• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN MINI PURSE SEINE BERBASIS OPTIMASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL DI PROVINSI MALUKU UTARA IRHAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN MINI PURSE SEINE BERBASIS OPTIMASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL DI PROVINSI MALUKU UTARA IRHAM"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

DI PROVINSI MALUKU UTARA

IRHAM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(2)

DI PROVINSI MALUKU UTARA

IRHAM

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Dapartemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN

BOGOR

2006

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pengembangan Perikanan mini purse seine Berbasisi Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Provinsi Maluku Utara adalah karya saya sendiri dan belum dia jukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2006

Irham

(4)

Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan ZULKARNAIN.

Perairan Maluku Utara memiliki potensi ikan pelagis kecil yang cukup besar namun diduga tingkat pemanfaatannya belum optimal, hal ini disebabkan karena masih rendahnya produktivitas usaha penangkapan yang dimiliki oleh usaha perikanan mini purse seine.Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) menentukan hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi unit penangkapan mini purse seine; 2) menentukan jumlah unit penangkapan mini

purse seine yang optimum untuk mencapai tingkat produksi dan keuntungan

ekonomi maksimum dalam pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil; dan 3) menentukan tingkat kelayakan usaha perikanan mini purse seine di Maluku utara.

Penelitian ini menggunakan metode survei dan observasi dengan menggunakan analisis regresi berganda untuk menganalisis hubungan antara faktor -faktor produksi dengan produksi unit penangkapan mini purse seine, model surplus produksi digunakan dalam pendugaan stok sumberdaya ikan, model Gordon Schaefer untuk menganalisis kondisi bio-nomik penangkapan dan analisis finansial untuk menganalisis pendapatan dan kelayakan usaha.

Hasil anailsis faktor -faktor teknis produksi mini purse seine dalam usaha penangkapan ikan pelagis kecil di Maluku Utara, diperoleh faktor-faktor teknis produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi ikan antara lain jumlah tenaga kerja, jumlah hari tangkapan, tinggi mini purse seine dan panjang mini

purse seine sedangkan faktor teknis produksi yang tidak berpengaruh nyata yaitu

ukuran kapal. Hasil analisis bio -ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil dengan mini purse seine di Maluku Utara menunjukan bahwa tingkat pengusahaan semberdaya ikan pelagis kecil dengan mini purse seine telah mendekati nilai optimal (MEY). Hal ini dapat dilihat dari hasil aktual penangkapan ikan pelagis kecil yang hampir mendekati tingkat penangkapan optmum dengan hasil tangkapan aktual (ha) yang diperoleh sebesar 18.677,060 kg per tahun dan effort aktual (Ea) yaitu 24.240 trip per tahun atau setara dengan 202 unit mini purse seine. Untuk hasil analisis bioekonomi diperoleh hasil tangkapan optimum

untuk ikan pelagis kecil sebesar 20.781.869,29 kg per tahun dengan effort optimum 36.975 trip per tahun setara dengan 205 unit mini purse seine . Hasil analsis usaha dan finansial penangkapan ikan pelagis kecil dengan mini purse

seine di Maluku utara di peroleh nilai BEP (Break Event Point) untuk nilai

produksi per tahun sebesar Rp. 68.837.032 dan volume produksi per tahun sebesar 28,89 ton. Nilai NPV sebesar Rp. 453.157.157, nilai IRR sebesar 47,23 persen dan nilai Net B/C sebesar 2,19 lebih dari satu, maka perikanan mini purse

(5)

of Small Pelagic Resources In North Maluku Province.Under the direction of SUGENG HARI WISUDO and ZULKARNAIN.

The small pelagic in North Maluku is highly potential, but the utilization has been not optimum due to low productivity of mini purse seine fishery. The objectives of the research are: 1) to determine relationship between production factors and mini purse seine fishing unit production; 2) to determine optimum mini purse seine fishing unit for maximum production and economic profit level in the utilization of small pelagic resources; and 3) to determine feasibility of mini purse seine fishery in North Maluku.

Survey and observation methods were used in this research. Multiple regression analysis to analyze relationship between production factors with catch of fishing unit mini purse seine, production surplus method used on fish resources stock estimation, Gordon Schaefer model to analyze fishing bio-economic condition and financial analysis to analyze business revenue and feasibility.

The result from multiple regression analysis showed the technical production factors that have significant effect to the fish production are number of labor, number of fishing days, mini purse seine height and mini purse seine length, otherwise factors that have not significant effect is boat size. The result from bio-economic analysis showed that exertion level of small pelagic resources using mini purse seine is almost optimum (MEY). The optimum catch for small pelagic is 20.781,87 tons per year with the optimum effort of 36.975 trips per year or equivalent with 205 mini purse seine units. Business and financial analysis of small pelagic fishing using mini purse seine showed BEP for production value per year of Rp 68.837.032,- and production volume per year of 28,89 tons. Value of NPV is Rp 453.157.157,- with IRR value of 47.23% and Net B/C value of 2.19 (more than 1), therefore mini purse seine in North Maluku is feasible to be developed.

Keywords: Development, mini purse seine, optimization of sma ll pela gic resources

(6)

@ Hak cipta milik Irham, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi,

(7)

Nama : Irham

NRP : C551040031

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sugeng H. Wisudo, M.Si Ir. Zulkarnain, M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul Analisis Pengembangan Perikanan mini purse seine Berbasis Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Provinsi Maluku Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sugeng H. Wisudo, M.Si dan Ir. Zulkarnain, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan dalam penyelesaian penulisan ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Ketua Program Studi Teknologi Kelautan serta kepada seluruh staf dosen dalam lingkungan Program Studi Teknologi Kelautan dan semua pihak yang telah memberikan masukan dan kritikan.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat dan sesuai yang di harapkan oleh semua pihak.

Bogor, Maret 2006

(9)

(Alm) Yusuf. Hi. Ichsan dan ibu Siti Hawa Musa. Penulis merupakan putra kelima dari lima bersaudara.

Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ternate dan di terima di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate. Tahun 2002 penulis menyelesaikan studi S1 dan tahun yang sama pula penulis di angkat

menjadi PNS sebagai staf dosen pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate. Tahun 2004 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan program magister pada Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Teknologi Kelautan.

(10)

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang. ... 1 1.2 Perumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan Penelitian... 7 1.4 Manfaat Penelitian. ... 7 2 TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1 Usaha Perikana n Tangkap... ... 8

2.2 Pukat Cincin (purse seine).. ... 9

2.3 Pukat Cincin ( mini purse seine) di Maluku Utara... 10

2.4 Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil... 12

2.5 Fungsi Produksi ... 18

2.6 Model Produksi Surplus dan Model Bioekonomik. ... 19

2.6.1 Model pr oduksi surplus. ... 19

2.6.2 Model bioekonomik. ... 20

2.7 Analisis Investasi... 21

3 METODOLOGI... 25

3.1 Waktu dan Tempat.. ... 25

3.2 Metode Pengumpulan Data. ... 26

3.3 Metode Analisis Data. ... 26

3.3.1 Analisis fungsi produksi... 26

3.3.2 Pendugaan parame ter biologi.... ... 29

3.3.3 Pendugaan parameter ekonomi. ... 31

3.3.4 Analisis kelayakan usaha . ... 31

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN... 35

4.1 Letak Georafis dan Administrasi... 33

4.2 Karakteristik wilayah... ... 35

4.2.1 Karakteristik iklim... 35

4.2.2 Karakteristik oseanografi... 37

4.3. Kondisi Umum Perikanan Pelagis... 38

4.3.1 Potensi sumberdaya per ikanan pelagis... 38

4.3.2 Potensi sarana dan prasarana perikanan pelagis... 39

4.3.3 Kelembagaan nelayan dan koperasi nelayan... 40

4.3.4 Perusahaan perikanan... ... 40

(11)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... ... 43

5.1 Unit Penangkapan Ikan... ... 43

5.1.1 Kapal... ... 43

5.1.2 Alat tangkap... ... 45

5.1.3 Nelayan... .... 47

5.2 Daerah Penangkapan... ... 49

5.3 Metode Operasi Penangkapan... ... 49

5.4 Musim Penangkapan ikan... ... 51

5.5 Volume dan Nilai Produksi.... ... 52

5.6 Komposisi Hasil Tangkapan.. ... 52

5.7 Analisis Faktor T eknis Produksi. ... 53

5.8 Aspek Biologi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil.... 59

5.8.1 Hasil tangkapan pukat cincin (mini purse seine) dan tingkat upaya penangkapan.... ... 60

5.8.2 Produksi lestari ikan pelagis kecil... 63

5.9 Aspek Ekonomi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil. ... 64

5.9.1 Biaya penangkapan. ... 64

5.9.2 Analisis harga ikan hasil tangkapan. ... 66

5.10 Analisis Bio -ekonomi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil. ... 66

5.11 Analisis Kelayakan Usaha Penangkapan Pukat cincin (mini purse seine)... 72

6 SIMPULAN DAN SARAN... 75

6.1 Simpulan. ... 75

6.2 Saran. ... 76

DAFTAR PUSTAKA... 77

LAMPIRAN... 81

(12)

