• Tidak ada hasil yang ditemukan

Impact Assessment

5.2.1. Kegiatan Penangkapan Ikan dengan Payang (Purse Seine) 1. Unit Penangkapan Payang

5.2.1.7. Analisis Bioekonomi Sumber Daya Ikan dari Alat Payang

Berdasarkan temuan yang diperoleh dari hasil analisis produktivitas, dimana pada teknik tangkapan aktual produktivitas di area migas lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas di area non migas. Kondisi sebaliknya diperoleh dari hasil analisis produktivitas dengan data sekunder series tahun 1996-2010, yang menunjukkan produktivitas di area migas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas di area non migas. Hasil temuan ini selanjutnya dianalisis secara bioekonomi untuk mengetahui kondisi biologi dan ekonomi yang terjadi pada sumber daya ikan di area migas dan area non migas. Data yang digunakan dalam analisis model ini adalah data produksi dan effort unit payang dalam trip di area migas (Karawang) dan area non migas (Cirebon) dalam periode produksi tahun 1996-2010. Pendugaan parameter ekonomi dilakukan dengan menggunakan data IHK Kabupaten Cirebon tahun 1996-2010. Hasil perhitungan dan pendugaan OLS dengan menggunakan software Microfost Excel memberikan gambaran pengaruh CPUE saat ini (tahun t) terhadap CPUE pada masa yang akan datang (t+1). Model dugaan yang dihasilkan untuk area migas dan area non migas yaitu:

Model dugaan untuk area migas:

Model dugaan untuk area non migas:

LnCPUEt+1 =0,4579+0,2039Ln(Ut)−0,00007(Et +Et+1) Model dugaan tersebut menjelaskan bahwa tangkapan per unit effort saat ini memiliki hubungan positif terhadap tangkapan per unit effort pada tahun mendatang. Dari model dugaan dapat diketahui bahwa peningkatan tangkapan per unit effort sebesar satu satuan pada saat ini (tahun t) akan mengakibatkan peningkatan tangkapan per unit effort masa mendatang (t+1) sebesar 0,011 satuan. Sedangkan di area non migas, peningkatan sebesar 1 satuan tangkapan per unit effort saat ini akan mengakibatkan peningkatan sebesar 0,2039 satuan tangkapan per unit effort pada masa yang akan datang.

) ( 0001 , 0 ) ( 0110 , 0 6019 , 0 1 1 + + = + tt+ t t LnU E E LnCPUE

Variabel upaya penangkapan memiliki hubungan negatif terhadap tangkapan per unit effort, artinya setiap peningkatan effort penangkapan sebesar 1 satuan akan menurunkan tangkapan per unit effort masa yang akan datang sebesar 0,0001 satuan untuk di area migas dan 0,00007 satuan untuk area non migas. Hasil regresi secara lengkap disampaikan pada Lampiran 6.

Pendugaan Parameter Biologi

Dari model dugaan tersebut diperoleh dugaan untuk koefisien β1, β2, dan β3. dengan demikian estimasi parameter biologi sumber daya ikan di area migas dan area non migas dapat dilakukan. Hasil estimasi parameter biologi disampaikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Hasil pendugaan parameter biologi sumber daya ikan target alat tangkap payang di area migas dan area non migas

Koefisien Biologi Area Migas Area Non Migas

r (%) 1,9564 1,3224

q (per standardized effort) 0,0003 0,000243 K (ton) 3.606,4523 4.108,6921

Sumber: Data primer, 2011 (diolah)

Dari data hasil pendugaan parameter biologi maka dapat diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ikan yang menjadi target tangkapan alat payang lampu di area migas lebih tinggi hingga 0,5% dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan sumber daya ikan di area non migas. Jika ditinjau dari koefisien penangkapan maka nilai yang diberikan relatif sama. Nilai ini dapat menjelaskan bahwa peluang tertangkapnya ikan dengan alat payang di area migas dan area non migas relatif sama. Kondisi ini memberikan gambaran tentang kondisi penangkapan ikan dengan alat payang di area migas dan area non migas. Dari nilai daya dukung, terlihat bahwa daya dukung di area non migas menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan daya dukung di area migas. Nilai yang ditunjukkan pada Tabel 13, dapat menjelaskan bagaimana kondisi produktivitas penangkapan ikan dengan alat payang di area migas dapat menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas di area non migas.

