• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor- faktor yang berhubungan dengan hasil inspeksi visual asam asetat positif di puskesmas Rengasdengklok kabupaten Karawang tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor- faktor yang berhubungan dengan hasil inspeksi visual asam asetat positif di puskesmas Rengasdengklok kabupaten Karawang tahun 2009"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

POSITIF DI PUSKESMAS RENGASDENGKLOK

KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2009

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

DINA NURUL ISTIQOMAH

NIM: 107103001453

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 8 Oktober 2010

(3)

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked)

OLEH:

DINA NURUL ISTIQOMAH NIM: 107103001453

Pembimbing

dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

(4)

Laporan Penelitian berjudul FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HASIL INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT POSITIF DI PUSKESMAS RENGASDENGKLOK KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2009 yang diajukan oleh Dina Nurul Istiqomah (NIM:107103001453), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 7 Oktober 2010

Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 8 Oktober 2010

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang Pembimbing

dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT

Penguji

Prof.Dr.dr. Sardjana Sp.OG, SH

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN

(5)

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan junjungan besar Nabi

Muhammad SAW, karena atas berkah dan rahmat-Nya lah penelitian mengenai

Faktor- faktor yang berhubungan dengan hasil inspeksi visual asam asetat positif di puskesmas Rengasdengklok kabupaten Karawang tahun 2009 ini dapat berjalan dengan lancer dan selesai tepat waktu. Dan hanya dengan

bimbingan-Nya pula penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan

semaksimal mungkin. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada nama-nama dibawah ini:

1. Prof. DR. dr. MK Tajudin, Sp. And(K) selaku dekan fakultas kedokteran

dan limu kesehatan dan Dr. Syarif Hasan Lutfi, SpRM selaku ketua program

studi

2. dr Bisatyo Mardjikoen Sp. OT dan dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku

dosen pempimbing penelitian yang telah dengan sabar membimbing dan

mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

3. Dinkes Karawang yang telah membatu saya mendapatkan data-data yang

saya butuhkan dan Dr Astrid yang telah memberikan saya pencerahan dalam

mengerjakan riset saya ini

4. Nur Najmi Laila, Muhammad Izdiyan Muttaqin, Ryan Tresna Putra, Ricky

Fathoni, Ellen Tresnawati, Felais Hediyanto Pratama, Wahid Hilmi Sulaiman,

Neng Ayu Rati Purwani dan teman-teman lain yang namanya tidak dapat saya

sebutkan satu-persatu atas segala bentuk dukungannya

Akhir kata, semua kebaikan datang dari Allah SWT dan segala kesalahan tentunya

datang dari penulis sendiri. Karena itu tentunya skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan untuk perbaikan skripsi yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat

berguna bagi perkembangan ilmu kelak.

Ciputat, 8 Oktober 2010

(6)

Dina Nurul Istiqomah. Pendidikan Dokter. Faktor- faktor yang berhubungan dengan hasil inspeksi visual asam asetat positif di puskesmas Rengasdengklok kabupaten Karawang tahun 2009. 2010

Kanker serviks merupakan kanker yang berkembang pada epitel leher rahim dari sebuah sel yang mengalami perubahan kearah keganasan. Di Indonesia kanker seviks merupakan kanker terbanyak yang diderita oleh wanita. Meskipun demikian, kanker ini dapat di deteksi awal dengan berbagai metode skirning, salah satunya adalah inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Tujuan: untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil IVA positif ditinjau dari umur, paritas, jumlah pernikahan pasien, jumlah pernikahan pasangan pasien, dan usia pertama kali berhubungan seksual. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional potong lintang pada rekam medis semua wanita yang datang dan melakuan tes IVA di puskesmas Rengasdengklok kabupaten Karawang. Hasil: Analisis uji statistik melalui uji Fisher’s exact test menunjukkan tidak terdapat hubungan yang sgnifikan. Namun dengan tabel perbandingan, dapat diketahui bahwa faktor usia cukup berperan dalam hasil IVA positif. Kesimpulan: faktor umur, paritas, jumlah pernikahan pasien, dan jumlah pernikahan pasangan pasien tidak berhubungan dengan hasil IVA positif.

Kata kunci: faktor resiko, IVA positif

Dina Nurul Istiqomah. Medicine. Factors that correlate with visual inspection with acetate acid result in Puskesmas Rengasdengklok Kabupaten Karawang at 2009. 2010

Cervical cancer is a primary savage tumor that comes from squamosa epitel cells. In Indonesia, cervical cancer is the first most common cancer that suffered by women. However, this cancer could be detected earlier by doing screening (example: Visual inspection with acetic acid). Aim: to know several risk factor of VIA positive including age, parity, number of patient marriage, number of patient husband marriage, and age of the first intercourse. Method: this was an observational analytic research with cross-sectional design in medical record of every woman that come and take VIA test at Rengasdengklok primary health centre in Karawang district. Result: Fisher’s exact test analyzing shows no significant correlation between those factors with VIA positive. But the comparing table shows age factor are taking role of making positive result at VIA test. Conclusion: several risk factor including age, parity, number of patient marriage, numbers of patient husband marriage don’t have a correlation with VIA positive.

(7)

LEMBAR SAMPUL………..…….……i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………....……ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING………..…..…..…...iii

LEMBAR PENGESAHAN………..……….……..iv

KATA PENGANTAR………..……….………v

ABSTRAK………..……….……..vi

DAFTAR ISI……….…..vii

DAFTAR TABEL……….……vii

DAFTAR GAMBAR………..ix

DAFTAR LAMPIRAN……….…..x

1. PENDAHULUAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN………26

(8)

(Aziz, 2001)………..6

Tabel 2.2 Gejala dan tanda dari kanker invasif (WHO, 2006)………...12

Tabel 2.3 Metode skrining kanker serviks (WHO, 2006………...13

Tabel 2.4 Definisi Operasional………..19

Tabel 4.1 Ringkasan Hasil Uji statistik antara Usia, Paritas, Jumlah perkawinan pasien, Jumlah perkawinan pasangan pasien, usia pertama pasien melakukan hubungan seksual dengan kejadian IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang……….30

Tabel 4.2 Hubungan usia pasien dengan IVA positif………31

Tabel 4.3 Hubungan Paritas pasien dengan IVA positif………32

Tabel 4.4 Hubungan Jumlah perkawinan pasien dengan IVA positif…………33

Tabel 4.5 Hubungan Jumlah perkawinan pasangan pasien dengan IVA positif.34 Tabel 4.6 Hubungan Usia pertama kali pasien berhubungan seksual dengan IVA positif……….36

(9)

