• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM KESELAMATAN KERJA NELAYAN PADA PERIKANAN SOMA PAJEKO (MINI PURSE SEINE) DI BITUNG SUCI NURHADINI HANDAYANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM KESELAMATAN KERJA NELAYAN PADA PERIKANAN SOMA PAJEKO (MINI PURSE SEINE) DI BITUNG SUCI NURHADINI HANDAYANI"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

PERIKANAN SOMA PAJEKO (MINI PURSE SEINE) DI

BITUNG

SUCI NURHADINI HANDAYANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sistem Keselamatan Kerja Nelayan pada Perikanan Soma Pajeko (Mini Purse Seine) di Bitung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Suci Nurhadini Handayani

(4)

RINGKASAN

SUCI NURHADINI HANDAYANI. Sistem Keselamatan Kerja Nelayan pada Perikanan Soma Pajeko (Mini Purse Seine) di Bitung. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO, BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan JOHN HALUAN.

Kegiatan perikanan tangkap penuh dengan tantangan serta dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian. Faktor-faktor kecelakaan di laut dalam kegiatan penangkapan ikan sebanyak 80 % disebabkan oleh kesalahan manusia (FAO 2009). Jumlah kecelakaan kapal penangkap ikan selama tujuh tahun di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung tercatat sebanyak 40 kali dan cenderung meningkat dari Januari 2007 hingga bulan November tahun 2013. Terdapat kecelakaan dari 6 (enam) jenis kapal penangkap ikan yang tidak tercatat tahun 2010-2013 di Bitung dengan mayoritas kapal soma pajeko (mini purse seine). Penting untuk mempelajari keselamatan nelayan pada operasi penangkapan ikan soma pajeko di Bitung, karena jumlah nelayan yang terlibat cukup banyak.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi aktivitas dan intensitas kerja serta konsekuensi bahaya, menganalisis peluang tingkat risiko terbesar terhadap konsekuensi kegagalan akibat kesalahan manusia (human error) serta merumuskan rekomendasi untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja yang disebabkan oleh human error pada aktivitas pengoperasian soma pajeko di Bitung. Lingkup penelitian dibatasi pada aktivitas pengoperasian perikanan one day

fishing soma pajeko menggunakan Perahu Motor Tempel (PMT) panjang <24

meter yang terdaftar di PPS Bitung.

Penelitian dilakukan pada bulan November – Desember 2013 di Bitung, Sulawesi Utara. Pendekatan sistem keselamatan kerja nelayan dengan metode

Formal Safety Assessment (FSA) untuk mengkaji sistem keselamatan kerja

nelayan pada aktivitas pengoperasian soma pajeko di Bitung. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan cara pengamatan dan wawancara langsung kepada awak kapal unit penangkapan ikan soma pajeko. Data sekunder diperoleh dari penelusuran pustaka untuk digunakan sebagai penunjang data primer. Analisis deskriptif digunakan dalam menggambarkan aktivitas pengoperasian soma pajeko dari tahap awal hingga akhir. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengukur peluang risiko kecelakaan yang diakibatkan kesalahan manusia untuk mendapatkan nilai risiko dari aktivitas tersebut. Analisis sistem dilakukan untuk menyusun rekomendasi sistem manajemen keselamatan kerja nelayan soma pajeko.

Pengoperasian soma pajeko berpotensi menimbulkan konsekuensi kelelahan, terluka, cedera dan tenggelam. Terdapat 8 tahap dan 58 aktivitas yang harus dilakukan untuk mengoperasikan penangkapan ikan dengan soma pajeko dengan nilai Intensitas Kerja Total (IKT) 563 OA. Nilai Intensitas Kerja Primer (IKP) pada tahap hauling merupakan yang tertinggi (0,297) dengan total intensitas kerja 139 OA (Orang Aktivitas) yang berpotensi lebih tinggi menimbulkan peluang terjadinya kecelakaan kerja dibandingkan aktivitas lainnya.

Hasil kajian tingkat risiko dengan metode FSA, menunjukkan bahwa tahap

hauling merupakan titik kritis (level tertinggi) dengan nilai Human Error Probability (HEP) sebesar 0,999534 yang membutuhkan prioritas pengendalian

(5)

keseluruhan terdapat 14% dari total aktivitas pengoperasian soma pajeko berada pada kriteria tinggi dan memerlukan pengendalian risiko. Pengendalian risiko dilakukan untuk menekan risiko serendah mungkin dengan cara meningkatkan budaya keselamatan, prosedur pemakaian alat perlindungan diri dan cara kerja yang aman pada tiap aktivitasnya.

Implementasi dari siklus manajemen keselamatan di laut belum sepenuhnya dilaksanakan di PPS Bitung. Rekomendasi untuk sistem manajemen keselamatan kerja nelayan pada pengoperasian soma pajeko dititik-beratkan pada identifikasi jenis dan penyebab kecelakaan agar terciptanya sistem pelaporan dan database sebagai umpan balik kepada pemerintah dan lembaga pelatihan untuk perancangan kegiatan pelatihan dan kesadaran. Audit dalam kegiatan proaktif dalam siklus manajemen keselamatan di laut perlu diterapkan untuk menghindari tindakan/prosedur yang berbahaya dan meminimalisir risiko kecelakaan kerja nelayan akibat kesalahan manusia pada pengoperasian soma pajeko di Bitung.

Pendekatan sistem keselamatan kerja nelayan pada pengoperasian kapal ikan ukuran kecil (<24 meter) khususnya soma pajeko di Bitung dapat dilakukan dengan berdasar pada metode FSA-IMO sebagai batasan parameter rancang bangun sistem. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk manajemen pengendalian sistem dengan penilaian biaya-manfaat (cost benefit assessment) sebagai bahan input yang terkontrol untuk mengurangi output yang tidak dikehendaki dalam sistem serta pengembangan pola sistem keselamatan kerja nelayan soma pajeko di Bitung.

Kata kunci: Formal Safety Assesment, keselamatan kerja nelayan, risiko, soma pajeko, pendekatan sistem

(6)

SUMMARY

SUCI NURHADINI HANDAYANI. Occupational Safety System of Fishermen on Soma Pajeko (Mini Purse Seine) Fisheries in Bitung. Supervised by SUGENG HARI WISUDO, BUDHI HASCARYO ISKANDAR and JOHN HALUAN.

Fishing activities are full of challenges and exposed to risks and uncertainties. 80% factors of accident at sea in fishing activities were caused by human error (FAO 2009). The number of fishing vessel accidents during seven years in Pelabuhan Perikanan (PPS) Bitung recorded 40 times and tended to increase from January 2007 until November 2013. There are accidents of six types of fishing vessels which not recorded year 2010-2013 which the majority was

soma pajeko (mini purse seine) fishing vessel. It is important to study the safety of

fishermen on mini purse seine fishing operation in Bitung, because the number of fishermen involved quite a lot.

The purpose of this study was to identify activities and the intensity of work as well as consequences of hazards, analyze the risk level of probability failures of consequences caused by human error, and formulate recommendations to reduce the risk of work accidents caused by human error in the operation of mini purse seine activity in Bitung. The scope of the study was limited to one day fishing activity that uses mini purse seine operation which used outboard engine boat with less than 24 meters length that registered in the PPS Bitung.

Research was conducted in November-December 2013 in the Bitung, North Sulawesi. Systems approach to fishermen safety with Formal Safety Assessment (FSA) methods to assess occupational safety systems of fishermen on fishing operation activities with mini purse seine in Bitung. Primary data was collected using purposive sampling method by means of observation and interviews directly to the crew members of fishing units. Secondary data were obtained from literature as supporting primary data. The descriptive analysis used to describes mini purse seine fishing activity from the beginning to the end of the stage. The quantitative approach used to measure the risk of accidents caused by human error probability to get the risk level of activities. An analysis system performed to develop a recommendation of fishermen safety management system on mini purse seine fishing activity.

Mini purse seine fishing activities has potential consequences of fatigue, wounded, injuries, and drowning. There are 8 stages and 58 activities that should be performed in mini purse seine fishing activities with total work intensity of 563 MA (Men Activity). The greatest primary work intensity is on the 5th stage (hauling) which showed the highest activity level with primary work intensity index of 0,297. Involvement crew on hauling was the highest intensity (139 MA) that could potentially lead to the higher risk probability of accidents than other activities.

The results of risk assessment with the FSA method showed that the hauling stage was a critical point (the highest level) with a value of Human Error Probability (HEP) of 0,999534 which require priority control due to the potential risk of accidents with fatal consequences. Overall, there are 14% of total activities in high criteria and require risk control. Risk control performed to reduce the risk

(7)

as low as possible by improving safety culture, safety procedures and use of personal protective equipment and also safe behavior on each activity.

Implementation of the safety management cycle at sea has not been fully implemented at PPS Bitung. Recommendations for occupational safety management system of fishermen in mini purse seine fishing activity focused on identifying the type and cause of the accident in order to create a reporting and database system as feedback to governments and educational institutions to design training and awareness activities. Audit in the proactive activities in marine safety management cycle a sea needs to be applied seriously to avoid dangerous actions/ procedures to mitigate risk of work accident caused by human error on mini purse seine fishing activity in Bitung.

