BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.4. Analisis bivariat
Pada penelitian ini dilakukan uji analisis bivariat. Uji ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat. Analisis bivariat ini menggunakan Chi-square test. Jika p value < 0,05 maka terdapat hubungan yang bermakna dari variabel-variabel yang diteliti dengan derajat kepercayaan yaitu 95%.
4.4.1. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Risiko Stroke
Tabel 4.9 Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Risiko
Stroke
Jenis Kelamin
Tingkat Risiko Stroke
Total
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % N %
Laki-laki 5 12,2 16 39,0 20 48,8 41 100
Perempuan 39 41,9 21 22,6 33 36,8 93 100
Total 44 32,8 37 27,6 53 39,6 134 100
p-value=0,003
Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat risiko stroke
diperoleh bahwa jumlah responden laki-laki yang memiliki risiko tinggi lebih banyak (48,8%) dibandingkan dengan responden perempuan (36,8%). Sementara jumlah responden laki-laki dan risiko rendah lebih sedikit (12,2%) daripada
responden perempuan (41,9%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,003 (p <0,05). Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tingkat risiko stroke.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Mutmainna et al di Makassar yang menyatakan adanya hubungan bermakna dengan risiko 1,29 kali mengalami
stroke pada responden laki-laki dibandingkan dengan responden perempuan.26 Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rico J dkk yang mencari faktor risiko stroke pada usia <40 tahun yang menyatakan bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan risiko stroke (p=1,000), namun jenis kelamin laki-laki memiliki risiko terkena stroke 0,69 kali lebih tinggi dibanding responden perempuan.29
Tidak adanya hubungan jenis kelamin dengan kejadian stroke dapat disebabkan faktor penyebab kejadian stroke yang multifaktorial, bukan hanya karena jenis kelamin, diantaranya karena diabetes melitus, hiperkolesterolemia, merokok, dan penyakit jantung.
4.4.2. Hubungan antara Tekanan Darah dengan Tingkat Risiko Stroke
Tabel 4.10 Sebaran Responden berdasarkan Tekanan Darah dan Tingkat Risiko
Stroke
Tekanan Darah
Tingkat Risiko Stroke
Total
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % N %
Normal & Pre-Hipertensi
23 43,4 23 43,4 7 13,2 53 100
Hipertensi 21 25,94 14 17,3 46 56,8 81 100
Total 44 32,8 37 27,6 53 39,6 134 100
p-value= 0,000
Hasil analisis hubungan antara tekanan darah dengan tingkat risiko stroke
memiliki risiko tinggi lebih sedikit (13,2%) dibandingkan responden dengan hipertensi (36,8%). Sebaliknya, jumlah responden dengan normotensi & pre-hipertensi yang memiliki risiko rendah lebih banyak (43,4%) dibandingkan responden dengan hipertensi (25,94%) Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,000 (p <0,01). Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tingkat risiko stroke.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Fazidah AS yang menyatakan risiko terjadinya stroke pada orang yang mempunyai riwayat hipertensi 51,11 kali dibandingkan dengan orang yang tidak hipertensi.27 Mutmainna dkk menyatakan bahwa pasien yang memiliki riwayat hipertensi memiliki risiko 16,22 kali lebih besar mengalami stroke dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki riwayat hipertensi.26
4.4.3. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Tingkat Risiko Stroke
Tabel 4.11 Sebaran Responden berdasarkan Kebiasaan Merokok dan Tingkat Risiko Stroke
Kebiasaan Merokok
Tingkat Risiko Stroke
Total
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % N % Tidak 40 40 25 25 35 35 100 100 Ya & Try To Quit 4 11,8 12 35,3 18 52,9 34 100 Total 44 32,8 37 27,6 53 39,6 134 100 p-value= 0,010
Hasil analisis hubungan antara perokok dengan tingkat risiko stroke