Halaman

1 Karakteristik iklim dan wilayah... ... 36 2 Produksi perikanan pelagis kecil di perairan Maluku Utara

antara tahun 1995-2004... 38 3 Jenis armada, volume dan jumlah unit armada penangkapan

ikan pelagis kecil di perairan Maluku Utara... ... 39 4 Jumlah pukat cincin ( mini purse seine) di Maluku Utara

tahun 1995-2004. ... 40 5 Spesifikasi kapal pukat cincin (mini purse seine) di Maluku Utara.... 44 6 Komposisi hasil tangkapan pukat cincin ( mini purse seine) di perairan

Maluku Utara... 53 7 Struktur biaya penangkapan pukat cincin (mini purse seine) di Maluku

Utara tahun 2004... ... 65 8 Optimalisasi bio-ekonomi dalam berbagai kondisi pengelolaan

sumberdaya ikan pelagis kecil dengan pukat cincin (mini purse seine)

(13)

Halaman

1 Diagram alir pengembangan perikanan pukat cincin (mini purse seine)

berbasis optimasi sumberdaya ikan pelagis kecil... 6

2 Unit penangkapan pukat cincin (mini purse seine)... ... 10

3 Ikan kembung (Restrelliger spp )... 14

4 Ikan layang (Decapterus spp).. ... 15

5 Ikan selar (Selaroides spp)... ... 17

6 Ikan tongkol (Auxis thazard)... 18

7 Kapal utama (tipe lambut)... ... 43

8 Kapal jhonson (tipe slep)... 44

9 Desain jaring pada pukat cincin (mini purse seine) di Maluku Utara. 44

10 Sistem bagi hasil usaha perikanan mini purse seine di Maluku Utara.. ... 48

11 Penurunan atau setting pukat cincin (mini purse seine)... 50

12 Penarikan atau hauling pukat cincin (mini purse seine). ... 51

13 Hasil tangkapan pukat cincin (mini purse seine) di Maluku Utara ... 53

14 Hubungan antara jumlah anak buah kapal (ABK) dengan hasil tangkapan (ton)... 58

15 Hubungan antara panjang jaring (meter) dengan hasil tangkapan (ton). ... 58

16 Hubungan antara tinggi jaring (meter) dengan hasil tangkapan (ton). ... 59

17 Hubungan antara hari penangkapan dengan hasil tangkapan (ton)... 59

18 Grafik perkembangan produksi penangkapan ikan pelagis kecil dengan pukat cincin ( mini purse seine) tahun 1995-2004 di Maluku Utara. ... 60

(14)

20 Grafik perkembangan CPUE penangkapan ikan pelagis kecil dengan

pukat cincin (mini purse seine) tahun 2995-2004 di Maluku Utara. 61 21 Grafik perkembangan CPUE dengan upaya penangkapan (Effort)

pada alat tangkap pukat cincin (mini purse seine) tahun 1995-2005 di

Maluku Utara... 63 22 Hubungan antara hasil lestari ikan pelagis kecil dengan upaya

penangkapan pukat cincin (mini purse seine) model Schaefer di perairan Maluku Utara. ... 64 23 Perbandingan hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan menggunakan pukat cincin ( mini purse seine) setiap kondisi periode 1995-2004 di Maluku Utara. ... 67 24 Perbandingan tingkat upaya penangkapan ikan pelagis kecil dengan

menggunakan pukat cincin (mini purse seine) setiap kondisi periode

1995-2004 di Maluku Utara. ... 68 25 Perbandingan rente ekonomi penangkapan ikan pelagis kecil dengan

menggunakan pukat cincin (mini purse seine) setiap kondisi periode

1995-2004 di Maluku Utara. ... 68 26 Keseimbangan Bio -ekonomi Gordon-Schaefer untuk pengelolaan

sumberdaya ikan pelagis kecil dengan pukat cincin (mini purse seine) di Maluku utara. ... 70

(15)

Halaman

1 Peta lokasi penelitian... ... 82

2 Data faktor -faktor teknis produksi dan hasil tangkapan pukat cincin (mini purse seine) di Maluku Utara... 83

3 Hasil analisis regresi berganda unit penangkapan pukat cincin ( mini purse seine) di Maluku... ... 85

4 Data regrasi antara upaya penangkapan, CPUE, nilai intersep (a) dan Slope (b) ikan pelagis kecil di Maluku Utara... 87

5 Hasil analisis program MAPLE VIII terhadap fungsi produksi ikan pelagis kecil dengan alat tangkap pukat cincin (mini purse seine) di Maluku Utara. ... 88

6 Nilai investasi dan penyusutan.. ... 93

7 Biaya operasional nelayan. ... 94

8 Produksi dan pendapatan... 95

9 Asumsi dan koefisien kelayakan pendapatan nelayan dan finansial pemilik... 96

10 Pendapatan nelayan. ... 97

11 Analisis titik pulang modal. ... 98

12 Perhitungan investasi dan penyusutan... 99

13 Perhitungan pembiayaan operasional nelayan.... ... 100

14 Perhitungan produksi dan pendapatan... 101

15 Perhitungan asumsi dan koefisien kelayakan pendapatan nelayan dan finansial pemilik... ... 102

(16)

1.1 Latar Belakang

Provinsi Maluku Utara sebagai salah satu wilayah di Indonesia bagian timur memiliki luas total wilayah 140.255, 36 km2, dimana sebagian besarnya merupakan wilayah perairan laut dengan luas 106.977,32 km2 atau sekitar 76,27% dari total luas wilayah. Kondisi laut yang cukup luas menjadikan wilayah ini sangat potensial untuk kegiatan perikanan (Dinas Perikanan dan Kelautan 2004).

Kegiatan perikanan yang berkembang di wilayah Maluku Utara adalah kegiatan perikanan tangkap. Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang akan menjadi salah satu prime mover sektor perikanan karena memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan perikanan budidaya dan pengolahan, yaitu 83.758,64 ton per tahun atau 86,44% dari produksi total perikanan tahun 2004.

Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang terdiri dari beberapa elemen atau subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan lainnya, antara lain sarana produksi, usaha penangkapan, prasarana unit pengolahan, unit pemasaran dan unit pembinaan. Dalam usaha perikanan tangkap, faktor biologi, lingkungan perairan dan sosial ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap kegiatan produksi. Sistem ini mempunyai interaksi yang kompleks antara stok dan faktor produksi seperti alat tangkap, armada, ketrampilan nelayan dan modal usaha yang digunakan dalam operasi penangkapan. Untuk kegiatan perikanan skala kecil memiliki jangkauan usaha penangkapan yang masih terbatas di perairan pantai, dengan produktiv itas yang dihasilkan masih rendah (Barus et al. 1991).

Perairan Maluku Utara memiliki potensi sumberdaya perikanan khususnya ikan pelagis kecil yang cukup besar, namun diduga tingkat pemanfaatannya masih belum optimal. Usaha perikanan yang berkembang di Maluku Utara tergolong perikanan pantai dimana kegiatan penangkapan masih dilakukan oleh perikanan rakyat dan alat tangkap yang umumnya digunakan

(17)

nelayan untuk menangkap ikan pelagis kecil di daerah ini adalah pukat cincin

(mini purse seine). Tingkat pemanfaatan yang belum optimal ini diduga

disebabkan masih rendahnya produktivitas usaha penangkapan seperti: keterbatasan modal, alat tangkap yang relatif sederhana, armada penangkapan yang digunakan relatif kecil dan ketrampilan nelayan yang masih rendah.

Penelitian terdahulu pernah mengkaji tentang perikanan mini purse seine di wilayah Maluku Utara diantaranya mengenai rancang bangun kapal mini purse

seine dan jenis-jenis ikan yang tertangkap dengan alat tangkap mini purse seine

(Salasa 2002), namun kajian yang terkait dengan kelayakan usaha perikanan mini

purse seine, jumlah unit penangkapan mini purse seine yang optimum untuk

mencapai tingkat produksi dan keuntungan ekonomi maksimum dan kajian tentang hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi unit penangkapan mini purse seine belum pernah dilakukan.

Sehubungan dengan belum optimalnya usaha perikanan mini purse seine dalam pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di wilayah Maluku Utara yang disebabkan oleh rendahnya produktivitas usaha dan sampai saat ini belum ada kajian mengenai hal tersebut, maka sangat perlu untuk dilakukan penelitian tentang analisis pengembangan perikanan mini purse seine berbasis optimasi sumberdaya ikan pelagis kecil di Provinsi Maluku Utara, sehingga dengan penelitian ini diharapkan usaha perikanan mini purse seine di wilayah Maluku Utara dapat dilakukan secara optimal tanpa mengganggu keberlangsungan sumberdaya yang ada.