System approach to occupational safety for fishermen in small fishing vessels with length less than 24 meters, especially soma pajeko (mini purse seine) in Bitung could be carried out based on FSA method as a system design parameter limits. Further research needs to be performed to system control management with a cost-benefit assessment to provide controlled input material which reduces unwanted output in system and also development pattern of occupational safety system of mini purse seine fishermen in Bitung .

Keywords: Formal Safety Assesment, fishermen safety, risk, mini purse seine, system approach

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SISTEM KESELAMATAN KERJA NELAYAN PADA

PERIKANAN SOMA PAJEKO (MINI PURSE SEINE) DI

BITUNG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

SUCI NURHADINI HANDAYANI

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala, karena hanya atas kehendak dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagaimana mestinya. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah keselamatan kerja, dengan judul ”Sistem Keselamatan Kerja Nelayan pada Perikanan Soma Pajeko (Mini Purse Seine) di Bitung”.

Penyelesaian penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi, Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi, dan Prof Dr Ir John Haluan, MSc selaku komisi pembimbing atas kesediaan dan bimbingannya bagi penulis, dan juga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, semangat dan inovasi pada penulis. Ucapan terima kasih kepada Dr Iin Solihin, MSi dari Program Studi dan Dr Fis Purwangka, SPi,MSi selaku dosen penguji luar komisi.

Penghargaan penulis sampaikan kepada Capt. Erdison “Rodi” Manderos beserta awak kapal PMT.Felicia dan nelayan soma pajeko dari Desa Makawidey, Bapak Gatot Sarwedi, BSc, Bapak Franky Yulian Watung, SSt.Pi beserta staf dari Kantor Syahbandar Perikanan PPS Bitung, Bapak Pung Nugroho Saksono,APi,MM beserta staf Kantor PSDKP Bitung, Bapak Rusdianto beserta staf Kantor KSOP Dishub Bitung, Ibu Juliana Sumampouw, SE selaku Kepala Kantor dan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Kelas II Bitung dan Bapak CH Marinda dari Tim Rescue KPLP, Mayor Maritim Tri Adi Lumanto dari BAKORKAMLA Kema (Bitung), POLAIR Bitung, Keluarga Yuli-Ida Purwanto di Girian Permai atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian dan pengumpulan data di Bitung.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Budy Wiryawan Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB beserta staf dan sekretariat Pascasarjana Dept. PSP-IPB Program Studi Teknologi Perikanan Laut selama Penulis mengikuti program pascasarjana ini. Kepala Redaksi Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan (JTPK), Ibu Dr Roza Yusfiandayani, SPi yang telah bersedia menerbitkan tulisan ilmiah penulis dengan judul “Intensitas Kerja Aktivitas Nelayan pada Pengoperasian Soma Pajeko (Mini Purse Seine) di Bitung” yang diterbitkan pada edisi Mei Volume 5 No. 1 tahun 2014 sebagai syarat kelulusan Program Magister Sains SPs-IPB. Terima kasih kepada Tanoto Foundation melalui program beasiswa Tanoto

National Champion Scholarship atas bantuan biaya kuliah pada semester 3 dan 4.

Teman Sejawat Departemen PSP-FPIK, IPB, dan tim dari Lab. Keselamatan Kerja dan Observasi Bawah Air (Bagian Kapal dan Transportasi Perikanan) Dept. PSP-IPB atas dukungannya selama penulis melakukan studi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta, orang tua, saudara, seluruh keluarga dan teman-teman serta crew TPL01 (angkatan 2012) atas segala dukungan, doa dan kasih sayang serta kebersamaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, amin.

Bogor, Agustus 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

DAFTAR ISTILAH viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 AKTIVITAS PENGOPERASIAN SOMA PAJEKO (MINI PURSE SEINE)

DI BITUNG 6

Metode Penelitian 7

Hasil dan Pembahasan 10

Kesimpulan 29

Saran 30

3 PENGUKURAN RISIKO KESELAMATAN KERJA NELAYAN PADA

PENGOPERASIAN SOMA PAJEKO DI BITUNG 30

Metode Penelitian 32

Hasil dan Pembahasan 38

Kesimpulan 48

Saran 48

4 SISTEM KESELAMATAN KERJA NELAYAN PENGOPERASIAN

SOMA PAJEKO DI BITUNG 48

Metode Penelitian 49

Hasil dan Pembahasan 51

Kesimpulan 60

Saran 61

5 KESIMPULAN DAN SARAN 62

Kesimpulan 62

Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN 67

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan Sumber Data Penelitian 8

2 Tahapan aktivitas pengoperasian PMT soma pajeko <24 m 12 3 HTA (Hierarchical Task Analysis) pengoperasian PMT soma pajeko

<24 m 12

4 Jumlah aktivitas primer dan sekunder pengoperasian soma pajeko 16

5 Intensitas kerja awak kapal soma pajeko 16

6 Identifikasi kegagalan pada tahap 1 (persiapan) 19

7 Identifikasi kegagalan pada tahap 2 (loading) 20

8 Identifikasi kegagalan pada tahap 3 (berlayar ke fishing ground) 22

9 Identifikasi kegagalan pada tahap 4 (setting) 23

10 Identifikasi kegagalan pada tahap 5 (hauling) 25

11 Identifikasi kegagalan pada tahap 6 (penanganan hasil tangkapan) 26 12 Identifikasi kegagalan pada tahap 7 (berlayar ke fishing base) 27

13 Identifikasi kegagalan pada tahap 8 (unloading) 28

14 Kategori Generic Task dalam metode HEART (Williams 1986) 33

15 Error Producing Condition (Williams 1986) 34

16 Matriks Risiko 5x5 37

17 Tingkat Risiko dengan toleransi ALARP 37

18 Perhitungan HEP pada urutan aktivitas dasar (basic event)

pengoperasian soma pajeko 38

19 Hasil perhitungan FTA pada pengoperasian soma pajeko di Bitung 40 20 Matriks Tingkat Risiko Aktivitas Pengoperasian Soma Pajeko 43 21 Prioritas pengendalian risiko pada tabel JSA (Job Safety Analysis)

pengoperasian PMT soma pajeko <24m 46

22 Analisis kebutuhan pelaku sistem keselamatan kerja nelayan soma

pajeko 53

23 Formulasi masalah sistem keselamatan kerja nelayan soma pajeko 54

DAFTAR GAMBAR

1 Kecelakaan kapal perikanan 2007-2013 di Bitung dan penyebabnya 1 2 Persentase kecelakaan kapal penangkap ikan dan jumlah awak kapal 2

3 Kerangka Pemikiran 5

4 Peta lokasi penelitian di Bitung 7

5 Struktur organisasi di atas PMT soma pajeko <24m di Bitung 10

6 Porsi beban tanggung jawab kerja 4 perwira soma pajeko 15

7 Persentase porsi tanggung jawab perwira aktivitas soma pajeko 15

8 HTA tahap 1 (persiapan) 19

9 HTA tahap 2 (loading) 20

10 HTA tahap 3 (berlayar ke fishing ground) 21

11 HTA tahap 4 (setting) 22

12 HTA tahap 5 (hauling) 24

13 HTA Tahap 6 (penanganan hasil tangkapan) 26

(15)

15 HTA Tahap 8 (unloading) 28

16 Diagram alir metodologi FSA 31

17 Langkah kuantifikasi HEART 35

18 Grafik HEP dari konsekuensi kegagalan pengoperasian soma pajeko 41 19 FTA kecelakaan kerja hauling pada pengoperasian soma pajeko 42 20 Komposisi tingkat risiko kriteria ALARP pengoperasian soma pajeko 44

21 Bentuk dan Konfigurasi Struktur Sistem 50

22 Struktur pendekatan sistem dengan metodologi FSA 51

23 Kondisi umum nelayan soma pajeko di PPS Bitung 52

24 Diagram causal loop sistem keselamatan kerja nelayan soma pajeko 55 25 Diagram input-output sistem keselamatan kerja nelayan soma pajeko 56 26 Siklus manajemen keselamatan di laut (Danielsson dalam FAO 2010) 57 27 Pola keselamatan kerja nelayan soma pajeko PMT<24 m di Bitung 58

