• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. PELAKSANAAN KEGIATAN

3.2 Analisis Capaian Kinerja

Penilaian atas pelaksanaan tugas Ditjen IKFT dilakukan melalui pengukuran kinerja yang sebelumnya telah ditetapkan dengan Perjanjian Kinerja 2019. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Pembangunan Industri Nasional.

Analisis dan evaluasi akuntabilitas akan menjabarkan hasil evaluasi capaian indikator-indikator kinerja Ditjen IKFT menurut sasaran yang tertuang dalam Penetapan Kinerja secara lebih terperinci dalam menggambarkan perkembangan setiap sasaran dan indikator-indikatornya dengan rincian sebagai berikut:

Tabel. 3.2

Sasaran I : Meningkatnya populasi dan persebaran industri

No. Strategis (SS) Sasaran Indikator Kinerja Utama (IKU) Satuan Target Realisasi

Perspektif Pemangku Kepentingan

1. Meningkatnya populasi dan persebaran industri

1. Unit industri kimia, farmasi, dan tekstil besar sedang yang tumbuh

Unit 447 -

491 345

2. Nilai investasi di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil

Rp Triliun 149,70 54,39 Sasaran ini merupakan turunan dari RPJMN Tahun 2015 - 2019 dimana target industri yang tumbuh selama lima tahun adalah 9000 industri. Target tersebut bila di-cascade tiap tahunnya dan untuk tiga direktorat jenderal teknis di Kementerian Perindustrian maka target Ditjen IKFT tahun 2019 adalah 447 - 491 unit. Realisasi sampai dengan triwulan ini sebesar 345 unit, namun angka ini merupakan prognosa hasil perhitungan tenaga ahli. Unit industri yang tumbuh ini besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan industri tersebut. Meski dampak dari perlambatan ekonomi

industri yang telah terbangun di triwulan III Tahun 2019 cukup baik. Rincian realisasi sebagai berikut, industri tekstil, kulit, dan alas kaki tumbuh 97 unit industri; Industri kimia hilir dan farmasi tumbuh 141 unit industri; industri semen, keramik dan pengolahan bahan galian nonlogam tumbuh 49 unit industri; dan industri kimia hulu tumbuh 58 unit industri.

Salah satu faktor tumbuhnya industri ialah adanya investasi baru ataupun perluasan pada industri tersebut. Investasi dibagi menjadi dua yakni penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Data investasi yang dimiliki Ditjen IKFT berasal dari Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) dari BKPM, LKPM cenderung pada investasi yang telah terrealisasi dan memiliki data yang linier, namun untuk triwulan III masih merupakan hasil prognosa. Hasil prognosa dari Tenaga ahli data Ditjen IKFT untuk investasi triwulan III di sektor IKFT sebesar 54,39 Triliun rupiah. Investasi masih jauh lebih tinggi yang berasal dari asing dibandingkan dengan penanaman modal dalam negeri. Untuk mendukung tercapainya sasaran tersebut, Ditjen IKFT melakukan upaya sebagai berikut: a. Fasilitasi Investor Dalam Rangka Penumbuhan dan Pengembangan

Industri Petrokimia di Teluk Bintuni

Pengembangan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni diharapkan mendapatkan beberapa manfataa, antara lain:

 Memperkuat struktur industri Petrokimia sebagai salah satu pilar industri Nasional

 Kontribusi terhadap daerah :

o Percepatan Pembangunan di Papua Barat o Penciptaan lapangan kerja baru 5,000 0rang o Peningkatan APBD daerah

 Investasi baru sebesar US$ 6.4 billion

 Mengurangi ketergantungan impor produk petrokimia  Perolehan devisa negara

Skema Pembangunan menggunakan skema KPBU. Saat ini sedang dalam tahap studi pendahuluan paralel dengan persiapan OBC. Terdapat beberapa hal yang masih menjadi Bottleneck, meliputi:

 Gap harga gas.

 On-stream gas pada Q4 2021, sementara paling cepat financial close dilakukan oktober 2019, sementara EPC 3 tahun.

 Penyediaan infrastruktur kawasan industri

Selain adanya bottlenenk, saat ini masih terdapat hambatan atau kendala seperti pembangunan industri petrokimia hulu membutuhkan investasi yang besar sehingga perlu ada jaminan pasokan gas jangka panjang minimal 25 tahun selain itu promosi investasi melalui berbagai kebijakan insentif dalam pengembangan industri di Papua sebagai bagian dari NKRI.

