• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN TRIWULAN III TAHUN 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN TRIWULAN III TAHUN 2019"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

LAPORAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI

PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN

TRIWULAN III TAHUN 2019

DIREKTORAT JENDERAL

INDUSTRI KIMIA, FARMASI, DAN TEKSTIL

OKTOBER 2019

(3)

KATA PENGANTAR

Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan merupakan wujud kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pencapaian misi dan tujuan instansi pemerintah dalam rangka perwujudan penyelenggaraan tugas umum pemerintah dan pembangunan secara baik dan benar (good governance).

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, diinstruksikan agar setiap instansi pemerintah setiap tahun anggaran menyampaikan Laporan Triwulanan yang bertujuan untuk meningkatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemerintahan yang lebih berdaya guna, bersih, dan bertanggung jawab dalam rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi.

Dengan berakhirnya triwulan III tahun 2019, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Ditjen IKFT) menyusun Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Triwulan III Tahun 2019 yang mencakup Tugas Pokok dan Fungsi, Program/Kegiatan, Sasaran dan Indikator Kinerja, serta Analisis Capaian Kinerja yang menggambarkan tugas pokok dan fungsi dalam rangka pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan. Disamping itu, Laporan ini disusun sebagai bahan masukan bagi Ditjen IKFT guna meningkatkan kinerja di masa mendatang.

Jakarta , Oktober 2019 Plt. Direktur Jenderal

Ttd.

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Tugas Pokok dan Fungsi ... 1

1.2 Latar Belakang Program ... 5

1.3 Struktur Organisasi ... 8

II. RENCANA PROGRAM/KEGIATAN ... 10

2.1 Program/Kegiatan Tahun Anggaran 2019 ... 10

2.2 Sasaran dan Indikator Kinerja ... 13

III. PELAKSANAAN KEGIATAN ... 18

3.1 Hasil yang Telah Dicapai ... 18

3.2 Analisis Capaian Kinerja ... 19

3.3 Hambatan dan Kendala Pelaksana ... 32

3.4 Langkah Tindak Lanjut ... 32

(5)

BAB I

P E N D A H U L U A N

1.1. Tugas Pokok dan Fungsi

Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2015 tentang Kementerian Perindustrian, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Ditjen IKFT) mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri kimia hilir, industri farmasi, industri semen, industri keramik, dan industri pengolahan bahan galian nonlogam, serta industri tekstil, industri kulit dan industri alas kaki. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Ditjen IKFT menyelenggarakan fungsi:

1. perumusan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri kimia hilir, industri farmasi, industri semen, industri keramik, dan industri pengolahan bahan galian nonlogam, serta industri tekstil, industri kulit, dan industri alas kaki;

2. pelaksanaan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri kimia hilir, industri farmasi, industri semen, industri keramik, dan industri pengolahan bahan galian nonlogam, serta industri tekstil, industri kulit, dan industri alas kaki;

(6)

3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan industri hdau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri kimia hilir, industri farmasi, industri semen, industri keramik, dan industri pengolahan bahan galian nonlogam, serta industri tekstil, industri kulit, dan industri alas kaki; 4. pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan

kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri kimia hilir, industri farmasi, industri semen, industri keramik, dan industri pengolahan bahan galian nonlogam, serta industri tekstil, industri kulit, dan industri alas kaki;

5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi induski, pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri kimia hilir, industri farmasi, industri semen, industri keramik, dan industri pengolahan bahan galian nonlogam, serta industri tekstil, industri kulit, dan industri alas kaki;

6. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil; dan

7. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil memiliki 5 (lima) unit kerja, yaitu Direktorat Industri Kimia Hulu, Direktorat Industri

(7)

Direktorat Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam, serta Sekretariat Direktorat Jenderal. Masing-masing direktorat tersebut mempunyai tugas sebagai berikut:

1. Direktorat Industri Kimia Hulu (Dit. IKHU)

Tugas : melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk pembangunan industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran industri, pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana industri, pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan industri, penanaman modal dan fasilitas industri, serta kebijakan teknis pengembangan industri di bidang industri kimia hulu. Dit. IKHU memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis komoditas dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :

a. Sub Direktorat Industri Kimia Organik b. Sub Direktorat Industri Kimia Anorganik c. Sub Direktorat Industri Kimia Hulu Lainnya

d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Kimia Hulu e. Sub Bagian Tata Usaha

2. Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi (Dit. IKHF)

Tugas : Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk pembangunan industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran industri, pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana industri, pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan industri, penanaman modal dan fasilitas industri serta kebijakan teknis pengembangan industri di bidang industri kimia hilir dan farmasi. Dit. IKHF memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis komoditas dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :

a. Sub Direktorat Industri Plastik dan Karet Hilir b. Sub Direktorat Industri Farmasi dan Kosmetik

(8)

d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Kimia Hilir dan Farmasi

e. Sub Bagian Tata Usaha

3. Direktorat Industri Teksil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka (Dit. ITKAA)

Tugas : melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk pembangunan industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran industri, pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana industri, pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan industri, penanaman modal dan fasilitas industri, serta kebijakan teknis pengembangan industri di bidang industri tekstil, kulit, alas kaki, dan aneka.

Dit. ITKAA memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis komoditas dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :

a. Sub Direktorat Industri Tekstil

b. Sub Direktorat Industri Pakaian Jadi dan Produk Tekstil Lainnya c. Sub Direktorat Industri Kulit, Alas Kaki dan Aneka

d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Teksil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka

e. Sub Bagian Tata Usaha

4. Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam (Dit. ISKBGNL)

Tugas : Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk pembangunan industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran industri, pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana industri, pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan industri, penanaman modal dan fasilitas industri serta kebijakan teknis pengembangan industri di bidang industri semen, keramik, dan pengolahan bahan galian

(9)

Dit. ISKBGNL memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis komoditas dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :

a. Sub Direktorat Industri Semen dan Barang Dari Semen b. Sub Direktorat Industri Keramik dan Kaca

c. Sub Direktorat Industri Pengolahan Bahan Galian Nonlogam lainnya d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Semen, Keramik, dan

Pengolahan Bahan Galian Nonlogam e. Sub Bagian Tata Usaha

5. Sekretariat Direktorat Jenderal (Setditjen)

Tugas : melaksanakan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan organisasi Ditjen IKFT.