Pendugaan Parameter Ekonomi

Pendugaan parameter ekonomi dilakukan untuk memperoleh estimasi pengaruh faktor ekonomi terhadap sumber daya ikan. Parameter yang diukur meliputi parameter biaya harga ikan berdasarkan indeks harga konsumen Kabupaten Cirebon 1996-2010. Dari hasil perhitungan diperoleh data yang disampaikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Hasil pendugaan parameter ekonomi alat payang di area migas dan non migas

Parameter Ekonomi Area migas Area non migas

p (rupiah/ton) 2.531.000 2.531.000 c (rupiah/trip) 648.700 612.225 Produksi rata-rata (ton/tahun) 4.151,0473 2.791,0617 Trip rata-rata (trip/tahun) 12.198 10,253 Sumber: Data primer, 2011 (diolah)

Parameter harga yang digunakan adalah harga riil yang sudah disesuaikan dengan IHK Kabupaten Cirebon tahun 1996-2009. Penggunaan rujukan nilai IHK yang sama menyebabkan estimasi harga sumber daya ikan di area migas dengan area non migas menjadi sama yaitu senilai 2.531 ribu rupiah per ton. Biaya operasional diperoleh dari data penghitungan variabel biaya yang digunakan pada saat melakukan penangkapan aktual, yang dikomparasikan dengan data kuisioner yang diperoleh dari responden. Biaya operasional alat payang di area migas dan area non migas relatif sama, yaitu berkisar antara 612.225-648.700 rupiah per trip. Data produksi tahunan rata-rata diperoleh dari data sekunder (DKP Provinsi Jawa Barat, 1996-2010), demikian pula dengan data trip diperoleh dari pengolahan data sekunder yang disesuaikan dengan hasil wawancara dan data kuisioner. Dari data pada Tabel 14, diketahui bahwa jumlah produksi tahunan rata-rata di area migas lebih tinggi dibandingkan dengan area non migas. Kondisi ini dapat disebabkan oleh jumlah trip rata-rata di area migas lebih tinggi dibandingkan dengan area non migas. Data ini selanjutnya digunakan untuk mengestimasi rente ekonomi dari setiap rezim pengelolaan sumber daya ikan. Pengolahan data dilakukan dengan software MAPLE versi 11.0.

Dari hasil pengolahan data diperoleh estimasi terhadap stok (x), jumlah tangkapan (h), effort (E), dan rente ekonomi dari kegiatan penangkapan ikan dengan alat payang lampu di area migas dan non migas. Hasil perhitungan disampaikan pada Tabel 15 dan Tabel 16.

Tabel 15 Hasil pendugaan stok dan jumlah tangkapan alat payang di area migas dan area non migas

Stok (ton) Jumlah Tangkapan (ton) Rezim

Pengelolaan

Area migas Area non

migas Area migas

Area non migas Sole owner 2.230,40 2.552,06 1.664,93 1.278,60 MSY 1.803,27 2.054,37 1.763,92 1.358,34 Open Access 854,40 995,43 1.275,49 997,44 Optimum 1.756,90 1.839,32 1.762,75 1.343,46 Aktual 4.151,04 2.791,06 Sumber: DKP Provinsi Jawa Barat, 1996-2010 (diolah)

Tabel 16 Hasil pendugaan effort dan rente ekonomi kegiatan penangkapan ikan dengan alat payang di area migas dan area non migas

Effort (trip) Rent (x1000 rupiah) Rezim

Pengelolaan

Area migas Area non migas Area migas Area non migas

Sole owner 2.488,24 2.061,76 2,61x109 1,98x109

MSY 3.260,67 2.720,99 2,50x109 1,77x109

Open Access 4.976,48 4.123,52 0 0

Optimum 3.344,44 3.005,80 2,29x109 1,56x109

Aktual 12.198 10.253 Sumber: DKP Provinsi Jawa Barat, 1996-2010 (diolah)

Hasil analisis bioekonomi menunjukkan bahwa kondisi penangkapan ikan alat payang lampu di area migas berada dalam kondisi lebih baik dibandingkan dengan area non migas.

Namun kedua area menunjukkan kondisi over fishing, yang dapat dilihat dari jumlah tangkapan dan trip aktual yang jauh di atas titik optimum. Kondisi ini diilustrasikan dalam Gambar 39.

Gambar 39. Kurva bioekonomi alat payang lampu di area migas dan non migas.

Kondisi ini disebabkan oleh tingkat pertumbuhan ikan di area migas lebih tinggi dibandingkan dengan area non migas. Jika ditinjau dari kondisi penangkapan aktual rata-rata, maka kondisi penangkapan ikan di area migas maupun non migas menunjukkan kondisi overfishing. Kondisi overfishing yang terjadi cukup kontradiktif untuk menjelaskan status penangkapan ikan dengan alat payang secara bioekonomi di area migas. Terdapat indikasi bahwa tingkat overfishing yang terjadi dapat diimbangi oleh tingkat pertumbuhan ikan yang mencapai 1,9% di area migas.