Kebutuhan gas bumi sebesar 382 mmscfd untuk pengembangan industri petrokimia di Teluk Bintuni sudah dipetakan oleh SKK Migas dan akan dipenuhi dari KKKS BP Berau Ltd sebesar 180 mmscfd (industri pupuk) dan KKKS Genting Oil sebesar 202 mmscfd (industri petrokimia). Alokasi gas untuk industri pupuk sudah dijamin ketersediaannya melalui Surat Menteri ESDM kepada Kepala SKSP MIGAS Nomor 8115/10/MEM.M/2012 tanggal 23 November 2012, sedangkan untuk industri petrokimia belum mendapat jaminan dari Kementerian ESDM. Calon investor yang berminat untuk berinvestasi di Teluk Bintuni diantaranya:

 PT. Pupuk Indonesia (Persero), berminat untuk berinvestasi di industri ammonia dan pupuk dengan nilai investasi ± US$ 2 miliar  Ferostaal AG, berminat untuk berinvestasi di industri methanol dan

olefin dengan nilai investasi ± US$ 1,9 miliar

 PT. LG, berminat untuk berinvestasi di industri methanol  Sojitz, KNI, berminat untuk berinvestasi di industri methanol

untuk mendapat alokasi gas pada pembangunan tahap I. Untuk tahap berikutnya akan dialokasikan untuk investor lainnya.

Sesuai peraturan Kepala SKKMIGAS atau atas permintaan KKKS, alokasi gas untuk perusahaan swasta ditempuh melalui proses tender sehingga kondisi ini berakibat gas akan langsung diekspor (tidak ada investasi di dalam negeri yang memanfaatkan gas tersebut).

Pembangunan industri petrokimia di Teluk Bintuni melibatkan kewenangan berbagai Kementerian/Lembaga (KL) terkait. Di pihak lain, KL telah menyusun RPJP tahun 2005-2025, sesuai amanat UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembagunan Jangka Panjang Nasional 2005-2007, dan dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional periode 5 (lima) tahunan, yaitu RPJM Nasional I (2005-2009), II (2010-2014), III (2015-2019) dan RPJM Nasional IV (2020-2024) serta Renstra yang berpedoman kepada RPJM. b. Revitalisasi Industri Pupuk

Program revitalisasi industri pupuk dimaksudkan untuk mengganti pabrik pupuk yang sudah tua dengan pabrik berteknologi maju yang lebih hemat tingkat konsumsi bahan baku maupun energi serta ramah lingkungan. Guna mewujudkan hal ini, beberapa langkah telah diambil diantaranya dengan melakukan fasilitasi pembangunan revitalisasi 5 pabrik pupuk. Program revitalisasi meliputi penggantian 4 pabrik urea berusia tua yaitu: 2 (dua) pabrik PUSRI yaitu pabrik PUSRI II menjadi IIB, dan pablik PUSRI III & IV menjadi IIIB, satu pabrik pupuk Kaltim yaitu pabrik Kaltim 1 menjadi Kaltim V dan satu pabrik pupuk Kujang yaitu Kujang IA menjadi IC, serta pembangunan satu pabrik urea baru PT. Petrokimia Gresik (Amonia Urea II).

Hasil capaian target UKP4 untuk Revitalisasi Industri Pupuk adalah:  Telah diresmikannya Pabrik Kaltim V

 Pelaksanaan pekerjaan pembangunan pabrik Pusri IIB saat ini sudah mencapai 67%.

Penandatanganan EPC Contract belum dapat dilaksanakan karena masih menunggu proses masa sanggah dari para peserta lelang. Saat ini masih dilaksanakan klarifikasi atas evaluasi komersil tender project. Mengingat estimasi onstream gas Husky-CNOOC Madura Limited (HCML) berubah menjadi akhir 2018 atau Januari 2018, diharapkan hal ini tidak mengganggu pembangunan pabrik yang bersamaan dengan onstream gas Husky. Saat ini sedang dilakukan pembahasan Gas Sales Agreement (GSA) dengan konsep titik serah di wellhead.

 Pembangunan pabrik Kujang IC PT. Pupuk Kujang Cikampek

Pembahasan HoA masih belum dapat disepakati karena belum ada kesepakatan harga gas antara PKC dengan Pertamina EP Cepu. PEP-C menawarkan harga US$ 8/mmbtu dengan eskalasi 3% per tahun terhitung mulai tahun 2012 sementara PKC menawarkan harga US$ 7/mmbtu dengan eskalasi 2% per tahun sejak gas mulai digunakan untuk operasi Kujang IC.

