan dengan bantuan dari

pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pusat sehingga usaha ini akan lebih

berkembang lagi.

Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metode

pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan

yang berkelanjutan. The Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang

disusun oleh FAO (1995) menghimbau seluruh negara untuk menghindari

overfishing dan kelebihan kapasitas penangkapan ikan dengan menerapkan metode pengukuran kapasitas penangkapan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi

kelebihan kapasitas penangkapan pada tingkat dimana keberlanjutan kegiatan

penangkapan ikan akan terjamin.

Kapasitas penangkapan (fishing capacity) diartikan sebagai kemampuan

input perikanan (unit kapal) yang digunakan dalam memproduksi output (hasil tangkapan), yang diukur dengan unit penangkapan atau produksi alat tangkap lain.

Kemampuan ini bergantung pada volume stok sumberdaya ikan yang ditangkap

(baik musiman maupun tahunan) dan kemampuan alat tangkap itu sendiri.

Berdasarkan pengertian tersebut, overcapacity diterjemahkan sebagai situasi

dimana berlebihnya kapasitas input perikanan (armada penangkapan ikan) yang

(20)

level tertentu (FAO 1998). Overcapacity yang berlangsung terus-menerus pada

akhirnya akan menyebabkan overfishing, yaitu kondisi dimana output perikanan

(hasil tangkapan ikan) melebihi batas maksimumnya.

Teknik DEA telah diterapkan oleh Fauzi dan Anna (2005) untuk

menganalisis konsep kebijakan berbasis kapasitas penangkapan. Hasil yang

diperoleh menyatakan bahwa kelebihan kapasitas penangkapan memang terjadi di

Indonesia dan menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan.

Yustom (2009) melakukan penelitian tentang analisis kapasitas

penangkapan dengan menggunakan tehnik DEA di perairan pesisir timur Provinsi

Aceh. Tingkat hasilnya menyatakan pemanfaatan kapasitas penangkapan

menunjukkan adanya kelebihan kapasitas penangkapan pada kapal yang

berukuran 15-29 GT, sehingga sebaiknya dikurangi secara bertahap hingga

mencapai jumlah optimumnya. Sedangkan armada purse seine berukuran 30-45

GT diarahkan untuk beroperasi di laut dalam (samudera).

Desniarti (2007) melakukan penelitian di perairan pesisir Sumatera Barat

dengan menggunakan tehnik DEA untuk menganalisis kapasitas penangkapan

ikan pelagis. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa tingkat efisiensi

perikanan tangkap dari waktu ke waktu mengalami penurunan.

1.2 Perumusan Masalah

Kabupaten Aceh Besar memiliki wilayah perairan yang berhubungan

langsung dengan Selat Malaka. Perikanan purse seine di Kabupaten Aceh Besar

menunjukkan perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun. Adanya pengelolaan

yang seksama agar produktivitas optimum dapat terjaga. Disisi lain, sumberdaya

yang cukup melimpah tidak mempunyai nilai ekonomi bila tidak dikelola secara

sistematis sehingga memberikan manfaat secara berkelanjutan.

Besarnya potensi perikanan dan kelautan serta mulai terbatasnya

sumberdaya di darat, menjadikan laut sebagai pencaharian berikutnya (the next

forienter in the world). Hal ini memberikan beban yang semakin tinggi terhadap ekosistem lingkungan laut, sehingga menyebabkan laut dan sumberdaya yang ada

perlu mendapat perhatian yang komprehensif, serius dan terarah, serta

terintergrasi dalam pengelolaannya, agar sumberdaya alam dan lingkungan laut

(21)

Kabupaten Aceh Besar perlu merumuskan kebijakan dan perencanaan yang

tepat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan dengan

mempertimbangkan aspek ekonomi agar pengelolaannya lebih optimal. Berbagai

kendala yang dihadapi dalam pembangunan perikanan dan pengembangannya,

menjadi tantangan tersendiri dan modal utama dalam pengembangan dan

pembangunan perikanan purse seine secara optimal dan berkelanjutan.

Kompleksnya permasalahan dan saling keterkaitan ekosistem yang begitu

kuat menyebabkan sulitnya penilaian sumberdaya secara tepat dan benar,

sehingga menyebabkan sulitnya melakukan pengembangan yang berkelanjutan

dengan keterbatasan sumberdaya. Oleh karena itu pengkajian kapasitas

penangkapan yang optimal secara ekonomi dan merumuskan strategi pengelolaan

perikanan purse seine secara optimal dan berkelanjutan penting untuk dilakukan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan

pengelolaan sumberdaya ikan pelagis secara berkelanjutan di Perairan Kabupaten

Aceh Besar:

1) Belum diketahuinya kapasitas penangkapan purse seine yang optimal di

Perairan Aceh Besar

2) Berapa besar tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap pelagis

(maximum economic yield) yang menjadi target penangkapan dengan purse

seine di perairan Aceh Besar.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjawab semua permasalahan yang telah

dirumuskan. Penelitian ini bertujuan untuk:

1) Menghitung kapasitas penangkapan purse seine di perairan Kabupaten Aceh

Besar

2) Mengestimasi tingkat maximum economy yield (MEY) ikan pelagis di perairan

Kabupaten Aceh Besar

(22)

1.4 Manfaat Penelitian

1) Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan

sumberdaya ikan di Kabupaten Aceh Besar, terutama terhadap alat tangkap

purse seine

2) Sebagai bahan informasi untuk pengembangan ilmu dan pengetahuan bidang

perikanan

3) Sebagai acuan dan bahan informasi untuk penelitian lebih mendalam tentang

perikanan ikan pelagis

1.5 Kerangka Pemikiran

Operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine merupakan salah

satu metode pemanfaatan ikan-ikan pelagis. Upaya pemanfaatan ini diharapkan

memberikan hasil optimal, sehingga dapat mengoptimalkan pendapatan nelayan

dan pemenuhan konsumsi masyarakat. Analisis terhadap sumberdaya ikan dan

armada penangkapan dalam rangka pencapaian upaya pemanfaatan yang optimal

perlu dilakukan.

Penentuan tingkat ekploitasi ikan pelagis yang menjadi target penangkapan

purse seine perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah optimum sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dan jumlah upaya optimum yang digunakan. Hasilnya

menjadi penilaian tingkat efektifitas alat tangkap dan sebagai penilaian tingkat

pemanfaatan sumberdaya. Tingkat pemanfaatan kapasitas dari alat tangkap purse

seine yang dikaji, dianalisis berdasarkan bulan dengan menggunakan metode data envelopment analysis (DEA). Pendugaan parameter ekonomi dianalisis dengan mengestiminasi tingkat maximum economy yield (MEY) ikan pelagis. Sedangkan

pengelolaan purse seine di analisis dengan menggunakan SWOT.