DAFTAR LAMPIRAN

1 Identifikasi aktivitas, bahaya dan HEP pengoperasian soma pajeko 68 2 Generic task dan EPC untuk HEP aktivitas tahap 1 (persiapan) 73 3 Generic task dan EPC untuk HEP aktivitas tahap 2 (loading) 74 4 Generic task dan EPC untuk HEP aktivitas tahap 3 (berlayar ke fishing

ground) 75

5 Generic task dan EPC untuk HEP aktivitas tahap 4 (setting) 76 6 Generic task dan EPC untuk HEP aktivitas tahap 5 (hauling) 77 7 Generic task dan EPC untuk HEP aktivitas tahap 6 (penanganan hasil

tangkapan) 78

8 Generic task dan EPC untuk HEP aktivitas tahap 7 (berlayar ke fishing

base) 78

9 Generic task dan EPC untuk HEP aktivitas tahap 8 (unloading) 79

10 FTA aktivitas tahap 1 (persiapan) 80

11 FTA aktivitas tahap 2 (loading) 81

12 FTA aktivitas tahap 3 (berlayar ke fishing ground) 82

13 FTA aktivitas tahap 4 (setting) 83

14 FTA aktivitas tahap 5 (hauling) 84

15 FTA aktivitas tahap 6 (penanganan hasil tangkapan) 85

16 FTA aktivitas tahap 7 (berlayar ke fishing base) 85

17 FTA aktivitas tahap 8 (unloading) 86

18 Kategori likelihood (peluang) dan severity (konsekuensi) bahaya 87

19 Segitiga ALARP (HSE 2001) 87

20 Perbandingan berbagai matriks risiko (On Safe 2012) 88

21 Tabel JSA, penilaian risiko dan pengendalian tingkat risiko kecelakaan

kerja pengoperasian PMT soma pajeko <24 m 89

22 Matriks Implementasi Keselamatan Kerja Nelayan Soma Pajeko dan

Rekomendasinya 96

23 Peraturan nasional yang berhubungan dengan keselamatan kerja nelayan 98 24 Peraturan internasional yang berhubungan dengan keselamatan kerja

nelayan 99

(16)

DAFTAR ISTILAH

Anak Buah Kapal (ABK) : adalah awak kapal selain nakhoda atau pemimpin kapal

As Low As Reasonably Practicable (ALARP) : ukuran kriteria tingkatan risiko

yang tidak berada pada tingkatan risiko rendah (dapat diabaikan) atau risiko tinggi (tidak dapat ditolerasi).

Awak kapal : adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang ercantum dalam buku sijil;

EPC (Error Producing Condition) : faktor yang mempengaruhi kinerja manusia sehingga kurang dapat diandalkan dan memproduksi kegagalan.

Fishing base : tempat kapal perikanan kembali setelah beroperasi (Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung).

Fishing ground (daerah penangkapan ikan) : suatu perairan dimana ikan yang

menjadi sasaran penangkapan daharapkan dapat tertangkap secara maksimal, tetapi masih dalam batas kelestarian sumberdaya

Formal Safety Assessment (FSA) : metodologi terstruktur dan sistematis,

ditujukan untuk meningkatkan keselamatan maritim, termasuk perlindungan kehidupan, kesehatan, lingkungan laut dan properti, dengan menggunakan analisis risiko dan penilaian biaya manfaat

Hauling : kegiatan penarikan alat tangkap ke atas dek kapal; proses menaikkan alat tangkap ke kapal.

Hierarchical Task Analysis (HTA): adalah metode yang sering digunakan dalam

pendekatan dekomposisi task, deskripsi task dalam lingkup operasi (hal yang dilakukan manusia dalam mencapai sasaran), dan rencana (pernyataan/kondisi saat tiap himpunan operasi harus dijalankan untuk mencapai sasaran operasi), mendeskripsikan task dari level atas hingga level dasar yang merupakan level operasi dari individu

Human Error Assessment and Reduction Technique (HEART) : Suatu analisis

aktivitas/tugas secara rinci dengan mengklasifikasikan suatu aktivitas sebagi cara yang relatif sederhana dalam menentukan probabilitas kesalahan manusia (HEP).

Human Error Probability (HEP) : probabilitas kegagalan suatu aktivitas yang

(17)

Human error : suatu keputusan atau tindakan yang mengurangi atau potensial untuk mengurangi efektifitas keamanan atau performansi suatu sistem.

Human Reliability Analysis (HRA) : sebuah proses, yang terdiri dari serangkaian

kegiatan dan potensi penggunaan sejumlah teknik tergantung pada tujuan keseluruhan analisis, merupakan suatu metode kualitatif maupun kuantitatif untuk mengukur kontribusi manusia terhadap risiko

IKP : Intensitas Kerja Primer

IKS : Intensitas Kerja Sekunder

IKT : Intensitas Kerja Total

Intensitas Kerja : ukuran jumlah awak kapal (orang) yang terlibat dalam 1 (satu) aktivitas. Satuan untuk intensitas kerja ini yang dipakai adalah Orang Aktivitas (OA)

Kapten/Nakhoda : adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kecelakaan (Accident) : suatu kejadian yang tidak diinginkan yang melibatkan kematian, cedera, kehilangan atau kerusakan kapal, kerugian harta benda atau kerusakan, atau kerusakan lingkungan

Konsekuensi : keadaan/kondisi yang terjadi akibat pemilihan suatu keputusan.

Loading (Memuat) : proses pemuatan barang-barang pada kapal termasuk awak

kapal.

Plan : menjelaskan mengenai urutan dan kondisi suatu aktivitas yang akan dilakukan

Risiko : ketidakpastian yang bisa diperkirakan atau diukur, ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya, ketidakpastian yang bisa dihitung besaran kerugiannya.

Setting : kegiatan pemasangan alat penangkap ikan; proses penurunan alat tangkap ke perairan.

Unloading : proses pembongkaran muatan pada kapal (pendaratan hasil tangkapan, pembongkaran alat tangkap termasuk penurunan awak kapal)

(18)
(19)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penangkapan ikan merupakan salah satu pekerjaan yang paling berbahaya di dunia. Pada tahun 2006, Food Agricultural Organization (FAO) meluncurkan keamanan global di proyek laut untuk perikanan skala kecil di negara berkembang. Tujuan keseluruhan adalah untuk meningkatkan mata pencaharian masyarakat nelayan skala kecil dengan mengurangi jumlah kecelakaan di laut dan dampaknya (FAO, 2009).

Kegiatan perikanan tangkap penuh dengan tantangan serta dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian. FAO (2009) memperkirakan bahwa sekitar 30 juta nelayan bekerja pada 4 (empat) juta kapal penangkap ikan yang beroperasi di dunia. Sekitar 98% dari jumlah nelayan tersebut bekerja pada kapal dengan panjang kurang dari 24 meter, dimana untuk ukuran ini tidak tercakup di dalam peraturan internasional. Jumlah kematian global diperkirakan oleh International

Labour Organization (ILO) pada tahun 1999 menjadi 24.000 kematian di seluruh

dunia setiap tahun (FAO 2009). FAO menambahkan penjelasan mengenai hal tersebut yakni tingkat kematian global tersebut akan lebih tinggi karena terdapat beberapa negara yang tidak memiliki data statistik atau informasi tingkat kematian global.

Penyebab utama kecelakaan laut yang berujung pada hilangnya nyawa manusia ini adalah murni kesalahan manusia (human error). Khusus pada kegiatan perikanan, sebanyak 80 persen faktor kecelakaan laut disebabkan oleh kesalahan manusia (human error). Penyebab lainnya adalah pengabaian yang dilakukan oleh penyelenggara transportasi laut dan instansi-instansi terkait, serta perlengkapan keselamatan transportasi laut yang jauh dari memadai (FAO, 2009).

Jumlah kecelakaan kapal penangkap ikan yang tercatat dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun (Januari 2007 – November 2013) di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung terjadi sebanyak 40 kali dan cenderung meningkat hingga bulan November tahun 2013 (Gambar 1a). Kecelakaan terbesar mayoritas disebabkan oleh kerusakan mesin (57%), tenggelam (18%), tubrukan kapal (5%) dan lainnya (Gambar 1b.)

Sumber : data sekunder Laporan Kecelakan Kapal Syahbandar Perikanan Bitung (diolah) Gambar 1 Kecelakaan kapal perikanan 2007-2013 di Bitung dan penyebabnya

(20)

2

Gambar 2 (a) dan (b) masing-masing menggambarkan persentase kecelakaan kapal berdasarkan unit penangkapan dan jumlah awak kapal yang ada pada masing-masing unit penangkapan tersebut. Tiga kecelakaan paling banyak terjadi adalah pada jenis kapal tuna hand line (22%), purse seine (13%) dan perahu lampu (15%).

Sumber : data sekunder Laporan Kecelakan Kapal Syahbandar Perikanan Bitung (diolah) Gambar 2 Persentase kecelakaan kapal penangkap ikan dan jumlah awak kapal

Berdasarkan jumlah ABK (Anak Buah Kapal) yang tercatat di dalam manifest laporan kecelakaan kapal Syahbandar Perikanan PPS Bitung, jumlah kecelakaan tersebut tidak menjelaskan bagaimana kondisi korban jiwa atau cedera dari awak kapal. Jumlah nelayan yang berpotensi menjadi korban kecelakaan terbesar adalah pada jenis kapal purse seine dengan jumlah korban 125 orang. Persentase data kecelakaan kapal yang tidak tercatat jenis kapalnya (tda) sebanyak 20%, selain itu masih ada kecelakaan yang tidak tercatat (tda) oleh Syahbandar Perikanan Bitung pada tahun 2010 – 2013 terjadi pada 6 (enam) kapal ikan jenis pajeko (mini purse seine) dan 1 (satu) kapal tuna longline. Perikanan soma pajeko termasuk ke dalam perikanan mini purse seine yang sampai saat ini masih banyak dioperasikan di perairan Bitung, Sulawesi Utara. Kapal penangkapan yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil adalah kapal yang digunakan untuk mengoperasikan mini purse seine yang menurut istilah nelayan dari Bitung disebut soma pajeko dengan jumlah nelayan berkisar antara 19-22 orang dalam satu kapal soma pajeko (Karman, 2008).