Setditjen memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan fungsinya, yaitu sebagai berikut :

a. Bagian Program, Evaluasi, dan Pelaporan b. Bagian Hukum dan Kerjasama

c. Bagian Keuangan

d. Bagian Kepegawaian dan Umum

1.2. Latar Belakang Program

Saat ini pengembangan industri dihadapkan pada masalah internal sektor dan eksternal ekonomi. Masalah internal pertama adalah populasi usaha industri dimana postur populasi industri kurang kuat karena industri berskala besar dan sedang kurang dari 1 persen, padahal usaha industri inilah yang berpotensi mampu memberikan kesejahteraan hidup bagi pelaku dan tenaga kerjanya, serta memberikan kontribusi (share) Produk Domestik Bruto (PDB) yang besar. Masalah kedua menyangkut struktur industri nasional yang belum kokoh dilihat dari (1) penguasaan usaha/pasar; (2) keterkaitan antara industri besar dengan industri kecil dan menegah (IKM); dan (3) keterkaitan hulu-hilir. Masalah ketiga menyangkut produktivitas, yaitu besarnya nilai tambah yang diciptakan oleh setiap tenaga kerja industri yang masih rendah.

(10)

Sementara itu, permasalahan eksternal industri mencakup (1) ketersediaan dan kualitas infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, pasokan gas) yang belum memadai; (2) pengawasan barang-barang impor yang belum mampu menghentikan peredaran barang impor ilegal di pasar domestik; (3) hubungan industrial dalam perburuhan belum terbangun dengan baik; (4) masalah kepastian hukum; dan (5) suku bunga perbankan yang masih tinggi.

Pemanfaatan potensi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil tahun 2015 – 2019 dapat dilihat dari berbagai aspek terutama permasalahan regulasi, yaitu aspek dinamika sektor industri, perjanjian kerjasama ekonomi dengan Negara lain dan kebijakan otonomi daerah. Dinamika sektor industri mencakup perubahan jumlah dan penduduk, serta peningkatan kesejahteraan penduduk mendorong sektor industri untuk dapat tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan PDB Nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, akses pasar, dan potensi energi Sumber Daya Alam. Sementara itu, kerjasama dengan para stakeholder bermanfaat untuk memperluas akses pasar bagi produk industri nasional.

Dalam rangka menanggulangi berbagai tantangan pengembangan industri, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dimana arah pembangunan industri ditujukan untuk :

1. Menciptakan kesempatan kerja dalam jumlah besar

Seluruh upaya pembangunan industri diorientasikan untuk membangun daya saing dan pengembangan industri guna menciptakan lapangan kerja yang sebesar-besarnya.

2. Melanjutkan program revitalisasi, konsolidasi, dan restrukturisasi industri Memulihkan industri yang terkena dampak krisis dengan prioritas pada industri dengan periode pemulihan cepat melalui program revitalisasi, konsolidasi, dan restrukturisasi industri.

(11)

Merupakan sebuah upaya integral yang dimotori oleh pemerintah untuk membangkitkan nasionalisme konsumsi produksi dalam negeri agar dalam jangka panjang mampu membangun dan memperkuat basis produksi dan kemampuan ekspor.

4. Meningkatkan daya saing

Menggalakkan program efisiensi biaya produksi di semua komponen biaya, baik yang langsung maupun tak langsung, serta menerapkan standarisasi.

Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Ditjen IKFT) merupakan salah satu satuan kerja unit Eselon I dalam struktur organisasi Kementerian Perindustrian. Ditjen IKFT saat ini membina sektor industri kimia dasar (petrokimia, batubara, garam), industri kimia hilir dan farmasi (karet, semen, keramik, kosmetik, plastik, farmasi), industri tekstil dan produk tekstil (pakaian jadi, alas kaki, barang kulit). Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil merupakan sektor industri yang bercirikan padat modal, padat teknologi, padat karya, memiliki keterkaitan tinggi mulai dari hulu hingga hilir, dan menjadi komoditas ekspor penghasil devisa negara.

Untuk membangun daya saing industri yang berkelanjutan, Ditjen IKFT telah menetapkan program jangka menengah dengan tema utama “Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil”. Untuk itu, Ditjen IKFT memprioritaskan pendekatan restrukturisasi, pengembangan sektor industri dan kawasan, serta peningkatan SDM industri. Selanjutnya fungsi pelaksanaan kebijakan diimplementasikan melalui pembinaan baik langsung maupun tidak langsung terhadap para pelaku industri melalui berbagai bantuan dibidang standarisasi, mutu, teknologi, iklim usaha (kebijakan dan perlindungan kepada pelaku pasar), pengembangan sistem dan jaringan informasi ekspor, serta perluasan pasar. Program kegiatan tersebut mencakup pengembangan industri yang berdaya saing global dan berbasis sumberdaya alam lokal, serta pengembangan ekspor yang diarahkan pada peningkatan ekspor non migas dalam upaya memenuhi kebutuhan devisa.

(12)

2015 - 2019 dengan berpedoman pada dokumen-dokumen perencanaan dan evaluasi. Untuk memantau capaian sasaran dan tujuannya, Ditjen IKFT melaporkan realisasi anggaran dan kinerjanya melalui dokumen Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Dokumen tersebut memuat sasaran dan target kinerja beserta program kegiatan sebagaimana dituangkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja.

1.3. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil masih menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, yakni struktur organisasi satuan kerja unit Eselon II yang terdiri dari :

1. Direktorat Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki; 2. Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi; 3. Direktorat Industri Kimia Hulu;

4. Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam;

(13)

Gambar 1.1

(14)

BAB II

RENCANA PROGRAM/KEGIATAN

2.1. Program/Kegiatan Tahun Anggaran 2019

Pada tahun anggaran 2019 Ditjen IKFT melaksanakan Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Tekstil dan Aneka. Untuk mencapai kinerja tersebut, Ditjen IKFT memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp. 123.079.282.000,- (Seratus dua puluh tiga miliar tujuh puluh sembilan juta dua ratus delapan puluh dua ribu rupiah) yang dialokasikan untuk 9 (sembilan) kegiatan yaitu:

1. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki sebesar Rp. 5.558.044.000,- (Lima miliar lima ratus lima puluh delapan juta empat puluh empat ribu rupiah);

2. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hilir dan Farmasi sebesar Rp. 9.140.713.000,- (Sembilan miliar seratus empat puluh juta tujuh ratus tiga belas ribu rupiah);

3. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hulu sebesar Rp. 14.116.971.000,- (Empat belas miliar seratus enam belas juta Sembilan ratus tujuh puluh satu ribu rupiah);

4. Penyusunan dan Evaluasi Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil sebesar Rp. 32.537.098.000,- (Tiga puluh dua miliar lima ratus tiga puluh tujuh juta sembilan puluh delapan ribu rupiah).

5. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam sebesar Rp. 8.373.656.000,- (Delapan miliar tiga ratus tujuh puluh tiga juta enam ratus lima puluh enam ribu rupiah)

6. Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hilir dan Farmasi sebesar Rp. 26.261.702.000,- (Dua puluh enam miliar dua ratus enam puluh satu juta tujuh ratus dua ribu rupiah)

7. Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hulu sebesar Rp. 300.000.000,- (Tiga ratus juta rupiah)

8. Peningkatan Kompetensi SDM Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam sebesar Rp. 352.800.000,- (Tiga ratus lima puluh dua juta delapan ratus ribu rupiah)

(15)

9. Peningkatan Kompetensi SDM Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki sebesar Rp. 26.438.298.000,- (Dua puluh enam miliar empat ratus tiga puluh delapan juta dua ratus Sembilan puluh delapan ribu rupiah)

Anggaran Ditjen IKFT tersebut digunakan untuk melaksanakan 5 (lima) output Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki sebesar; 5 (lima) output Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hilir dan Farmasi; 8 (delapan) output Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hulu; 4 (empat) output Penyusunan dan Evaluasi Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil; 8 (delapan) output Penumbuhan dan Pengembangan Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam; 3 (tiga) output Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hilir dan Farmasi; 1 (satu) output Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hulu; 1 (satu) output Peningkatan Kompetensi SDM Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam; dan 3 (lima) output Peningkatan Kompetensi SDM Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki.

Secara rinci, output dan komponen tahun 2019 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1

Kegiatan, Output dan Anggaran Tahun 2019

KODE OUTPUT / RINCIAN AKUN PAGU

6 Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil 123.079.282.000 1875 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Tekstil, Kulit, dan

Alas Kaki 5.558.044.000

1875.019 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Mendorong Iklim Investasi Industri Tekstil, Kulit Dan Alas Kaki

500.000.000 1875.023 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Mendorong Peningkatan

Daya Saing Industri Tekstil, Kulit Dan Alas Kaki

500.000.000 1875.024 Rancangan Standar Nasional Indonesia (rsni) Industri Tekstil, Kulit

Dan Alas Kaki

2.505.363.000 1875.038 Branding Produk Garmen, Fashion Dan Alas Kaki 1.252.681.000 1875.039 Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan Dan Tata Usaha 800.000.000

1876 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hilir dan Farmasi

(16)

1876.015 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Mendorong Iklim Investasi Industri Kimia Hilir

1.560.381.000 1876.019 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Dan

Produktivitas Industri Kimia Hilir

1.492.300.000 1876.020 Rancangan Standar Nasional Indonesia Industri Kimia Hilir 1.703.647.000 1876.032 Branding Produk Industri Kimia Hilir 1.377.950.000 1876.034 Perusahaan Industri Obat Tradisional Yang Direvitalisasi 3.006.435.000 1877 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hulu 14.116.971.000 1877.026 Otoritas Nasional Senjata Kimia (prioritas Nasional) 1.503.218.000 1877.030 Rancangan Standar Nasional Indonesia Sektor Industri Kimia Hulu

(prioritas Nasional)

551.180.000 1877.031 Regulasi Sni Wajib Sektor Industri Kimia Hulu (prioritas Nasional) 100.215.000 1877.041 Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Pupuk Dan Pestisida

(prioritas Nasional)

1.027.199.000 1877.042 Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Garam Industri (prioritas

Nasional)

751.609.000 1877.043 Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat

(prioritas Nasional)

1.252.681.000 1877.044 Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Petrokimia (prioritas

Nasional)

351.179.000 1877.045 Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan Dan Tata Usaha 8.579.690.000

1879 Penyusunan dan Evaluasi Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil

32.537.098.000 1879.012 Strategi Penumbuhan Dan Pengembangan Daya Saing Sektor Ikft 1.503.218.000 1879.950 Layanan Dukungan Manajemen Eselon I 8.171.534.000 1879.951 Layanan Sarana Dan Prasarana Internal 533.860.000

1879.994 Layanan Perkantoran 22.328.486.000

4910 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hilir dan Farmasi 26.261.702.000 4910.001 Sdm Industri Kimia Hilir Dan Farmasi Yang Dilatih 13.761.702.000 4910.002 Bimbingan Teknis Cpotb, Cpob Dan Cpkb Kepada Industri Obat,

Kosmetik Dan Obat Tradisional

2.500.000.000 4910.003 Pilot Project Industri 4.0 Di Sektor Industri Kimia Hilir Dan Farmasi 10.000.000.000 4911 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hulu 300.000.000 4911.001 Fasilitasi Penyusunan Rskkni Industri Kimia Hulu 300.000.000

4912 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam

352.800.000 4912.001 Fasilitasi Penyusunan Rskkni Industri Semen, Keramik, Dan

Pengolahan Bahan Galian Nonlogam

(17)

4913 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki

26.438.298.000 4913.001 Implementasi Making Indonesia 4.0 Sektor Tekstil Dan Busana 10.000.000.000 4913.002 Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (rskkni)

Industri Tekstil, Kulit Dan Alas Kaki

1.240.000.000 4913.003 Sdm Industri Tekstil, Kulit Dan Alas Kaki Yang Mengikuti Diklat 15.198.298.000

5881 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam

8.373.656.000 5881.001 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Mendorong Iklim Investasi

Industri Bahan Galian Nonlogam

857.032.000 5881.004 Pilot Project Industri Bahan Galian Non Logam (prioritas Nasional) 800.000.000 5881.005 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Dan

Produktifitas Industri Bahan Galian Nonlogam (prioritas Nasional)

1.748.380.000 5881.006 Rancangan Standar Nasional Indonesia Industri Bahan Galian

Nonlogam

1.296.714.000 5881.007 Sni Wajib Industri Bahan Galian Nonlogam 493.500.000 5881.008 Perusahaan Industri Bahan Galian Nonlogam Yang Menerapkan

Standar Mutu

894.588.000 5881.009 Perusahaan Industri Bahan Galian Nonlogam Yang Diawasi Dalam