Gambar 2.2 Gambaran hasil pemeriksaan IVA (Rasjidi, 2007)………16

Gambar 2.3 Diagram Kerangka Konsep………18

Gambar 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia………...25

Gambar 4.2 Distribusi responden berdasarkan Paritas………..26

Gambar 4.3 Distribusi responden berdasarkan Jumlah Perkawinan Pasien……..27

Gambar 4.4 Distribusi responden berdasarkanJumlah Perkawinan Pasangan Pasien……….28

(10)

Uji Normalitas

1. Usia………42

2. Paritas……….43

3. Jumlah Perkawinan Pasien……….44

4. Jumlah Perkawinan Pasangan Pasien……….44

Tabel Frekuensi 5. Usia………46

6. Paritas……….…46

7. Jumlah Perkawinan Pasien……….………46

8. Jumlah Perkawinan Pasangan Pasien……….46

9. Usia pertama kali berhubungan seksual……….46

Analisis Hubungan 1. Hubungan usia pasien dengan IVA positif……….47

2. Hubungan Paritas pasien dengan IVA positif………47

3. Hubungan Jumlah perkawinan pasien dengan IVA positif………48

4. Hubungan Jumlah perkawinan pasangan pasien dengan IVA positif……48

5. Hubungan Usia pertama kali pasien berhubungan seksual dengan IVA positif………..49

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Saat ini telah diketahui bahwa kanker serviks merupakan kanker kedua

terbanyak yang diderita wanita di seluruh dunia (sekitar 12%) setelah

kanker payudara. Pada tahun 2005, terdapat sekitar 500.000 kasus baru

dimana 90% ditemukan di negara berkembang. (WHO, 2002)

Di Indonesia kanker seviks merupakan kanker terbanyak yang diderita

oleh wanita Indonesia. Bahkan bila keseluruhan penyakit kanker yang

diderita oleh laki-laki dan perempuan digabungkan, kanker ini tetap

merupakan kanker terbanyak (Aziz, 2001). Di Indonesia diperkirakan

sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000 penduduk pertahunnya, atau

sekitar 180.000 kasus baru pertahun (Sjamsuddin, 2001). Penelitian

tentang frekuensi kanker pada wanita di Indonesia pada tahun 1988-1992

menyebutkan bahwa kejadian kanker serviks merupakan yang tertinggi

diantara penyakit kanker lainnya dengan persentase berkisar antara

28,66% - 29,63% (Mangunkusumo, 1998). Sedangkan menurut ketua

umum YKI diperkirakan terdapat 15.000 penderita baru per tahun, dan

8.000 penderita meninggal tiap tahun. Karena itu deteksi dini dan

pengobatan prakanker serviks perlu menjadi perioritas.(Ketua YKI, 2007)

Kanker serviks lebih sering ditemukan pada daerah anatomis yang

khas yang dikenal sebagai zona transisi antara epitel kolumnar

(endoserviks) menjadi epitel berlapis skuamosa tidak berkeratin

(eksoserviks). Lokasi zona ini bervariasi menurut usia seorang wanita,

status hormonal, riwayat trauma saat melahirkan, status kehamilan, dan

penggunaan kontraseptif (WHO, 2006). Karena itu, faktor-faktor

tersebutlah yang menjadikan seorang perempuan lebih berisiko

(12)

Mengingat perkembangan keganasan ini berlangsung berkisar 10-20

tahun, maka masih terdapat kemungkinan untuk mencegah ke arah yang

lebih buruk melalui strategi skrining. Beberapa metode skrining yang

dapat dilakukan adalah inspeksi visual dengan lugol iodime (VILI),

inspeksi visual dengan asam asetat (IVA), pemeriksaan sitologi (pap

smear), pemeriksaan sitologi cairan (liquid-base cytology/LBC), dan

pemeriksaan DNA HPV. (WHO, 2006)

Inspeksi visual dengan asam asetat merupakan metode yang tepat

untuk dilakukan di Indonesia karena mudah dilakukan, praktis, sangat

mampu laksana, dan akurat. Sensitivitas IVA dibandingkan sitologi adalah

90,9%, spesifisitas 99,8%, nilai duga positif 83,3% dan nilai duga negatif

99,9% sehingga dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan bukan dokter

ginekologi(Hanafi, 2003). Alat-alat yang dibutuhkan juga sangat

sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang mahal, sehingga sesuai

untuk dilakukan pusat pelayanan sederhana.(Nuranna, 2001)

Hal ini menjadi alasan Penulis untuk melakukan penelitian mengenai

faktor- faktor yang berhubungan dengan hasil inspeksi visual asam asetat

(IVA) positif di rengas dengklok kabupaten karawang tahun 2009.

Penelitian ini mengambil data sekunder yang didapat dari skrining kanker

serviks yang dilakukan dengan metode IVA dan pemeriksaan ginekologis

di puskesmas Rengasdeklok kabupaten Karawang.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Adakah hubungan antara usia dengan hasil IVA positif di Puskesmas

Rengasdeklok kabupaten Karawang pada tahun 2009?

2. Adakah hubungan antara usia pertama kali berhubungan seksual

dengan hasil IVA positif di Puskesmas Rengasdeklok kabupaten

Karawang pada tahun 2009?

3. Adakah hubungan antara paritas dengan hasil IVA positif di

(13)

4. Adakah hubungan antara jumlah perkawinan pasien dengan hasil IVA

positif Puskesmas Rengasdeklok kabupaten Karawang pada tahun

2009?

5. Adakah hubungan antara jumlah perkawinan pasangan pasien dengan

hasil IVA positif Puskesmas Rengasdeklok kabupaten Karawang pada

tahun 2009?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil IVA positif

di kecamatan Rengas dengklok kabupaten Karawang berdasarkan data

sekunder dari puskesmas Rengasdengklok di Karawang pada tahun

2009

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran hasil IVA positif di Puskesmas Rengas

dengklok kabupaten Karawang pada tahun 2009

b. Mengetahui hubungan antara usia dengan hasil IVA positif di

Puskesmas Rengas dengklok kabupaten Karawang pada tahun

2009.

c. Mengetahui hubungan antara usia pertama kali berhubungan

seksual dengan hasil IVA positif di Puskesmas Rengas dengklok

kabupaten Karawang pada tahun 2009.

d. Mengetahui hubungan antara paritas dengan hasil IVA positif di

Puskesmas Rengas dengklok kabupaten Karawang pada tahun

2009.

e. Mengetahui hubungan antara riwayat menikah pasien dengan hasil

IVA positif di Puskesmas Rengas dengklok kabupaten Karawang

pada tahun 2009.

f. Mengetahui hubungan antara riwayat menikah pasangan pasien

dengan hasil IVA positif di Puskesmas Rengas dengklok kabupaten

(14)

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

a. Sebagai salah satu syarat kelulusan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam

Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan

penelitian

c. Mengaplikasikan ilmu medik dan non-medik

d. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi

e. Mengembangkan daya nalar, minat, dan kemampuan di bidang

penelitian

1.4.2 Manfaat Bagi Perguruan Tinggi

a. Realisasi Tridarma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan

fungsinya sebagai lembaga yang menyelanggarakn pendidikan,

penelitian, dan pengabdian bagi masyarakat.

b. Meningkatkan hubungan yang baik dan kerjasama antara

mahasiswa dan staf pengajar.