Analisis-analisis tersebut dapat menjadi acuan untuk merumuskan strategi

pengelolaan perikanan purse seine di Kabupaten Aceh Besar yang tepat dalam

rangka pengelolaan dan pengembangan usaha perikanan yang bertanggungjawab

dan lestari, sehingga nelayan dapat mengoptimalkan pendapatannya dari

sumberdaya yang dimanfaatkan. Gambar 1 menunjukkan kerangka pemikiran

(23)

Deskripsi perikanan purse seine

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. Fix input :

• Bobot kapal (GT)

• Kekuatan mesin (PK)

• Panjang jaring ((m)

•Hasil tangkapan (kg/thn)

•Harga Ikan (kg/rp) Variable input :

• Jumlah ABK

• Palka (m2)

• Jumlah trip/bln

• Lampu (watt)

Pengukuran kapasitas penangkapan purse seine

Estimasi MEY ikan pelagis

Pemanfaatan kapasitas penangkapan

Pendugaan parameter ekonomi

Pengelolaan Perikanan purse seine Aceh Besar

Mulai

(24)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Tangkap Purse Seine

Purse seine juga disebut sebagai jaring kantong karena jaring tersebut waktu dioperasikan menyerupai kantong. Selain itu, purse seine juga disebut ring kolor,

karena pada bagian bawah jaring dilengkapi dengan tali kolor yang berguna untuk

menyatukan bagian bawah jaring sewaktu dioperasikan dengan cara menarik tali

kolor tersebut (Sadhori 1985). Selain itu, jaring purse seine disebut sebagai

surrounding net karena metode pengoperasiannnya mengelilingi kelompok ikan pada saat menangkat ikan (Brandt 1984).

Berdasarkan standar klasifikasi alat penangkap perikanan laut, purse seine

termasuk dalam klasifikasi pukat cincin. Brandt (1984) menyatakan bahwa purse

seine merupakan alat tangkap yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis di sekitar permukaan air. Alat tangkap purse seine dibuat dengan dinding

jaring yang panjang, panjang jaring bagian bawah sama atau lebih panjang dari

bagian atas. Bentuk konstruksi jaring seperti ini, tidak ada kantong yang

berbentuk permanen pada jaring purse seine. Karakteristik jaring purse seine

terletak pada cincin yang terdapat pada bagian bawah jaring.

Menurut Baskoro (2002) alat tangkap purse seine dioperasikan dengan cara

melingkari gerombolan ikan baik dengan menggunakan satu kapal ataupun dua

unit kapal. Setelah gerombolan ikan terkurung, kemudian bagian bawah jaring

dikerutkan hingga tertutup dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang

bagian bawah melalui cincin. Alat penangkapan ini ditujukan untuk menangkap

gerombolan ikan permukaan (pelagis fish)

Tujuan penangkapan purse seine adalah schooling ikan, yang artinya bahwa ikan yang akan ditangkap tersebut biasanya hidup bergerombol (schooling),

berada dekat permukaan air (sea surface) dan diharapkan dalam suatu densitas

schoolling yang besar. Jika ikan belum terkumpul dalam suatu area penangkapan (catchable area), atau berada diluar kemampuan perangkap jaring, maka harus diusahakan agar ikan berkumpul ke suatu area penangkapan. Hal ini ditempuh

misalnya dengan penggunaan cahaya dan rumpon (Ayodhyoa 1981). Gambar 2

(25)

(Sumber: DKP Aceh Besar 2010)

Gambar 2 Alat Tangkap saat dioperasikan.

2.2 Deskripsi Hasil Tangkapan 2.2.1 Ikan kembung

Secara umum ikan kembung memiliki bentuk badan langsing gepeng.

Tubuh dan pipinya ditutupi oleh sisik-sisik kecil, bagian dada agak lebih besar

dari bagian lainnya. Mata mempunyai kelopak yang berlemak, gigi yang kecil

terletak ditulang rahang. Mempunyai 2 buah sirip punggung, sirip punggung

pertama berjari-jari keras, sedang sirip punggung kedua berjari-jari lemah serta

dubur tidak mempunyai jari-jari keras.

Daerah penyebaran ikan kembung, hampir terdapat diseluruh perairan

Indonesia dengan konsentrasi terbesar di Kalimantan Barat, Kalimanta selatan,

Laut Jawa, Selat Malaka dan Sulawesi Selatan. Ikan kembung biasanya tertangkap

dengan alat tangkap purse seine, jaring insang lingkar, jala lompo dan sejenis

sero. Gambar 3 menunjukan morfologi ikan kembung.

(sumber: http://www.fishbase.org)

(26)

2.2.2 Ikan layang

Ikan layang (Decapterus russelli) hidup di perairan lepas pantai, kadar garam tinggi, membentuk gerombolan besar. Termasuk ikan pemakan plankton

(invertebrata) dengan ukuran mencapai panjang 30 cm umumnya 20–25 cm.

Warna biru kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah.

Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau pucat. Satu totol hitam terdapat pada tepian atas

penutup insang, Sirip ekor berwarna kuning kehitaman, sedang sirip lainnya

berwarna putih kehitaman. (Saanin H. 1984).

Tubuh memanjang dan ramping; sirip punggung pendek, tidak sampai

melebihi garis vertical dari ujung posterior duri-duri perut. Sisik berbentuk kurva,

tidak mempunyai gigi pada rahang atas, membran subspesifik rahang atas

berwarna putih, ujung rahang atas berbentuk lurus dan jaringan adipose mata

berkembang dengan baik. Ikan layang hidup pada perairan dengan variasi

salinitas yang sempit (stenohaline) dengan salinitas berkisar 31-33 ppt. Makanan

utamanya adalah zooplankton, meskupin terkadang ikan kecil seperti teri dan

japuh (Nontji 1993). Ikan ini ditangkap dengan menggunakan payang, purse

seine, pukat langgar dan pukat banting. Gambar 4 menunjukkan morfologi ikan layang.

(sumber: http://www.fishbase.org)

Gambar 4 Ikan layang (Decapterus ruselli).

2.2.3 Ikan selar

Jenis ikan selar merupakan ikan ekonomi penting. Ciri morfologi ikan selar

yakni memiliki bentuk badan agak pipih dan memanjang, kelopak mata berlemak

berkembang dengan baik, sirip punggung dan sirip dubur tanpa sirip tambahan

yang terlepas. Ciri khas dari ikan ini adalah garis pewarnaan yang berwarna

(27)

otak ikan ini terdapat tulang otholit yang mampu merekam segala aktivitas

kejadian yang dialami oleh ikan ini semasa hidupnya.

Jenis ikan selar memiliki ukuran panjang rata-rata sekitar 10-20 cm. Jenis

ikan ini memakan ikan-ikan kecil dan udang kecil. Hidup secara bergerombol

disekitar pantai dangkal hingga kedalaman 80 m. Daerah penyebarannya hampir

ditemukan di daerah pantai seluruh Indonesia. Ikan selar dapat ditangkap dengan

menggunakan jaring insang, payang dan purse seine. Gambar 5 menunjukkan

morfologi ikan selar.

(sumber: http://www.fishbase.org)

Gambar 5 Ikan selar (Selar crumenophthalmus).

2.2.4 Ikan tongkol

Ikan tongkol termasuk jenis tuna kecil (kate). Bentuk badan ikan tongkol

seperti torpedo (fusi form), bulat, memanjang seperti cerutu. Badan tongkol tanpa

bersisik kecuali pada bagian korselet yang tumbuh sempurna dan mengecil pada

bagian belakang. Bagian punggung berwarna kelam, sedangkan bagian sisi dan

perut berwarna keperak-perakan. Terdapat garis-garis miring yang berwarna

kehitam-hitaman di bagian punggung (Cuvier 1833). Sirip punggung pertama

mempunyai jari-jari keras 15 buah. Sirip punggung kedua lebih kecil dan lebih

pendek dari sirip punggung pertama.