Isu penting dalam aspek keselamatan kerja pada perikanan soma pajeko antara lain yaitu kebutuhan untuk memahami bahaya dan risiko serta komunikasi antara badan perikanan pemerintah dan badan-badan maritim pemerintah. Aspek keselamatan kerja di laut dan penanganannya belum disadari secara penuh sebagai bagian integral dari manajemen perikanan. Data dan informasi yang kurang detil perlu didukung dalam hal penyebab dan jumlah kecelakaan di laut. Salah satu yang dapat menentukan besar kecilnya kejadian kecelakaan di laut antara lain minimnya tingkat pengetahuan dan kesadaran nelayan dan keluarga mereka dalam keselamatan di laut. Perkembangan suatu pedoman keselamatan atau standar keselamatan untuk kapal, peralatan dan kru dibutuhkan untuk menunjang kebutuhan tersebut. Tuna Hand Line 22% Hand Line 10% Perahu Lampu 15% Long Line 5% Pengangkut Ikan 10% Purse Seine 13% Pole And Line 5% tda 20% (a) 71 44 14 24 36 125 51 0 0 20 40 60 80 100 120 140 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 a w a k k a p a l (o ra n g ) k a p a l (u n it )

jmlh kapal jmlh awak kapal

(21)

3

Kebutuhan untuk memahami bahaya dan risiko pada perikanan soma pajeko di Bitung sangat penting khususnya tentang keselamatan kerja nelayan. Diperlukan suatu analisis keselamatan kerja nelayan perikanan soma pajeko di Bitung. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui faktor penyebab dan peluang risiko kecelakaan kerja di laut serta solusi untuk menanggulanginya dengan lebih efektif.

Perumusan Masalah

Kecelakaan dengan jenis perahu motor tempel (PMT) di perairan Bitung telah terjadi sebanyak 6 (enam) kali selama tahun 2013. Salah satu kasus yang pernah dimuat pada harian Tribun Manado (2013) adalah kapal tangkap ikan jenis pajeko di perairan Selat Lembeh terbakar di laut pada tanggal 14 Januari 2013. Kondisi tersebut disebabkan oleh hubungan pendek arus listrik mesin yang menimbulkan percikan api dan menyambar persediaan bahan bakar minyak. Kecelakaan tersebut terjadi pada saat kapal berlayar menuju fishing ground.

Berdasarkan latar belakang penelitian dan contoh kasus tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini. Perumusan masalah tersebut antara lain :

1) Kecelakaan kapal penangkap ikan di Bitung cenderung meningkat;

2) Pukat cincin (purse seine) memiliki tingkat kecelakaan ke-2 terbesar dan memiliki awak kapal terbanyak di Bitung;

3) Aktivitas penangkapan ikan dengan soma pajeko di malam hari dengan terbatasnya area dan minimnya peralatan keselamatan dapat berpotensi menimbulkan peluang risiko kecelakaan; dan

4) Belum tersedianya data informasi tentang kecelakaan kerja nelayan di PPS Bitung secara detil dengan keparahan kecelakaan khususnya perikanan soma pajeko menyulitkan penanggulangan dan pengendalian risiko kecelakaan untuk manajemen keselamatan kerja nelayan soma pajeko.

Berbagai masalah yang berkaitan dengan sistem manajemen keselamatan kerja pada perikanan soma pajeko di Bitung akan dianalisis dengan metode FSA (Formal Safety Assessment). Pendekatan sistem keselamatan kerja dengan analisis pengukuran peluang dan tingkat risiko digunakan untuk mengkaji sistem keselamatan kerja nelayan perikanan soma pajeko di Bitung.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka tujuan utama penelitian ini adalah mengenai keselamatan kerja nelayan pada perikanan soma pajeko di Bitung. Secara khusus penelitian ini akan menggali dan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi aktivitas dan mengetahui intensitas kerja nelayan dalam pengoperasian soma pajeko yang berpotensi untuk menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja di laut.

2) menganalisis peluang/tingkat risiko terbesar terhadap konsekuensi kegagalan aktivitas akibat kesalahan manusia dan melakukan pengendalian risiko untuk mengurangi tingkat risiko kecelakaan kerja pada pengoperasian soma pajeko di Bitung

(22)

4

3) Merumuskan rekomendasi untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja yang disebabkan oleh human error pada aktivitas pengoperasian soma pajeko di Bitung.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat memberikan pengembangan IPTEKS (Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni) pada sistem manajemen keselamatan kerja nelayan soma pajeko. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya serta memberikan informasi yang berguna untuk implementasi keselamatan kerja nelayan bagi semua stakeholder yang terlibat dalam sistem manajemen keselamatan kerja nelayan khususnya perikanan soma pajeko di Bitung. Hasil penelitian berguna sebagai informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengembangkan sistem keselamatan kerja nelayan pada pengoperasian penangkapan ikan dengan soma pajeko.

Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian keselamatan kerja nelayan pada perikanan soma pajeko yang berada di PPS Bitung dibatasi pada aktivitas pengoperasian perikanan soma pajeko yang menggunakan Perahu Motor Tempel (PMT) dengan panjang kapal <24 meter. Sebuah pendekatan sistem dilakukan untuk melakukan investigasi yang berhubungan dengan sistem manajemen keselamatan. Hal pertama yang dilakukan adalah menginventarisasi aktivitas pada pengoperasian soma pajeko dan sumber bahaya yang ada, mengukur peluang/tingkat risiko yang dihasilkan dan menelaah sistem manajemen keselamatan dan elemen-elemen yang terkait serta mendefinisikan sistem manajemen keselamatan itu sendiri.

Aspek yang ditelaah dalam penelitian ini adalah aktifitas dan prosedur (kegiatan dan cara melakukan aktivitas pada tempat kerja), latar belakang sumberdaya manusia (tingkat pendidikan, umur, pengetahuan, kesadaran, struktur organisasi dan lain-lain), wilayah kerja dan peralatannya, aturan dan kebijakan (nasional dan internasional) serta organisasi dan koordinasi (pemerintah).

Sebuah manajemen keselamatan dibagi menjadi tiga hal berikut: 1) persiapan, 2) di tempat aktivitas dan 3) kesimpulan. Tahap pertama mencakup perencanaan audit, dan mencari informasi latar belakang. Tahap kedua terdiri dari wawancara, observasi dan review dokumen di tempat kerja. Pada tahap terakhir, hasil audit dilaporkan dan rencana tindak lanjut akan disusun.

Penilai atau peneliti dapat menyiapkan pertanyaan secara individu untuk setiap sesi, dan juga memungkinkan untuk menggunakan alat penilaian khusus yang meliputi daftar tetap pertanyaan. Beberapa alat ini termasuk fitur tambahan seperti bobot pertanyaan yang berbeda, dan sistem penilaian yang menghasilkan nilai numerik untuk tingkat aktivitas keselamatan. Hasil dari penilaian tersebut digunakan untuk merancang suatu alternatif solusi atas suatu permasalahan, baik dengan aturan, prosedur kerja, tempat kerja ataupun peralatan yang bertujuan meminimalkan risiko. Kerangka pemikiran dalam sistem manajemen keselamatan yang berhubungan dengan penelitian ini disajikan dalam kerangka pemikiran pada Gambar 3.

(23)

5

Gambar 3 Kerangka Pemikiran SDM (Nelayan)

Keselamatan kerja nelayan pada perikanan soma pajeko (mini purse seine) di Bitung

Permasalahan

 Trend kecelakakaan kapal penangkap ikan meningkat di Bitung

Kecelakaan jenis kapal purse seine ke-2 terbesar dan memiliki jumlah awak kapal (nelayan) terbanyak di Bitung

 Kurangnya data dan informasi detil kecelakaan kerja di laut menyulitkan koordinasi penanggulangan kecelakaan

 Risiko aktivitas pengoperasian soma pajeko di malam hari

Ruang Lingkup

 Aktivitas pengoperasian soma pajeko PMT < 24 m di PPS Bitung

 Investigasi aktivitas dan prosedur kerja nelayan pada perikanan soma pajeko  Penilaian dan pengendalian kemungkinan bahaya dan risiko nelayan

 Identifikasi manajemen keselamatan kerja nelayan pada perikanan soma pajeko

Pendekatan Sistem dengan metode FSA

Urutan Aktivitas dan prosedur

Area kerja

Identifikasi Bahaya (HTA, Intensitas aktivitas kerja)

rekomendasi keselamatan kerja nelayan soma pajeko di Bitung

Sistem Keselamatan Kerja Nelayan pada Perikanan Soma Pajeko di Bitung

Manajemen Pengendalian

Solusi

Peralatan

Pengukuran Tingkat Risiko (HEART)

Pengendalian Risiko (Prinsip ALARP)

Keterangan : FSA = Formal Safety Assessment HTA = Hierarchycal Task Analysis

HEART = Human Error Assessment and Reduction Technique

(24)

2 AKTIVITAS PENGOPERASIAN SOMA PAJEKO (MINI

PURSE SEINE) DI BITUNG

Pukat cincin (purse seine) merupakan alat tangkap ikan yang tergolong berukuran besar, membutuhkan nelayan berjumlah banyak. Persiapan purse seine dengan kelengkapannya (desain, konstruksi, dan alat bantu penangkapan ikan), kemampuan mendeteksi gerombolan ikan secara tepat, dan ketrampilan untuk mengoperasikannya merupakan faktor penting untuk terhindar dari resiko kegagalan dalam setiap operasi penangkapan ikan dengan menggunakan purse

seine, mengingat pengoperasian purse seine harus aktif mencari, mengejar, dan

mengurung ikan pelagis yang bergerombol dan bergerak cepat dalam jumlah besar atau melalui alat pengumpul ikan (rumpon dan lampu) (Zarochman dan Wahyono 2005).