Oleh karena hal tersebut diatas maka sesuai dengan butir keempat Inpres No. 2 Tahun 2010 tentang Revitalisasi Industri Pupuk, Menteri Perindustrian telah mengirimkan surat kepada Menko Perekonomian untuk mengkoordinasi kesepakatan harga gas Kujang IC untuk ditetapkan oleh Menteri ESDM.

Keterlambatan penandatanganan HoA akan berakibat pada keterlambatan pembangunan pabrik Kujang IC. Sampai saat ini target pelaksanaan submit proposal teknis project Kujang IC belum dapat dilaksanakan

c. Fasilitasi Koordinasi Pengamanan Pasokan Bahan Baku Gas Bumi Untuk Industri Pupuk.

Pelaksanaan revitalisasi industri pupuk urea sangat tergantung pada ketersediaan pasokan gas bumi dalam jangka panjang. Pengalaman yang terjadi selama ini adalah adanya keterbatasan pasokan gas bumi untuk

optimal. Namun demikian mengingat kapasitas produksi saat ini masih cukup, maka keterbatasan produksi tersebut belum berdampak signifikain terhadap upaya pemenuhan kebutuhan urea di dalam negeri. Kebutuhan gas bumi untuk industri pupuk urea saat ini adalah sebesar 813 MMSCFD dan setelah revitalisasi 3 pabrik urea beroperasi pada tahun 2013, maka kebutuhan gas bumi menjadi sebesar 989 MMSCFD dan meningkat menjadi 1.080 MMSCFD setelah revitalisasi pabrik Pusri IIB beroperasi pada tahun 2014. Alokasi pasokan gas bumi untuk revitalisasi pabrik urea yang sudah tersedia pada saat ini adalah untuk pabrik Kaltim-5 sebesar 80 MMSCFD. Alokasi ini jauh lebih rendah dari kebutuhan, sehingga kekurangan gas bumi tersebut akan diganti dengan menggunakan batubara untuk pembangkit energi/boiler. Sedangkan alokasipasokan gas bumi untuk revitalisasi 3 pabrik lagi belum ada kepastian sampai saat ini. Kebutuhan gas bumi tersebut dengan mempertimbangkan bahwa pabrik tua tidak lagi memperoleh alokasi pasokan gas bumi, sehingga pabrik dimatikan.

Selain itu, kegiatan ini juga merupakan sarana fasilitasi dan koordinasi antara produsen pupuk nasional dan pemilik bahan baku diluar negeri dalam rangka pengadaan bahan baku pabrik pupuk NPK, terutama KCl dan phosphate (phosphoric acid, DAP dan atau rock phosphate) sehingga terjamin keberlanjutannya. Pada tahun 2013 melalui beberapa rapat kordinasi disepakati akan dibangun pabrik pupuk NPK dengan kapasitas 100.000 ton/tahun di Aceh dengan pertimbangan pabrik ini akan memasok kebutuhan NPK untuk wilayah Sumatera yang selama ini dipasok dari PT. Petrokimia Gresik. Akan tetapi hal ini perlu dibahas lebih lanjut mengingat pemenuhan kebutuhan urea sebagai bahan baku pupuk NPK tidak dapat disupply oleh PT. Pupuk Iskandar Muda (keterbatasan pasokan gas bumi untuk PT. Pupuk Iskandar Muda). Adapun perkembangan kegiatan pengamanan pasokan bahan baku untuk industri pupuk untuk tahun 2018 adalah sebagai berikut:

 Sudah ada Nota Kesepahaman terkait dengan perpanjangan PJBG antara PKC dengan Pertamina EP untuk periode pasokan 2018-2022.

 Menteri Perindustrian telah menyampaikan surat kepada Menteri ESDM perihal usulan harga gas bumi sebagai bahan baku dan energi bagi industri.