Tongkol termasuk ikan jenis buas, predator, hidup dekat pantai, lepas pantai

dan bergerombol besar. Tongkol tergolong ikan epipelagik dengan kisaran

temperature yang disenangin antara 18-19o C (Nontji 1993)

Ikan tongkol (Euthynnus affinnis) mempunyai sirip punggung pertama dan

kedua. Sirip punggung pertama dan kedua pada ikan tongkol saling berdekatan,

kurang lebih sama dengan diameter mata dan pada bagian bawah korselet terdapat

(28)

penyebaran ikan tongkol hampir diseluruh perairan Indonesia. Gambar 6

menunjukkan morfologi ikan tongkol (Euthynnus affinnis).

(sumber: http://www.fishbase.org)

Gambar 6 Ikan tongkol (Euthynnus affinnis).

2.2.5 Ikan cakalang

Ikan cakalang mempunyai dua sirip punggung yang terpisah dengan bentuk

tubuh berbentuk torpedo (fusiform), memanjang dan bulat, memiliki tapis insang

(gill raker) 53–62 buah. Sirip dada pendek dan sirip perut diikuti oleh 7–9 finlet.

Terdapat rigi-rigi yang kecil pada masing-masing sisi dari sirip ekor. Bagian

punggung berwarna biru agak violet hingga dada, sedangkan perut berwarna

keputihan hingga kuning muda dan terdapat 4–9 garis berwarna hitam yang

memanjang pada bagian samping badan (Saanin H. 1984). Penangkapan ikan

cakalang dengan menggunakan alat tangkap purse seine, payang, gillnet dan long

line. Gambar 7 menunjukkan morfologi ikan cakalang (Katsuwonous pelamis).

(sumber: http://www.fishbase.org)

(29)

2.3 Konsep Kapasitas Penangkapan

Kapasitas penangkapan adalah kemampuan suatu kapal atau armada dalam

melakukan penangkapan ikan. Kemampuan ini didasarkan pada: 1) banyaknya

nelayan dalam suatu armada, 2) ukuran setiap kapal, 3) efisiensi setiap kapal yang

ditentukan oleh peralatan teknis yang tersedia, dan kemampuan nelayan dalam

penangkapan, dan 4) waktu yang dibutuhkan dalam penangkapan (Vestergaard et

al. 2002). Kapital merupakan fungsi dari spesifikasi kapal, alat tangkap sedangkan sumberdaya manusia dapat berupa jumlah awak kapal, kemampuan/skill.

Keseluruhan kapital dan sumberdaya manusia itu merupakan manifestasi dari

upaya (effort), yang biasanya diukur dari jumlah melaut (trip) atau jumlah hari

melaut (day fished). Dengan demikian konsep kapasitas penangkapan ini dapat

juga disebut sebagai tingkat upaya yang memungkinkan (available fishing effort),

kapasitas upaya, kapasitas tangkap, upaya potensial maksimum, dan kapasitas

potensial perikanan (Kirkley and Squires 1998).

Menurut FAO (1995), kapasitas penangkapan adalah jumlah total

maksimum ikan yang ditangkap pada suatu periode waktu tertentu (tahun, musim)

oleh armada penangkapan ikan, jika seluruh unit penangkapan tersebut digunakan

secara maksimal yang menghasilkan biomass dan struktur umur ikan dengan

kemampuan teknologi. Definisi umum dari kapasitas penangkapan adalah

kemampuan kapal atau armada penangkapan untuk menangkap ikan (Reid 2003).

Kapasitas penangkapan adalah kemampuan suatu kapal atau armada kapal

untuk menangkap ikan. Kapasitas penangkapan dapat dinyatakan lebih spesifik

sebagai sejumlah maksimum ikan selama kurun waktu tertentu (tahun atau

musim) yang dapat dihasilkan oleh armada kapal jika digunakan penuh,

berdasarkan biomasa dan struktur umur yang ada serta kondisi teknologi yang

diterapkan (Pascoe 2003)

Berdasarkan perspektif teknologi, kapasitas diartikan sebagai seberapa besar

jumlah ikan yang dapat ditangkap dengan sejumlah input tertentu (aktivitas

armada dan stok ikan itu sendiri). Sedangkan menurut perspektif ekonomi,

kapasitas penangkapan pada dasarnya merupakan fungsi dari input dan output.

(30)

waktu dengan lahan dan peralatan yang ada, dimana keberadaan dari berbagai

faktor produksi variabel tidak dibatasi.

Kapasitas penangkapan dapat diukur, baik berdasarkan ketersediaan

sumberdaya (stok) maupun tidak berdasarkan ketersedian (Kirkley and Squires

1999). Kapasitas penangkapan yang diukur berdasarkan ketersediaan stok,

diartikan sebagai potensi maksimum output yang datanya dihasilkan melalui

tingkat sumberdaya yang ada. Sebaliknya, kapasitas penangkapan diukur tidak

berdasarkan ketersedian stok, diartikan sebagai output potensial yang dapat

dihasilkan, dimana sumberdaya tidak menjadi kendala. Memasukkan ketersediaan

sumberdaya dalam pengukuran kapasitas penangkapan dapat menentukan apakah

ketersediaan stok akan membatasi produksi hasil tangkap, namun khususnya bagi

assesment perikanan di negara berkembang, hal ini sulit dilakukan, mengingat jarangnya data ketersediaan stok.

2.4 Model Bioekonomi

Sumberdaya perikanan tangkap merupakan sumberdaya yang open access,

artinya setiap orang dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu wilayah

perairan tanpa adanya pembatasan. Kecenderungan ini menyebabkan tingkat

upaya tangkap ikan meningkat hingga tercapai keseimbangan dimana tidak lagi

diperoleh keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut (Gordon 1954).

Dengan perkataan lain dapat dikondisikan daerah tersebut telah mengalami

overfishing.

Menurut Clark (1985) untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya

ikan di suatu wilayah perairan, maka konsep yang harus dikembangkan adalah

konsep kepemilikan tunggal (single owner concept) yang menganggap stok

sumberdaya perikanan di suatu wilayah perairan sebagai aset pemerintah daerah.

Pemerintah daerah mempunyai tujuan untuk memaksimumkan keuntungan dari

pemanfaatan sumberdaya ikan jangka panjang.

Titik pada saat keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan sama

dengan nol (n=0) disebut titik open access equilibrium (keseimbangan ekonomi).

Model bio-ekonomi merupakan hasil penggabungan dari model biologi dan

(31)

biologi Schaefer (1954) dan model ekonomi dari Gordon (1954). Persamaan

tersebut dinamakan model Gordon-Schaefer. Asumsi dasar yang digunakan dalam

model ini adalah permintaan ikan hasil tangkapan dan penawaran upaya

penangkapan adalah elastik sempurna (Gordon 1954 diacu dalam Wiyono 2001).