Rangka Penerapan Sni Wajib

463.992.000

5881.951 Layanan Internal (overhead) 1.819.450.000

T O T A L 123.079.282.000

2.2. Sasaran Kegiatan dan Indikator Kinerja Kegiatan

Dalam rangka pencapaian misi, visi, tujuan dan sasaran Ditjen IKFT, maka dalam kebijakan Ditjen IKFT disusun 4 (lima) sasaran strategis menurut perspektif pemangku kepentingan dan perspektif proses internal yang akan dicapai dengan Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS), sebagaimana yang diuraikan berikut:

(18)

1. Perspektif Pemangku Kepentingan

a. Sasaran Strategis 1 : Meningkatnya populasi dan persebaran industri

Meningkatnya populasi dan persebaran industri kimia, farmasi, dan tekstil diindikasikan dengan peningkatan jumlah unit industri kimia, farmasi, dan tekstil serta nilai investasi di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran strategis ini adalah:

1). Unit industri kimia, farmasi, dan tekstil besar sedang yang tumbuh. 2). Nilai investasi di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil.

b. Sasaran Strategis 2 : Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri

Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan produk dalam negeri dibandingkan dengan seluruh pangsa pasar baik dalam negeri maupun luar negeri. Peningkatan daya saing dan produktivitas dilakukan melalui pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi industri yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing dan kemandirian industri nasional. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran strategis ini adalah:

1). Kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil terhadap ekspor nasional.

2). Produktivitas SDM industri kimia, tekstil dan aneka.

Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dalam perspektif pemangku kepentingan merupakan Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil.

(19)

2. Perspektif Proses Internal

a. Sasaran Strategis 1 : Tersedianya kebijakan pembangunan industri kimia, farmasi, dan tekstil yang efektif

Sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, peran pemerintah dalam mendorong kemajuan sektor industri ke depan dilakukan secara terencana serta disusun secara sistematis dalam suatu dokumen perencanaan dan kebijakan-kebijakan yang mendukung tercapainya rencana tersebut. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah:

1). Peraturan perundangan yang diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT

b. Sasaran Strategis 2 : Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang adil, berdaya saing dan berkelanjutan

Standardisasi industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dan produktivitas dalam rangka penguasaan pasar dalam negeri maupun ekspor.

Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah: 1). Infrastruktur kompetensi yang terbentuk.

2). Infrastruktur standar produk yang terbentuk

Rencana Strategis Ditjen IKFT Tahun 2015 – 2019, target capaian sasaran strategis adalah sebagai berikut:

(20)

Tabel 2.1

Sasaran Strategis Tahun 2019 di Rencana Strategis 2015-2019 Sasaran Strategis dan

Indikator Kinerja Satuan

Target

2015 2016 2017 2018 2019

(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Meningkatnya populasi industri kimia, tekstil dan aneka

- Jumlah unit industri

kimia, tekstil, dan aneka

Unit 576 752 753 922 1001

- Nilai investasi PMDN

dan PMA sektor industri kimia, tekstil, dan aneka

Rp triliun 93,41 105,51 109,72 135,61 166,60

Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri kimia, tekstil dan aneka

- Kontribusi ekspor

produk industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap ekspor nasional Persen 23,74 25,79 25,87 26,19 26,31 - Produktivitas dan kemampuan SDM industri Juta Rupiah/ orang per tahun 286,3 308,4 336,8 372,9 409,8

Berdasarkan sasaran strategis diatas, Ditjen IKFT menyusun Rencana Kinerja Tahun 2019 yang disusun dalam rangka pencapaian target jangka menengah disertai beberapa penyesuaian. Hal ini dikarenakan pada perkembangannya Rencana Strategis Ditjen IKFT mengalami beberapa review yang dipengaruhi oleh kondisi iklim bisnis. Rencana Kinerja Ditjen IKFT Tahun 2019 memuat beberapa indikator kinerja yang ditetapkan berdasarkan perspektif pemangku kepentingan dan pelaksanaan tupoksi. Rencana kinerja tersebut adalah sebagai berikut:

(21)

Tabel 2.2

Rencana Kinerja Ditjen IKFT Tahun 2018

No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Perspektif Pemangku Kepentingan / Stakeholder (S)

1 Meningkatnya

populasi industri Jumlah unit industri kimia, tekstil, dan aneka Unit 768 Nilai investasi PMDN

dan PMA sektor industri kimia, tekstil, dan aneka

Rp triliun 150,7 – 160,3 2 Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri Kontribusi ekspor produk industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap ekspor nasional Persen 26,15 – 26,19 Produktivitas dan kemampuan SDM industri Juta Rupiah/

orang per tahun 372,5 3 Tersedianya

kebijakan pembangunan industri yang efektif

Jumlah Peraturan

Perundangan Perpres/ PP/ Permen/ Perdirjen 7 4 Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang adil, berdaya saing dan berkelanjutan

Produk industri yang tersertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Sertifikat 350 Infrastruktur kompetensi yang terbentuk RSKKNI 4

Dalam rangka mewujudkan Rencana Kinerja Ditjen IKFT Tahun 2019, maka Ditjen IKFT menyusun Perjanjian Kinerja Tahun 2019 sebagai acuan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Perjanjian Kinerja Ditjen IKFT Tahun 2019 disajikan dalam tabel berikut:

(22)

Tabel 2.3

Perjanjian Kinerja Ditjen IKFT Tahun 2019

No. Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU) Target Satuan

Perspektif Pemangku Kepentingan

1. Meningkatnya populasi dan persebaran industri

1. Unit industri kimia, farmasi, dan tekstil besar sedang yang tumbuh

447 - 491

Unit 2. Nilai investasi di sektor

industri kimia, farmasi, dan tekstil

149,70 Rp Triliun 2. Meningkatnya

daya saing dan produktivitas sektor industri

1. Kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil terhadap ekspor nasional

23,20 Persen

2. Produktivitas dan kemampuan SDM industri kimia, farmasi, dan tekstil

219,00 Rp. Juta

Perspektif Proses Bisnis Internal

1. Tersedianya kebijakan pembangunan industri kimia, tekstil, dan aneka yang efektif

1. Peraturan perundangan yang diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT 2 PP/ Perpres/ Permen 2. Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan

1. Infrastruktur kompetensi yang

terbentuk 4 RSKKNI

2. Infrastruktur standar produk

yang terbentuk 34 RRegulasi SNI/ SNI Wajib

Dokumen Perjanjian Kinerja diatas merupakan pernyataan komitmen pimpinan Ditjen IKFT untuk menghasilkan kinerja pengembangan sektor Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka sesuai target yang ditetapkan. Oleh karena itu, pencapaiannya perlu dilaporkan dalam Laporan Pengendalian dan Evaluasi

(23)

BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1. Hasil Yang Telah Dicapai

Pencapaian dari masing-masing kegiatan sesuai dengan perjanjian kinerja tahun 2019 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1

Realisasi Perjanjian Kinerja Ditjen IKFT Triwulan II Tahun 2019

No Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU) Satuan Target Realisasi

Perspektif Pemangku Kepentingan

1. Meningkatnya populasi dan

persebaran industri

1. Unit industri kimia, farmasi, dan tekstil besar sedang yang tumbuh

Unit 447 -

491 345

2. Nilai investasi di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil Rp Triliun 149,70 54,39 2. Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri 1. Kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil terhadap ekspor nasional

Persen 23,20 19,56

2. Produktivitas dan kemampuan SDM industri kimia, farmasi, dan tekstil

Rp. Juta 219,00 250,9

Perspektif Proses Bisnis Internal

1. Tersedianya kebijakan pembangunan industri kimia, farmasi, dan tekstil yang efektif

1. Peraturan perundangan yang diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT

PP/ Perpres/ Permen 2 - 2. Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing

1. Infrastruktur kompetensi yang terbentuk

RSKKNI 4 -

2. Infrastruktur standar

(24)

3.2. Analisis Capaian Kinerja

Penilaian atas pelaksanaan tugas Ditjen IKFT dilakukan melalui pengukuran kinerja yang sebelumnya telah ditetapkan dengan Perjanjian Kinerja 2019. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Pembangunan Industri Nasional.

Analisis dan evaluasi akuntabilitas akan menjabarkan hasil evaluasi capaian indikator-indikator kinerja Ditjen IKFT menurut sasaran yang tertuang dalam Penetapan Kinerja secara lebih terperinci dalam menggambarkan perkembangan setiap sasaran dan indikator-indikatornya dengan rincian sebagai berikut:

Tabel. 3.2

Sasaran I : Meningkatnya populasi dan persebaran industri

No. Strategis (SS) Sasaran Indikator Kinerja Utama (IKU) Satuan Target Realisasi

Perspektif Pemangku Kepentingan

1. Meningkatnya populasi dan persebaran industri

1. Unit industri kimia, farmasi, dan tekstil besar sedang yang tumbuh

Unit 447 -

491 345 2. Nilai investasi di sektor

industri kimia, farmasi, dan tekstil

Rp Triliun 149,70 54,39 Sasaran ini merupakan turunan dari RPJMN Tahun 2015 - 2019 dimana target industri yang tumbuh selama lima tahun adalah 9000 industri. Target tersebut bila di-cascade tiap tahunnya dan untuk tiga direktorat jenderal teknis di Kementerian Perindustrian maka target Ditjen IKFT tahun 2019 adalah 447 - 491 unit. Realisasi sampai dengan triwulan ini sebesar 345 unit, namun angka ini merupakan prognosa hasil perhitungan tenaga ahli. Unit industri yang tumbuh ini besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan industri tersebut. Meski dampak dari perlambatan ekonomi

(25)

industri yang telah terbangun di triwulan III Tahun 2019 cukup baik. Rincian realisasi sebagai berikut, industri tekstil, kulit, dan alas kaki tumbuh 97 unit industri; Industri kimia hilir dan farmasi tumbuh 141 unit industri; industri semen, keramik dan pengolahan bahan galian nonlogam tumbuh 49 unit industri; dan industri kimia hulu tumbuh 58 unit industri.

Salah satu faktor tumbuhnya industri ialah adanya investasi baru ataupun perluasan pada industri tersebut. Investasi dibagi menjadi dua yakni penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Data investasi yang dimiliki Ditjen IKFT berasal dari Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) dari BKPM, LKPM cenderung pada investasi yang telah terrealisasi dan memiliki data yang linier, namun untuk triwulan III masih merupakan hasil prognosa. Hasil prognosa dari Tenaga ahli data Ditjen IKFT untuk investasi triwulan III di sektor IKFT sebesar 54,39 Triliun rupiah. Investasi masih jauh lebih tinggi yang berasal dari asing dibandingkan dengan penanaman modal dalam negeri. Untuk mendukung tercapainya sasaran tersebut, Ditjen IKFT melakukan upaya sebagai berikut: a. Fasilitasi Investor Dalam Rangka Penumbuhan dan Pengembangan

Industri Petrokimia di Teluk Bintuni

Pengembangan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni diharapkan mendapatkan beberapa manfataa, antara lain:

 Memperkuat struktur industri Petrokimia sebagai salah satu pilar industri Nasional

 Kontribusi terhadap daerah :

o Percepatan Pembangunan di Papua Barat o Penciptaan lapangan kerja baru 5,000 0rang o Peningkatan APBD daerah

 Investasi baru sebesar US$ 6.4 billion

 Mengurangi ketergantungan impor produk petrokimia  Perolehan devisa negara

(26)

Skema Pembangunan menggunakan skema KPBU. Saat ini sedang dalam tahap studi pendahuluan paralel dengan persiapan OBC. Terdapat beberapa hal yang masih menjadi Bottleneck, meliputi:

 Gap harga gas.

 On-stream gas pada Q4 2021, sementara paling cepat financial close dilakukan oktober 2019, sementara EPC 3 tahun.

 Penyediaan infrastruktur kawasan industri

Selain adanya bottlenenk, saat ini masih terdapat hambatan atau kendala seperti pembangunan industri petrokimia hulu membutuhkan investasi yang besar sehingga perlu ada jaminan pasokan gas jangka panjang minimal 25 tahun selain itu promosi investasi melalui berbagai kebijakan insentif dalam pengembangan industri di Papua sebagai bagian dari NKRI.