Komparasi Hasil Analisis Produktivitas dengan Analisis Bioekonomi

Dari hasil analisis produktivitas per trip, produktivitas tahunan, dan analisis bioekonomi maka diperoleh suatu komparasi yang cukup kontradiktif. Pada hasil analisis produktivitas per trip diperoleh temuan bahwa tingkat produktivitas per trip alat payang di area migas menunjukkan kondisi yang lebih rendah dibandingkan dengan area non migas. Kondisi ini diyakini sebagai akibat dari adanya pemberlakuan zona aman kegiatan migas di sekitar anjungan produksi yang dianggap mempersempit area penangkapan ikan yang dapat diakses.

Terdapat asumsi bahwa lokasi anjungan produksi migas tersebut dianggap berada di area fishing ground terbaik. Kondisi sebaliknya ditunjukkan oleh hasil analisis produktivitas tahunan dan hasil analisis bioekonomi. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa kondisi sumber daya ikan di area migas berada dalam kondisi lebih baik dibandingkan dengan area non migas. Kondisi ini dapat dijelaskan dari perbedaan angka pertumbuhan sumber daya ikan yang terjadi di area migas dan area non migas. Tingkat pertumbuhan sumber daya ikan di area migas menunjukkan nilai sebesar 0,5% lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan sumber daya ikan di area non migas. Tingkat pertumbuhan sumber daya ikan yang lebih tinggi di area migas, cukup memberikan kontribusi terhadap pertambahan stok ikan di area ini. Dengan demikian untuk estimasi produktivitas dalam jangka panjang (dengan data series), maka hasil akan menunjukkan nilai produktivitas yang lebih tinggi. Tingkat pertumbuhan sumber daya ikan yang lebih tinggi di area migas dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya daya dukung lingkungan.

Secara fisik kimia biologi, daya dukung perairan menunjukkan kondisi yang relatif sama, demikian pula dari sisi persaingan penangkapan ikan dengan alat payang masih relatif sama. Terdapat kemungkinan kondisi ini disebabkan oleh diberlakukannya zona aman kegiatan migas radius 500 meter yang melarang kegiatan lain termasuk penangkapan ikan memasuki area ini. Secara langsung, area ini akan terlindungi dari kegiatan penangkapan ikan yang sudah menunjukkan kondisi over fishing. Jika dianalogikan dengan penelitian sebelumnya tentang terbentuknya habitat baru di area anjungan, maka dapat diduga bahwa dalam jangka panjang anjungan yang disertai zona larangan secara tanpa disengaja telah menjadi area konservasi sementara (temporary marine protected area). Analisis ini dikuatkan oleh asumsi-asumsi yang diperoleh dari responden tentang pengaruh positif anjungan produksi migas di laut terhadap sumber daya ikan. Kondisi lingkungan di sekitar anjungan dapat menarik ikan untuk menuju area anjungan, bahkan menjadikannya sebagai habitat sementara. Beberapa faktor yang menjadi daya tarik dari anjungan produksi migas yaitu:

a. Konstruksi anjungan dengan berbagai peralatan (pipa) yang terdapat di perairan berfungsi menyerupai fish aggregating device (FAD) yang disukai oleh ikan. Efek teduh yang diberikan oleh bayangan anjungan dan keberadaan pipa warna-warni di perairan, dapat menjadi area tujuan ikan. Dalam durasi yang cukup lama, area ini akan membentuk suatu kehidupan yang selanjutnya dapat menjadi habitat baru bagi ikan.

b. Limbah organik yang ditimbulkan dari aktivitas akomodasi tenaga kerja, yang dibuang secara terus-menerus ke perairan dapat menjadi salah satu sumber makanan bagi ikan.

c. Efek terang yang ditimbulkan oleh cahaya lampu dan flaring mampu menarik plankton yang dapat menarik jenis ikan kecil dan membuat suatu jebakan rantai makanan di sekitar anjungan. Dengan demikian, ikan yang menuju area ini dapat saja ikan demersal yang bertujuan memperoleh makanan dari sistem rantai makanan yang terbentuk.

d. Pemberlakuan zona terlarang (radius 500 meter) secara langsung membatasi ruang gerak nelayan, sehingga area anjungan sampai dengan batas zona terlarang menjadi area yang sangat terlindung. Kondisi ini semakin memberikan kesan aman bagi ikan yang sudah berada di area anjungan. Pada durasi yang cukup lama, kondisi yang sedemikian rupa yang terjadi secara terus-menerus akan menciptakan suatu habitat menyerupai area konservasi laut.

Dari data hasil tangkapan aktual yang diperoleh di area anjungan, maka kondisi ini dapat diilustrasikan pada Gambar 40.