diperoleh bahwa jumlah responden dengan kebiasaan merokok & responden yang mencoba keluar dari kebiasaan merokok (trying to quit) yang memiliki risiko tinggi lebih banyak yaitu sebanyak 52,9% dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu 35%. Sebaliknya, jumlah perokok &
trying to quit yang memiliki risiko rendah lebih sedikit (11,8%) dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok (40%). Dari hasil uji
statistik didapatkan nilai p=0,010 (p <0,05). Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan tingkat risiko stroke.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Reena SS dan John WC di Baltimore yang menyatakan bahwa merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke 3 sampai 4 kali dibandingkan orang yang tidak merokok. Dan perokok pasif memiliki risiko 1,5 kali menderita stroke dibanding bukan perokok pasif.28 Hal yang sama juga dipaparkan oleh Mutmainna dkk bahwa pasien yang memiliki kebiasaan merokok berisiko 2,68 kali lebih besar mengalami stroke pada dewasa awal dibandingkan dengan yang tidak.26
4.4.4. Hubungan antara Kadar Gula Darah Puasa dengan Tingkat Risiko Stroke
Tabel 4.12 Sebaran Responden berdasarkan Kadar Gula Darah Puasa (GDP) dan Tingkat Risiko Stroke
Kadar GDP
Tingkat Risiko Stroke
Total
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % N % Normal 20 43,5 8 17,4 18 39,1 46 100 Borderline 17 25,4 28 41,8 22 32,8 67 100 Tinggi 7 33,3 1 4,8 13 61,9 21 100 Total 44 32,8 37 27,6 53 39,6 134 100 p-value= 0,002
Hasil analisis hubungan antara kadar gula darah puasa (GDP) dengan tingkat risiko stroke diperoleh bahwa responden yang memiliki kadar GDP tinggi yang memiliki risiko tinggi lebih banyak (61,9%) daripada responden dengan kadar GDP borderline (32,8%) ataupun responden dengan kadar GDP normal (39,1%). Sementara jumlah responden yang memiliki kadar GDP normal yang memiliki risiko rendah lebih banyak (43,5%) daripada responden dengan GDP tinggi (33,3%) ataupun kadar GDP borderline (25,4%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,002 (p <0,01). Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kadar gula darah puasa dengan tingkat risiko stroke.
Hasil ini berbeda pada penelitian Rico J et al di RS Kota Semarang yang menyatakan bahwa kadar gula darah terbukti tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian stroke pada usia muda p=0,42 (p>0,05).Namun, risiko untuk terjadinya strokepada usia muda pada responden dengan kadar GDP ≥126 mg/dl 1,51 kali lebih besar dibanding dengan responden yang memiliki kadar GDP <12 mg/dl.29 American Diabetes Association (ADA) memaparkan bahwa responden yang diabetes memiliki risiko terkena stroke 2-4 kali lebih besar dibanding responden yang bukan diabetes.30
4.4.5. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Tingkat Risiko Stroke
Tabel 4.13 Sebaran Responden berdasarkan Aktivitas Fisik dan Tingkat Risiko
Stroke
Aktivitas Fisik
Tingkat Risiko Stroke
Total
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % N % Tinggi 40 48,2 20 24,1 23 27,7 83 100 Sedang 3 11,5 15 57,7 8 30,8 26 100 Rendah 1 4 2 8 22 88 25 100 Total 44 32,8 37 27,6 53 39,6 134 100 p-value= 0,000
Hasil analisis hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat risiko stroke
diperoleh bahwa responden dengan aktivitas fisik rendah yang memiliki risiko tinggi lebih banyak (88%) daripada responden dengan aktivitas fisik sedang (30,8%) ataupun responden dengan aktivitas fisik tinggi (27,7%). Sedangkan jumlah responden dengan aktivitas fisik rendah yang memiliki risiko rendah lebih sedikit (4%) daripada responden dengan aktivitas fisik sedang (11,5%) ataupun responden dengan aktivitas fisik tinggi (48,2%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,000 (p <0,01). Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat aktivitas fisik dengan tingkat risiko stroke.