1.2 Perumusan Masalah

Pengembangan usaha perikanan secara umum dilakukan melalui peningkatan produksi dan produktivitas usaha perikanan yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani dan nelayan, devisa negara, gizi masyarakat dan penyerapan tenaga kerja, tanpa mengganggu atau merusak kelestarian sumberdaya prikanan yang ada.

Usaha peningkatan produktiv itas dan produksi perikanan tangkap tersebut ternyata sulit dibandingkan dengan usaha peningkatan produksi pada usaha pertanian lainnya yang memanfatkan sumberdaya daratan, kerenanya

(18)

pula diperlukan berbagai pertimbangan, baik dari segi biologi, teknis, ekonomis dan sosial dalam pengembangan usaha perikanan tangkap yang dilakukan.

Perairan Provinsi Maluku Utara memiliki potensi sumberdaya perikanan khususnya ikan pelagis kecil yang cukup besar, namun tingkat eksploitasinya masih rendah. Sebahagian besar usaha perikanan yang berkembang di daerah ini masih tergolong perikanan pantai dimana kegiatan penangkapan masih dilakukan oleh perikanan rakyat dengan menggunakan teknologi penangkapan yang relatif sederhana. Alat tangkap yang umumnya digunakan nelayan untuk menangkap ikan pelagis kecil di daerah ini adalah pukat cincin (mini purse

seine).

Dalam rangka usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya ikan pelagis kecil di daerah P rovinsi Maluku Utara telah dihadapkan pada masalah besarnya potensi yang belum banyak dimanfaatkan, karena faktor masih sedikitnya jumlah nelayan, demikian pula dengan sarana dan prasarana usaha perikanan tangkap yang masih kurang dan sederhana serta belum berfungsi secara optimal. Disamping itu memiliki modal usaha yang terbatas, umumnya kualitas sumberdaya manusia relatif masih rendah hal ini dicirikan oleh tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah, kemampuan manajemen yang lemah serta kondisi ekonomi yang kurang baik yang berkaitan dengan rendahnya tingkat pendapatan.

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah-masalah yang dihadapi dalam usaha perikanan khususnya pemanfaatan ikan pelagis kecil dengan alat tangkap

mini purse seine di wilayah Maluku Utara adalah sebagai berikut : Mengetahui

hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi unit penangkapan mini

purse seine di Provinsi Maluku Utara, menentukan unit penangkapan mini purse seine yang optimum untuk mencapai tingkat produksi dan keuntungan

ekonomi maksimum dalam pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil serta menentukan tingkat kelayakan usaha perikanan mini purse seine di Provinsi Maluku Utara. Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram alir penelitian ( Gambar 1).

(19)

Untuk itu suatu studi yang mendasar dan mencakup aspek biologi, teknis, dan ekonomi dalam usaha perikanan mini purse seine diwilayah Maluku Utara sangat diperlukan. Dengan demikian diharapkan usaha perikanan mini purse seine dapat dilakukan seoptimal mungkin, sehingga sumberdaya perikanan laut yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan nelayan dengan tanpa mengganggu keberlangsungan sumberdaya yang ada.

(20)

Output

MEY dan Effort optimum secara ekonomi

Input :

Data time series produksi dan effort mini purse seine Input:

Faktor-faktor teknis produksi dan pr oduksi

Output :

Faktor-faktor produksi yg berperan dan estimasi nilai optimalnya

Mulai

Analisis regresi linear berganda Analisis Schaefer

Output :

MSY dan Effort optimum secara biologi

Analisis Gordon-Schaefer

(21)

Gambar 1 Diagram alir pengembangan perikanan pukat cincin (mini purse

seine) berbasis optimasi sumberdaya ikan pelagis kecil.

Output :

Keragaan teknis dan jumlah mini purse seine yang optimal

Input :

Data investasi dan biaya operasional mini purse seine

Analisis finansial

Output :

Nilai kelayakan usaha mini purse seine yang optimal

Selesai A

(22)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Menentukan hubungan antara fakt or-faktor produksi dengan produksi unit penangkapan mini purse seine di Provinsi Maluku Utara.

2) Menentukan jumlah unit penangkapan mini purse seine yang optimum untuk mencapai tingkat produksi dan keuntungan ekonomi maksimum dalam pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Provinsi Maluku Utara .

3) Menentukan tingkat kelayakan usaha perikanan mini purse seine di Provinsi Maluku Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1) Sebagai bahan informasi kepada pengusaha dan nelayan dalam menge mbangkan usaha perikanan mini purse seine di Provinsi Maluku Utara.

2) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam membuat kebijakan mengenai pengembangan perikanan mini purse seine di wilayah Maluku Utara.

(23)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Perikanan Tangkap

Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan meliputi pengumpulan hewan atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan umum secara bebas. Definisi tersebut secara jelas menunjukan bahwa kegiatan penangkapan ika n yang dimaksud adalah bertujuan untuk mendapatkan keuntungan baik secara finansial, maupun untuk memperoleh nilai tambah lainnya, seperti penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan terhadap protein hewan, devisa serta pendapatan negara (Monintja 1994).

Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersil atau mendapatkan laba dari kegiatan yang dilakukan. Perikanan laut sebagai salah satu sub sektor dari usaha perikanan, yang terbagi menjadi dua aspek yaitu : (1) penangkapan ikan di laut, adalah semua kegiatan penangkapan yang dilakukan di laut dan muara-muara sungai, laguna dan sebagainya yang dipengaruhi oleh pasang surut. Dalam hal demikian semua kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan dari perikanan laut dinyatakan sebagai penangkapan di laut, (2) budidaya di laut, adalah semua kegiatan memelihara yang dilakukan di laut atau di perairan antara lain yang terletak di muara sungai dan laguna (Syafrin 1993).

Syafrin (1993) mengatakan bahwa pengembangan usaha perikanan tangkap sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya perikanan di suatu perairan dan fluktuasi kegiatan usaha perikanan pada akhirnya mempengaruhi nelayan yang beroperasi di sekitar perairan tersebut.

Menurut UU No.9 tahun 1985 butir 5 tentang perikanan menjelaskan bahwa usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap, membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan dan memasarkan hasilnya untuk tujuan komersil.

(24)

2.2 Pukat Cincin ( purse seine)

Pukat cincin adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi dengan tali kerut yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kerut bagian bawah jaring dapat dikuncupkan dan jaring akan ber bentuk seperti mangkok (Baskoro 2002). Disebut ”pukat cincin” karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin. Fungsi cincin dan tali kerut/tali kolor ini penting terutama pada waktu pengoperasian jaring (Gambar 2 ). A danya tali kerut tersebut jaring yang semula tidak berkantong bandingkan dengan jaring payang ( seine net) akan terbentuk kantong pada tiap akhir penangkapan ikan (Subani dan Barus 1989).

Menurut von Brandt (1984) pukat cincin ( purse seine) dibentuk dari dinding jaring yang sangat panjang, biasanya tali ris bawah (leadline) sama atau lebih panjang daripada tali ris atas (floatline). Floatline memuat rangkaian pelampung (float) yang menjaga posisi jaring agar tetap berada di permukaan air.

Leadline adalah tali ris bawah yang merangkai kumpulan pemberat (sinker) yang

terbuat dari timah sehingga memungkinkan jaring untuk melebar secara vertikal dengan maksimal. Pada pukat cincin mata, jaring hanya berfungsi sebagai penghadang gerak ikan, bukan penjerat seperti pada gillnet (Ayodhyoa 1981).

Pukat cincin yang kurang lebih sejenis di Indonesia sudah sejak lama dikenal walaupun dengan nama dan konstruksi yang sedikit berbeda, seperti pukat langgar, pukat senangin, gae dan giob. Pukat cincin pertama kali diperkenalkan di pantai utara Jawa oleh BPPL pada tahun 1970. Kemudian diaplikasikan (1973/1974) di Muncar dan berkembang pesat sampai sekarang (Subani dan Bar us 1989).

Menurut Baskoro (2002) menyatakan bahwa alat penangkap ikan (pukat cincin) ini dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan baik dengan menggunakan satu kapal ataupun dua unit kapal. Setelah gerombolan ikan terkurung, kemudian bagian bawah jaring dikerutkan hingga tertutup dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang bagian bawah melalui cincin. Alat penangkapan ini ditujukan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish).

(25)

Menurut Subani dan Barus (1989) umumnya perikanan pukat cincin (purse

seine) di dunia menggunakan satu kapal. Ada dua tipe kapal purse seine, yaitu tipe

Amerika dan tipe Skandinavia (Eropa). Kapal purse seine tipe Amerika mempunyai bridge (anjungan) dan ruang akomodasi pada bagian haluan. Kapal

purse seine tipe Skandinavia (Eropa) mempunyai bridge (anjungan), dan ruang

akomodasi di buritan. Kegiatan penurunan jaring dilakukan pada sisi kanan kapal

(starboart), sedangkan sisi kiri kapal (portside) ditempati untuk ruang kemudi.