Harga ikan (p) dan biaya marginal upaya penangkapan masing-masing

mencerminkan manfaat marginal dari hasil tangkapan bagi masyarakat dan biaya

sosial marginal upaya penangkapan.

Menurut Schaefer (1954) yang diacu dalam Fauzi (2004) perubahan

cadangan sumberdaya ikan secara alami dipengaruhi oleh pertumbuhan logistik

ikan, yang secara matematis dapat dinyatakan dalam sebuah fungsi sebagai

berikut:

dx/dt = f (x)

dx/dt = xr (1-x/k) ………. (1)

Keterangan:

x = ukuran kelimpahan biomas ikan k = daya dukung alam

r = laju pertumbuhan instrinsik f (x) = fungsi pertumbuhan biomas ikan dx/dt = laju pertumbuhan biomas

Apabila sumberdaya tersebut dimanfaatkan melalui kegiatan penangkapan,

maka ukuran kelimpahan akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut

merupakan selisih antar laju pertumbuhan biomas dengan jumlah biomas yang

ditangkap, sehingga secara hubungan fungsional, dinyatakan sebagai berikut

(Schaefer 1954 diacu dalam Fauzi 2004):

dx/dt = f(x)-h ……….. (2)

keterangan:

h = hasil tangkapan

dan hasil tangkapan dapat, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut;

h = q.E.x ……… (3)

keterangan:

(32)

Pada kondisi keseimbangan, perubahana kelimpahan sama dengan nol

(dx/dt = 0), dengan asumsi koefisien teknologi sama dengan satu (q=1) maka

diperoleh hubungan antara laju pertumbuhan biomassa dengan hasil tangkapan.

Hubungan tersebut secara matematis dinyatakan dengan menggabungkan

persamaan (1) dengan persamaaan (3), sehingga diperoleh persamaan baru

sebagai berikut:

dx/dt = f(X) – h = 0 h = f(x)

q.E.z = rx (1-x/k) ………. (4)

sehingga hubungan antara ukuran kelimpahan (stok) dengan tingkat upaya dapat

dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

x = k-k / rE ……….... (5)

Persamaan (5) ke dalam persamaan (3), maka diperoleh fungsi produksi

lestari perikanan tangkap yang menggambarkan hubungan antar tingkat upaya

(effort) dengan hasil tangkapan (produksi) lestarinya, sehingga secara matematis

persamaan menjadi:

h = k.E-(k/r)E2 ……….. (6)

Dengan memasukkan faktor harga per satuan hasil tangkap dan biaya per

satuan upaya penangkapan, maka persamaan keuntungan dari usaha pemanfaatan

sumberdaya perikanan menjadi:

π = TR – TC ………. (7) π = p.h – c.E ……… (8)

keterangan:

π = keuntungan pemanfaatan sumberdaya p = harga rata-rata hasil tangkapan

c = biaya penangkapan ikan per satuan upaya TR = penerimaaan total

TC = biaya total penangkapan ikan.

Dalam kondisi open access, tingkat keseimbangan akan tercapai pada saat penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC), dengan tingkat upaya = EoA

(Gambar 8), yang menurut Gordon disebut juga sebagai “bioeconomic equilibrium

of open access fishery”. Pada tingkat upaya di bawah EoA, penerimaan total hasil

(33)

tertarik untuk meningkatkan upaya penangkapan ikannya. Pada tingkat upaya di

atas EoA biaya total lebih besar dari penerimaan total, sehingga mendorong pelaku

perikanan untuk mengurangi upaya, dengan demikian hanya pada tingkat upaya

EoA, keseimbangan akan tercapai.

[image:33.595.71.489.67.649.2]

Gambar 8 Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer (Fauzi 2000).

Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa keuntungan maksimum akan dicapai

pada tingkat upaya EMEY, dimana jarak vertikal antara penerimaaan total dan biaya

total mencapai tingkat yang paling tinggi. Tingkat EMEYdisebut sebagai Maximum

Economy Sustainble Yield (MEY). Apabila tingkat upaya pada keseimbangan open

access (EOA) dibandingkan dengan tingkat upaya pada saat MEY (EMEY), ternyata

tingkat upaya yang dibutuhkan pada keseimbangan open access, jauh lebih

banyak dari pada tingkat upaya pada saat MEY, ini berarti bahwa pada MR

AR

c=MC=AC

Effort Revenue/cost

0 EMEY EOA

Revenue/Cost

MEY MSY

EMEY EMSY EOA

Effort TR = p.h

(34)

keseimbangan open access telah terjadi penggunaan sumberdaya yang berlebihan,

yang menurut Gordon disebut sebagai economic overfishing.

2.5 Perumusan Strategi

Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan sumberdaya

perikanan adalah analisis SWOT, karena memiliki kelebihan yang sederhana

fleksibel, menyeluruh, menyatukan dan berkolaborasi. Berdasarkan analisis ini

dapat diketahui keterkaitan antara faktor internal dengan faktor eksternal,

sehingga dapat menghasilkan kemungkinan alternatif strategis (Rangkuti 2005).

SWOT merupakan perpaduan faktor-faktor kekuatan (strengths), kelemahan

(weaknesses), peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Gambar 9

menunjukkan diagram analisis SWOT.

3. Mendukung strategi turn around 1. Mendukung strategi agresif

4. mendukung strategi defensive 2. Mendukung strategi diversifikasi

[image:34.595.111.516.69.608.2]

Sumber: Rangkuti 2005

Gambar 9 Diagram Analisis SWOT.

Keterangan dari masing-masing kuadran dalam gambar menurut Rangkuti

(2005) adalah sebagai berikut:

Kuadran 1 : Merupakan situasi menguntungkan. Perusahaan memiliki peluang

dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada.

Strategi yang diterapkan di situasi ini adalah kebijakan

pertumbuhan.

Kuadran 2 : Meskipun ada ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan

dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah

menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka

panjang dengan cara strategi deversifikasi (produk pasar). PELUANG

KEKUATAN KELEMAHAN

(35)

Kuadran 3 : Kuadran ini perusahaan mempunyai peluang dalam melaksanakan

kebijakan, tetapi terdapat kelemahan-kelemahan yang harus

dikurangi.

Kuadran 4 : Merupakan situasi tidak menguntungkan karena dalam

menentukan dan melaksanakan suatu program terdapat berbagai

kelemahan internal dan ancaman dari eksternal.

Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan

Kekuatan (Strengths) dan Peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat

meminimalkan Kelemahan (Weaknesses) dan Ancaman (Threats). Apabila

diterapkan secara tepat, asumsi sederhana ini mempunyai implikasi yang

berpengaruh untuk merancang suatu strategi yang berhasil. Tabel 1 menunjukkan

[image:35.595.59.484.39.812.2]

matrik IFAS .

Tabel 1 Matrik IFAS

Faktor Internal Bobot Rating Bobot * Rating

1. Kekuatan

……….

2. Kelemahan

……….