Hasil ini mendukung penelitian Yusuf Budi et al yang menyatakan bahwa secara statistik ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik pada pria
dengan stroke iskemik akut. Laki-laki dengan aktivitas fisik yang rendah berisiko 13,95 kali untuk mengalami stroke iskemik daripada orang dengan aktivitas fisik tinggi.31
Jian Li dan Johannes S. dalam penelitiannya memaparkan bahwa aktivitas fisik tingkat tinggi mempunyai efek menguntungkan pada kesehatan kardiovaskular dengan menurunkan risiko stroke pada laki-laki dan perempuan sebanyak 20-30%, sedangkan aktivitis fisik tingkat sedang menurunkan risiko
cardiovascular disease (CVD) sebanyak 10-20%.32
4.4.6. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Tingkat Risiko Stroke
Tabel 4.14 Sebaran Responden berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Tingkat Risiko Stroke
Indeks Massa Tubuh
Tingkat Risiko Stroke
Total
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % N % Ideal 25 58,1 8 18,6 10 23,3 43 100 Overweight 9 34,6 11 42,3 6 23,1 26 100 Obesitas 10 15,4 18 27,7 37 56,9 65 100 Total 44 32,8 37 27,6 53 39,6 134 100 p-value= 0,000
Hasil analisis hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan tingkat risiko stroke diperoleh bahwa responden dengan obesitas yang memiliki risiko tinggi lebih banyak (56,9%) daripada responden dengan overweight (23,1%) ataupun responden dengan IMT ideal (23,3%). Sedangkan jumlah responden dengan obesitas yang memiliki risiko rendah lebih sedikit (15,4%) daripada responden dengan overweight (34,6%) ataupun responden dengan IMT ideal (58,1%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,000 (p <0,01). Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan tingkat risiko stroke.
Hasil ini mendukung penelitian Lely Ophine pada 42 sampel di RSUP H. Adam Malik Medan yang menyatakan bahwa ada hubungan signifikan antara obesitas dan stroke dengan nilai p = 0,013 (p<0,05). 33 Penelitian di RS di Medan oleh Fazidah AS menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kegemukan dengan terjadinya stroke dengan p=0,029 (p<0,05).27
4.4.7. Hubungan antara Riwayat Stroke dalam Keluarga dengan Tingkat Risiko Stroke
Tabel 4.15 Sebaran Responden berdasarkan Riwayat Stroke dalam Keluarga dan Tingkat Risiko Stroke
Riwayat Stroke dalam
Keluarga
Tingkat Risiko Stroke
Total
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % N %
Tidak ada 42 36,5 32 27,8 41 35,7 115 100
Ya 2 10,5 5 26,3 12 63,2 19 100
Total 44 32,8 37 27,6 53 39,6 134 100
p-value= 0,039
Dari hasil analisis hubungan antara riwayat stroke dalam keluarga dengan tingkat risiko stroke diperoleh bahwa responden yang tidak memiliki riwayat
stroke dalam keluarga dengan risiko tinggi lebih sedikit (35,7%) daripada responden yang memiliki riwayat stroke dalam keluarga (63,2%). Sedangkan jumlah responden yang tidak memiliki riwayat stroke dalam keluarga dengan risiko rendah lebih banyak (36,5%) daripada responden yang memiliki riwayat
stroke dalam keluarga (10,5%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,039 (p <0,05). Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara riwayat
stroke dalam keluarga dengan tingkat risiko stroke.
Hal ini sejalan dengan penelitian Rico J dkk di RS di Semarang yang menyatakan bahwa riwayat stroke dalam keluarga memberikan pengaruh yang bermakna kepada anggota keluarga untuk mengalami stroke dengan p = 0,006 (p <0,01) dengan tingkat risiko 3,91 kali dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat stroke dalam keluarga.29
Hasil analisis ini mendukung penelitian yang dilakukan Fazidah AS di RSUP di Medan dengan 110 sampel yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara riwayat stroke dalam keluarga dengan risiko kejadian stroke (p = 0,0005) dengan tingkat risiko pada yang memiliki riwayat stroke dalam keluarga 7,75 kali dibandingkan yang tidak memiliki riwayat stroke dalam keluarga.27