1.4.3 Manfaat Bagi Mahasiswa/i dan Masyarakat Luas

a. Memberikan informasi dan pengetahuan yang tepat mengenai

kanker serviks, terutama mengenai faktor resikonya dan

pencegahannya

b. Memberikan masukan kepada instansi pendidikan, kesehatan,

media informasi dan komunikasi, serta pihak-pihak yang terkait

tentang faktor risiko kanker serviks serta upaya pencegahannya

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai

(15)

faktor usia, usia pertama kali behubungan seksual, paritas, jumlah

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi

Kanker serviks merupakan kanker yang berkembang pada epitel leher rahim dari

sebuah sel yang mengalami perubahan kearah keganasan. Serviks uteri adalah

ujung bawah yang menyempit pada uterus, antara ismus dan ostium uteri.

(Dorland, 2002)

2.1.2 Epidemiologi

Kanker serviks merupakan kanker yang terbanyak diderita wanita-wanita di

negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara maju kanker ini

menduduki urutan ke-10 dan bila digabung maka ia menduduki urutan ke-5 (tabel

1)

Tabel 2.1. Perkiraan Jumlah kasus baru di negara berkembang dan negara maju

Negara berkembang Negara maju Total urutan

Urutan Jumlah kasus Urutan Jumlah kasus

Serviks

(17)

Saat ini telah diketahui bahwa kanker serviks merupakan kanker kedua

terbanyak di seluruh dunia (sekitar 12%) setelah kanker payudara yang diderita

wanita. Pada tahun 2005, terdapat sekitar 500.00 kasus baru dimana 90%

ditemukan di negara berkembang. (WHO, 2002)

Di Indonesia kanker seviks merupakan kanker terbanyak yang diderita oleh

wanita Indonesia. Bahkan bila keseluruhan penyakit kanker yang diderita oleh

laki-laki dan perempuan digabungkan, kanker ini tetap merupakan kanker

terbanyak (Aziz, 2001). Di Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di

antara 100.000 penduduk pertahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun

(Sjamsuddiin, 2001). Penelitian tentang frekuensi kanker pada wanita di Indonesia

pada tahun 1988-1992 menyebutkan bahwa kejadian kanker serviks merpakan

yang tertinggi diantara penyakit kanker lainnya dengan presentasi berkisar antara

28,66% - 29,63% (Mangunkusumo, 1998).

2.1.3 Etiologi

Mikroorganisme yang lebih menjadi fokus pada penelitian akhir-akhir ini adlah

virus, karena infeksi protozoa, jamur dan bakteri tidak potensial onkogenik. Tidak

semua virus dikatakan dapat menyebabkan kanker. Paling tidak, terdapat sekitar

150 juta jenis virus yang diduga berperaan pada terjadinya kanker pada binatang;

di antaranya adalah golongan virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam

nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah

sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel. Beberapa virus yang bersifat

onkogenik antara lain:

1. Herpes Simpleks Virus (HSV) tipe 2. Pada awal tahun 1970 virus herpes

simpleks tipe 2 merupakan virus yang paling banyak didiskusikan sebagai

penyebab timbulnya kanker serviks; tetapi saat ini tidak ada bukti yang

menunjukkan bahwa virus ini berperan besar, oleh karena itu diduga hanya

sebagai ko-faktor atau dapat dianggap sama dengan karsinogen kimia atau

fisik.

2. Human papillomavirus (HPV). Sejak 15 tahun yang lalu, virus HPV ini

telah banyak diperbincangkan sebagai salah satu agen yang berperan.

(18)

perubahan morfologi lesi yang ditimbulkan. Keterlibatan HPV pada

kejadian kanker dilandasi oleh beberapa faktor, yaitu : (1) timbulnya

keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus papilloma (2) dalam

pengamatan terlihat adanya perkembangan menjadi karsinoma pada

kondiloma akuminata (3) pada penelitian epidemiologik infeksi HPV

ditemukan angka kejadian kanker serviks yang meningkat (4)DNA HPV

sering ditemukan pada LIS (lesi intraepitel serviks). Walaupun terdapat

hubungan yang erat antara HPV dan kanker serviks, tetapi belum ada

bukti-bukti yang mendukung bahwa HPV adalah penyebab tunggal kanker

serviks. Perubahan keganasan dari epitel normal membutuhkan faktor lain,

hal ini didukung oleh berbagai pengamatan, yaitu: (1) perkembangan suatu

infeksi HPV untuk menjadi kanker serviks berlangsung lambat dan

membutuhkan waktu lama (2) survai epidemiologi menunjukkan bahwa

prevalensi infeksi HPV adalah 10-30 %, sedangkan risiko wanita untuk

mendapatkan kanker serviks lebih kurang 1 % (3) penyakit kanker adalah

monoklonal, artinya penyakit ini berkembang dari satu sel. Rangkuman

dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa HPV tipe 6 dan 11

ditemukan pada 35 % kondiloma akuminata dan NIS 1, 10 % pada NIS

2-3, dan hanya 1 % ditemukan pada kondiloma invasif. HPV tipe 16 dan 18

ditemukan pada 10 % kondiloma akuminata dan NIS 1,51% pada NIS 2-3,

dan pada 63 % karsinoma invasif. (Sjamsuddin, 2001)

Di Indonesia sendiri tipe beresiko tinggi yang paling sering ditemukan

adalah HPV tipe 52(23, 2%), 16(18%), 18(16,1%), dan 39(11,8%). Pada

20,7% infeksi, terdapat infeksi ganda. Jumlah pernikahan merupakan hal

yang paling diasosiasikan dengan HPV positif. Jumlah HPV 16 dan 18 di

populasi umum seimbang pada kanker serviks. (Vet, 2008)

2.1.4 Faktor Risiko

Banyak faktor yang disebut-sebut mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

(19)

2.1.4.1 Usia

Usia di atas 35 tahun mempunyai resiko tinggi terhadap kanker leher

rahim . Semakin tua seseorang, maka semakin meningkat resiko terjadinya

kanker leher rahim. Meningkatnya resiko kanker leher rahim pada usia

lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya

waktu pemaparan terhadap karsinogen serta semakin melemahnya sistem

kekebalan tubuh akibat usia.(Diananda, 2007)

2.1.4.2. Usia pertama kali berhubungan seksual

Telaah Pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa

golongan wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20

tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih berisiko

untuk menderita kanker serviks (Sjamsuddin, 2001). Perempuan yang

melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai

risiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20

tahun(Sukaca, 2009). Sedangkan kemungkinan terserang kanker leher

rahim pada mereka yang berusia di bawah 16 tahun ke bawah bisa 10-12

kali lebih besar daripada mereka yang telah berusia 20 tahun ke atas saat

sudah melakukan hubungan seksual.(Diananda, 2009)

2.1.4.3 Perilaku seksual

Tinjauan kepustakaan mengenai etiologi kanker leher rahim menunjukkan

bahwa faktor risiko lain yang penting adalah banyaknya jumlah pasangan

seksual dan memiliki pasangan yang memiliki banyak psangan seksual

(WHO, 2006). Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya kolerasi

antara kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu.