Total 1,0

Langkah-langkah pembuatan matriks IFAS adalah sebagai berikut (1)

pengisian faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan pada IFAS serta

peluang dan ancaman pada EFAS; (2) pembobotan pada kolom 2 antara 0-1, nilai

1,0 untuk faktor yang dianggap sangat penting dan 0,0 untuk faktor yang dianggap

tidak penting; (3) pemberian nilai rating pada kolom 3. Rating adalah pengaruh

yang diberikan faktor, nilai 1 untuk pengaruh yang sangat kecil dan nilai 4 untuk

pengaruh yang sangat besar; (4) kolom 4 adalah hasil perkalian bobot dan rating;

(5) menjumlah total skor yang didapatkan dari kolom 4. Nilai total menunjukkan

reaksi organisasi terhadap faktor internal dan eksternal. Nilai 1,00-1,99

menunjukkan posisi internal atau eksternalnya rendah, nilai 2,00-2,99

menunjukkan posisi internal atau eksternalnya rata-rata, sedangkan nilai 3,00-4,00

(36)

Matrik internal eksternal (IE) dikembangkan dari model general electric

(GE-Model). Parameter yang digunakan meliputi parameter kekuatan internal

perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Tujuan pengunaan model ini

adalah untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat korporat yang lebih detail.

Strategi korporat mengidentifikasi 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada

prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama,

yaitu:

1) Gwowth strategi yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1,2 dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8). Didesain untuk mencapai

pertumbuhan, baik dalam penjualan, asset, profit atau kombinasi ketiganya.

Hal ini dapat dicapai dengan cara menurunkan harga, mengembangkan

produk baru, menambah kualitas produk atau jasa dan meningkatkan akses ke

pasar yang lebih luas.

2) Stability strategi adalah strategi yang ditetapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan.

3) Retrenchment strategi (sel 3,6, dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan.

Menurut David (2006), Matriks IE dibagi menjadi tiga bagian utama yang

mempunyai dampak strategi yang berbeda, yaitu:

1) Divisi yang masuk dalam sel I, II dan IV merupakan kondisi tumbuh dan

membangun. Strategi yang digunakan adalah strategi intensif (penetrasi pasar,

pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau strategi integratif

(intregasi ke depan, intregasi ke belakang dan integrasi horizontal).

2) Divisi yang masuk dalam sel III, V dan VII merupakan strategi pertahanan

dan pelihara. Strategi yang banyak digunakan adalah penetrasi pasar dalam

pengembangan pasar.

3) Divisi yang masuk dalam sel VI, VIII dan IX merupakan kondisi yang tidak

menguntungkan. Strategi yang digunkan adalah strategi defensif (divestasi

(37)

3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Lambada

Lhok Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, Pemerintah Aceh.

Penelitian dilaksanakan selama empat bulan yaitu bulan Agustus sampai dengan

[image:37.595.106.508.88.800.2]

November 2010. Gambar 10 menunjukkan lokasi penelitian.

Gambar 10 Lokasi penelitian.

3.2 Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survey. Pengumpulan data

dilakukan melalui wawancara dan observasi lapangan dengan teknik purposive

sampling.

Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder.

1) Data primer

Pengumpulan data primer didapatkan dengan cara wawancara terstruktur

kepada pelaku perikanan tangkap (stakeholder) berdasarkan panduan kuisioner

dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data yang dikumpulkan:

1) jumlah dan jenis alat tangkap, 2) jumlah dan jenis ikan pelagis, 3) ukuran kapal

Peta Sebaran Kawasan Perikanan Tangkap

(38)

dan alat tangkap purse seine, 4) aktivitas penangkapan, 5) data biaya operasional

penangkapan dan 6) data harga ikan per kilogram dan total penghasilan per trip.

Responden yang dituju adalah pemilik unit penangkapan purse seine (pukat

langgar) sebanyak 10 responden, pedagang pengumpul (toke bangku) sebanyak 5

orang, nelayan purse seine sebanyak 50 responden, Pegawai Kantor UPTD

Penangkapan TPI Lambada Lhok dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Aceh Besar sebanyak 7 responden.

Data aktivitas penangkapan ikan juga akan dilakukan dengan wawancara

langsung dengan nelayan/pawang purse seine. Data alat tangkap akan

dikumpulkan melalui wawancara dengan nelayan dan pengamatan langsung

terhadap ukuran (panjang dan lebar) dan bahan alat tangkap purse seine termasuk

bagian-bagiannya pada saat nelayan melakukan perbaikan alat tangkap di darat.

Data yang dikumpulkan untuk analisis kapasitas penangkapan purse seine

yaitu: data fisik sejumlah armada purse seine (gross tonnage/GT dan kekuatan mesin), data aktivitas penangkapan (daerah penangkapan, lama trip, jumlah trip

perbulan), data alat tangkap (panjang dan lebar jaring) dan data produksi hasil

tangkapan (jumlah dan jenis ikan).

Wawancara langsung dengan nelayan (pawang) dan pengamatan terhadap

jumlah dan jenis ikan hasil tangkapan saat pendaratan ikan di TPI dilakukan untuk

menambah keakuratan data tersebut di atas.

2) Data sekunder

Data sekunder diambil dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh

Besar meliputi jumlah unit armada penangkap ikan, jumlah nelayan. Pendataan

jumlah armada kapal purse seine yang ada di Kabupaten Aceh Besar. Data yang

harus dikumpulkan untuk pendataan antara lain data fisik kapal, data aktivitas

penangkapan dan data alat tangkap.

Data yang dikumpulkan untuk mengestimasi Maximum Economic Yield

(MEY) yaitu: biaya operasi penangkapan, harga ikan, dan komposisi produksi

ikan hasil tangkapan purse seine (tahun 2005–2010). Data tersebut diperoleh

melalui penelusuran pustaka dan studi literatur pada instansi terkait, baik di

Kabupaten Aceh Besar maupun di Pemerintah Aceh. Tabel 2 menunjukkan data

(39)
[image:39.595.101.507.58.812.2]

Tabel 2 Data sekunder berdasarkan sumber dan informasi yang diperoleh

No Sumber Data Keterangan

1. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Besar.

a. Hasil tangkapan, nilai produksi,dan jenis ikan

b. Rencana strategis DKP Kabupaten Aceh Besar

c. Jumlah dan jenis unit penangkapan.

2. Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Besar.

a. Keadaan umum daerah penelitian

b. Letak geografis daerah penelitian

c. Jumlah penduduk dan

d. Keadaan perikanan secara umum.

3.3 Analisis Data

3.3.1 Pengukuran kapasitas pemanfaatan

Pengukuran kapasitas pemanfaatan (capacity utilization) dianalisis dengan

menggunakan teknik data envelopment analysis (DEA), analisis data

menggunakan software AB.QM version 3.0, yang dilanjutkan menggunakan program microsoft excel version 2007. Dalam analisis tersebut menggunakan

model panel data dengan multi input (terdiri dari input tetap (fixed input) dan

input berubah (variable input)), single output (total tangkapan). Input tetap terdiri dari 1) volume kapal (GT), 2) mesin utama (PK), 3) panjang jaring (m). Variable

input terdiri dari: 1) ABK (orang), 2) lampu (watt), 3) palkah (m3), dan 4) trip total.

