• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Analisis Bivariat

Hasil analisis melalui uji Fisher’s exact test dengan tingkat kepercayaan 95 % (p = 0,05) dapat dilihat pada tabel 4.1.

<17 30,6 % (99) ≥17 69,4 % (225)

Tabel 4.1. Ringkasan Hasil Uji statistic antara Usia, Paritas, Jumlah perkawinan pasien, Jumlah perkawinan pasangan pasien, usia pertama pasien melakukan hubungan seksual dengan kejadian IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang

Variabel Tes P-value

Umur Fisher’s exact test 0,149

(tidak terdapat hubungan)

Paritas Fisher’s exact test 0,649

(tidak terdapat hubungan) Jumlah perkawinan

pasien

Fisher’s exact test 0,154

(tidak terdapat hubungan) Jumlah perkawinan

pasangan pasien

Fisher’s exact test 0,134

(tidak terdapat hubungan) Usia pertama kali

berhubungna seksual

Fisher’s exact test 0,727

(tidak terdapat hubungan) Usia pertama kali

berhubungna seksual pada pasien berumur 35 tahun

Fisher’s exact test 1

(tidak terdapat hubungan)

1. Analisis Hubungan antara Usia Responden dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan antara usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang di kemukakan di tinjauan pustaka dimana usia responden berpengaruh terhadap angka kejadian kanker leher rahim. Sebagaimna yang telah dikemukakan oleh Diananda (2007) bahwa semakin tua seseorang, maka semakin meningkat resiko terjadinya kanker leher rahim. Meningkatnya resiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu

pemaparan terhadap karsinogen serta semakin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.

Tabel 4.2. Hubungan usia dengan IVA positif

Usia IVA Negatif IVA Positif Total

≤ 35 217 66,7% 4 1,2 % 221 68,2% > 35 98 30,2 % 5 1,5 % 1, 03 31,8 % Total 315 97,2 % 9 2,8 % 324 100 %

Namun bila dibandingkan antara jumlah pasien usia diatas 35 tahun dengan pasien usia kurang dari sama dengan 35, maka dapat dilihat pada tabel 4.2 bahwa persentase yang mendapat hasil IVA positif lebih banyak adalah mereka yang berusia lebih dari 35 tahun (1,5 %). Karena itu dapat disimpulkan bahwa hasil pada penelitain ini sesuai dengan teori. Ketidaksesuaian hasil statistik yang ada, mungkin terjadi karena hanya sedikitnya jumlah responden yang berusia lebih dari 35 tahun. Untuk kedepannya, sebaiknya jumlah responden yang berusia lebih dari 35 tahun diperbesar atau dapat pula mengganti metode penelitian dengan kasus kontrol.

2. Analisis Hubungan antara Paritas Responden dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan antara usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang di kemukakan di tinjauan pustaka dimana jumlah paritas berpengaruh terhadap angka kejadian kanker leher rahim. Sebagaimna yang telah dikemukakan Muñoz (2002) bahwa mereka yang sudah pernah melahirkan 3-4 kali memiliki resiko 2,6 kali lebih besar untuk menjadi kanker serviks. Sedangkan wanita yang pernah melahirkan lebih dari 7 kali memiliki resiko 3,8 kali lipat. Hal ini dikarenakan kehamilan

multipel dapat menyebabkan trauma yang menumpuk atau efek imunosupresi pada serviks yang memfasilitasi infeksi HPV (Schneider et al., 1987), atau karena efek hormonal yang diinduksi kehamilan pada serviks dapat mempengaruhi genom HPV yang responsif terhadap progesterone (Pater et al., 1994). Selain itu saat kehamilan, zona transformasi dari ektoserviks melebar, sehingga paparan terhadap HPV akan lebih mudah. (Jordan, 2006)

Tabel 4.3. Hubungan Paritas dengan IVA positif

IVA Negatif IVA Positif Total Melahirkan kurang dari sama

dengan 3 kali 263 81,2 % 7 2,2 % 270 83,3 % Melahirkan leih dari 3 kali 52

16 % 2 0,6 % 54 16,7 % Total 315 97,2 % 9 2,8 % 324 100 %

Namun bila dibandingkan antara jumlah pasien yang melahirkan kurang dari sama dengan 3 kali dengan pasien yang melahirkan lebih dari 3 kali, maka dapat dilihat pada tabel 4.3 bahwa persentase yang mendapat hasil IVA positif lebih banyak adalah pada mereka yang melahirkan kurang dari sama dengan 3 kali (2,2 %). Ketidaksesuaian hasil yang ada, mungkin terjadi karena hanya sedikitnya jumlah pasien yang melahirkan lebih dari 3 kali. Selain itu, keterbatasan penelitian ini adalah tidak ditanyakan lebih lanjutnya riwayat persalinan, apakah dengan cara normal, ataukah dengan sectio.

3. Analisis Hubungan antara Jumlah Perkawinan Pasien dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan antara usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang di

kemukakan di tinjauan pustaka dimana banyaknya jumlah pasangan seksual merupakan salah satu faktor risiko yang penting untuk kanker serviks (WHO, 2006). Semakin banyak banyak riwayat seorang wanita berganti-ganti pasangan akan meningkatkan risiko untuk terkena infeksi menular seksual. Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap kemungkinan adanya hubungan antara agen yang dapat menimbulkan infeksi dengan kanker serviks. (Sjamsuddin, 2001).