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ju m la h  Ta n gkap an  (kg /tri p )

Pengambilan Contoh ke-n

Area Non MIGAS Area MIGAS Area Anjungan (larangan)

Gambar 40. Perbandingan jumlah tangkapan di titik pengambilan contoh.

Perbedaan jumlah hasil tangkapan ditunjukkan oleh area yang diarsir. Area ini memberikan gambaran jumlah ikan yang tidak berhasil ditangkap oleh nelayan, akibat adanya pemberlakuan zona terlarang di sekitar anjungan. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa hasil tangkapan per trip yang selama ini diperoleh oleh nelayan, justru berasal dari spill over ikan yang terlindungi di area anjungan (di dalam zona aman tersebut). Jika jumlah tangkapan ini dikonversi ke dalam nilai rupiah dalam bentuk pendapatan per trip, maka terdapat perbedaan produktivitas di ketiga titik pengambilan contoh. Perbedaan produktivitas tersebut dapat diselisihkan sehingga dapat digunakan untuk mengestimasi nilai produktivitas yang hilang (selisih antara area non migas dengan area migas). Kondisi ini diilustrasikan pada pada Gambar 41.

0 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000 4,000,000 4,500,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Pe nda patan (R upia h/tr ip)

Pengambilan Contoh ke-n

Area Non MIGAS Area MIGAS Area Anjungan (larangan)

Gambar 41. Perbandingan pendapatan di titik pengambilan contoh.

Dari Gambar 41 diketahui bahwa terdapat perbedaan produktivitas per trip dari alat payang di area migas dengan area non migas sebesar area yang diarsir. Analisis ini didasarkan pada harga dan kondisi yang berlaku pada saat penelitian ini dilaksanakan (Mei-Agustus 2011). Area arsir tersebut menunjukkan selisih kurva pendapatan di area non migas dengan di area migas, yang dapat menggambarkan jumlah pendapatan yang hilang akibat adanya pemberlakuan zona terlarang di sekitar anjungan produksi migas di laut. Adanya pemberlakuan zona terlarang radius 500 meter secara langsung berdampak pada penyempitan area penangkapan ikan yang dapat diakses oleh nelayan. Area penangkapan ikan yang semakin sempit dengan jumlah aktivitas penangkapan yang semakin meningkat, secara langsung akan memicu tingkat persaingan antar nelayan. Peningkatan persaiangan antar nelayan, pada kondisi open access akan berdampak pada penurunan produktivitas nelayan, yang ditandai dengan penurunan rente ekonomi. Pada kondisi terakumulasi kondisi tersebut sangat berpotensi melumpuhkan sumber daya ikan.

Dari komparasi hasil analisis produktivitas per trip dan tahunan, serta bioekonomi maka diperoleh gambaran tentang pengaruh keberadaan anjungan produksi migas di laut terhadap perikanan tangkap dengan alat payang lampu. Selisih grafik pada Gambar 40 dan Gambar 41 dapan menggambarkan estimasi produksi yang hilang dalam setiap trip nelayan di area migas.

Kondisi ini menunjukkan bahwa keberadaan anjungan produksi migas di laut memberikan eksternalitas negatif terhadap produktivitas per trip nelayan payang lampu. Hasil ini memperkuat asumsi-asumsi nelayan tentang penurunan produktivitas yang dialami oleh nelayan payang lampu. Pada kondisi jangka panjang, keberadaan anjungan produksi migas di laut yang disertai dengan zona aman kegiatan sejauh radius 500 meter dari anjungan menyebabkan timbulnya area terlindung di sekitar anjungan. Adanya kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan biota laut, termasuk ikan maka keberadaan anjungan yang disertai dengan zona aman (larangan mendekat radius 500 meter) menyebabkan area anjungan seolah menjadi area konservasi sementara (selama anjungan tersebut ada di perairan). Pada kondisi ini anjungan produksi migas dapat berperan menyerupai artificial reef bagi biota laut dan ikan, dan zona aman kegiatan dapat berperan sebagai temporary marine protected area. Kondisi inilah yang dapat melindungi sumber daya ikan dari kegiatan penangkapan, terlebih dalam kondisi over fishing, sehingga pertumbuhan tetap terjadi. Namun demikian, peran penting wilayah perairan di Karawang sebagai ladang mata pencaharian utama nelayan, menyebabkan kondisi penurunan produktivitas per trip yang saat ini mulai dirasakan harus dapat diatasi. Selain itu, potensi konflik yang semakin meningkat membutuhkan perhatian dari pihak pelaksana kegiatan migas di laut dan pihak instansi terkait.

5.3. Alternatif Strategi Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Kegiatan