Ayodhyoa (1981) mengemukakan tujuan penangkapan purse seine adalah ikan-ikan yang merupakan pelagic schooly spesies (membentuk kumpulan padat)dan berada dekat permukaan air (sea surface) atau jenis-jenis ikan yang mempunyai sifat tertarik oleh suatu atraktor seperti rumpon dan cahaya lampu. Menurut Josephus (2011), operasi penangkapan ikan dengan pukat cincin dilakukan pada malam hari, dengan menggunakan alat bantu rumpon (rakit) dan perahu lampu. Perahu lampu seperti tipe perahu pelang yang digunakan untuk meletakkan lampu laguna yang menyerupai lampu petromaks berfungsi untuk memikat ikan supaya berkumpul dalam satu area penangkapan.

Kapal penangkapan yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil adalah kapal kecil yang menggunakan alat tangkap pukat cincin mini (mini purse

seine) yang digunakan untuk mengoperasikan mini purse seine. Menurut istilah

nelayan dari Bitung disebut soma pajeko yang mulai populer digunakan sejak pertama kali diperkenalkan ke Bitung pada tahun 1997 (Luasunaung, 1999). Berdasarkan tipe pengoperasiannya mini purse seine di perairan sekitar pulau Mayau baik untuk nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung) adalah tipe satu kapal (one boat system).

Berdasarkan hasil penelitian Marasut (2005) yang diacu dalam Karman (2008), kapal-kapal pukat cincin pada beberapa daerah di Sulawesi Utara (Tumumpa, Belang, Lolak, dan Bitung) memiliki ukuran panjang (L) 14,72 m – 22,50 m, lebar (B) 3,81 m – 4,00 m, dan dalam (D) 1,28 m – 1,80 m; selanjutnya dikatakan bahwa kapal-kapal pukat cincin yang digunakan di beberapa daerah Sulawesi Utara mempunyai kecepatan yang besar dan lebar yang besar dikarenakan pada bagian tengah kapal ditempatkan jaring dan wings hauler.

Hasil Penelitian Karman (2008) menyebutkan mini purse seine terdiri dari kantong (bunt), badan jaring, sayap, jaring pada pinggir badan jaring (selvedge), tali ris atas (floatline), tali ris bawah (leadline), pemberat (sinkers), pelampung (floats), dan cincin (purse rings). Jumlah nelayan yang mengoperasikan mini

purse seine (soma pajeko) dalam operasi penangkapan relatif sama untuk nelayan

mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung) yaitu berkisar antara 18 – 22 orang termasuk “tonaas”.

Tonaas adalah orang yang memimpin operasi penangkapan (fishing master).

Umumnya operasi penangkapan dilakukan pada malam hari dan dini hari. Tahapan pengoperasian mini purse seine dibagi dalam empat tahap yaitu; (1)

(25)

persiapan, (2) perjalan perahu lampu ke rumpon (fishing ground), (3) perjalanan kapal penangkap ke rumpon (fishing ground), dan (4) kegiatan operasi penangkapan (Karman, 2008).

Perikanan soma pajeko tidak terlepas dari kapal yang memuat personil kerja (nelayan) dan hasil tangkapannya. Pengoperasian alat tangkap soma pajeko yang dilakukan pada malam hari hingga pagi hari di perairan Bitung mempunyai peluang kecelakaan bagi nelayan. Hal ini juga berlaku terhadap keselamatan nelayan pada aktivitas mulai dari persiapan di pelabuhan menuju lokasi fishing

ground sampai kembali ke pelabuhan beserta muatan pada kapal. FAO (2009)

mengatakan bahwa penyebab utama kecelakaan laut yang berujung pada hilangnya nyawa manusia ini adalah murni kelalaian manusia (human error). Otoritas yang berwenang harus menetapkan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk memungkinkan kemudahan memperoleh informasi yang jelas saat berada di atas kapal agar nelayan dapat bekerja dengan nyaman sesuai dengan hak dan kewajibannya, seperti mengenai kondisi kerja yang ada (Purwangka et al. 2013). Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian terhadap keselamatan kerja nelayan pada aktivitas perikanan soma pajeko (mini

purse seine), karena di dalam unit penangkapan ini jumlah nelayan yang terlibat

cukup banyak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi aktivitas dan mengetahui intensitas kerja nelayan dalam pengoperasian soma pajeko yang berpotensi untuk menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja di laut.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan November – Desember 2013. Lokasi penelitian dilakukan di Bitung, Sulawesi Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah observasi dan deskriptif kuantitatif. Metode observasi dilakukan secara langsung dengan mengikuti trip penangkapan soma pajeko.

Gambar 4 Peta lokasi penelitian di Bitung (diolah menggunakan piranti lunak yang mendukung)

(26)

Observasi ini dilakukan terhadap unit penangkapan ikan soma pajeko yang beroperasi di Bitung Sulawesi Utara untuk melihat secara langsung aktivitas penangkapan ikan dengan unit soma pajeko. Metode deskriptif kuantitatif digunakan dalam menggambarkan aktivitas pengoperasian soma pajeko dari tahap awal hingga akhir dengan pendekatan kuantitatif untuk mendapatkan nilai dari setiap tahap aktivitas tersebut.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer menurut Sugiyono (2011) dapat dilakukan dengan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (purposive sampling). Jumlah data yang diteliti akan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan jumlah nara sumber (awak kapal) yang banyak dalam 1 (satu) unit soma pajeko. Unit soma pajeko terbatas pada kriteria Perahu Motor Tempel (PMT) dengan panjang <24 meter dengan pengoperasian one day fishing. Jenis dan sumber data yang dikumpulkan disampaikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis Data Sumber data

1) Unit Penangkapan Soma Pajeko

 Kapal, meliputi dimensi, tonase, kondisi mesin dan kelengkapan surat ijin.

 Alat, meliputi dimensi kondisi alat, dan metode pengoperasian

 Nelayan, meliputi jumlah nelayan (termasuk nakhoda dan ABK), umur, pendidikan, Struktur organisasi di atas kapal,

2) Urutan Aktivitas

Pengoperasian Soma Pajeko

 Persiapan

Loading

Pelayaran dari fishing base menuju fishing ground

Setting

Hauling

Penanganan Hasil tangkapan di atas kapal

Pelayaran dari fishing base menuju fishing ground

Unloading 3) Perlengkapan Alat

Keselamatan di Laut

Alat Perlindungan Diri (APD), emergency signal, radio, alat keselamatan di kapal.

4) Data informasi kecelakaan kerja soma pajeko di laut

 Dokumen-dokumen yang mendukung

Data dan informasi yang berhubungan dengan aktivitas pengoperasian soma pajeko dapat ditelaah secara mendalam dengan pedoman wawancara yang telah disiapkan sebelumnya. Hal-hal yang digali dengan wawancara berhubungan dengan pekerja di atas kapal (nakhoda dan ABK), pekerjaan, dan lingkungan kerja pengoperasian unit penangkapan ikan soma pajeko. Data sekunder diperoleh dari penelusuran pustaka untuk digunakan sebagai penunjang data primer.

Prosedur teknik pengumpulan data pada penelitian untuk gambaran aktivitas soma pajeko dilakukan dengan pengambilan gambar menggunakan alat ukur kamera video. Data kecelakaan kerja dan informasi lainnya yang mendukung dilakukan dengan wawancara mendalam berdasarkan pedoman wawancara yang sudah disiapkan sebelumnya. Alat pendukung untuk penelitian antara lain Global

(27)

Analisis Data

Analisis data berdasarkan metode Formal Safety Assessment dimana tahapan pertama dari metode tersebut dilakukan identifikasi aktivitas dengan

Hierarchical Task Analysis (HTA). Dalam HTA juga dikenal plan yang

menjelaskan mengenai urutan dan kondisi suatu aktivitas yang dilakukan (Lane et

al. 2008). Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan HTA adalah

sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi aktivitas utama yang akan dianalisis, dengan menentukan tujuan serta batasannya.

2) Memecah aktivitas utama menjadi sub aktivitas dan membangun plan. 3) Menghentikan sub aktivitas berdasarkan tingkat rinciannya.

4) Melanjutkan proses penguraian aktivitas.