Alat penangkapan purse seine disimpan pada bagian buritan dan power block, biasanya terletak di sisi anjungan kapal Fyson (1985) diacu dalam Setyawan (1999). Menurut Fridman dan Corrothes (1992) diacu dalam Setyawan (1999) jenis purse seine yang dioperasikan dengan satu unit kapal memiliki kantong (bunt) yang terletak pada salah satu ujung jaring, sedangkan kantong (bunt) pada

purse seine yang manggunakan dua unit kapal terletak pada bagian tengah jaring.

Gambar 2 Unit penangkapan pukat cincin ( purse seine) Sumber. Balai Penelitian Perikanan Laut (1992)

2.3 Pukat Cincin (mini purse seine) di Maluku Utara

Alat tangkap pukat cincin (mini purse seine) yang terdapat oleh di daerah Maluku Utara terdiri dari dua jenis yaitu “ pajeko” yang ukurannya relatif lebih besar dan target penangkapan adalah jenis-jenis ikan pelagis kecil dan “giop” yang ukurannya relatif lebih kecil dan tujuan penangkapannya hanya untuk spesies tertentu yaitu ikan julung-julung ( Hemirhamphus far). Dalam penelitian ini dikhususkan pada alat tangkap pajeko, karena alat tangkap ini lebih dominan digunakan oleh nelayan di Maluku Utara dalam menangkap ikan pelagis kecil.

(26)

Pajeko adalah jenis mini purse seine yang banyak digunakan di pantai utara Jawa (Jakarta, Cirebon, Batang, Pemalang, Tegal, Pekalongan, Juana, Muncar. Pantai selatan Jawa (Cilacap, Prigi dan lainlainnya). Selain dinamakan pajeko (Maluku Utara) dinamakan juga kursin, jaring kolor, pukat cincin janggutan, jaring slerek. Pajeko ini memang potensial dan produktivitas hasil tangkapannya tinggi. Pajeko terdiri dari beberapa komponen penting yaitu : bagian jaring, papetang (selvedge), tali-temali, pelampung, pemberat dan cincin (Subani dan Barus 1989).

Operasi penangkapan dengan pajeko di daerah ini memerlukan 2 buah perahu motor yang berukuran 5-7 GT dengan 2 buah mesin tempel 40 PK dan 13-17 GT dengan 2 buah mesin tempel 40 PK. Penggunaan perahu 5-7 GT sebagai slep, yaitu untuk melingkari rumpon dan kemudian hasil tangkapan diangkut ke pelabuhan pendaratan ikan. Sedangkan perahu motor 13-17 GT digunakan untuk mengangkut alat tangkap dan ABK. Tenaga kerja yang diperlukan antara 15-20 orang (Djamhur 2003).

Untuk satu trip penangkapan dilakukan pada dini hari sampai pagi hari sekitar pukul 03.00 – 07.00. Penangkapan dengan pajeko ini untuk menangkap ikan surihi (Layang), komo (Tongkol), kombong (Kembung) dan tude (Selar). Jenis ikan yang lebih dominan tertangkap dengan pajeko adalah ikan surihi diikuti oleh ikan komo. Operasi penangkapan dilakukan dengan terlebih dahulu melihat gerombolan ikan yang terdapat pada rumpon, bila ikan yang terlihat dalam jumlah yang banyak, maka dilakukan penangkapan. Tetapi jika rumpon yang dituju gerombolan ikannya sedikit, maka armada diarahkan ke rumpon yang lain. Selain itu nelayan mengarahkan alat tangkapnya bergiliran untuk setiap rumpon yang dimiliki, hal ini dilakukan untuk menjaga agar hasil tangkapan yang diperoleh teta p lestari (Salasa 2002).

Hasil tangkapan yang diperoleh dengan menggunakan alat tangkap pajeko adalah surihi (Decapterus sp), Kombong (Rastrelliger sp), Tude (Selamides sp) dan Komo (Auxis Thazard) (Djamhur 2003). Distribusi dari alat tangka p pajeko yaitu Maluku Utara (Ternate, Tidore, Kayoa dan Moti). Pantai utara Jawa (Jakarta, Cirebon, Batang, Pemalang, Tegal, Pekalongan, Juana, Muncar. Pantai selatan Jawa (Cilacap, Prigi) dan Selat Bali (Subani dan Barus 1989).

(27)

2.4 Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil

Kawasan pelagis terbagi secara horisontal dan vertikal. Secara horizontal dibagi atas dua zona, yaitu : zona neritik, mencakup massa air yang terletak di atas paparan benua dan zona oseanik, yang meliputi seluruh perairan terbuka lainnya. Secara vertikal terdiri atas zona epipelagik yang mempunyai kedalaman 100-150 m atau lebih umum disebut zona tembus cahaya. Zona ini merupakan kawasan terjadinya produktivitas primer yang penting bagi kelangsungan kehidupan dalam laut. Kemudian, zona di sebelah bawah epipelagik sampai pada kedalaman sekitar 700 m disebut zona mesopelagik. Pada kawasan zona ini penetrasi cahaya kurang atau bahkan berada dalam keadaan gelap (Nybakken 1988).

Organisme pelagis adalah organisme yang hidup di kolom air jauh dari dasar perairan. Organisme pelagis adalah organisme yang hidup di laut terbuka lepas dari dasar laut dan menghuni seluruh daerah di perairan lepas yang dikenal dengan kawasan pelagis (Nybakken 1988). Direktorat Jenderal Perikanan (1998) mengelompokkan ikan pelagis berdasarkan ukurannya menjadi dua jenis, yaitu : (1) Jenis -jenis ikan pelagis besar yaitu jenis ikan pelagis yang mempunyai ukuran panja ng 100-250 cm (ukuran dewasa) antara lain adalah tuna (Thunnus spp ), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus spp ), tongkol (Euthynnus spp ), setuhuk (Xiphias spp) dan lemadang (Coryphaena spp). Jenis ikan pelagis besar, kecuali jenis-jenis tongkol biasanya berada di perairan dengan salinitas yang lebih tinggi dan lebih dalam. (2) Jenis-jenis ikan pelagis kecil yang mempunyai ukuran panjang 5-50 cm (ukuran dewasa), terdiri dari 16 kelompok dimana produksinya didominasi oleh 6 kelompok besar yang masing-masing mencapai lebih dari 100.000 ton. Kelompok ikan tersebut adalah kembung (Rastrelliger spp), layang (Decapferus spp ), jenis-jenis selar (Selaroides spp dan

Atale spp), lemuru Bali (Sardinella spp) dan teri (Stelaphorus spp ).

Ikan pelagis kecil adalah ikan yang hidup di lapisan permukaan, sampai kedalaman 30 - 60 m, tergantung pada kedalaman laut yang bersangkutan. Kelompok ikan pelagis kecil biasanya hidup bergerombol (schooling), hidup di perairan neritik (dekat pantai). Bila hidup di perairan yang secara berkala/musiman mengalami up welling (pengadukan) ikan pelagis kecil dapat membentuk biomassa yang besar (Mukhsin 2003). Sumberdaya ikan pelagis kecil

(28)

yang dominan dihasilkan dalam kegiatan penangkapan oleh nelayan Maluku Utara berdasarkan nilai ekonomi termasuk dalam jenis-jenis ikan ekonomis penting (Direktorat Jenderal Perikanan 1979) yang disukai oleh masyarakat. Jenis-jenis ikan ini antara lain :

1) Kembung (Rastrelliger spp)

Secara umum ikan kembung (Rastrelliger spp ) berbentuk cerutu, tubuh dan pipinya ditutupi oleh sisik-sisik kecil, bagian dada agak lebih besar dari bagian yang lain (Gambar 3). Mata mempunyai kelopak yang berlemak. Gigi yang kecil terletak ditulang rahang. Tulang insang dan banyak sekali terlihat seperti bulu jika mulut terbuka. Mempunyai dua buah sirip punggung (dorsal), sirip punggung pertama terdiri atas jari- jari lemah dan sama dengan sirip dubur (anal) tidak mempunyai jari-jari keras. Lima sampai enam sirip tambahan (finlet) terdapat di belakang sirip dubur (anal) dan sirip punggung (dorsal) kedua. Bentuk sirip ekor (caudal) bercagak dalam. Sirip dada (pectoral) dengan dasar agak melebar dan sirip perut terdiri atas satu jari-jari keras dan jari-jan lemah (Saanin 1984), dan selanju tnya mengklasifikasi ikan kembung sebagai berikut :

Phyllum : Chordata;

Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces;

Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi, Sub Ordo : Scombridae; Famili : Scomridae; Genus : Rastrelliger,

Species : Rastrelliger brachysoma , (Bleeker) Restrelliger kanakurta , (Cuvier) Nama Indonesia : kembung

(29)

Gambar 3 Ikan kembung (Rastrelliger spp) Sumber. Balai Penelitian Perikanan Laut (1992)

Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta ) biasanya ditemukan di perairan yang jernih dan agak ja uh dari pantai dengan kadar garam lebih dari 32 ‰, sedangkan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dijumpai di perairan dekat pantai dengan kadar garam lebih rendah (Nontji 1993). Penyebaran utama ikan kembung (Rastrelliger spp) adalah Kalimantan di perairan barat, timur dan selatan serta Malaka, sedangkan daerah penyebarannya mulai dari Pulau Sumatra bagian barat dan timur, Pulau Jawa bagian utara dan se latan, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian utara dan selatan, Maluku dan Irian Jaya (Direktorat Jenderal Perikanan 1997). Jenis ikan ini biasanya ditangkap menggunakan sero, jala lompa dan sejenisnya, kadang-kadang masuk trawl, jaring insang lingkar,

mini purse seine. Dipasarkan dalam bentuk segar, asin setengah kering (peda).