Lebih jauh meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami yang

suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak wanita lain

menimbulkan konsep “Pria Berisiko Tinggi” sebagai vektor dari agen

yang dapat menimbulkan infeksi. Data epidemiologi yang tersusun sampai

(20)

yang dapat menimbulkan infeksi dengan kanker serviks. (Sjamsuddin,

2001).

2.1.4.4. Paritas

Dari 8 data studi kasus-kontrol yang dikumpulkan dan 2 studi pada

karsinoma yang dilakukan di 4 benua mengatakan bahwa, jika

dibandingkan dengan wanita yang belum pernah melahirkan, mereka yang

sudah pernah melahirkan 3-4 kali memiliki resiko 2,6 kali lebih besar

untuk menjadi kanker serviks. Sedangkan wanita yang pernah melahirkan

lebih dari 7 kali memiliki resiko 3,8 kali lipat. (Muñoz, 2002)

Hal ini dikarenakan kehamilan multipel dapat menyebabkan

trauma yang menumpuk atau efek imunosupresi pada serviks yang

memfasilitasi infeksi HPV (Schneider et al., 1987), atau karena efek

hormonal yang diinduksi kehamilan pada serviks dapat mempengaruhi

genom HPV yang responsif terhadap progesterone (Pater et al., 1994).

Selain itu saat kehamilan, zona transformasi dari ektoserviks melebar,

sehingga paparan terhadap HPV akan lebih mudah. (Jordan, 2006)

2.1.4.5 Kontrasepsi

Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan.

Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5

tahun dapat meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan risiko

relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat

sesuai dengan lamanya pemakaian. (Sjamsuddin, 2001)

2.1.4.6 Merokok

Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap

sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic

aromatic hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok

konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di

dalam serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah

(21)

infeksi virus (Sjamsuddin, 2001). Wanita perokok memiliki resiko 2 kali

lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak

merokok.(Sukaca,2009 )

2.1.4.7 Nutrisi

Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan

berkhasiat mencegah kanker misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk,

anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata

defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta

karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks.

Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan

yang kuat. Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh

buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan

kimia. Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung,

biji-bijian dan kacang-kacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam

sayur-sayuran dan buah-buahan. (Sjamsuddin, 2001)

2.1.5 Patogenesis dan Patofisiologi

Kanker serviks merupakan kanker yang berkembang pada epitel leher rahim

dari sebuah sel yang mengalami perubahan kearah keganasan. Kanker ini lebih

sering ditemukan pada daerah anatomis yang khas yang dikenal sebagai zona

transisi antara epitel kolumnar (endoserviks) menjadi epitel berlapis skuamosa

tidak berkeratin (eksoseviks). Pembentukan zona transisi ini terjadi akibat

terpapar lingkungan asam vagina. Lapisan endoserviks yang diapisi oleh epitel

columnar akan mengalami metaplasia menjadi epitel skuamosa tanpa lapisan

tanduk. Selama masa pubertas dan kehamilan, zona transisi pada daerah

ektosrviks meluas. Hal ini lah yang memfasilitasi infeksi dari HPV. 90% dari

kanker serviks merupakan keganasan yang berkembang dari epitel kolumnar

endoserviks. Epitel skuamosa bertingkat yang melapisi serviks bertujuan untuk

melindungi dari substansi-substansi berbahaya maupun infeksi. Pada keadaan

normal, lapisan epitel ini tetap dipertahankan ketebalannya melalui mekanisme

(22)

akan membentuk lapisan baru. Namun bila terdapat infeksi HPV yang menetap di

tambah dengan kofaktor lain, maka sel skuamosa yang mengalami metaplasia

pada zona transformasi akan mengalami dysplasia menjadi lesi prekanker. Sel-sel

ini nantinya akan terus membelah secara tidak terkendali (yang merupakan sifat

dari kanker) dan menjadi kankesr sel skumosa. (WHO, 2006)

Perjalan penyakit ini dapat dilihat pada gambar.1.

Gambar 2.1. Perjalanan Alamiah Kanker Serviks (Rasjidi, 2007)

2.1.6 Diagnosis Gejala dan tanda dari kanker invasif

Kanker mikroinvasif dapat asimtomatik, dan mungkin hanya dapat di deteksi saat

investigasi pada hasil tes pap smear. Sebaliknya, kebanyakan kasus pasien dengan

kanker serviks yang invasif datang ke petugas kesehatan saat mereka telah

(23)

Tabel 2.2 Gejala dan tanda dari kanker invasif (WHO, 2006)

Jika wanita tersebut tidak aktif secara seksual, penyakitnya dapat bertahan tanpa

gejala sampai tahap lanjut. (WHO, 2006

2.1.7 Skrining

Secara teoritis suatu program skrining penyakit kanker harus tepat guna

dan ekonomis. Hal ini hanya dapat tercapai bila: (1)Penyakit ditemukan relatif

sering dalam populasi (2) Penyakit dapat ditemukan dalam stadium pra-klinis (3)

Teknik mempunyai kekhususan dan kepekaan tinggi untuk mendeteksi stadium

pra-kanker (4) Stadium pra-kanker ini dapat diobati secara tepat guna dan

ekonomis (5) Terdapat bukti pengobatan stadium pra-kanker menurunkan insiden

kanker invasif.(WHO, 2006)

Tabel di bawah ini merupakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk

(24)
(25)

(WHO, 2006)

Di antara metode diatas, Inspeksi Visual dengan Asam Asetat merupakan metode

skrining pilihan yang paling tepat digunakan di Negara berkembang seperti

(26)

2.1.8 IVA sebagai metode skrining alternatif yang sesuai untuk Indonesia

Mengkaji masalah penanggulangan kanker serviks yang ada di Indonesia dan

adanya pilihan metode yang mudah diujikan di berbagai negara, agaknya metode

IVA (inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat) layak dipilih sebagai metode

skrining alternatif untuk kanker serviks. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh

pemikiran, bahwa metode skrining IVA: (1) Mudah, praktis dan sangat mampu

laksana, (2) Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi,

dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu, (3)

Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana, (4) Metode skrining IVA sesuai untuk

pusat pelayanan sederhana. (Nuranna, 2001). Selain itu IVA memiliki nilai

prediksi positif bila di bandingkan dengan Pap smear, namun hal ini membuat tes

ini lebih cepat mendapatkan diagnosis, follow-up, dan ditatalaksana (Jeronimo,

2005). Sensitivitas IVA dibandingkan sitologi adalah 90,9%, spesifisitas 99,8%,

nilai duga positif 83,3% dan nilai duga negatif 99,9% (Hanafi, 2003).