 SKK Migas sudah menginstruksikan pengaliran gas dari wilayah kerja offshore North West Jawa

d. Melakukan Bimbingan Teksnis kepada Perusahaan industri obat, kosmetik dan obat tradisional dan sertifikasi CPOTB, CPOB dan CPKB Mengingat pentingnya penerapan standar mutu pada industri obat, kosmetik dan obat tradisional, Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi memfasilitasi industri tersebut untuk dapat menerapkan CPOB, CPOTB dan CPKB secara terus menerus kepada 100 unit usaha obat tradisional. Sertifikasi yang juga diakui oleh dunia internasional ini juga terus menerus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Bimtek ini dilaksanakan untuk menyiapkan industri obat tradisional dalam proses pemenuhan persyaratan sertifikasi CPOTB.

e. Pengembangan Sektor Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam

1. Pengembangan industri semen di Timika, Papua

Lokasi pabrik semen nasional terkonsentrasi di wilayah Barat Indonesia (Sumatera dan Jawa) sebesar 90% dari kapasitas produksi nasional dan sisanya di wilayah Timur Indonesia (Sulawesi, NTT, dan Papua Barat). Kebutuhan semen untuk wilayah Timur Indonesia saat ini dipasok dari Tonasa, Makasar, Gresik, Jakarta dan Papua Barat. Besarnya biaya transportasi menyebabkan harga semen di Papua menjadi sangat mahal.

Papua dan Papua Barat memiliki potensi bahan baku semen yang besar, selain itu pasar di daerah ini akan berkembang sejalan dengan program pembangunan infrastruktur di Papua seperti jalan trans Papua dan pembangunan industri petrokimia serta produk turunannya. Saat ini terdapat 1 (satu) pabrik semen terintegrasi di Manokwari, Papua Barat sedangkan di Papua belum ada pabrik semen. Mengingat luas daerah yang cukup besar dan potensi pasar dimasa depan maka pendirian pabrik penggilingan semen di Timika, Papua perlu didorong agar investor dapat membangun industri semen di daerah tersebut. Peluang untuk membangun pabrik semen maupun unit pendukungnya sangat potensial baik dari skala teknis maupun ekonomis. Dit, ISKBGNL telah menyusun kajian kelayakan pembangunan pabik semen di Timika, Papua. Hasil dari kajian tersebut adalah pabrik semen di Timika tidak terkendala bahan baku serta secara keekonomian akan menguntungkan untuk pasar Timika dan sekitarnya. Namun, terkendala pembebasan/ penggunaan lahan adat. Oleh karena itu, sejauh ini hasil kajian merekomendasikan agar pabrik semen di Timika didirikan setelah mendapat kepastian pembebasan lahan.

2. Pengembangan industry calcined dolomite

Indonesia memiliki potensi cadangan dolomite yang cukup besar, yaitu sebesar 1,6 Milyar Ton yang tersebar di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Jawa Tengah. Sejauh ini dolomite local mayoritas hanya digunakan untuk industry pupuk dan industry besi/baja. Padahal dolomite memiliki potensi peningkatan nilai tambah dari dolomite yang bernilai USD 4 per Ton menjadi calcined dolomite yang bernilai USD 225 per Ton, bahkan hingga menjadi magnesium alloy yang bernilai USD 5500 per Ton. Berdasarkan kondisi tersebut, Dit. ISKBGNL berupaya mengembangkan calcined dolomite agar hilirisasi bahan galian nonlogam lainnya dapat

dimulai bertahap untuk selanjutnya menuju substitusi bahan baku impor.

3. Pengembangan industry soda ash

Soda ash merupakan bahan baku penting pada industry kaca dan keramik, yaitu sebagai katalis peleburan adonan kaca/keramik. Saat ini Indonesia belum bisa memproduksi soda ash sehingga harus diimpor dari Amerika Serikat, China, dan Turki (negara asal impor terbesar). Mengingat kebutuhan soda ash di Indonesia sangat besar, yaitu lebih dari 300 Ribu Ton dengan harga sekitar USD 240 per Ton. Indonesia memiliki potensi bahan baku untuk memproduksi soda ash, yaitu limestone (batu gamping) dan ammonia. Oleh karena itu, Dit. ISKBGNL menyusun Detail Engineering Design industry soda ash sebagai bahan promosi investasi.

4. Pengembangan pasir kuarsa sebagai pengganti pasir Ottawa

Pasir Ottawa yang diimpor dari Kanada digunakan untuk pengujian kualitas semen. Saat ini kebutuhan pasir Ottawa untuk pengujian semen adalah sebanyak 150 Ton per Tahun. Namun, pasir Ottawa merupakan salah satu produk yang terdampak pembatasan kuota ekspor oleh Negara eksportirnya (Kanada). Oleh karena itu, mengingat saat ini Indonesia sedang gencar meningkatkan pembangunan insfrastruktur sehingga terjadi peningkatan kapasitas industry semen sebanyak 107,9 Juta Ton, maka kebutuhan pasir Ottawa untuk pengujian semen local tidak dapat dipenuhi. Oleh karena itu, Dit. ISKBGNL mengembangkan substitusi pasir Ottawa melalui pengolahan pasir Sidrap

f. Fasilitasi Penyelesaian Permasalahan pada industri

Dalam rangka mengatasi permasalahan yang dihadapi industri di sektor IKFT maka dilakukan berbagai upaya untuk membantu meringkankan beban industri. Beberapa kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan antara lain :

1. Mengembalikan desain kapasitas Pabrik Aromatis PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) Tuban agar memproduksi BTX (Benzene Toluene Xylene) sebagai bahan baku obat dan farmasi, deterjen, serat ban, tekstil dan bahan kimia khusus lainnya (FOAM untuk furnitur, plastik).