Kebutuhan gas bumi sebesar 382 mmscfd untuk pengembangan industri petrokimia di Teluk Bintuni sudah dipetakan oleh SKK Migas dan akan dipenuhi dari KKKS BP Berau Ltd sebesar 180 mmscfd (industri pupuk) dan KKKS Genting Oil sebesar 202 mmscfd (industri petrokimia). Alokasi gas untuk industri pupuk sudah dijamin ketersediaannya melalui Surat Menteri ESDM kepada Kepala SKSP MIGAS Nomor 8115/10/MEM.M/2012 tanggal 23 November 2012, sedangkan untuk industri petrokimia belum mendapat jaminan dari Kementerian ESDM. Calon investor yang berminat untuk berinvestasi di Teluk Bintuni diantaranya:

 PT. Pupuk Indonesia (Persero), berminat untuk berinvestasi di industri ammonia dan pupuk dengan nilai investasi ± US$ 2 miliar  Ferostaal AG, berminat untuk berinvestasi di industri methanol dan

olefin dengan nilai investasi ± US$ 1,9 miliar

 PT. LG, berminat untuk berinvestasi di industri methanol  Sojitz, KNI, berminat untuk berinvestasi di industri methanol

(27)

untuk mendapat alokasi gas pada pembangunan tahap I. Untuk tahap berikutnya akan dialokasikan untuk investor lainnya.

Sesuai peraturan Kepala SKKMIGAS atau atas permintaan KKKS, alokasi gas untuk perusahaan swasta ditempuh melalui proses tender sehingga kondisi ini berakibat gas akan langsung diekspor (tidak ada investasi di dalam negeri yang memanfaatkan gas tersebut).

Pembangunan industri petrokimia di Teluk Bintuni melibatkan kewenangan berbagai Kementerian/Lembaga (KL) terkait. Di pihak lain, KL telah menyusun RPJP tahun 2005-2025, sesuai amanat UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembagunan Jangka Panjang Nasional 2005-2007, dan dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional periode 5 (lima) tahunan, yaitu RPJM Nasional I (2005-2009), II (2010-2014), III (2015-2019) dan RPJM Nasional IV (2020-2024) serta Renstra yang berpedoman kepada RPJM. b. Revitalisasi Industri Pupuk

Program revitalisasi industri pupuk dimaksudkan untuk mengganti pabrik pupuk yang sudah tua dengan pabrik berteknologi maju yang lebih hemat tingkat konsumsi bahan baku maupun energi serta ramah lingkungan. Guna mewujudkan hal ini, beberapa langkah telah diambil diantaranya dengan melakukan fasilitasi pembangunan revitalisasi 5 pabrik pupuk. Program revitalisasi meliputi penggantian 4 pabrik urea berusia tua yaitu: 2 (dua) pabrik PUSRI yaitu pabrik PUSRI II menjadi IIB, dan pablik PUSRI III & IV menjadi IIIB, satu pabrik pupuk Kaltim yaitu pabrik Kaltim 1 menjadi Kaltim V dan satu pabrik pupuk Kujang yaitu Kujang IA menjadi IC, serta pembangunan satu pabrik urea baru PT. Petrokimia Gresik (Amonia Urea II).

Hasil capaian target UKP4 untuk Revitalisasi Industri Pupuk adalah:  Telah diresmikannya Pabrik Kaltim V

 Pelaksanaan pekerjaan pembangunan pabrik Pusri IIB saat ini sudah mencapai 67%.

(28)

Penandatanganan EPC Contract belum dapat dilaksanakan karena masih menunggu proses masa sanggah dari para peserta lelang. Saat ini masih dilaksanakan klarifikasi atas evaluasi komersil tender project. Mengingat estimasi onstream gas Husky-CNOOC Madura Limited (HCML) berubah menjadi akhir 2018 atau Januari 2018, diharapkan hal ini tidak mengganggu pembangunan pabrik yang bersamaan dengan onstream gas Husky. Saat ini sedang dilakukan pembahasan Gas Sales Agreement (GSA) dengan konsep titik serah di wellhead.

 Pembangunan pabrik Kujang IC PT. Pupuk Kujang Cikampek

Pembahasan HoA masih belum dapat disepakati karena belum ada kesepakatan harga gas antara PKC dengan Pertamina EP Cepu. PEP-C menawarkan harga US$ 8/mmbtu dengan eskalasi 3% per tahun terhitung mulai tahun 2012 sementara PKC menawarkan harga US$ 7/mmbtu dengan eskalasi 2% per tahun sejak gas mulai digunakan untuk operasi Kujang IC.

Oleh karena hal tersebut diatas maka sesuai dengan butir keempat Inpres No. 2 Tahun 2010 tentang Revitalisasi Industri Pupuk, Menteri Perindustrian telah mengirimkan surat kepada Menko Perekonomian untuk mengkoordinasi kesepakatan harga gas Kujang IC untuk ditetapkan oleh Menteri ESDM.

Keterlambatan penandatanganan HoA akan berakibat pada keterlambatan pembangunan pabrik Kujang IC. Sampai saat ini target pelaksanaan submit proposal teknis project Kujang IC belum dapat dilaksanakan

c. Fasilitasi Koordinasi Pengamanan Pasokan Bahan Baku Gas Bumi Untuk Industri Pupuk.

Pelaksanaan revitalisasi industri pupuk urea sangat tergantung pada ketersediaan pasokan gas bumi dalam jangka panjang. Pengalaman yang terjadi selama ini adalah adanya keterbatasan pasokan gas bumi untuk

(29)

optimal. Namun demikian mengingat kapasitas produksi saat ini masih cukup, maka keterbatasan produksi tersebut belum berdampak signifikain terhadap upaya pemenuhan kebutuhan urea di dalam negeri. Kebutuhan gas bumi untuk industri pupuk urea saat ini adalah sebesar 813 MMSCFD dan setelah revitalisasi 3 pabrik urea beroperasi pada tahun 2013, maka kebutuhan gas bumi menjadi sebesar 989 MMSCFD dan meningkat menjadi 1.080 MMSCFD setelah revitalisasi pabrik Pusri IIB beroperasi pada tahun 2014. Alokasi pasokan gas bumi untuk revitalisasi pabrik urea yang sudah tersedia pada saat ini adalah untuk pabrik Kaltim-5 sebesar 80 MMSCFD. Alokasi ini jauh lebih rendah dari kebutuhan, sehingga kekurangan gas bumi tersebut akan diganti dengan menggunakan batubara untuk pembangkit energi/boiler. Sedangkan alokasipasokan gas bumi untuk revitalisasi 3 pabrik lagi belum ada kepastian sampai saat ini. Kebutuhan gas bumi tersebut dengan mempertimbangkan bahwa pabrik tua tidak lagi memperoleh alokasi pasokan gas bumi, sehingga pabrik dimatikan.