Langkah pertama tentukan vektor output sebagai u dan vektor input sebagai

x. Ada m outputs, n inputs dan j unit penangkapan ikan atau pengamatan. Input

dibagi menjadi fixed input (xf) dan variable input (xv.). Kapasitas output dan nilai

pemanfaatan sempurna dari input, selanjutnya dihitung dengan menggunakan

(40)

λ θ, ,

θ

1 z

Max

subject to

= ≤ J j jm j

jm z u

u

1

1 ,

θ (output dibandingkan DMU)

, 1 jn J j jn

jx x

z

= j x n

= = J j jn jn jn

jx x

z 1

,

λ nxv

, 0 ≥

j

z j=1,2,...,J,

, 0 ≥

jn

λ n = 1,2,....,N,

Keterangan:

1

θ

= nilai pengukuran untuk setiap observasi (> 1)

uj = output untuk tahun ke-j yaitu 1 output (hasil tangkapan)

xjn = input ke-n yang digunakan, terdiri dari 1 input tetap (jumlah upaya

masing-masing alat tangkap)

j

λ

= tingkat penggunaan input variabel ke-n zj = intensitas penggunaan variabel

zj adalah variabel intensitas untuk j tahun pengamatan;

θ

1 nilai efisiensi

teknis atau proporsi dengan mana output dapat ditingkatkan pada kondisi produksi

pada tingkat kapasitas penuh; dan λjn adalah rata-rata pemanfaatan variabel input

(variabel input utilization rate, VIU), yaitu rasio penggunaan input secara

optimum xjn terhadap pemanfaatan Inputan dari pengamatan xjn.

Kapasitas output pada efisiensi teknis (technical efficiency capacity output,

TECU) kemudian didefinisikan dengan menggandakan θ1* dengan produksi

sesungguhnya. Kapasitas pemanfaatan (CU), berdasarkan pada output

pengamatan, kemudian dihitung dengan persamaan berikut:

* 1 * 1 1 θ θ = = u u TECU

Metode penghitungan ini kemungkinan besar mengandung bias, karena

pembilang dalam penghitungan CU, output pengamatan, tidak dihasilkan pada

(41)

harus dibatasi oleh kondisi sekarang. Efisiensi teknologi dari output, pada level observasi. z Max , 2 θ θ Subject to

= ≤ J j jm j

jm z u

u

1

2 ,

θ m = 1,2,....,m,

, 1 jn J j jn jx x

z

=

≤ n = 1,2,....,n,

, 0 ≥

j

z j = 1,2,....,j,

, 0 ≥

jn

λ n ∈ xv

Diasumsikan j=1,2....,J adalah jumlah kapal/perahu yang diobservasi sebagai

decision making units (DMU). Keterangan:

1

θ

= nilai pengukuran untuk setiap observasi (> 1)

uj = output untuk tahun ke-j yaitu 2 output (hasil tangkapan dan biaya

operasional)

xjn = input ke-n yang digunakan, terdiri dari 1 input tetap (jumlah input atau

n=5) j

λ

= tingkat penggunaan input variabel ke-n zj = intensitas penggunaan variabel

Efisiensi teknis kemudian diukur sebagai: * 2 1 θ = TE Keterangan:

TE = Efisiensi teknis

Kapasitas pemanfaatan dalam kondisi efisiensi teknis yang tak bias kemudian di

hitung sebagai: * 1 * 2 * 1 * 2 θ θ θ θ = = u u CU

3.3.2 Pendugaan parameter ekonomi

Model Gordon Schaefer digunakan untuk menganalisis model bioekonomi

(42)

dengan harga tetap. Model ini disusun dari model parameter biologi, biaya operasi

penangkapan dan harga ikan.

Asumsi yang dipergunakan dalam model static Gordon Schaefer ini adalah

harga ikan per kg (p) dan biaya penangkapan per unit upaya tangkap adalah

konstan (Fauzi dan Anna 2005). Total penerimaan nelayan dari usaha

penangkapan (TR) adalah:

TR = p.C

keterangan:

TR = total revenue (penerimaan total)

p = harga rata-rata ikan hasil survey per kg (Rp) C = jumlah produksi ikan (kg)

Total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan persamaan:

TC = c.E

keterangan:

TC = total cost (biaya penangkapan total)

c = total pengeluaran rata-rata unit penangkapan ikan (Rp)

E = jumlah upaya penangkapan untuk menangkap sumberdaya ikan (unit)

Sehingga keuntungan bersih usaha penangkapan ikan (π) adalah: π = TR - TC

π = p.C - c.E π = p (aE-bE2) – cE

3.3.3 Perumusan strategi

Analisis yang digunakan untuk membuat perumusan strategi adalah analisis

SWOT. Analisis SWOT merupakan identifikasi yang sistematis dari faktor-faktor

kekuatan dan kelemahan perusahaan, peluang dan ancaman yang dihadapinya

serta dari strategi yang menggambarkan paduan terbaik diantaranya. Analisis

SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan Kekuatan (Strengths)

dan Peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan

Kelemahan (Weaknesses) dan Ancaman (Threats). Apabila diterapkan secara

tepat, asumsi sederhana ini mempunyai implikasi yang berpengaruh untuk

merancang suatu strategi yang berhasil. Tabel 3 dan 4 menunjukkan matrik IFAS

(43)
[image:43.595.94.495.86.674.2]

Tabel 3 Pembuatan Matrik IFAS

Faktor Internal Bobot Rating Bobot * Rating

2. Kekuatan

……….

2. Kelemahan

……….

[image:43.595.111.485.97.405.2]

Total 1,0

Tabel 4 Pembuatan Matrik EFAS

Faktor Internal Bobot Rating Bobot * Rating

1. Peluang

……….

2. Ancaman

……….

Total 1,0

Langkah-langkah pembuatan matrik IFAS dan EFAS adalah sebagai berikut

(Rangkuti 2005):

1) Isi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemanahan pada IFAS dan

serta peluang dan ancaman pada EFAS

2) Beri bobot pada kolom 2 antara 0-1, nilai 1,0 untuk faktor yang dianggap

sangat penting dan 0,0 untuk faktor yang dianggap tidak penting

3) Beri nilai rating pada kolom 3. Rating adalah pengaruh yang diberikan factor,

nilai 1 untuk pengaruh yang sangat kecil dan nilai 4 untuk pengaruh yang

sangat besar

4) Kolom 4 adalah hasil perkalian bobot dan rating

5) Jumlahkan total skor yang didapatkan dari kolom 4. Nilai total menunjukkan

reaksi organisasi terhadap faktor internal dan eksternal. Nilai 1,00-1,99

menunjukkan posisi internal atau eksternalnya rata-rata, sedangkan nilai

3,00-4,00 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya kuat.

Setelah membuat matrik IFAS dan matrik EFAS dilanjutkan dengan

(44)
[image:44.595.37.477.39.696.2]

Tabel 5 Matriks SWOT IFAS EFAS Strengths (S) ... ... Weaknesses (W) ... ... Opportunities (O)

... Strategi SO Strategi WO

Threaths (T)

... Strategi ST Strategi WT

Langkah-langkah pembuatan matriks SWOT sebagai berikut 1) tulis

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada kolom yang telah ada,

2) cocokkan tiap pasang faktor sehingga terbentuk strategi SO, WO, ST dan WT

dan catat semua strategi yang memungkinkan untuk dilaksanakan. Setelah

membuat matrik SWOT dilanjutkan dengan pembuatan matrik IE. Tabel 6

menunjukkan matrik internal eksternal (IE).