Tabel 4.4. Hubungan Jumlah perkawinan pasien dengan IVA positif

IVA Negatif IVA Positif Total Jumlah perkawinan pasien

sekali 267 82,4 % 6 1,9 % 273 84,3 % Jumlah perkawinan pasien

lebih dari sekali

48 14,8 % 3 0,9 % 51 15,7 % Total 315 97,2 % 9 2,8 % 324 100 %

Namun bila dibandingkan antara jumlah pasien yang menikah sekali dengan pasien yang menikah lebih dari sekali, maka dapat dilihat pada tabel 4.4 bahwa persentase yang mendapat hasil IVA positif lebih banyak adalah pada mereka yang menikah sekali (1,9 %). Ketidaksesuaian hasil yang ada, mungkin terjadi karena hanya sedikitnya jumlah pasien yang menikah lebih dari sekali. Selain itu, masih terdapat kemungkinan riwayat berganti-ganti pasangan di luar pernikahan. Karena itu untuk kedepannya prlu ditanyakan lebih lanjut tentang riwayat berganti-ganti pasangan di luar pernikahan.

4. Analisis Hubungan antara Jumlah Perkawinan Pasangan Pasien dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan antara usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang di

kemukakan di tinjauan pustaka dimana banyaknya jumlah pasangan yang dimiliki oleh pasangan merupakan salah satu risiko yang penting terhadap kanker serviks yang pada penelitian ini ditandai dengan IVA positif (WHO, 2006). Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya kolerasi antara kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak

wanita lain menimbulkan konsep “Pria Berisiko Tinggi” sebagai

vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi. Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap kemungkinan adanya hubungan antara agen yang dapat menimbulkan infeksi dengan kanker serviks. (Sjamsuddin, 2001).

Tabel 4.5. Hubungan Jumlah perkawinan pasangan pasien dengan IVA positif

IVA Negatif IVA Positif Total

Jumlah perkawinan

pasangan pasien sekali

270 83,3 % 6 1,9 % 276 85,2 % Jumlah perkawinan

pasangan pasien lebih dari sekali 45 13,9 % 3 0.9 % 48 14,8 % Total 315 97,2 % 9 2,8 % 324 100 %

Namun bila dibandingkan antara jumlah pasangan pasien yang menikah sekali dengan pasangan pasien yang menikah lebih dari sekali, maka dapat dilihat pada tabel 4.5 bahwa persentase yang mendapat hasil IVA positif lebih banyak adalah pada mereka yang menikah sekali (1,9 %). Ketidaksesuaian hasil yang ada, mungkin terjadi karena hanya sedikitnya pasien yang menikah lebih dari sekali. Selain itu, masih terdapat kemungkinan riwayat berganti-ganti pasangan di luar pernikahan. Karena itu untuk kedepannya prlu

ditanyakan lebih lanjut tentang riwayat berganti-ganti pasangan di luar pernikahan.

5. Analisis Hubungan antara Usia Pertama Kali berhubungan seksual dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan antara usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang di kemukakan di tinjauan pustaka dimana golongan wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih berisiko untuk menderita kanker serviks (Sjamsuddin, 2001). Perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun(Sukaca, 2009). Sedangkan kemungkinan terserang kanker leher rahim pada mereka yang berusia di bawah 16 tahun ke bawah bisa 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang telah berusia 20 tahun ke atas saat sudah melakukan hubungan seksual.(Diananda, 2009)

Tabel 4.6. Hubungan usia pertama kali berhubungan seksual dengan IVA positif

Usia Pertama kali

berhubugan seksual

IVA Negatif IVA Positif Total

< 17 97 29,9 % 2 0,6 % 99 30,6 % ≥ 17 218 67,3 % 7 2,2 % 225 69,4 % Total 315 97,2 % 9 2,8 % 324 100 %

Pada saat dibandingkan antara jumlah pasien yang berhubungan seksual pertama kali diatas 17 tahun dengan jumlah pasien yang

17, maka dapat dilihat pada tabel 4.6 bahwa persentase yang mendapat hasil IVA positif lebih banyak adalah pada mereka yang berhubungan seksual pertama kali diatas 17 tahun (2,2 %).

Sedangkan bila dibandingkan antara umur pertamakali berhubungan seksual pada wanita berumur 35 tahun keatas maka akan didapatkan tabel sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hubungan usia pertama kali berhubungan seksual pada wanita berusia diatas 35

Usia Pertama kali

berhubugan seksual pada wanita > 35 tahun

IVA Negatif IVA Positif Total

< 17 43 41,7 % 2 1,9 % 45 43,7 % ≥ 17 55 53,4 % 3 2,9 % 58 56,3 % Total 98 95,1 % 5 4,9 % 103 100 %

Ketidaksesuaian pada hasil statistik dan perbandingan jumlah ini dengan teori, di mungkinkan terjadi karena hanya sedikitnya pasien yang menikah di usia kurang dari 17 tahun. Di samping itu tidak menutup kemungkinan bahwa pasien melakukan hubungan seksual pertama kali saat mereka pertama kali menikah. Karena itu, untuk kedepannya perlu dipastikan bahwa usia pertama kali berhubungan seksual adalah sama dengan usia pertama kali menikah.

BAB V

Dokumen terkait