Selain itu, kegiatan ini juga merupakan sarana fasilitasi dan koordinasi antara produsen pupuk nasional dan pemilik bahan baku diluar negeri dalam rangka pengadaan bahan baku pabrik pupuk NPK, terutama KCl dan phosphate (phosphoric acid, DAP dan atau rock phosphate) sehingga terjamin keberlanjutannya. Pada tahun 2013 melalui beberapa rapat kordinasi disepakati akan dibangun pabrik pupuk NPK dengan kapasitas 100.000 ton/tahun di Aceh dengan pertimbangan pabrik ini akan memasok kebutuhan NPK untuk wilayah Sumatera yang selama ini dipasok dari PT. Petrokimia Gresik. Akan tetapi hal ini perlu dibahas lebih lanjut mengingat pemenuhan kebutuhan urea sebagai bahan baku pupuk NPK tidak dapat disupply oleh PT. Pupuk Iskandar Muda (keterbatasan pasokan gas bumi untuk PT. Pupuk Iskandar Muda). Adapun perkembangan kegiatan pengamanan pasokan bahan baku untuk industri pupuk untuk tahun 2018 adalah sebagai berikut:

(30)

 Sudah ada Nota Kesepahaman terkait dengan perpanjangan PJBG antara PKC dengan Pertamina EP untuk periode pasokan 2018-2022.

 Menteri Perindustrian telah menyampaikan surat kepada Menteri ESDM perihal usulan harga gas bumi sebagai bahan baku dan energi bagi industri.

 SKK Migas sudah menginstruksikan pengaliran gas dari wilayah kerja offshore North West Jawa

d. Melakukan Bimbingan Teksnis kepada Perusahaan industri obat, kosmetik dan obat tradisional dan sertifikasi CPOTB, CPOB dan CPKB Mengingat pentingnya penerapan standar mutu pada industri obat, kosmetik dan obat tradisional, Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi memfasilitasi industri tersebut untuk dapat menerapkan CPOB, CPOTB dan CPKB secara terus menerus kepada 100 unit usaha obat tradisional. Sertifikasi yang juga diakui oleh dunia internasional ini juga terus menerus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Bimtek ini dilaksanakan untuk menyiapkan industri obat tradisional dalam proses pemenuhan persyaratan sertifikasi CPOTB.

e. Pengembangan Sektor Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam

1. Pengembangan industri semen di Timika, Papua

Lokasi pabrik semen nasional terkonsentrasi di wilayah Barat Indonesia (Sumatera dan Jawa) sebesar 90% dari kapasitas produksi nasional dan sisanya di wilayah Timur Indonesia (Sulawesi, NTT, dan Papua Barat). Kebutuhan semen untuk wilayah Timur Indonesia saat ini dipasok dari Tonasa, Makasar, Gresik, Jakarta dan Papua Barat. Besarnya biaya transportasi menyebabkan harga semen di Papua menjadi sangat mahal.

(31)

Papua dan Papua Barat memiliki potensi bahan baku semen yang besar, selain itu pasar di daerah ini akan berkembang sejalan dengan program pembangunan infrastruktur di Papua seperti jalan trans Papua dan pembangunan industri petrokimia serta produk turunannya. Saat ini terdapat 1 (satu) pabrik semen terintegrasi di Manokwari, Papua Barat sedangkan di Papua belum ada pabrik semen. Mengingat luas daerah yang cukup besar dan potensi pasar dimasa depan maka pendirian pabrik penggilingan semen di Timika, Papua perlu didorong agar investor dapat membangun industri semen di daerah tersebut. Peluang untuk membangun pabrik semen maupun unit pendukungnya sangat potensial baik dari skala teknis maupun ekonomis. Dit, ISKBGNL telah menyusun kajian kelayakan pembangunan pabik semen di Timika, Papua. Hasil dari kajian tersebut adalah pabrik semen di Timika tidak terkendala bahan baku serta secara keekonomian akan menguntungkan untuk pasar Timika dan sekitarnya. Namun, terkendala pembebasan/ penggunaan lahan adat. Oleh karena itu, sejauh ini hasil kajian merekomendasikan agar pabrik semen di Timika didirikan setelah mendapat kepastian pembebasan lahan.

2. Pengembangan industry calcined dolomite

Indonesia memiliki potensi cadangan dolomite yang cukup besar, yaitu sebesar 1,6 Milyar Ton yang tersebar di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Jawa Tengah. Sejauh ini dolomite local mayoritas hanya digunakan untuk industry pupuk dan industry besi/baja. Padahal dolomite memiliki potensi peningkatan nilai tambah dari dolomite yang bernilai USD 4 per Ton menjadi calcined dolomite yang bernilai USD 225 per Ton, bahkan hingga menjadi magnesium alloy yang bernilai USD 5500 per Ton. Berdasarkan kondisi tersebut, Dit. ISKBGNL berupaya mengembangkan calcined dolomite agar hilirisasi bahan galian nonlogam lainnya dapat

(32)

dimulai bertahap untuk selanjutnya menuju substitusi bahan baku impor.

3. Pengembangan industry soda ash

Soda ash merupakan bahan baku penting pada industry kaca dan keramik, yaitu sebagai katalis peleburan adonan kaca/keramik. Saat ini Indonesia belum bisa memproduksi soda ash sehingga harus diimpor dari Amerika Serikat, China, dan Turki (negara asal impor terbesar). Mengingat kebutuhan soda ash di Indonesia sangat besar, yaitu lebih dari 300 Ribu Ton dengan harga sekitar USD 240 per Ton. Indonesia memiliki potensi bahan baku untuk memproduksi soda ash, yaitu limestone (batu gamping) dan ammonia. Oleh karena itu, Dit. ISKBGNL menyusun Detail Engineering Design industry soda ash sebagai bahan promosi investasi.