1. Pelaksanaan skrining IVA

Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan

alat sebagai berikut: (1) Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan

posisi litotomi, (2) Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien

berada pada posisi litotomi, (3) Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks

(4) Spekulum vagina, (5) Asam asetat (3-5%), (6) Swab-lidi berkapas, (7)

Sarung tangan. (Nuranna, 2001)

2. Teknik IVA

Dengan spekulum melihat serviks yang dipulas dengan asam asetat 3-5%.

Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto

white epithelium. Dengan tampilnya porsio dan bercak putih dapat

disimpulkan bahwa tes IVA positif, sebagai tindak lanjut dapat dilakukan

biopsi. Andaikata penemuan tes IVA positif oleh bidan, maka di beberapa

negara bidan tersebut dapat langsung melakukan terapi dengan cryosergury.

Hal ini tentu mengandung kelemahan-kelemahan dalam menyingkirkan lesi

(27)

Gambar 2.2. Gambaran hasil pemeriksaan IVA (Rasjidi, 2007)

3. Kategori pemeriksaan IVA

Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang

dapat dipergunakan adalah:

(28)

2. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak

lainnya (polip serviks).

3. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok

ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode

IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker

(dispalsia ringansedang- berat atau kanker serviks in situ).

4. IVA-Kanker serviks Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan

stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian

akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini

(stadium IB-IIA).(Nuranna, 2001)

2.1.9 Pencegahan

Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan

menghindari faktor-faktor penyebab kanker meliputi (Dalimartha, 2004) :

1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda,

pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks.

2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak perlu

melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut petunjuk

dokter.

3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom, karena

dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.

4. Dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat, seperti menjaga kebersihan alat

kelamin dan tidak merokok.

5. Memperbanyak makan sayur dan buah segar.

2.1.10 Penatalaksanaan

Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi dan ukuran

tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana penderita

(29)

1. Pembedahan

Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif.

2. Terapi penyinaran (radioterapi)

Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas

pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk

merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.

3. Kemoterapi

Apabila kanker telah menyebar ke luar panggul, maka dilakukan kemoterapi.

Kemoterapi menggunakan obat obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat

anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.

4. Terapi biologis

Terapi biologi berguna untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam

melawan penyakit. Terapi biologis tersebut dilakukan pada kanker yang telah

menyebar ke bagian tubuh lainnya.

5. Terapi gen

Terapi gen dilakukan dengan beberapa cara : (1) Mengganti gen yang rusak atau

hilang, (2) Menghentikan kerja gen yang bertanggung jawab terhadap

pembentukan sel kanker, (3) Menambahkan gen yang membuat sel kanker lebih

mudah dideteksi dan dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh, kemoterapi,

maupun radioterapi, (4) Menghentikan kerja gen yang memicu pembuatan

(30)

2.2 Kerangka Konsep

Gambar 2.3. Diagram Kerangka konsep

2.3 Definisi Operasional

Tabel 2.4. Definisi Operasional

(31)
(32)
(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik observasional

cross-sectional berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari puskesmas

kecamatan Rengasdeklok di kabupaten Karawang tahun 2009.

3.2Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di puskesmas Rengasdeklok kabupaten Karawang

pada bulan Februari 2010 dengan menggunakan data sekunder tahun 2009.

3.3Populasi dan sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita yang datang dan

melakukan tes IVA di puskesmas kecamatan Rengas Dengklok di

kabupaten Karawang pada tahun 2009.

3.3.2. Sampel

Pengambilan sampel penelitian mengunakan teknik pemilihan secara

Total Sampling yaitu dimana semua populasi dijadikan sampel penelitian.

Jumlah sampling minimal yang diperlukan adalah:

N = (Zα)².p.g = (1,96) ² . 0,5. 0,5 = 96, 04

d² (0,1) ²

3.4Cara Kerja Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu:

1. Variabel bebas yaitu faktor usia, usia pertama kali berhubungan seksual,

(34)

2. Variabel terikat yaitu hasil IVA positif.

Kedua variabel diukur dengan cara menghitung data sekunder yang

dikumpulkan.

3.5 Managemen Data

3.5.1 Pengumpulan Data

3.5.1.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data

sekunder yang diperoleh dari puskesmas Rengas dengklok di kabupaten

Karawang pada tahun 2009.

3.5.1.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah rekam medik di

puskesmas Rengas dengklok di kabupaten Karawang pada Tahun 2009.

3.5.1.3. Cara Pengumpulan Data

Dengan menggunakan data sekunder yang didapatkan dari

puskesmas Rengas dengklok di kabupaten Karawang pada Tahun 2009.

3.5.1.4. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini berdasarkan data sekunder adalah

pedoman wawancara, dan alat tulis.

3.5.2 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara:

3.5.2.1 Data Coding, merupakan kegiatan mengklasifikasikan data dan

member kode untuk masing-masing kelas sesuai dengan

(35)

3.5.2.2 Data editing, merupakan penyuntingan data yang dilakukan

sebelum proses pemasukan data

3.5.2.3Data structure dan data file merupakan mengembangkan data

sesuai dengan analisis yang akan dilakukan dan jenis perangkat

lunak yang dipergunakan

3.5.2.4Data entry, merupakan proses memasukkan data ke dalam

program atau fasilitas analisis data yang dalam hal ini

menggunakan program aplikasi SPSS untuk menganalisis data

3.5.2.5Data Cleaning, merupakan proses pembersihan data setelah

data entry

3.5.3 Analisis Data

3.5.3.1 Analisis Univariat

Analisis univariat, dengan melakukan analisis pada setiap variabel hasil

penelitian dengan tujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi pada tiap

variabel penelitian.

3.5.3.2.Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan kedua variabel bebas

dan terikat (Murti, 2006). Analisis dilakukan dengan uji Fisher.