Termasuk ikan yang agak mahal. 2) Layang (Decapterus spp )

Lima jenis layang yang umum ditemukan di perairan Indonesia yakni

Decapterus russelli, Decapterus kurroides, Decapterus lajang , Decapterus macrosoma, dan Decapterus maruadsi . Namun dari kelima species ikan layang

hanya Decapterus russelli yang mempunyai daerah penyebaran yang luas di Indonesia mulai dari Kepulaan Seribu hingga Pulau Bawean dan Pulau Masalembo. Decapterus lajang hidup di perairan yang dangkal seperti di Laut Jawa (temasuk Selat Sunda. Selat Madura, dan Selat Bali) Selat Makassar, Ambon dan Ternate. Decapterus macrosoma banyak dijumpai di Selat Bali dan Pelabuhanratu. Decapterus maruadsi termasuk ikan yang berukura n besar, hidup di laut dalam dan tertangkap pada kedalaman 1000 meter atau lebih (Nontji 1993)

(30)

Klasifikasi ik an layang menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut; Phyllum : Chordata;

Sub Phyllum : Vertebrata Class : Pisces

Sub Class : Teleostei Ordo : Percomorphi

Sub Ordo : Percoidea Divisi : Perciformes

Sub Ordo : Carangi Genus : Decapterus

Species : Decapterus russelli, (Rupped)

Decapterus macrosoma, (Sleeker)

Decapterus maruadsi (Tamminck dan Schlgel) Nama Indonesia : laya ng

Gambar 4 Ikan layang (Decapterus spp ) Sumber. Balai Penelitian Perikanan Laut (1992)

Ikan ini memiliki bentuk seperti cerutu dan sisiknya sangat halus. Dengan kondid tubuh yang demikian, layang (Decapterus spp ) mampu berenang di laut dengan kecepatan tinggi. Decapterus ruselli mempunyai bentuk tubuh yang memanjang dan agak pipih, sedangkan Decapterus macrosoma mempunyai bentuk tubuh yang menyerupai cerutu. Keduanya memiliki bintik hitam pada bagian tepi insangnya dan masing-masing terdapat sebuah sirip tambahan (finlet) pada belakang sirip punggung (dorsa l) dan sirip dubur (anal). Pada bagian belakang garis sisik (lateral lin e) terdapat sisik yang berlingir (lateral scute ).

(31)

punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 30 - 32 jari-jari lemah. Sirip dubur (anal) terdiri atas dua jari-jari keras sedang satu jari-jari keras bergandengan dengan 24 - 27 jari-jari lemah (Saanin 1984).

Decapterus spp hidup pada perairan dengan variasi salinitas yang sempit

(stenohaline) dengan salinitas berkisar 31-33 ppt. Makanan utamanya adalah zooplankton, meskipun terkadang ikan kecil seperti teri (Stolephorus spp) dan japuh (Dussumteria acuta ) (Nontji 1993). Ikan ini ditangkap dengan menggunakan payang, jala lompa, jaring insang, mini purse seine, pukat langgar, dan pukat banting. Dipasarkan dalam bentuk segar, asin kering, asin rebus (pindang), dengan harga sedang.

3) Selar (Selaroides spp)

Jenis-jenis ikan selar (Selaroides spp) yang tertangkap di perairan Indonesia dan tercatat di dalam data statistik perikanan Indonesia, yaitu selar bentong (Selar crumenopthalmus) dan selar kuning (Selaroides leptolepsis) (Nontji 1993). Klasifikasi selar menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata;

Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces

Sub Class : Teleostei Ordo : Percomorphi

Famili : Carangidae

Sub Famili : Caranginae Genus : Caranx

Sub Genus : Selar

Species : Selar crumenophthalmus Indonesia : selar

(32)

Gambar 5 Ikan selar (Selaroides spp)

Sumber. Balai Penelitian Perikanan Laut (1992)

Selar kuning (Selaroides leptolepsis) memiliki bentuk badan lonjong, pipih dengan sirip punggung (dorsal) pertama berjari-jari keras delapan buah, sedangkan yang keduanya berjari-jari keras satu buah dengan jari-jari lemah 15 buah (Gambar 5). Sirip duburnya (anal) terdiri atas dua jari-jari keras yang terpisab dan satu jari-jari keras yang bersambung dengan 20 jari-jari lemah. Tapis insang pada bus ur insang pertama bagian bawah berjumlah 26 buah. Garis rusuk membusur, memiliki 25-34 sisik dun (scute). Selar bentong (Selar

erumenophthalmus) memiliki bentuk yang hampir sama tetapi dapat dibedakan

dari matanya yang berukuran Iebih besar (Ditjen Perikanan 1997 diacu dalam Wiyono 2001).

Perbedaan mendasar lainnya terletak pada jumlah jari jari pada sirip dubur (anal) dan sirip punggung (dorsal), jumlah tapis insang, jumlah sisik duri. Jari jari keras sirip punggung (dorsal) pertama ada sembilan buah (satu yang terdepan mengarah ke bagian muka), sedangkan yang kedua berjari keras satu dan jari-jari lemah 24 - 26 buah. Sirip dubur (anal) terdiri atas dua jan- jari-jari keras yang terpisah dan satu jari -jari keras yang tesambung dengan 21 - 23 buah jari jari lemah. Garis rusuk bagian depan sedikit membusur kemudian lurus pada bagian belakangnya dengan sisik dun (scule) berjumlah 32 - 38 buah.Kedua jenis ikan ini memakan ikan-ikan kecil dan udang kecil. Hidup secara bergerombol disekitar pantai dangkal, sedangkan Selar crumnophthalmus hidup sampai kedalaman 80 meter (Ditjen Perikanan 1997 diacu dalam Wiyono 2001). Penangkapan ikan selar ini digunakan alat tangkap pancing, pukat banting, pukat selar, payang, mini

purse seine, sero dan jaring insang. Dipasarkan dalam bentuk segar, asin kering

(33)

4) Tongkol (Auxis thazard )

Ikan tongkol (Auxis thazard) termasuk jenis tuna kecil (kate). Ciri-ciri morofologinya adalah badan memanjang, kaku, bulat seperti cerutu. Badan tongkol tanpa bersisisik kecuali pada bagian korselet yang tumbuh sempurna dan mengecil pada bagian belakang, warnanya kebiru-biruan serta putih dan perak di bagian perut. Ciri-ciri lain, dibagian perut terdapat ban-ban serong berwarna hitam di atas garis rusuk derta noktah-noktah hitam terdapat di antara sirip dada dan perut. Ukura ini dapat mencapai panjang 50 cm, tetapi umumnya berukuran panjang 25-40 cm (Saanin 1994).

Tongkol termasuk ikan jenis buas, predator, hidup dekat pantai, lepas pantai dan bergerombol besar. Tongkol tergolong ikan epipelagik dengan kisaran temperatur yang disenangi antara 18-29 °C (Nontji 1993).

Penyebarannya tongkol cenderung membentuk kumpulan multi spesies menurut ukurannya. Penyebaran tongkol sangat luas meliputi perairan tropis dan sub tropis, termasuk Samudera Pasifik, Samudera Hindia dan Samudera Atlantik (FAO 1986). Penangkapan ikan ini dilakukan dengan pancing tonda, mini purse

seine, pole and line. Dipasarkan dalam bentuk segar, asin kering, asapan kering

(fufu), asin rebus (pindang). Harga sedang.

Gambar 6 Ikan tongkol (Auxis thazard ) Sumber. Balai Penelitian Perikanan Laut (1992) 2.5 Fungsi Produksi

Menurut Teken dan Asnawi (1981) diacu dalam Rakam (1997) bahwa hubungan teknis antara faktor produksi yang dihasilkan persatuan waktu dengan jumlah faktor-faktor produksi yang digunakan, tanpa memperhatikan harga-harga baik harga faktor-faktor produksi maupun produksi itu sendiri disebut fungsi produksi.