2. Fasilitasi penyelesaian permasalahan untuk industri Kimia Hilir, meliputi:

 Peningkatan kapasitas perusahaan pelayaran internasional untuk mengatasi terkait ketepatan waktu pengiriman barang karena kurangnya armada pelayaran

 Membuka akses hambatan non tarif di negara tujuan ekspor  Insentif BMDTP untuk industri ban dan bahan baku kimia

pembersih

3. Fasilitasi penyelesaian permasalahan untuk industri Kimia Hulu, meliputi:

 Restrukturisasi mesin/peralatan terutama pada industri alas kaki melalui insentif Pemerintah dengan memberikan potongan harga 10%

 Pembebasan PPN bahan baku lokal untuk keperluan ekspor langsung diberikan tanpa mekanisme restitusi

 Percepatan proses impor bahan baku, bahan penolong dan sampel produk di semua instansi terkait, terutama untuk perusahaan yang berorientasi ekspor

 Pengembangan industri kain mesh/bahan sepatu olahraga di dalam negeri

Tabel. 3.4

Sasaran II : Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri

No. Strategis (SS) Sasaran Indikator Kinerja Utama (IKU) Satuan Target Realisasi

Perspektif Pemangku Kepentingan

2. Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri

1. Kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil terhadap ekspor nasional

Persen 23,20 19,56

2. Produktivitas dan kemampuan SDM industri kimia, farmasi, dan tekstil

Rp. Juta 219,00 250,9 Peningkatan penguasaan pasar di dalam dan luar negeri dapat dilihat dari indikator berupa kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil terhadap industri nasional yang hingga 19,56 persen. Terbukanya keran impor dengan adanya kerjasama dengan negara ASEAN, sedikit banyak menjadi ancaman bagi industri dalam negeri.

Kinerja Ekspor di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil bervariasi dengan sebagian besar mengalami tren peningkatan dari bulan Januari hingga bulan September 2019. Hanya Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisonal serta Industri Karet, barang Karet dan Plastik yang mengalami tren menurun.

Sementara itu produktivitas tenaga kerja Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Rp. 250,9 juta didapatkan dari nilai tambah dibandingkan oleh pekerja di bidang Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil hingga Triwulan III tahun 2019. Data yang disajikan masih merupakan prognosa dari tenaga ahli Ditjen IKFT. Untuk mengupayakan tercapainya sasaran tersebut, Ditjen IKFT melakukan upaya sebagai berikut:

a. Pemberlakuan SNI Wajib serta perumusan RSNI

Seiring dengan perkembangan jaman dan liberalisasi perdagangan seperti tantangan Masyarakat Ekonomi Asean, maka peta perdagangan tekstil dan aneka sebagai salah satu komoditas di bawah binaan Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil semakin terbuka luas dengan tingkat persaingan yang semakin ketat. Negara-negara maju akan berusaha memproteksi diri melalui penerapan-penerapan Non-Tariff Barrier (isu sosial, ingkungan, dumping, tenaga kerja, dll). Pemerintah terus berupaya sekuat tenaga dalam rangka menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Dalam rangka pengamanan industri domestik terhadap masuknya produk impor, maka diperlukan SNI sebagai non tarif barier dalam rangka perlindungan konsumen, produk dan industrinya sendiri. Sebelum terbentuknya SNI, perlu dilakukan Rancangan SNI (RSNI). Tujuan standardisasi adalah meningkatkan kepastian dan efisiensi transaksi perdagangan, memberikan acuan bagi pelaku usaha dan membentuk persaingan pasar yang transparan, melindungi kepentingan konsumen dalam aspek kesehatan, keselamatan dan keamanan masyarakat, dan perlindungan kelestarian fungsi lingkungan serta meningkatkan efisiensi pasar dalam kelancaran perdagangan internasional.