3.5.4 Rencana Penyajian Data

Analisis univariat akan disajikan salam bentuk grafik sedangkan analisis

(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

Data yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari data

sekunder sejumlah 324 responden yang didapatkan dari puskesmas

kecamatan Rengasdengklok di kabupaten Karawang tahun 2009.

Responden merupakan wanita yang telah menikah. Hasil penelitian

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Distribusi responden berdasarkan usia adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1. Distribusi responden berdasarkan usia

Rata-rata umur pasien yang diperiksa adalah 31,69. Sedangkan

confidence interval untuk variabel ini adalah 30,79-32,6. Perbedaan

jumlah yang cukup signifikan antara 2 kelompok ini mungkin

Usia >35 29,4 %

(91)

(37)

menyebabkan ditemukannya kasus IVA positif menjadi lebih sedikit,

karena berdasarkan penelitian Setyarani (2009) diketahui bahwa kasus

Ca serviks di temukan lebih banyak pada wanita diatas 35 tahun.

2. Distribusi Responden Berdasarkan Paritas

Distribusi responden berdasarkan paritas adalah sebagai berikut:

Gambar 4.2. Distribusi responden berdasarkan jumlah Paritas

Nilai tengah untuk jumlah paritas adalah 2. Sedangkan nilai terendah

adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 12. Dapat diketahui bahwa terdapat

rentang yang cukup jauh antar keduanya.

3. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah perkawinan pasien

Distribusi responden berdasarkan jumlah perkawinan pasien adalah

sebagai berikut:

Paritas >3 16,7 %

(54)

Paritas ≤3 83,3 %

(38)

Gambar 4.3. Distribusi responden berdasarkan jumlah perkawinan

pasien

Nilai tengah untuk variabel ini adalah 1. Sedangkan nilai terendah

adalah 1 dan tertinggi adalah 7. Dari data tersebut, dapat diketahui

bahwa masih terdapat wanita yang berganti-ganti pasangan seksual

dalam koridor pernikahan cukup sering.

4. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah perkawinan pasangan pasien

Distribusi responden berdasarkan jumlah perkawinan pasangan pasien

adalah sebagai berikut:

Perkawinan > 1 15,7%

(51)

Perkawinan sekali 84,3%

(39)

Gambar 4.4. Distribusi responden berdasarkan jumlah perkawinan

pasangan pasien

Nilai tengah untuk variabel ini adalah 1. Sedangkan nilai terndah

adalah 1 dan tertinggi adalah 5. Dari data diatas, dapat dilihat bahwa

jumlah riwayat berganti-ganti pasangan dalam koridor pernikahan dari

pihak laki-laki relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan pihak

perempuan.

5. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Pertama Kali Berhubungan Seksual

Distribusi responden berdasarkan usia pertama kali berhubungan

seksual adalah sebagai berikut:

Perkawinan >1 14,8%

(48)

Perkawinan sekali 85,2 %

(40)

Gambar 4.5. Distribusi responden berdasarkan Usia pertama kali

pasien berhubungan seksual

Dari gambar diatas, dapat diketahui bahwa jumlah wanita yang

berhubungan seksual kurang dari 17 relatif cukup banyak.

B. Analisis Bivariat

Hasil analisis melalui uji Fisher’s exact test dengan tingkat kepercayaan

95 % (p = 0,05) dapat dilihat pada tabel 4.1.

<17 30,6 %

(99)

≥17 69,4 %

(41)

Tabel 4.1. Ringkasan Hasil Uji statistic antara Usia, Paritas, Jumlah perkawinan pasien, Jumlah perkawinan pasangan pasien, usia pertama pasien melakukan hubungan seksual dengan kejadian IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang

Variabel Tes P-value

Umur Fisher’s exact test 0,149

(tidak terdapat hubungan)

Paritas Fisher’s exact test 0,649

(tidak terdapat hubungan)

Jumlah perkawinan

pasien

Fisher’s exact test 0,154

(tidak terdapat hubungan)

Jumlah perkawinan

pasangan pasien

Fisher’s exact test 0,134

(tidak terdapat hubungan)

Usia pertama kali

berhubungna seksual

Fisher’s exact test 0,727

(tidak terdapat hubungan)

Usia pertama kali

berhubungna seksual

pada pasien berumur

35 tahun

Fisher’s exact test 1

(tidak terdapat hubungan)

1. Analisis Hubungan antara Usia Responden dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan antara

usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di

Kabupaten Karawang. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang di

kemukakan di tinjauan pustaka dimana usia responden berpengaruh

terhadap angka kejadian kanker leher rahim. Sebagaimna yang telah

dikemukakan oleh Diananda (2007) bahwa semakin tua seseorang,

maka semakin meningkat resiko terjadinya kanker leher rahim.

Meningkatnya resiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan

(42)

pemaparan terhadap karsinogen serta semakin melemahnya sistem

kekebalan tubuh akibat usia.

Tabel 4.2. Hubungan usia dengan IVA positif

Usia IVA Negatif IVA Positif Total

pada tabel 4.2 bahwa persentase yang mendapat hasil IVA positif lebih

banyak adalah mereka yang berusia lebih dari 35 tahun (1,5 %).

Karena itu dapat disimpulkan bahwa hasil pada penelitain ini sesuai

dengan teori. Ketidaksesuaian hasil statistik yang ada, mungkin terjadi

karena hanya sedikitnya jumlah responden yang berusia lebih dari 35

tahun. Untuk kedepannya, sebaiknya jumlah responden yang berusia

lebih dari 35 tahun diperbesar atau dapat pula mengganti metode

penelitian dengan kasus kontrol.

2. Analisis Hubungan antara Paritas Responden dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan

antara usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok

di Kabupaten Karawang. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang di

kemukakan di tinjauan pustaka dimana jumlah paritas berpengaruh

terhadap angka kejadian kanker leher rahim. Sebagaimna yang telah

dikemukakan Muñoz (2002) bahwa mereka yang sudah pernah

melahirkan 3-4 kali memiliki resiko 2,6 kali lebih besar untuk menjadi

kanker serviks. Sedangkan wanita yang pernah melahirkan lebih dari 7

(43)

multipel dapat menyebabkan trauma yang menumpuk atau efek

imunosupresi pada serviks yang memfasilitasi infeksi HPV (Schneider

et al., 1987), atau karena efek hormonal yang diinduksi kehamilan

pada serviks dapat mempengaruhi genom HPV yang responsif

terhadap progesterone (Pater et al., 1994). Selain itu saat kehamilan,

zona transformasi dari ektoserviks melebar, sehingga paparan terhadap

HPV akan lebih mudah. (Jordan, 2006)

Tabel 4.3. Hubungan Paritas dengan IVA positif

IVA Negatif IVA Positif Total

Melahirkan kurang dari sama

dengan 3 kali

Melahirkan leih dari 3 kali 52

16 %

Namun bila dibandingkan antara jumlah pasien yang melahirkan

kurang dari sama dengan 3 kali dengan pasien yang melahirkan lebih

dari 3 kali, maka dapat dilihat pada tabel 4.3 bahwa persentase yang

mendapat hasil IVA positif lebih banyak adalah pada mereka yang

melahirkan kurang dari sama dengan 3 kali (2,2 %). Ketidaksesuaian

hasil yang ada, mungkin terjadi karena hanya sedikitnya jumlah pasien

yang melahirkan lebih dari 3 kali. Selain itu, keterbatasan penelitian ini

adalah tidak ditanyakan lebih lanjutnya riwayat persalinan, apakah

dengan cara normal, ataukah dengan sectio.