5) Mengelompokkan beberapa sub aktivitas (jika terlalu detail) ke level yang lebih tinggi dari sub aktivitas.

Sifat aktivitas dibagi atas aktivitas primer dan sekunder. Aktivitas primer berupa aktivitas yang harus dilakukan sesuai tahap dan urutannya dan tidak dapat dilakukan pada urutan tahap lain, sedangkan aktivitas sekunder dapat dikerjakan pada urutan aktivitas lain. Aktivitas pengoperasian soma pajeko diasumsikan mempunyai bobot pekerjaan yang sama. Untuk perhitungan total aktivitas kerja di atas kapal dijumlahkan dari banyaknya aktivitas primer dan sekunder pada masing-masing tahapan aktivitas. :

( ) sehingga dapat dijabarkan menjadi :

∑ ∑ ... (1) dengan : i = tahap ke – 1,2,…..,n

n = jumlah tahap aktivitas

Intensitas kerja (work intensity) sebagian besar diteliti melalui studi kuantitatif dengan menggunakan instrumen survei skala besar dan telah dipahami sebagai serangkaian pengukuran seperti: kecepatan kerja (pace of work); kebutuhan untuk memenuhi tenggat waktu yang ketat; seberapa keras atau seberapa banyak usaha pekerja dimasukkan ke dalam pekerjaan mereka (Hamilton 2007).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) intensitas adalah keadaan tingkatan atau ukuran intensnya. Intensitas kerja yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan ukuran jumlah awak kapal (orang) yang terlibat dalam 1(satu) aktivitas. Satuan untuk intensitas kerja ini yang dipakai adalah Orang Aktivitas (OA). Intensitas kerja primer dan sekunder dihitung untuk mendapatkan nilai total intensitas kerja. Kedua intensitas tersebut dirumuskan sebagai berikut:

dengan : IKP = Intensitas Kerja Primer IKS = Intensitas Kerja Sekunder

IKT = Total Intensitas Kerja OA = Orang Aktivitas (satuan unit ‘intensitas kerja’) i = tahap ke – 1,2,…..,n

n = jumlah tahap aktivitas

∑ ( ) ...(2) ………...(4) ∑ ( )…..…..(3) ndeks ta a ke-i= i

(28)

Persamaan (2) dan (3) akan menghasilkan Intensitas Kerja Total (IKT). Indeks Intensitas Kerja Primer (IKP) digunakan dalam menentukan ranking. Nilai IKP masing-masing tahap aktivitas diurutkan dari nilai IKP terbesar hingga terkecil. Menurut Silaban (2010), terdapat hubungan yang sangat signifikan (p<0,01) antara jumlah keterlibatan tenaga kerja dengan jumlah kecelakaan kerja. IKP yang paling besar menunjukkan ranking aktivitas paling tinggi dimana keterlibatan awak kapal paling besar. Pada aktivitas dimana keterlibatan awak kapal paling banyak akan memiliki peluang terjadinya risiko kecelakaan yang lebih tinggi dibandingkan aktivitas lainnya.

Hasil dan Pembahasan

Perikanan soma pajeko termasuk ke dalam perikanan mini purse seine yang sampai saat ini masih banyak dioperasikan di perairan Bitung, Sulawesi Utara. Kapal penangkapan yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil adalah kapal yang digunakan untuk mengoperasikan mini purse seine yang menurut istilah nelayan dari Bitung disebut soma pajeko (Karman, 2008). Berdasarkan data Syahbandar Perikanan Bitung tahun 2009 panjang kapal (LOA) soma pajeko berkisar antara 11 – 14 meter dengan jumlah ABK kapal sebanyak 9 – 25 orang. Pada umumnya metode pengoperasian soma pajeko dengan jenis PMT (Perahu Motor Tempel) dengan panjang kapal <24 meter melakukan operasi one

day fishing dilakukan setiap malam hari. Surat Ijin Berlayar (SIB) dan Surat

Layak Operasi (SLO) diurus setiap tiga hari sekali.

Area penangkapan ikan (fishing ground) untuk pengoperasian soma pajeko umumnya pada perairan sekitar Batu Putih, Sulawesi Utara, sekitar rumpon pada 30-60 mil atau belakang pulau Lembeh. Observasi dilakukan pada unit penangkapan ikan soma pajeko yang telah memiliki SIB dan SLO dari Syahbandar Perikanan PPS Bitung dengan dimensi panjang kapal (LOA=12 meter), lebar kapal (B=3 meter), dalam (D=1 meter) dengan total awak kapal (nakhoda dan ABK) sebanyak 28 orang. Hasil penelitian menunjukkan terdapat struktur organisasi di atas kapal untuk PMT soma pajeko dengan ukuran panjang kapal <24 meter terdiri atas 4 (empat) perwira, 2 (dua) operator pendukung operasi penangkapan ikan dan ABK biasa.

Gambar 5 Struktur organisasi di atas PMT soma pajeko <24m di Bitung Kapten/Tonaas

Asisten Kapten

Kepala Kerja Pengurus (Chief)

Operator

winch Juru Mudi/ Juru

Mesin

Anak Buah Kapal (ABK) biasa

(29)

Istilah perwira yang digunakan oleh nelayan soma pajeko di Bitung secara normatif untuk menunjukkan jabatan dan fungsi tanggung jawab kerja pada pengoperasian soma pajeko PMT<24 meter di Bitung. Istilah dan pembagian tugas jabatan di atas kapal dari 4 (empat) perwira tersebut adalah dijelaskan sebagai berikut sebagai berikut :

(1) Kapten/Tonaas : sebagai nakhoda kapal yang membuat perencanaan pelayaran, tujuan operasi penangkapan ikan, penentu keputusan, merangkap sebagai tonaas (fishing master) yang menentukan keberhasilan proses penangkapan ikan, bertanggung jawab penuh terhadap keslaikan dan keselamatan kapal dan muatan.

(2) Asisten Kapten : membantu kapten dalam kode navigasi pelayaran dan asisten fishing master

(3) Kepala Kerja : menyiapkan kegiatan setting, hauling dan penanganan hasil tangkapan.

(4) Pengurus (Chief) : administrasi surat – surat ijin berlayar, pencatatan pembelian perbekalan, persiapan, logistik, mengatur penempatan hasil tangkapan pada kapal.

Pembagian jabatan di atas kapal pada perikanan soma pajeko dengan panjang kapal <24 meter di PPS Bitung bila dilihat dari pengaturan tanggung jawab perwira menyerupai pengaturan organisasi di kapal ikan pada umumnya. Pada kasus kapal soma pajeko yang berupa PMT <24 meter di Bitung jumlah awak pada unit penangkapan ikan yang diteliti memiliki total awak kapal sebanyak 28 orang dengan pengalaman kerja kapten kapal selama 20 tahun dengan kompentensi SKK-60 Mil. Tanggung jawab kapten kapal soma pajeko sebagai nakhoda sesuai dengan peraturan UU. No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan PP No. 7 tahun 2008 tentang Kepelautan.

Pada struktur tersebut (Gambar 5) tidak ada perwira bagian mesin yaitu Kepala Kamar Mesin (KKM) karena kondisi kapal soma pajeko berupa PMT yang tidak memiliki ruang mesin. Juru mudi merangkap sebagai juru mesin kapal (untuk olah gerak kapal). Operator mesin winch hanya bertanggungjawab pada saat proses penangkapan ikan dan perawatan mesin winch sebagai alat bantu operasi penangkapan ikan. Kedua operator tersebut tidak mempunyai wewenang untuk mengatur ABK namun bertanggungjawab langsung kepada kapten/tonaas. Hal ini menunjukkan telah ada pengaturan tanggung jawab sesuai dengan perjanjian kerja laut yang dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD 395) dengan pemilik kapal/perusahaan.

Tahapan Aktivitas Soma Pajeko di Bitung

Pekerjaan/aktivitas dalam HTA dibagi menjadi beberapa level. Hal ini juga sangat bermanfaat untuk melihat aktivitas dalam berinteraksi dengan peralatan kerja dan aspek lingkungan kerja. Pekerjaan/aktivitas dibagi atas beberapa level berdasarkan tujuan yang ingin dicapai (Lyons et al. 2004). Level 0 menunjukan aktivitas atau sub-goals yang ingin dicapai. Tahapan aktivitas soma pajeko di PPS Bitung dikelompokkan menjadi 8 (delapan) tahap aktivitas pokok (sub-goal). Tahapan tersebut dijabarkan pada Tabel 2 berikut.