Tabel 6 Matrik internal eksternal (IE)

KEKUATAN INTERNAL BISNIS

Tinggi (3,0-4,0) Rata-rata (2,0-2,99) Lemah (1,0-2,99)

1 GROWTH Konsentrasi integrasi vertikal 2 GROWTH Konsentrasi melalui Integrasi horizontal 3 RETRENCHMENT Turnaround 4 STABILITY Hati-hati 5 GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal STABILITY

Tak ada perubahan profit strategi

6

RETRENCHMENT

Captive Company atau

Divestment 7 GROWTH Difersifikasi Konsentrik 8 GROWTH Difersifikasi Konglomerat 9 RETRENCHMENT

Bangkrut atau Likuidasi

Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, tetapi

pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi

utama, yaitu 1) growt strategy merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel

1, 2, dan 5), 2) stability strategy diterapkan tanpa mengubah arah startegi yang

ditetapkan, 3) retrenchment strategy (sel 3, 6 dan 9) adalah usaha memperkecil

atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan.

(45)

4

KEADAAN UMUM

4.1 Letak dan Kondisi Geografis

Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten

yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh

Besar berada pada batas astronomis 05° 02’–05° 08’ Lintang Utara dan 95°0’-95°

08’ Bujur Timur. Batas wilayah Kabupaten Aceh Besar sebagai berikut 1)

sebelah utara dengan Selat Malaka dan Kota Banda Aceh; 2) sebelah selatan

dengan Kabupaten Aceh Barat; 3) sebelah barat dengan Samudera Indonesia; dan

4) sebelah timur dengan Kabupaten Pidie. Panjang garis pantai Kabupaten Aceh

Besar 295 km, dengan wilayah laut sebesar 2.150,80 km2 yang diserahkan

wewenangnya untuk dikelola dan dimanfaatkan berdasarkan Undang-Undang

Nomor 45 tahun 2009 yaitu 4 mil dari garis pantai ke laut sedangkan luas daratan

sebesar 1.390 km2. Sehingga Kabupaten Aceh Besar memiliki laut lebih luas di

bandingkan dengan daratan sebesar 15,5%. Luas wilayah laut Kabupaten Aceh

Besar sebesar 83.546,80 km2 yang terdiri laut Kabupaten 2.150,80 km2, luas

Provinsi 4.301,60 km2 dan laut zona ekonomi exklusif (ZEE) seluas 75.458,50

km2.

4.2 Potensi perikanan tangkap

Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh

yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah perkiraan produksi laut sebesar

11.131 ton terdiri dari perairan ikan pelagis diperkirakan 2,0 ton/km2 dan ikan

demersal sebesar 3,2 ton/km2. Potensi ikan yang telah dimanfaatkan sebesar

5.057,2 ton per tahun (45,43%) dan peluang untuk dikembangkan sebanyak 6.074

ton (54,56%) (DKP Aceh Besar 2010).

Data yang dikumpulkan petugas statistik perikanan belum akurat disebabkan

masih banyak terjadinya perjualan hasil tangkapan ke daerah lain yang dekat

dengan daerah fishing groud. Sedangkan data yang dikumpulkan hanya hasil

pendaratan ikan di PPI yang ada di Aceh Besar. Jumlah produksi perikanan

tangkap terdiri dari sumberdaya ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar dan berbagai

(46)

Kabupaten Aceh Besar terjadi peningkatan dari tahun ke tahun seperti terlihat

pada Gambar 11.

Ikan tongkol menempati produksi tertinggi dan meningkat setiap tahun sejak

tahun. Tahun 2005 produksi sebesar 416,35 ton meningkat menjadi sebesar

1.613,64 ton pada tahun 2009. Ikan layang tahun 2005 sebesar 695,36 ton

meningkat menjadi sebesar 1.430,02 ton pada tahun 2008, dan sedikit terjadi

penurunan produksi pada tahun 2009 menjadi sebesar 1.362,97 ton. Ikan tuna

yang pada tahun mulai tahun 2005 sebesar 3,24 ton menjadi sebesar 110,73 ton

pada tahun 2007, kemudian mengalami penurunan produksi pada tahun 2008

menjadi 96,87 ton dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2009 sebanyak

369,18 ton.

Beberapa jenis ikan mengalami penurunan jumlah produksi, seperti ikan

layur sebanyak 34,36 ton pada tahun 2006, turun menjadi 32,70 ton pada tahun

2009. Ikan selar mengalami peningkatan tiap tahun mulai tahun 2005 sebanyak

18,74 menjadi sebanyak 191,34 ton pada tahun 2008, terjadi penurunan produksi

pada tahun 2009 sebanyak 86,05 ton. Gambar 11 menunjukkan produksi ikan

ekonomi penting.

[image:46.595.58.485.38.808.2]

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Besar Tahun 2010

Gambar 11 Jumlah produksi ikan ekonomis penting di Kabupaten Aceh Besar selama tahun 2005-2010.

200.00  400.00  600.00  800.00  1,000.00  1,200.00  1,400.00  1,600.00  1,800.00 

Kg/Tahun

(47)

4.3 Alat tangkap

Alat penangkapan merupakan salah satu komponen penting bagi nelayan

karena menjadi alat utama untuk menghasilkan produksi perikanan, baik berupa

ikan maupun non ikan. Alat tangkap dengan jumlah terbesar adalah pancing ulur

(hand line), sebanyak 265 unit pada tahun 2010. Pukat cincin (purse seine)

mengalami peningkatan tiap tahun mulai tahun 2005 sebanyak 44 unit menjadi 56

unit pada tahun 2010. Jaring angkat bagan juga mengalami peningkatan tiap tahun

sebanyak 35 unit pada tahun 2005 menjadi 67 unit pada tahun 2010. Pancing

tonda mengalami penurunan jumlah alat tangkap dari 41 unit pada tahun 2008

menjadi 32 unit pada tahun 2010.

Sedangkan untuk alat tangkap lain tidak terjadi peningkatan jumlah yang

signifikan misalnya alat tangkap rawai tetap pada tahun 2008 sebanyak 80 unit

menjadi sebanyak 85 unit pada tahun 2010. Alat tangkap rawai hanyut mengalami

peningkatan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun, yang pada tahun 2008

berjumlah 163 unit menjadi 203 unit pada tahun 2010. Dari semua alat tangkap

yang beroperasi di perairan Kabupaten Aceh Besar, alat tangkap yang terkecil

adalah jaring insang tetap dan pukat pantai. Peningkatan alat tangkap di

Kabupaten Aceh Besar tidak dikontrol dengan baik oleh pemerintah dikarenakan

masih banyak orang yang membutuhkan pekerjaan sehingga membuka peluang

untuk penambahan armada purse seine tanpa memperhitungkan potensi

sumberdaya ikan. Gambar 12 menunjukkan jumlah alat tangkap.

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Besar (2010)

Gambar 12 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Aceh Besar tahun 2005-2010.