Pada tahun 2019 ditargetkan 34 (tiga puluh empat) RRegulasi SNI/ SNI Wajib yang disusun oleh Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil pada Tahun 2019. Hingga Triwulan III tahun 2019 beberapa penyusunan RRegulasi SNI/ SNI Wajib telah mencapai tahap konsensus dan akan dilanjutkan ke BSN untuk ditetapkan, sementara saat ini sudah terdapat 29 RSNI/SNI Wajib yang telah disusun oleh Ditjen IKFT yang meliputi :

1. RSNI – Sajadah 2. RSNI – Mukena

4. RSNI – Analisis kimia kuantitatif Bagian 4 5. RSNI – Analisis kimia kuantitatif Bagian 7 6. RSNI – Analisis kimia kuantitatif Bagian 11

7. RSNI – Cara uji amina aromatik tertentu turunan dari zat warna azo Bagian 1

8. RSNI – Cara uji amina aromatik tertentu turunan dari zat warna azo Bagian 3

9. RSNI – Ukuran Rok Wanita 10. RSNI – Ukuran Gaun Wanita

11. RSNI – Penentuan Ukuran Pakaian Bagian 1 : Definisi Antropometrik untuk Pengukuran Tubuh

12. RSNI – Penentuan Ukuran Pakaian Bagian 2 : Indikator Dimensi Primer dan Sekunder

13. RSNI – Personal Protective Equipment – Safety Footwear 14. RSNI – Uji Kualitas Kekuatan Sandal

15. RSNI – Syarat Mutu dan Metode Uji – Flat Shoes

16. RSNI – Istilah dan Definisi Kulit dan Cara Pengolahannya 17. RSNI – Sampo

18. RSNI – Pasta gigi

19. RSNI – Sabun cuci batangan

20. RSNI – Cat dan pernis – Perlindungan struktur baja dari korosi dengan sistem cat protektif - Bagian 5: Sistem cat protektif

21. RSNI – Sistem Pengecatan Ulang Kendaraan Bagian 4: Base Coat 22. RSNI – Cat dan pernis - Perlindungan struktur baja dari korosi

dengan sistem cat protektif - Bagian 6 : Metode pengujian secara laboratorium

23. RSNI – Cat dasar dan cat akhir berbahan resin alkid sebagai pelindung baja dari korosi

24. RSNI - Mortar siap pakai bagian 1 25. RSNI - Semen Masonry

28. RSNI - Vial Gelas Obat Suntik

29. RSNI - Kaca Pengaman Lokomotif Kereta Api b. Peningkatan SDM Industri

Ditjen IKFT berperan aktif dan ikut serta melaksanakan Pembinaan dan Pengembangan SMK Berbasis Kompetensi yang Link and Match Dengan Industri berkoordinasi dengan Badan Pengembangan SDM Industri di Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Kegiatan vokasi di Ditjen IKFT ini merupakan kegaitan pendukung program BSDMI Kemenperin yang menjadi Prioritas Nasional, maka dalam pelaksanaannya terdapat kendala dalam pengganggaran di beberapa Direktorat, karena anggaran untuk kegiatan lain menjadi berkurang, dan diperlukan sumber daya serta pengalihan kepada kegiatan ini.

Selain itu, dalam rangka peningkatan SDM Industri di sektor IKFT, Dit. Industri Tekstil, kulit, dan Alas Kaki menargetkan pada tahun 2019 akan dilaksanakan Diklat sebanyak 1.000 orang hingga Tw III telah dilakukan diklat untuk 1.425 orang peserta. Sementara di Dit. Industri Kimia Hilir dan Farmasi ditargetkan pada tahun 2019 akan melatih sebanyak 880 orang hingga saat ini telah melakukan Diklat sebanyak 36 angkatan atau 720 orang peserta.

c. Penyusunan Regulasi Pendukung Kebijakan

Dalam pelaksanaan kegiatan di Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil dibutuhkan kebijakan atau peraturan yaang medukung kegiatan tersebut. Saat ini telah ditetapkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014, dalam pelaksanaannya diperlukan peraturan turunan dari Undang-undang tersebut, maka ditargetkan 2 (dua) peraturan pendukung yang disusun oleh Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil pada Tahun 2019. Namun sampai dengan akhir triwulan III Tahun 2019 ini masih dalam tahap penyusunan maka

d. Penyusunan RSKKNI SDM Industri

Perubahan dunia kerja yang terjadi dalam era perdagangan bebas, akan berpengaruh terhadap kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat industri. Kualitas tenaga kerja yang dimaksud adalah memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan industri, yaitu memiliki

Dokumen terkait