(30)

Tabel 2 Tahapan aktivitas pengoperasian PMT soma pajeko <24 m

No. Tahapan Aktivitas

1. Persiapan di darat 2. Loading

3. Berlayar ke fishing ground 4. Setting

5. Hauling

6. Penanganan hasil tangkapan di atas kapal 7. Berlayar ke fishing base

8. Unloading

Soma pajeko melakukan one day fishing di malam hari. Tahap 3, 4 dan 5 dapat berulang hingga mencapai 4 (empat) kali dalam 1 (satu) kali trip. Dalam HTA juga dikenal plan yang menjelaskan mengenai urutan dan kondisi suatu aktivitas yang dilakukan. Pekerjaan ini dipecah menjadi operasi sampai level paling rendah (Lane et al., 2008). Tiap tahapan akan dirinci lebih lanjut menjadi beberapa sub aktivitas. Penanggungjawab serta keterlibatan awak kapal yang digambarkan pada Gambar 5 ditempatkan berdasarkan tugas dan jabatannya di atas kapal soma pajekeo sesuai dengan aktivitasnya. Intensitas kerja awak kapal meliputi total keterlibatan awak berdasarkan jenis aktivitasnya seperti ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 3 HTA (Hierarchical Task Analysis) pengoperasian PMT soma pajeko <24 m

No. Aktivitas (plan) Penanggung

Jawab Intensitas Kerja (OA = Orang Aktivitas) jenis aktivitas 0. Tahap 1 (Persiapan)

1 Pengurusan dokumen-dokumen SIB (3 hari sekali)

Chief 1 Primer

2 Mendata ABK

2.1. Pengecekan kehadiran ABK Chief 1 Primer

2.2. Pembagian tugas ABK Chief 1 Primer

2.3. Pembelian perbekalan kru kapal Chief 1 Primer

3 Pengecekan dan perbaikan alat tangkap Kepala kerja 3 Primer

4 Pengecekan dan pengaturan mesin kapal Chief 2 Primer

5 Pengecekan kebutuhan blong dan keranjang ikan

Chief 3 Primer

sub total Tahap 1 : 12 OA

0. Tahap 2 (Loading)

1 Pengangkutan dan pengisian bensin Chief 6 Primer

2 Pengangkutan dan pengisian es kedalam palka Chief 6 Primer

3 Pengangkutan jerigen air minum Chief 6 Primer

4 Pengangkutan blong dan keranjang tambahan Chief 6 Primer

5 Awak naik ke kapal Chief 28 Primer

sub total Tahap 2 : 52 OA

0. Tahap 3 (Berlayar ke Fishing Ground)

1 Bertolak dari dermaga Kapten

1.1. Melepas tali tambat 4 Primer

1.2. Juru mesin menyalakan motor dan mengarahkan kapal keluar kolam pelabuhan

(31)

Tabel 3 HTA (Hierarchical Task Analysis) pengoperasian PMT soma pajeko <24 m (lanjutan)

No. Aktivitas Penanggung

Jawab Intensitas Kerja (OA = Orang Aktivitas) jenis aktivitas

0. Tahap 3 (Berlayar ke Fishing Ground)

1.3. ABK mendorong kapal lain di sisi kanan dan kiri

Kapten 7 Primer

2 Membuang air di lambung kapal Kepala kerja 2 Primer

3 ABK memakan perbekalan Chief 28 Sekunder

4 ABK mengganti pakaian/ mengenakan jas hujan

Chief 28 Sekunder

5 Persiapan alat tangkap :

5.1. Membuka terpal penutup jaring Kepala kerja 8 Primer

5.2. Menyiapkan jaring, pelampung dan cincin Kepala kerja 6 Primer

6 ABK mematikan lampu di kapal Kepala kerja 1 Primer

7 Tonaas mengarahkan kapal dengan lampu sorot menuju FG

Kapten 2 Primer

sub total Tahap 3 : 88 OA

0. Tahap 4 (Setting)

1 2 ABK penyelam pengawas ikan turun di dekat kapal lampu

Asisten Kapten 3 Primer

2 Pemasangan alat tangkap

2.1. Menurunkan pelampung tanda Kapten 4 Primer

2.2. Mengatur bagian jaring untuk diturunkan Kepala kerja 11 Primer

2.3. Menurunkan bagian sayap jaring 1 Kapten 7 Primer

2.4. Menurunkan bagian badan jaring Kapten 7 Primer

2.5. Menurunkan bagian sayap jaring 2 Kapten 7 Primer

3 Juru mudi menggerakkan kapal melingkari kawanan ikan

Kapten 2 Primer

4 Tonaas mengatur arah kapal dan mengawasi bentuk jaring

Kapten 2 Primer

5 ABK mempertahankan bentuk dan posisi jaring

Kepala kerja 26 Primer

sub total Tahap 4 : 69 OA

0. Tahap 5 (Hauling)

1 Penyelam mengawasi ikan, jaring dan memberikan kode

Asisten Kapten 3 Primer

2 Operator winch menyalakan mesin Kapten 2 Primer

3 ABK memasang tali kolor ke winch Kapten 5 Primer

4 Operator megoperasikan winch menaikkan cincin-cincin

Kapten 10 Primer

5 Menjepitkan sebagian sayap 1 dan 2 di bambu kapal (depan & belakang)

Kepala kerja 5 Primer

6 ABK bersiap di posisi (5-6 haluan, 15 dek tengah, 6-8 buritan)

Kepala kerja 28 Primer

7 ABK menarik jaring dan menyalakan lampu di dek

Kapten 28 Primer

8 Melepaskan ikan yang tersangkut pada sayap dan/atau badan jaring

Chief 28 Primer

9 Juru mudi mengatur olah gerak kapal saat hauling

Kapten 2 Primer

10 Mengatur posisi alat tangkap saat hauling Kapten 28 Primer

(32)

Tabel 3 HTA (Hierarchical Task Analysis) pengoperasian PMT soma pajeko <24 m (lanjutan)

No. Aktivitas Penanggung

Jawab Intensitas Kerja (OA = Orang Aktivitas) jenis aktivitas

0. Tahap 6 (Penangan Hasil Tangkapan di atas Kapal)

1 Mengangkat ikan dari kantong jaring dengan alat serok

Kepala kerja 16 Primer

2 Memasukkan ikan kedalam blong atau palka bila blong penuh

Chief 16 Primer

3 Memecahkan es dan memasukkan ke dalam blong

Kepala kerja 6 Primer

4 ABK merapihkan bentuk jaring untuk setting selanjutnya

Kepala kerja 28 Primer

5 Bila tidak ada setting lanjutan maka ikan disortir ke dalam keranjang

Kepala kerja 11 Sekunder

sub total Tahap 6 : 77 OA

0. Tahap 7 (Berlayar ke Fishing Base)

1 Tonaas mengarahkan arah menuju FB Kapten 3 Primer

2 Juru mudi mengatur kecepatan mesin kapal Kapten 3 Primer

3 ABK merapihkan bentuk jaring untuk disimpan

Kepala kerja 28 Primer

4 ABK menyortir ikan ke dalam keranjang Chief 11 Primer

5 ABK istirahat/memakan perbekalan Chief 28 Sekunder

sub total Tahap 7 : 73 OA

0. Tahap 8 (Unloading)

1 Melabuhkan kapal di kolam TPI

1.1. ABK mendorong kapal di kanan dan kiri kapal

Kapten 7 Primer

1.2. Juru mudi mengatur kapal untuk berlabuh Kapten 2 Primer

1.3. Melemparkan tali Kapten 5 Primer

1.4. ABK menurunkan hasil tangkapan Kapten 7 Primer

2 Juru mudi mengarahkan kapal dari kolam TPI menuju dermaga soma pajeko.

Kapten 2 Primer

3 ABK turun kapal dengan perlengkapan masing-masing

Chief 28 Primer

4 2 orang ABK piket menjaga kapal dan membersihkan kapal soma pajeko

Chief 2 Primer

sub total Tahap 8 : 53 OA

Porsi Tanggung Jawab Perwira pada Pengoperasian Soma Pajeko

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk pengoperasian soma pajeko teridentifikasi 8 aktivitas pokok dimana terdapat total 58 aktivitas. Setiap aktivitas yang melibatkan jumlah awak kapal, area kerja dan energi akan berisiko menimbulkan bahaya. Berdasarkan Tabel 2 dapat dihitung porsi tanggung jawab kerja dari tiap perwira soma pajeko.

Porsi terbesar adalah kapten sebanyak 40 % dari total aktivitas pengoperasian soma pajeko (Gambar 6). Saputra et. al. (2013) menyebutkan bahwa salah satu tanggung jawab nakhoda (kapten kapal) adalah membuat kapalnya layak laut agar tujuan keselamatan dan keamanan kapal, penumpang dan muatan terjamin. Oleh karena itu diperlukan suatu kemampuan dan kecermatan seorang nakhoda dalam memimpin suatu kapal.

(33)

Gambar 6 Porsi beban tanggung jawab kerja 4 perwira soma pajeko

Kapten kapal soma pakejo merangkap jabatan sebagai Tonaas atau fishing

master yang menentukan keberhasilan atau tidaknya proses penangkapan ikan.

Sesuai dengan tanggung jawabnya, jabatan kapten adalah pemimpin di atas kapal. Nelayan soma pajeko memiliki aturan “1 ka ten, 1 ka al” yang artinya semua tanggung jawab atas keselamatan kapal saat berlayar, keselamatan awak, keselamatan alat tangkap yang dioperasikan.