(48)

4.4 Unit Penangkapan Ikan 4.4.1 Kapal purse seine

Kabupaten Aceh Besar memiliki sekelompok nelayan yang mempunyai

keahlian dalam pembuatan kapal purse seine secara tradisional untuk para

nelayan. Hal ini menyebabkan kapal tidak perlu dipesan dari kabupaten atau

provinsi lain. Sedangkan bahan baku untuk pembuatan kapal purse seine di

Kabupaten Aceh Besar semua didatangkan dari dalam daerah Aceh, sehingga

harga dan biaya pengangkutan lebih murah.

Tenaga penggerak kapal biasanya menggunakan mesin diesel dengan merk

mitsubishi yang berkekuatan 150–230 PK, dilengkapi dengan mesin bantu

generator set yang berfungsi untuk menyalakan lampu-lampu yang ada di kapal.

Kapal purse seine merupakan kapal motor yang terbuat dari bahan kayu, ukuran

kapal sebesar 20–36 GT dan bentuk dasar kapal adalah round bottom. Kapal

dibuat sedemikian rupa sehingga pada saat kegiatan penangkapan, meskipun

beban lebih besar berada di salah satu lambung kapal, stabilitasnya tetap positif.

Setiap kapal dilengkapi mesin bantu (gardan) dan tiang-tiang (boom) yang

digunakan pada saat proses penarikan alat tangkap. Sebagian besar kapal-kapal

dilengkapi dengan palkah ikan yang dibuat tetap (fix) di bagian tengah badan

kapal. Gambar 13 menunjukkan purse seine di Aceh Besar.

(49)

4.4.2 Alat tangkap purse seine

Pukat Langgar merupakan nama lokal dari pukat cincin (purse seine) yang

dioperasikan di perairan Kabupaten Aceh Besar. Bahan-bahan yang digunakan

untuk membuat purse seine relatif sama, hanya ukurannya yang berbeda. Purse

seine yang digunakan mempunyai panjang berkisar antara 750–1.100 m dan lebar berkisar 50-70 m. Kantong sebagai tempat berkumpulnya ikanterbuat dari bahan

PA 210/D15 dan PA 210/D12 dengan ukuran mesh size 1 inchi dan 1,5 inchi.

Badan jaring terbuat dari bahan PA 210/D9 dan PA 210/D12 dengan ukuran

mesh size sebesar 2 inchi. Bagian sayap berfungsi sebagai penghadang gerombolan ikan agar tidak keluar dari lingkaran purse seine, terbuat dari bahan

PA 210/D9 dan PA 210/D12 dengan ukuran mesh size 3 inchi. Jaring yang

berada pada pinggir badan jaring (selvedge) ini terbuat dari bahan PE 380/D15 dengan ukuran mata jaring (mesh size) 2 inchi yang terdiri dari 5 mata untuk arah

ke bawah.

Alat tangkap purse seine bagian atas terdiri dari tali ris atas dan tali pelampung (floatline), terbuat dari bahan PE dengan panjang 750-1.100 m dan diameter tali sebesar 12 mm. Jumlah pelampung adalah 2.000–3.000 buah dan

jarak antar pelampung sekitar 30-40 cm. Pelampung berbentuk elips dengan

panjang 18 cm dan diameter tengah 12 cm yang terbuat dari bahan sintetis

rubber. Bagian bawah purse seine terdiri dari tali ris bawah dan tali pemberat, terbuat dari bahan PE dengan diameter tali sebesar 12 mm dengan panjang

750-1.100 m.

Pemberat pada purse seine mempunyai panjang 5 cm, berjumlah 3.000-4.500 buah dengan berat 200 gr/buah dan mempunyai diameter tengah 2,8 cm.

Pemberat terbuat dari bahan timah hitam dengan jarak antar pemberat berkisar

20-25 cm. Tali cincin terbuat dari bahan PE berdiameter 10 mm dan panjang 1 m.

Jumlah cincin pada purse seine dalam satu unit rata-rata terdiri dari 70-110 buah.

Cincin memiliki diameter luar 12 cm dan diameter dalam 9,6 cm. Cincin terbuat

dari bahan kuningan dengan jarak antar cincin berkisar 8-11 m. Tali kerut (purse

(50)

4.5 Nelayan

Nelayan purse seine Kabupaten Aceh Besar menghadapi persoalan yang hampir sama dengan nelayan di daerah lain yaitu tidak adanya modal yang cukup

untuk usaha. Kebanyakan nelayan masih bergantung atau bekerja kepada pemilik

kapal sehingga dalam pembagian hasil tangkapan masih jauh tidak adil sehingga

nelayan mengharapkan adanya kredit lunak atau bantuan pemerintah yang dapat

dimanfaatkan oleh nelayan untuk memulai usaha perikanan. Kredit lunak atau

bantuan pemerintah tersebut sifatnya terbatas dan birokrasinya terlalu

berbelit-belit, sehingga kendala tersendiri bagi nelayan. Persoalan lain adalah kelemahan

dalam penguasaan teknologi tentang daerah penangkapan yang masih rendah

(fishing groud).

Nelayan di Kabupaten Aceh Besar masih mengandalkan kemampuan dan

pengalaman mereka sendiri dalam usaha penangkapan tanpa adanya bantuan

teknologi. Contohnya dalam menentukan daerah penangkapan atau melihat

gerombolan ikan hanya mengacu pada tanda-tanda alam seperti buih-buih di laut

atau adanya kumpulan burung camar. Kemampuan mereka yang awam tentang

penggunaan teknologi berakibat kepada rendahnya kemampuan produksi usaha

penangkapan. Kelemahan lainnya yaitu manajemen usaha perikanan masih

dikelola secara sederhana belum secara teratur, sehingga usaha tidak dapat lagi

dikembangkan bahkan tidak sedikit mengalami kerugian karena salah dalam

mengatur dan membuat keputusan-keputusan.

Gambar

Gambar 8 Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer (Fauzi  2000).
Gambar 9 Diagram Analisis SWOT.
Tabel 1 Matrik IFAS
Gambar 10  Lokasi penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

BFPI telah melakukan pengendalian mutu dan keamanan pangan terhadap produk tuna kaleng, dengan menerapkan SMM dan SMKP berdasarkan sistem ISO dan HACCP.. Penilaian

This thesis entitled “Reduplications as the Translation Equivalence of English Lexical Items in Indonesian” investigates the types of Indonesian reduplications and the ways

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebaran penyakit CVPD pada tanaman jeruk besar di Desa Pedawa dan jeruk besar Desa Munduk, hasil penelitian

Puji dan Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan

4. Sederhana usahakanlah supaya khalayak mendapat gambaran yang jelas apa yang diuraikan dalam berita itu. Untuk itu gunakanlah kata-kata, kalimat dan

Konsumen yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga, lokasi dan memberikan komentar yang baik tentang perusahaan tersebut.. Perusahaan perhotelan

Simpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Karang Tengah.. PHBS yang

Sementara hasil penelitian Sutikno (2003) di SMK Swasta Kota Salatiga; Andreas (2011) di YPE GKI Salatiga dan Musrifah (2011) di SD Kecamatan Sidorejo Kota