3. Analisis Hubungan antara Jumlah Perkawinan Pasien dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan antara

usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di

(44)

kemukakan di tinjauan pustaka dimana banyaknya jumlah pasangan

seksual merupakan salah satu faktor risiko yang penting untuk kanker

serviks (WHO, 2006). Semakin banyak banyak riwayat seorang wanita

berganti-ganti pasangan akan meningkatkan risiko untuk terkena

infeksi menular seksual. Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir

abad 20, menyingkap kemungkinan adanya hubungan antara agen yang

dapat menimbulkan infeksi dengan kanker serviks. (Sjamsuddin,

2001).

Tabel 4.4. Hubungan Jumlah perkawinan pasien dengan IVA positif

IVA Negatif IVA Positif Total

Jumlah perkawinan pasien

sekali

Jumlah perkawinan pasien

lebih dari sekali

Namun bila dibandingkan antara jumlah pasien yang menikah sekali

dengan pasien yang menikah lebih dari sekali, maka dapat dilihat pada

tabel 4.4 bahwa persentase yang mendapat hasil IVA positif lebih

banyak adalah pada mereka yang menikah sekali (1,9 %).

Ketidaksesuaian hasil yang ada, mungkin terjadi karena hanya

sedikitnya jumlah pasien yang menikah lebih dari sekali. Selain itu,

masih terdapat kemungkinan riwayat berganti-ganti pasangan di luar

pernikahan. Karena itu untuk kedepannya prlu ditanyakan lebih lanjut

tentang riwayat berganti-ganti pasangan di luar pernikahan.

4. Analisis Hubungan antara Jumlah Perkawinan Pasangan Pasien dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan antara

usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di

(45)

kemukakan di tinjauan pustaka dimana banyaknya jumlah pasangan

yang dimiliki oleh pasangan merupakan salah satu risiko yang penting

terhadap kanker serviks yang pada penelitian ini ditandai dengan IVA

positif (WHO, 2006). Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya

kolerasi antara kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah

tertentu. Lebih jauh meningkatnya kejadian tumor pada wanita

monogami yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak

wanita lain menimbulkan konsep “Pria Berisiko Tinggi” sebagai

vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi. Data epidemiologi

yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap kemungkinan adanya

hubungan antara agen yang dapat menimbulkan infeksi dengan kanker

serviks. (Sjamsuddin, 2001).

Tabel 4.5. Hubungan Jumlah perkawinan pasangan pasien dengan IVA

positif

IVA Negatif IVA Positif Total

Jumlah perkawinan

pasangan pasien sekali

270

pasangan pasien lebih dari

sekali

Namun bila dibandingkan antara jumlah pasangan pasien yang

menikah sekali dengan pasangan pasien yang menikah lebih dari

sekali, maka dapat dilihat pada tabel 4.5 bahwa persentase yang

mendapat hasil IVA positif lebih banyak adalah pada mereka yang

menikah sekali (1,9 %). Ketidaksesuaian hasil yang ada, mungkin

terjadi karena hanya sedikitnya pasien yang menikah lebih dari sekali.

Selain itu, masih terdapat kemungkinan riwayat berganti-ganti

(46)

ditanyakan lebih lanjut tentang riwayat berganti-ganti pasangan di luar

pernikahan.

5. Analisis Hubungan antara Usia Pertama Kali berhubungan seksual dengan IVA Positif

Berdasarkan uji statistik pada tabel 4.1 tidak terdapat hubungan antara

usia pasien dengan IVA positif di Puskesmas Rengasdengklok di

Kabupaten Karawang. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang di

kemukakan di tinjauan pustaka dimana golongan wanita yang mulai

melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai

pasangan seksual yang berganti-ganti lebih berisiko untuk menderita

kanker serviks (Sjamsuddin, 2001). Perempuan yang melakukan

hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali

lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20

tahun(Sukaca, 2009). Sedangkan kemungkinan terserang kanker leher

rahim pada mereka yang berusia di bawah 16 tahun ke bawah bisa

10-12 kali lebih besar daripada mereka yang telah berusia 20 tahun ke atas

saat sudah melakukan hubungan seksual.(Diananda, 2009)

Tabel 4.6. Hubungan usia pertama kali berhubungan seksual dengan

IVA positif

Usia Pertama kali

berhubugan seksual

IVA Negatif IVA Positif Total

< 17 97

Pada saat dibandingkan antara jumlah pasien yang berhubungan

(47)

17, maka dapat dilihat pada tabel 4.6 bahwa persentase yang mendapat

hasil IVA positif lebih banyak adalah pada mereka yang berhubungan

seksual pertama kali diatas 17 tahun (2,2 %).

Sedangkan bila dibandingkan antara umur pertamakali berhubungan

seksual pada wanita berumur 35 tahun keatas maka akan didapatkan

tabel sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hubungan usia pertama kali berhubungan seksual pada

wanita berusia diatas 35

Usia Pertama kali

berhubugan seksual pada

wanita > 35 tahun

IVA Negatif IVA Positif Total

< 17 43

Ketidaksesuaian pada hasil statistik dan perbandingan jumlah ini

dengan teori, di mungkinkan terjadi karena hanya sedikitnya pasien

yang menikah di usia kurang dari 17 tahun. Di samping itu tidak

menutup kemungkinan bahwa pasien melakukan hubungan seksual

pertama kali saat mereka pertama kali menikah. Karena itu, untuk

kedepannya perlu dipastikan bahwa usia pertama kali berhubungan

(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Terdapat 9 wanita dengan IVA positif dari 324 wanita di puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang pada tahun 2009

2. Tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian IVA Positif di puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang pada tahun 2009 3. Tidak ada hubungan antara Paritas dengan kejadian IVA Positif di

puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang pada tahun 2009 4. Tidak ada hubungan antara Jumlah perkawinan pasien dengan kejadian

IVA Positif di puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang pada tahun 2009

5. Tidak ada hubungan antara Jumlah perkawinan pasangan pasien dengan kejadian IVA Positif di puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang pada tahun 2009