(34)

Secara matematis fungsi produksi dapat dinyata kan sebagai berikut :

Y= f (X1,X2,X3,...,Xn), sedangkan X1,X2,X3,...,Xn) merupakan faktor produksi yang dipakai untuk menghasilkan produksi (Y). Fungsi diatas menerangkan produksi yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor produksi, tapi belum memberikan hubungan kuantitatif antara faktor-faktor produksi dengan produksi. Hubungan tersebut harus dinyatakan dalam bentuk yang khas seperti menggunakan fungsi Coob-Douglass, fungsi linier atau fungsi kuadratik.

Menurut Supranto (1983) diantara fungsi-fungsi produksi yang umum dipakai adalah fungsi linier dan analisis regresi, apabila dalam persamaan garis regresi tercakup dua jenis variabel yaitu variabel tak bebas (dependent variabel) dan variabel bebas (independent variabel). Oleh karenanya, regresi ini dinamakan regresi linear berganda (multi linear regression). Variabel tak bebas (Y) dalam regresi linear berganda tergantung pada dua atau lebih variabel bebas. Persamaan garis tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 +b3 X3 +...+bn Xn

Y dalam hal ini adalah variabel tak bebas sedangkan X adalah variabel bebas yang nilainya diketahui, kemudian pengaruhnya terhadap Y dapat diperkirakan sehingga nilai dapat diramalkan.

2.6 Model Produksi Surplus dan Model Bioekonomi 2.6.1 Model produksi s urplus

Umumnya pendekatan yang digunakan untuk mempelajari biologi perikanan multispesies adalah dengan memisahkan spesies secara bersamaan. Pendekatan ini cukup sederhana untuk memperlakukan keseluruhan percampuran spesies sebagaimana mereka berperan sebagai persediaan spesies tunggal dan untuk menganalisisnya dengan menggunakan model produksi surplus atau Model Total Biomassa Schaefer (TBSM) ( Panayotou 1985; Clark 1985 diacu dalam Fauzi 2001). Pendekatan ini cukup popule r karena pendekatan ini hanya memerlukan pencarian dan perolehan data, yang relatif mudah didapatkan (Gulland 1974; Chaudhuri 1986; King 1985 diacu dalam Fauzi 2001).

(35)

Pertambahan biomassa suatu stok ikan dalam waktu tertentu di suatu perairan merupakan salah satu parameter populasi yang disebut produksi. Biomassa yang diproduksi ini diperlukan untuk mengganti biomassa karena kematian. Produksi yang berlebihan dari kebutuhan pengganti ini dianggap sebagai kelebihan (surplus) yang selanjutnya dapat dipanen. Apabila kuantitas biomassa yang diambil melalui kegiatan perikanan sama dengan surplus yang diproduksi, berarti keseimbangan tersebut berada dalam keadaan seimbang

(equilibrium) (Schaefer 1954; Caddy dan Criddle 1993).

Aplikasi dari model produksi dimaksudkan untuk mengetahui upaya tangkap optimum (fMSY) dan hasil maksimum lestari (MSY) dari suatu perairan. Nilai tersebut diperoleh berdasarkan upaya tangkap (catch) dan hasil tangkap per unit upaya (CPUE) pada suatu perairan dengan data berdasarkan kurun waktu tertentu (time series) (Schaefer 1957 dan Gordon 1954).

2.6.2 Model bioekonomi

Dalam studi bioekonomik perikanan, umumnya dilakukan pencarian dan perolehan data akibat ketiadaannya informasi mengenai penghitungan persediaan. Beberapa model menggunakan time series dan data penangkapan dan usaha untuk dianalisis. Salah satu metode tersebut adalah model jenis produksi surplus. Model ini cukup dikenal dalam literatur perikanan dan telah digunakan selama lebih dari empat puluh tahun. Hal ini dikarenakan adanya suatu fakta bahwa bukan hanya modelnya yang secara relatif sederhana untuk dihitung, tetapi model tersebut juga harus memerlukan kurun waktu (time series) dari data penangkapan dan usaha yang tersedia pada pusat perikanan (Fauzi 2001).

Kebanyakan model perikanan telah dikembangkan yang ada kaitannya dengan spesies tunggal di kawasan temperate. Pada model tersebut, yang biasa dilakukan adalah memperlakukan setiap spesies dan persediaan sebagai unit manajemen independen atau terpisah, mengabaikan berbagai interaksi yang dapat muncul seperti hubungan mangsa dengan predator dan interaksi teknologi antara jenis yang berbeda dari target yang dicapai oleh spesies yang berbeda (Fauzi 2001).

(36)

Jika dikaitkan dengan perikanan tropis yang memiliki multispesies, maka nampak bahwa pendekatan ini seringkali tidak memuaskan (Pauly 1979). Hal ini disebabkan adanya fakta bahwa bukan hanya perikanan tropis benar-benar memiliki penyebaran spesies yang tinggi, tetapi juga karena mereka berada dalam suatu ekosistem yang kompleks.

Sumberdaya pada open acces adalah salah satu sumberdaya yang pengeksploitasinya tidak dapat dikontrol, siapapun dapat mengambil hasil dari sumberdaya tersebut. Untuk mengendalikan hal ini, maka pengaruh ekonomi dapat menjadi variabel, sehinga model bioekonomi ini dapat digunakan untuk membantu menguraikan alasan-alasan dibalik keberagaman (Clark 1990).

Pendekatan bioekonomi akan memadukan kekuatan ekonomi yang mempengaruhi industri penangkapan dan faktor biologi yang menentukan produksi dan masukan ikan (Clark 1985 dan Charles 1989). Model bioekonomi perikanan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu model statik dan model dinamik. Model statik tidak memperhatikan dinamika dari faktor waktu, sedangkan model dinamik memasukkan faktor waktu dalam analisis (Clark 1990; Sparre and Venema 1999; Willmann and Garcia 1985).

Model statik, terdiri dari model harga tetap dan model harga berubah. Pada penelitian ini digunakan model bioekonomi statik dengan harga tetap yang digunakan untuk menentukan tingkat optimum pemanfaatan sumberdaya perikanan (Schnute and Hilbom 1993).

Model statik dikembangkan pertama kali oleh Gordon dengan dasar fungsi produksi biologis Schaefer, sehingga disebut model Gordon-Schaefer (Seijo et al. 1998). Asumsi-asumsi yang mendasari model ini adalah : a) Populasi ikan menyebar merata, b) Tidak ada kejenuhan penggunaan unit alat tangkap di wilayah perairan, c) Semua unit upaya tangkap aktif melakukan kegiatan penangkapan, d) Unit penangkapan (alat tangkap) homogen) e) B iaya penangkapan per unit upaya penangkapan ikan adalah konstan, f) Harga ikan per satuan hasil tangkap adalah konstan.

2.7 Analisis Investasi

Investasi adalah usaha menanamkan faktor- faktor produksi langka dalam proyek tertentu, baik yang bersifat baru sama sekali atau perluasan proyek.

(37)

Tujuan utamanya yaitu memperoleh manfaat keuangan dan atau non keuangan yang layak di kemudian hari. Investasi dapat dilakukan oleh orang perorangan, perusahaan swasta maupun badan-badan pemerintah (Sutojo 2000).

Analisis investasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, tergantung pihak yang berkepentingan langsung dalam proyek yaitu :

(1) Analisis finansial, dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah individu atau kelompok individu yang bertindak sebagai investor dalam proyek. Dalam hal ini, maka kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima investor tersebut (Kadariah 1978).

(2) Analisis ekonomi, dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini, maka kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima oleh masyarakat (Kadariah 1988).

Analisis finansial penting artinya dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang turut serta dalam menyukseskan pelaksanaan proyek, sebab tidak ada gunanya untuk melaksanakan proyek perikanan misalnya, yang menguntungkan dari sudut perekonomian secara keseluruhan, jika para nelayan yang menjalankaan aktifitas produksi tidak bertambah baik keadaannya (Edris 1983).

Analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total, atau produktivitas atau keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan, tanpa melihat pihak mana yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan pihak mana dalam masyarakat yang menerima hasil dari proyek tersebut (Kadariah 1978).

Bagi para pengambil keputusan, yang penting ialah mengarahkan penggunaan sumber-sumber yang langka kepada proyek-proyek yang dapat memberikan hasil yang paling banyak untuk perekonomian sebagai keseluruhan, yaitu yang menghasilkan social returns atau economic returnsyang paling tinggi (Kadariah 1988).