Gambar 7 menunjukkan Porsi beban tanggung jawab kerja dari 4 (empat) perwira soma pajeko di tiap tahapan kerja. Gambar tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan 4 (empat) perwira secara bersamaan terjadi pada tahap aktivitas ke -5 (Hauling). Tahap hauling menunjukkan porsi tanggung jawab terbesar terletak pada Kapten sebesar 60% dari 10 tugas (task). Hal ini menjelaskan pula bahwa Kapten mempunyai beban tanggung jawab terhadap keberhasilan proses operasi penangkapan ikan. Oleh karena itu jelas dibuktikan bahwa nakhoda kapal di kapal penangkap ikan tradisonal khususnya PMT soma pajeko di Bitung dengan ukuran panjang kapal <24 m memiliki 2 (dua) jabatan yaitu kapten kapal ikan merangkap juga sebagai fishing master.

Gambar 7 Persentase porsi tanggung jawab perwira aktivitas soma pajeko

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 1 2 3 4 5 6 7 8 Tahap aktivitas ke

(34)

Intensitas Kerja Nelayan Soma Pajeko

Tabel 4 berikut menunjukkan rincian banyaknya jumlah aktivitas pada pengoperasian soma pajeko. Aktivitas terbagi atas aktivitas primer dan sekunder. Aktivitas primer merupakan aktivitas yang harus dilakukan pada urutan tahapannya karena mempengaruhi keberhasilan proses untuk mencapai tujuan. Aktivitas sekunder tidak harus dilakukan sesuai urutannya karena bersifat tidak terikat untuk mencapai tujuan tahap tersebut.

Tabel 4 Jumlah aktivitas primer dan sekunder pengoperasian soma pajeko

Tahap ke- ∑aktivitas Total aktivitas

primer Sekunder 1 7 0 7 2 5 0 5 3 8 2 10 4 9 0 9 5 10 0 10 6 4 1 5 7 4 1 5 8 7 0 7 Total 54 4 58

Pengoperasian soma pajeko mempunyai 54 aktivitas primer dari total aktivitas sejumlah 58 aktivitas. Persentase aktivitas primer sebesar 93,1% dibandingkan aktivitas sekunder yang berjumlah 4 (empat) aktivitas (6,9%). Tahapan aktivitas yang paling berisiko tinggi terhadap keselamatan kerja nelayan adalah tahapan ke-5 yaitu hauling. Pada tahapan ini semua aktivitas bersifat primer dan merupakan aktivitas yang paling tinggi melibatkan semua awak kapal (ABK dan perwira) di atas kapal.

Tabel 5 Intensitas kerja awak kapal soma pajeko

Tahap ke – (i) IKPi

(OA)

IKSi

(OA)

IKTi

(OA)

Indeks IKPi Ranking

1 12 0 12 0,026 8 2 52 0 52 0,111 5 3 32 56 88 0,068 7 4 69 0 69 0,147 2 5 139 0 139 0,297 1 6 66 11 77 0,141 3 7 45 28 73 0,096 6 8 53 0 53 0,113 4 TOTAL 468 95 563

Total Intensitas Kerja Primer (IKP) pada pengoperasian 1 (satu) unit soma pajeko adalah 468 OA dan Total Intensitas Kerja Sekunder (IKS) adalah 95 OA. Intensitas Kerja Total (IKT) pada pengoperasian soma pajeko adalah 563 OA. Hal ini berarti bahwa untuk melakukan aktivitas pengoperasian soma pajeko dari tahapan awal hingga akhir membutuhkan usaha kerja/keterlibatan awak kapal setara dengan 563 orang.

Indeks IKP dihitung pada tiap tahap aktivitas. Berdasarkan tabel yang disajikan ranking aktivitas paling tinggi adalah tahap ke-5 (hauling). Tahap

Keterangan :

IKP = Intensitas Kerja Primer IKT = Total Intensitas Kerja

(35)

aktivitas ke-5 (hauling) memiliki nilai indeks IKP yang terbesar yaitu sebesar 0,297. Tahapan ini mempunyai total 10 aktivitas (17% dari 93,1% aktivitas primer) dan memiliki total IKP tertinggi yaitu sebanyak 139 OA dibanding aktivitas lainnya. Hal ini berarti bahwa untuk mencapai tujuan seluruh aktivitas tahap 5 (hauling) membutuhkan usaha keterlibatan awak kapal setara dengan 139 orang.

European Foundation for the Improvement of Living and Working Conditions (2001) menyatakan terdapat hubungan yang sangat kuat antara tingkat

intensitas dengan masalah kesehatan di satu sisi, dan dengan akibat kecelakaan di sisi lainnya. Pekerja yang terpapar dengan intensitas tinggi juga lebih cenderung untuk melaporkan posisi yang melelahkan dan menyakitkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Josephus (2011) bahwa purse seine (pukat cincin) merupakan alat penangkapan ikan dengan sistem kerja yang sangat mengandalkan keberadaan dan kekuatan fisik manusia sebab pada saat menarik, cincin dan jaring bertumpuh pada tali sehingga beban tarikan menjadi semakin berat, cepat lelah dan adanya keluhan muskuloskeletal. Keluhan tersebut apabila dibiarkan maka akan menimbulkan kecelakaan dan cedera akibat kerja. Berdasarkan hasil wawancara nelayan soma pajeko, hauling adalah aktivitas yang dirasakan paling berat dan berisiko tinggi terjadinya kecelakaan kerja. Pada tahap ini tetap membutuhkan tenaga manusia untuk menarik jaring walaupun terdapat teknologi winch untuk membantu menarik tali kolor dan cincin-cincin ke atas kapal. Hal ini menyebabkan awak kapal yang bekerja untuk pengoperasian soma pajeko diharuskan memiliki kekuatan fisik dan keterampilan yang memadai untuk kesuksesan terlaksananya aktivitas hauling.

‘ ntensitas kerja tinggi’ (high work intensity) merupakan keseluruhan kontribusi negatif terhadap kualitas pekerjaan intrinsik (pokok) yang mengacu pada intensitas usaha tenaga kerja selama waktu pekerjaannya (Eurofound 2012). Pengoperasian soma pajeko pada tahap setting dan hauling dapat dilakukan minimal 1 (satu) hingga 4 (empat) kali pengulangan. Pengulangan aktivitas tersebut membuat intensitas kerja awak kapal semakin tinggi dan menambah beban kerja bagi awak kapal. Hal ini akan berdampak pada kinerja awak kapal yang semakin menurun akibat kelelahan. Akibat dari kelelahan tersebut berpotensi untuk membuat peluang terjadinya kecelakaan kerja semakin besar yang dapat menimbulkan terjadinya kecelakan di laut karena kesalahan manusia. Tahap aktivitas hauling ini merupakan titik kritis (level aktivitas paling tinggi) dari tahapan keseluruhan pengoperasian soma pajeko yang mempengaruhi keselamatan kerja nelayan soma pajeko. Untuk menghindari kondisi yang makin memperbesar intensitas kerja nelayan soma pajeko, diperlukan distribusi pembagian kerja antara awak kapal dengan kompetensi yang dimiliki sesuai dengan jenis pekerjaannya. Dengan demikian dapat diukur intensitas kerja yang optimal (tidak kurang dan tidak berlebihan) terhadap tiap tahap aktivitas pengoperasian soma pajeko.

Identifikasi Bahaya Kecelakaan Kerja pada Pengoperasian Soma Pajeko Pengoperasian alat tangkap soma pajeko yang dilakukan pada malam hari hingga pagi hari di perairan Bitung mempunyai potensi terjadinya kecelakaan bagi nelayan. Hal ini juga berlaku terhadap keselamatan nelayan pada aktivitas mulai dari persiapan di pelabuhan menuju lokasi fishing ground sampai kembali ke

Gambar

Gambar 1 Kecelakaan kapal perikanan 2007-2013 di Bitung dan penyebabnya
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
Gambar 4 Peta lokasi penelitian di Bitung  (diolah menggunakan piranti lunak yang mendukung)
Tabel 1 Jenis dan Sumber Data Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Normal : Menampilkan secara lengkap outline presentasi, isi slide dan catatan pada slide tersebut Slide Sorter : Menampilkan secara keseluruhan dari slide yang Anda buat dalam

Hal ini diperkuat oleh pendapat Bray (2015) yang menjelaskan bahwa kejadian trauma akibat bencana alam, pelecehan seksual, pola asuh yang salah, interaksi sosial yang tidak

Peningkatan kemampuan mengurus diri dengan menggunakan multimedia pada penelitian ini mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian relevan yang dilakukan oleh

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh variabel total produksi jagung pipilan kering, total produksi beras jagung, harga

“Saya senang menggunakan media karena dapat mudah dan cepat kami pahami dan mengerti.Media itu perlukarena dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti.Penilaian saya dengan

Untuk mencari kombinasi level-level variabel proses yang dapat menghasilkan respon yang optimum (target, minimum, dan maksimum) maka digunakan metode permukaan respon

Hasil tes kemahiran menulis karangan deskripsi siswa kelas X SMK Kesehatan Widya Tanjungpinang Tahun Pelajaran 2015-2016 setelah penerapan metode pembelajaran

Sehingga pada saat ini diperlukan suatu sistem administrasi manajemen surat yang lebih terstruktur agar dapat mempercepat pencarian data yang ada dan pembuatan laporan, sehingga