6. Tidak ada hubungan antara usia pertama kali berhubungan seksual dengan kejadian IVA Positif di puskesmas Rengasdengklok di Kabupaten Karawang pada tahun 2009

B. Saran

1. Bagi pemerintah kecamatan Rengasdengklok, melalui puskesmas Rengasdengklok.

a. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kanker leher rahim melalui penyuluhan terhadap masyarakat dengan risiko tinggi dan remaja.

b. Penanganan lebih lanjut terhadap kejadian kanker leher rahim melalui penyebaran informasi kepada ibu rumah tangga dimana informasi tersebut merupakan upaya untuk merendahkan angka kehamilan

2. Bagi penderita kanker leher rahim(baik yang terdiagnosis IVA positif maupun dicurigai kanker)

a. Mengurangi peningkatan faktor risiko kanker leher rahim dengan berhenti merokok, tidak makan-makanan yang diawetkan, tidak berganti-ganti pasangan, dan mengurangi penggunaan pembersih vagina.

(49)

3. Bagi masyarakat dalam cakupan Puskesmas Rengasdengklok yang memiliki hasil IVA negatif

a. Pencegahan risiko kanker leher rahim melalui Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) dan perencanaan jumlah anak yang ideal dalam keluarga

b. Melakukan tes IVA ulangan setelah 5 tahun atau bila ditemukan tanda dan gejala kanker leher rahim

.

4. Bagi Penelitian lain

a. Sebaiknya menggunakan data primer agar data yang diterima lebih dapat mencerminkan keadaan atau bila ingin tetap menggunakan data sekunder, sebaiknya lebih memperhatikan jumlah sampel dengan hasil IVA positif.

b. Sebaiknya menggunakan metode kasus-kontrol sehingga jumlah data dapat dikendalikan.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Aziz F. Masalah pada Kanker Serviks. Cermin Dunia Kedokteran 2001; 133:5-7

Aziz MF, Mangunkusumo R. Epidemiology cancer of the cervix. CME on Gynaecological Oncology. Jakarta: 28-29 September 2000

Bosch FX, Coleman MP. Descriptive epidemiology. In: Hossfeld DK, Sherman CD, Love RR, Bosch FX (eds.). Manual of clinical oncology. New York: Springer-Verlag, 1990; Pp. 31.

Diananda R. 2007. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta : Katahati

Diananda R. 2009. Panduan Lengkap Mengenal Kanker. Yogyakarta: Mirza media pustaka

Dorland, W.A. Newman. (2002). Kamus kedokteran Dorland Ed.29. Jakarta: EGC

Hanafi, I., D. Ocviyanti, et al. (2003). "Efektivitas pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat oleh bidan sebagainya upaya mendeteksi lesi pra-kanker serviks." Indones J. Obstet Gynecol 27(1): 59-66.

Jeronimo J, Morales O, Horna J, Pariona J, Manrique J, Rubiños J, Takahashi R. Visual inspection with acetic acid for cervical cancer screening outside of low-resource settings. Rev Panam Salud Publica. 2005;17(1):1–5..

Jordan JA, Singer A. The cervix second edition. Massachusetts: Blackwell Publishing Inc, 2006

Ketua YKI, harian Kompas, 8 April 2007, hal. 12

Mangunkusumo R. Frequency of malignant tumors in Indonesia, a pathological base observation. Presented at the 4th Continuing Medical Education on Early Detection and Prevention of Cancer. Medical Faculty, universitas of Indonesia, Jakarta, September 23-25, 1998

Muñoz N, Franceschi S, Bosetti C, et al. Role of parity and human papillomavirus in cervical cancer: the IARC multicentric case-control study. Lancet 359(9312)1093–1101 (March 30, 2002).

Nuranna, Laila. Skrining kanker serviks dengan metode skrining alternatif: IVA. Cermin Dunia Kedokteran2001; 133:22-24.

(51)

Rasjidi Imam, Sulistyanto Henri. (2007). Vaksin Human Papilloma Virus dab Eradikasi kanker mulut rahim. Sagung seto. Jakarta

Schneider A, Hotz M, Gissmann L (1987) Increased prevalence of human papillomaviruses in the lower genital tract of pregnant women. International Journal of Cancer 40: 198–201

Setyarani, Eka. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kanker leher rahim di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Sjamsuddin, Sjahrul . Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran 2001; 133:8-13.

Sukaca BE.(2009). Cara cerdas menghadapi kanker serviks(leher rahim. Yogyakarta: Genius

Vet JNI, Boer MA, Akker BEWM, et al. (2008). „Prevalence of human

papillomavirus in Indonesia: a population-based study in three regions‟. British Journal of Cancer 99, 214 – 218

Wiknyosastro H. 1997. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo

World Health Organization. Cervical cancer screening in developing countries: report of a WHO consultation. Geneva: WHO

(52)

LAMPIRAN Uji normalitas

(53)
(54)

3. Jumlah Perkawinan Pasien

(55)
(56)
(57)

Analisis Bivariat

1. Usia

(58)

3. Jumlah Perkawinan pasien

(59)
(60)

Gambar

Tabel 2.1 Perkiraan Jumlah kasus baru di negara berkembang dan negara maju
Gambar 2.1 Perjalanan Alamiah Kanker Serviks (Rasjidi, 2007)……………….12
Tabel Frekuensi
Tabel 2.1. Perkiraan Jumlah kasus baru di negara berkembang dan negara maju
+7

Referensi

Dokumen terkait

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI PASANGAN USIA SUBUR DALAM MENGIKUTI UPAYA PENCEGAHAN CA SERVIKS MELALUI METODE INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT ( IVA )

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara riwayat perokok pasif (variabel independen) dengan hasil IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) Positif

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku WUS dalam Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Metode IVA di Wilayah Puskesmas Prembun Kabupaten Kebumen Tahun

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Bali di Puskesmas Sukada II dengan jumlah sampel 163 pasangan usia subur (PUS) dengan perkawinan ≤ 20 tahun dengan IVA

informasi dengan perilaku deteksi dini kanker leher rahim metode IVA menunjukkan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara informasi tentang program IVA

Hubungan Usia Pertama Kali Berhubungan Seksual dan Jumlah Pasangan Seksual dengan Kejadian Lesi Prakanker leher Rahim pada Wanita yang Melakukan Deteksi Dini Menggunakan Metode IVA

Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui bahwa motivasi wanita usia subur 15 - 49 tahun yang melakukan pemeriksaan IVA Test di wilayah kerja Puskesmas Sewon 1

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Ibu Dalam Pelaksanaan Tes IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Hutarakyat Kabupaten Dairi Tahun 2019 Manihuruk, S.A 2019 25