Untuk mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya sesuatu proyek telah dikembangkan berbagai indeks. Indeks -indeks tersebut

(38)

disebut investment criteria (Kadariah 1978). Hakekat dari semua kriteria tersebut adalah mengukur hubungan antara manfaat dan biaya dari proyek. Setiap kriteria mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga dalam menilai kelayakan proyek, sering digunakan lebih dari satu kriteria. Dari beberapa kriteria yang ada, diantaranya adalah net present value(NPV), internal rate of return (IRR) dan net

benefit-cost ratio (Net B/C). Ketiga kriteria tersebut digunakan untuk menentukan

diterima tidaknya suatu usulan proyek dengan tingkat keuntungan masing-masing. 1) Net Present Value (NPV)

Metode NPV digunakan untuk menentukan nilai net cash flow pada masa yang akan datang, yang kemudian dikalibrasi menjadi nilai sekarang dengan menggunakan tingkat bunga tertentu dan dikurangi dengan investasi awal (Djamin 1984).

2) Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan suatu tingkat bunga (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol (Kadariah 1988). Besamya nilai IRR tidak ditentukan secara langsung, untuk menentukan berapa tepatnya tingkat bunga tersebut adalah dengan menggunakan metoda coba-coba (trial and error) melalui interpolasi, yakni dengan menyisipkan tingkat bunga diantara tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif dan tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif.

IRR dapat dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi dalam suatu proyek, asalkan setiap keuntungan bersih yang didapat tiap periode ditanam kembali pada periode berikutnya (Kadariah 1988).

3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Metode net benefit-cost ratio ini membandingkan nilai discount net benefit

positif dengan discount net benefit negatif

Jika net B-C ratio > 1 : proyek dianggap layak untuk dilanjutkan. Jika net B-C ratio < 1 : proyek dianggap tidal: layak untuk dilanjutkan.

Kritera ini menggambarkan seberapa besar bagian biaya proyek yang setiap tahunnya tidak dapat tertutup oleh manfaat proyek. Selain ketiga kriteria tersebut, ada dua kriteria tambahan untuk mengukur kelayakan investasi yaitu break even

(39)

usaha tersebut mengalami untung atau rugi ataupun berada pada titik pulang pokok, sedangkan payback period digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengembalian modal dari hasil keuntungan usaha (Kadariah 1988).

(40)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 2 tahapan berdasarkan waktu kegiatan, yaitu :

1) Pelaksanaan penelitian lapangan selama 2 bulan (September - Oktober 2005), yaitu pengambila n data primer dan sekunder secara langsung di lapangan. 2) Pelaksanaan analisis pengolahan data dan penyusunan tesis selama 4 bulan

(November 2005- F ebruari 2006 ).

Penelitian ini dilakukan di wilayah P rovinsi Maluku Utara , yang berlokasi pada beberapa daerah tertentu diantaranya: Pulau Moti yang berada dalam wilayah Kota Ternate, Pulau Kayoa yang berada dalam wilayah Kabupaten Halmahera Selatan dan Pulau Tidore berada dalam wilayah Kota Tidore Kepulauan. Dipilihnya daerah-daerah tersebut menjadi lokasi penelitian karena pada ketiga daerah ini terdapat a ktivitas alat tangkap mini purse seine yang sangat dominan dalam kegiatan penangkapan ikan pelagis kecil dibandingkan dengan daerah-daerah lain dan wilayah tersebut merupakan pusat kegiatan usaha perikanan mini purse seine di Provinsi Maluku Utara. Peta wilayah Maluku Utara dan lokasi penelitian (Lampiran 1).

(41)

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey dan observasi lapangan. Data yang dikumpulkan diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dan pengisian kuesioner. Responden yang dituju adalah pemilik unit penangkapan purse seine (pajeko), nelayan mini purse seine (juru mudi dan ABK) dan pegawai Dinas Perikanan Propinsi Maluku Utara. Jenis data primer yang dikumpulkan berupa: Dimensi dan konstruksi kapal dan alat tangkap mini purse seine, daerah operasi penangkapan mini purse seine, komposisi dan hasil tangkapan (produksi) dari setiap unit penangkapan mini purse seine, jumlah trip operasi penangkapan, penggunaan keperluan produksi (bahan bakar, es dan garam) dalam operasi penangkapan, penggunaan tenaga kerja atau anak buah kapal (ABK) yang digunakan dalam pengoperasian alat tangkap dan kapal, sistem bagi hasil dalam usaha perikanan mini purse seine, biaya investasi dan operasional dalam kegiatan usaha penangkapan serta data aspek kelembagaan dalam usaha perikanan mini

purse seine.

Data sekunder yang diambil berupa data produksi perikanan ikan pelagis kecil selama 10 tahun terakhir (tahun 1995-2004) dari Dinas Perikanan Provinsi Maluku Utara, jumlah unit mini purse seine yang beroperasi dan data harga masing-masing jenis ikan hasil tangkapan.

3.3 Metode Analisis Data 3 .3.1 Analisis fungsi produksi

Analisis fungsi produksi yang serig dilakukan oleh para peneliti untuk memperoleh informasi hubungan antara faktor produksi dapat digunakan dengan fungsi Cobb Douglass, fungsi linear atau fungsi kuadratik. Umumnya yang sering dipakai adalah fungsi linear dengan analisis regresi (Steel and Torrie 1981). Peubah Y disebut sebagai peubah tidak bebas, sedangkan peubah X disebut peubah bebas. Apabila lebih dari satu peubah maka disebut dengan garis regresi linear berganda. Hubunga n antara faktor -faktor produksi dengan produksi unit

(42)

penangkapan mini purse seine dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan persamaan regresi linear berganda (Steel and Torrie 1981) dengan persamaan sebagai berikut:

Y = bo+b1X1+ b2X2+b3X3+…….bnXn+e dimana :

Y = nilai dugaan produksi atau nilai variabel tak bebas bo = peubah pengganggu (intersep)

bi = koefisien regresi

Xi = koefisien produksi yang digunakan

n = jumlah variabel e = kesalahan

Variabel-variabel yang ditentukan dan diukur di la pangan adalah: 1. Variabel tak bebas : hasil tangkapan (Y )

Hasil tangkapan yang dimaksud adalah jumlah hasil tangkapan yang diperoleh dalam satu tahun. Satuan ukuran yang digunakan dalam hasil tangkapan adalah ton/tahun

2 . Variabel bebas (X)

Variabel bebas yang digunakan sebagai faktor-faktot teknis produksi dalam penangkapan pukat cincin (mni purse seine) adalah juumlah tenaga karja (ABK), jumlah bahan bakar, panjang pukat cincin (mini purse seine), tinggi pukat cincin ( mini purse seine), jumlah hari tangkapan dan ukuran kapal. a. Jumlah tenega karja (X1)

Tenaga karja yang dimaksud adalah jumlah jumlah nelayam yamg ikut dalam kegiatan penangkapan. Tenaga kerja merupakan satu unsur utama dalam operasi penangkapan, sehingga dimasukkan dalam faktor teknis produksi.

b. Jumlah bahan bakar (X2)

Bahan bakar merupakan salah satu faktor pada kegiatan penangkapan ikan yang dipakai dalam motorisas i. Bahan bakar yang dihitung adalah jumlah rata-rata bahan bakar yang digunakan tiap trip dalam satu tahun. Satuan yang digunakan adalah liter/tahun.

(43)

c. Panjang pukat cincin (mini purse seine) (X3)

Panjang pukat cincin (mini purse seine) yang dimaksud adalah panjang ukuran pukat cincin sebelum digunakan di dalam air. Panajang pukat cincin (mini purse seine) diduga mempunyai hubungan yang nyata terhadap hasil tangkapan. Pengukuran panjang pukat cincin (mini purse

seine) dengan satuan meter.

d. Tinggi pukat cincin (mini purse seine) (X4)

Tinggi pukat cincin (mini purse seine) yang dimaksud adalah ukuran tinggi pukat cincin (mini purse seine) bukan di dalam air. Tinggi pukat cincin diduga mempunyai hubungan yang nyata terhadap hasil tangkapan. Pengukuran tinggi pukat cincin dengan satuan meter.

e. Jumlah hari tangkapan (X5)

Jumlah hari tangkapan yang dimaksud adalah jumlah trip operasi penangkapan pukat cincin (mini purse seine) yang menggunakan satuan hari.

f. Ukuran kapal (X6)

Ukuran kapal merupakan bobot kapal yang dinyatakan dalam gross tonage (GT). Menurut Nomura and Yamazaki (1997) pengukuran gross tonage kapal menggunakan rumus:

GT = L x B x D x C x 0,353 Keterangan :

L = panjang kapal (meter); B = lebar kapal (meter); D = dalam kapal (meter); dan

C = konstanta bahan kapal (kayu = 0,55).

Penggunaan hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi, diuji dengan pengujian hipotesis yang menggunakan uji statistik. Pengujian yang dilakukan terhadap pengaruh faktor produksi sebagai berikut : Pengujian pengaruh bersama -sama faktor teknis produksi yang digunakan terhadap produksi (Y) di lakukan dengan uji F yaitu :

H0 : bi= 0 (untuk i=1,2,3,...,n). Ini berarti antara hasil tangkapan (Y) dengan faktor teknis produksi (Xi) tidak ada hubungan yang nyata.

(44)

H1 : minimum salah satu bi≠0 (untuk i= 1,2,3,...,n). Ini berarti bahwa hasil tangkapan (Y) tergantung terhadap faktor teknis produksi (Xi) seca ra

bersama-sama.

Jika : F hitung > Ftabel H0 ditolak F hitung < Ftabel H0 diterima

Pengujian pengaruh masing-masing faktor teknis produksi dilakukan dengan uji t- student yaitu :

H0 : bi = 0 (untuk i = 1,2,3,...,n)

Ini berarti antara hasil tangkapan (Y) dengan faktor teknis produksi (Xi) tidak ada

hubungan yang nyata.

H1= bi≠ 0 (untuk i = 1,2,3,...,n)

Ini berarti bahwa hasil tangkapan (Y) memiliki hubungan yang nyata terhadap faktor teknis produksi (Xi)

Jika t hit > t tab H0 ditolak t hit < ttab H0 diterima

Hal ini berarti bahwa jika H0 ditolak pada selang kepercayaan tertentu, faktor

teknis produksi (Xi) yang bersangkutan berpengaruh nyata terhadap perubahan

produksi (Y). Sebaliknya, jika H0 diterima pada selang kepercayan tertentu, faktor

teknis produksi (Xi) yang bersangkutan tidak berpengaruh nyata terhadap

perubahan produksi (Y).

Uji- F digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh faktor produksi (Xi)

secara bersama-sama terhadap produksi (Y), sedangkan untuk pengujian hipotesis mengenai koefisien regesi parsial digunakan uji t-student.

3.3.2 Pendugaan parameter biologi

Metode surplus produksi merupakan salah satu metode untuk menentukan tingkat upaya penangkapan optimum, yaitu kegiatan penangkapan yang menghasilkan tangkapan maksimum tanpa mempengaruhi prtoduktivitas populasi ikan dalam waktu panjang. Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan dilihat dengan menggunakan metode surplus produksi Schaefer (Sparre and Venema 1999).

(45)

Hubungan fungsi tersebut adalah : Y = α + βx + e

dimana : Y = peubah tak bebas (CPUE) dalam kg/unit x = peubah bebas (effort) dalam unit kapal e = simpangan

a,ß = parameter regresi penduga nilai a dan b. Kemudian diduga dengan fungsi dugaan, yaitu : Y= a + bx Nilai a dan b dapat ditentukan menggunankan rumus :

n x b y a =

∑ ∑ ∑

=

2 2

)

(

x

n

y

x

xy

n

b

Selanjutnya dapat ditentukan dengan persamaan berikut : 1) Hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan (f), CPUE=abf

2) Hubungan antara hasil tangkapan (C) dengan upaya penangkapan (f), C =afbf

3) Upaya penangkapan optimum (fopt) diperoleh dengan cara menyamakan

turunan pertama hasil tangkapan terhadap upaya penangkapan sama dengan nol sebagai berikut :

b a f bf a C bf af C opt /2 0 2 ' = = − = − =

4) Produksi maksimum lestari (MSY) diperoleh dengan cara mensubstitusikan nilai upaya penangkapan optimum ke dalam persamaan (2)

Cmax =a(a/2b)−b(a2/4b2

MSY=a2/4b

5) CPUE optimum diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama hasil tangkapan terhadap CPUE sama dengan nol

(46)

3 .3.3 Pendugaan parameter ekonomi

Model bio-ekonomi penangkapan dalam penelitian ini diduga dengan menggunakan model Gordon Schaefer, dengan berdasarkan pada mode l biologi Schaefer (1975) dan model ekonomi Gordon (1954). Model bio-ekonomi yang digunakan adalah model bio-ekonomi statik dengan harga tetap. Model ini disusun dari model parameter biologi , biaya penangkapan dan harga ikan.

Berdasarkan asumsi bahwa harga ikan per kg (p) dan biaya penangkapan per unit upaya tangkap adalah konstan, maka total penerimaan nelayan dari usaha penangkapan (TR) adalah :

TR = p.C

dimana :

TR = total revenue (penerimaan total)

P = harga rata -rata ikan hasil survey per kg (Rp) C = jumlah produksi ikan (kg)

Total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan persamaan : TC =c.E

dimana :

TC = total cost (biaya penangkapan total)

c = total pengeluaran rata -rata unit penangkapan ikan (Rp)

E = jumlah upaya penangkapan untuk menangkap sumberdaya ikan (unit) maka keuntungan bersih usaha penangkapan ikan (π) adalah :

π=TRTC π = p.Yc.E

π = p(aEbE2)−cE

3.3.4 Analisis kelayakan usaha

Ada dua macam analisis yang biasa digunakan dalam mengevaluasi kelayakan usaha, yaitu analisis finansial dan ekonomi (Kadariah 1978). Pada analisis finansial yang diperhatikan adalah hasil untuk modal yang ditanam untuk kepentingan badan atau orang yang langsung berkepentingan dengan proyek usaha tersebut. Pada analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total atau

(47)

keuntungan yang diperoleh dari semua sumberdaya yang digunakan dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan.

UNIDO (1978) mengemukakan bahwa diantara bermacam-macam kriteria maka analisis biaya manfaat (Cost- Benefit Analysis) sangat sering digunakan. Kriteria yang digunakan dalam studi biaya -manfaat baik secara finansial maupun ekonomi. Kriteria -kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut :

1) Net Present Value (NPV)

Net present value (NPV) digunakan untuk menilai manfaat investasi, yaitu

berapa nilai kini (present value) dari manfaat bersih proyek yang dinyatakan dalam rupiah . Proyek dinyatakan layak untuk dilanjutkan apabila NPV > 0, sedangkan apabila NPV< 0 , maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan yang berarti proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Pada keadaan ini nilai NPV = 0 maka berarti pada proyek tersebut hanya kembali modal atau tidak untung dan juga tidak rugi. Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV adalah :

= + − = n t t t i C B NPV 1 (1 )

dimana : B = benefit; C = coast; i = discount rate dan t = periode. 2) Internal Rate Return (IRR)

IRR merupakan suku bunga maksimal sehingga NPV bernilai sama dengan nol, jadi keadaan batas untung rugi. IRR dapat disebut juga sebagai nilai

discount rate (t) yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol. Oleh

karena itu IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan bersih atau investasi, dimana benefit bersih yang positif ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. Dengan demikian IRR dapat dirumuskan sebagai berikut:

      − − + = − + + − + + NPV NPV NPV i i i IRR NPV (NPV NPV )

dimana : i = discount rate; iNPV+ =discount rate dimana NPV masih positif iNPV =discount rate dimana NPV sudah negatif

Gambar

Gambar 1         Diagram alir pengembangan  perikanan  pukat cincin (mini purse  seine)   berbasis optimasi  sumberdaya ikan pelagis kecil
Tabel 5   Spesifikasi kapal pukat cincin  (mini purse seine) di Maluku Utara
Gambar 9    Desain jaring pada pukat cincin (mini purse seine) di Maluku  Utara 8.   Float line
Gambar 18    Grafik perkembangan produksi penangkapan ikan pelagis kecil  dengan pukat cincin (mini purse seine)  tahun 1995-2004  di  Maluku Utara
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sasaran yang ingin dicapai STIE Prasetiya Mulya adalah menempatkan diri sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan yang didasarkan pada pemikiran bahwa tahapan

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami implikasi ekologi dari over-ekploitasi terhadap degradasi biota yang bernilai ekonomi dan kerusakan akibat penggunaan

“Bapak Tua sebenarnya tidak masalahnya kalau Maktuamu ini bermain judi karena Bapak Tua tahu bagaimana perasaannya dan yang dipikirannya, pasti Maktuamu stres karena mikirin

Pendidikan Islam Terpadu di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Putri Abu Hurairah Mataram Nusa Tenggara Barat Tahun 2015 menyimpulkan bahwa komponen-komponen

Untuk mencari kombinasi level-level variabel proses yang dapat menghasilkan respon yang optimum (target, minimum, dan maksimum) maka digunakan metode permukaan respon

Variasi bahasa slang digunakan secara rahasia dan terbatas hanya pada kalangan para tukang ojek, tetapi variasi bahasa jargon meskipun tidak diketahui oleh orang lain

Pengawet makanan yang ketiga yang dikombinasikan dengan ekstrak biji dan kulit mangga adalah sodium metabisulfit. Daya hambat formulasi campuran antara ekstrak kulit/biji

manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang mereka terima dan pelayanan yang mereka harapkan