4. Pengembangan pasir kuarsa sebagai pengganti pasir Ottawa

Pasir Ottawa yang diimpor dari Kanada digunakan untuk pengujian kualitas semen. Saat ini kebutuhan pasir Ottawa untuk pengujian semen adalah sebanyak 150 Ton per Tahun. Namun, pasir Ottawa merupakan salah satu produk yang terdampak pembatasan kuota ekspor oleh Negara eksportirnya (Kanada). Oleh karena itu, mengingat saat ini Indonesia sedang gencar meningkatkan pembangunan insfrastruktur sehingga terjadi peningkatan kapasitas industry semen sebanyak 107,9 Juta Ton, maka kebutuhan pasir Ottawa untuk pengujian semen local tidak dapat dipenuhi. Oleh karena itu, Dit. ISKBGNL mengembangkan substitusi pasir Ottawa melalui pengolahan pasir Sidrap

f. Fasilitasi Penyelesaian Permasalahan pada industri

Dalam rangka mengatasi permasalahan yang dihadapi industri di sektor IKFT maka dilakukan berbagai upaya untuk membantu meringkankan beban industri. Beberapa kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan antara lain :

(33)

1. Mengembalikan desain kapasitas Pabrik Aromatis PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) Tuban agar memproduksi BTX (Benzene Toluene Xylene) sebagai bahan baku obat dan farmasi, deterjen, serat ban, tekstil dan bahan kimia khusus lainnya (FOAM untuk furnitur, plastik).

2. Fasilitasi penyelesaian permasalahan untuk industri Kimia Hilir, meliputi:

 Peningkatan kapasitas perusahaan pelayaran internasional untuk mengatasi terkait ketepatan waktu pengiriman barang karena kurangnya armada pelayaran

 Membuka akses hambatan non tarif di negara tujuan ekspor  Insentif BMDTP untuk industri ban dan bahan baku kimia

pembersih

3. Fasilitasi penyelesaian permasalahan untuk industri Kimia Hulu, meliputi:

 Restrukturisasi mesin/peralatan terutama pada industri alas kaki melalui insentif Pemerintah dengan memberikan potongan harga 10%

 Pembebasan PPN bahan baku lokal untuk keperluan ekspor langsung diberikan tanpa mekanisme restitusi

 Percepatan proses impor bahan baku, bahan penolong dan sampel produk di semua instansi terkait, terutama untuk perusahaan yang berorientasi ekspor

 Pengembangan industri kain mesh/bahan sepatu olahraga di dalam negeri

(34)

Tabel. 3.4

Sasaran II : Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri

No. Strategis (SS) Sasaran Indikator Kinerja Utama (IKU) Satuan Target Realisasi

Perspektif Pemangku Kepentingan

2. Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri

1. Kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil terhadap ekspor nasional

Persen 23,20 19,56

2. Produktivitas dan kemampuan SDM industri kimia, farmasi, dan tekstil

Rp. Juta 219,00 250,9 Peningkatan penguasaan pasar di dalam dan luar negeri dapat dilihat dari indikator berupa kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil terhadap industri nasional yang hingga 19,56 persen. Terbukanya keran impor dengan adanya kerjasama dengan negara ASEAN, sedikit banyak menjadi ancaman bagi industri dalam negeri.

Kinerja Ekspor di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil bervariasi dengan sebagian besar mengalami tren peningkatan dari bulan Januari hingga bulan September 2019. Hanya Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisonal serta Industri Karet, barang Karet dan Plastik yang mengalami tren menurun.

Sementara itu produktivitas tenaga kerja Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Rp. 250,9 juta didapatkan dari nilai tambah dibandingkan oleh pekerja di bidang Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil hingga Triwulan III tahun 2019. Data yang disajikan masih merupakan prognosa dari tenaga ahli Ditjen IKFT. Untuk mengupayakan tercapainya sasaran tersebut, Ditjen IKFT melakukan upaya sebagai berikut:

(35)

a. Pemberlakuan SNI Wajib serta perumusan RSNI

Seiring dengan perkembangan jaman dan liberalisasi perdagangan seperti tantangan Masyarakat Ekonomi Asean, maka peta perdagangan tekstil dan aneka sebagai salah satu komoditas di bawah binaan Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil semakin terbuka luas dengan tingkat persaingan yang semakin ketat. Negara-negara maju akan berusaha memproteksi diri melalui penerapan-penerapan Non-Tariff Barrier (isu sosial, ingkungan, dumping, tenaga kerja, dll). Pemerintah terus berupaya sekuat tenaga dalam rangka menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Dalam rangka pengamanan industri domestik terhadap masuknya produk impor, maka diperlukan SNI sebagai non tarif barier dalam rangka perlindungan konsumen, produk dan industrinya sendiri. Sebelum terbentuknya SNI, perlu dilakukan Rancangan SNI (RSNI). Tujuan standardisasi adalah meningkatkan kepastian dan efisiensi transaksi perdagangan, memberikan acuan bagi pelaku usaha dan membentuk persaingan pasar yang transparan, melindungi kepentingan konsumen dalam aspek kesehatan, keselamatan dan keamanan masyarakat, dan perlindungan kelestarian fungsi lingkungan serta meningkatkan efisiensi pasar dalam kelancaran perdagangan internasional.

Pada tahun 2019 ditargetkan 34 (tiga puluh empat) RRegulasi SNI/ SNI Wajib yang disusun oleh Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil pada Tahun 2019. Hingga Triwulan III tahun 2019 beberapa penyusunan RRegulasi SNI/ SNI Wajib telah mencapai tahap konsensus dan akan dilanjutkan ke BSN untuk ditetapkan, sementara saat ini sudah terdapat 29 RSNI/SNI Wajib yang telah disusun oleh Ditjen IKFT yang meliputi :

1. RSNI – Sajadah 2. RSNI – Mukena

(36)

4. RSNI – Analisis kimia kuantitatif Bagian 4 5. RSNI – Analisis kimia kuantitatif Bagian 7 6. RSNI – Analisis kimia kuantitatif Bagian 11

7. RSNI – Cara uji amina aromatik tertentu turunan dari zat warna azo Bagian 1

8. RSNI – Cara uji amina aromatik tertentu turunan dari zat warna azo Bagian 3

9. RSNI – Ukuran Rok Wanita 10. RSNI – Ukuran Gaun Wanita

11. RSNI – Penentuan Ukuran Pakaian Bagian 1 : Definisi Antropometrik untuk Pengukuran Tubuh

12. RSNI – Penentuan Ukuran Pakaian Bagian 2 : Indikator Dimensi Primer dan Sekunder

13. RSNI – Personal Protective Equipment – Safety Footwear 14. RSNI – Uji Kualitas Kekuatan Sandal

15. RSNI – Syarat Mutu dan Metode Uji – Flat Shoes

16. RSNI – Istilah dan Definisi Kulit dan Cara Pengolahannya 17. RSNI – Sampo

18. RSNI – Pasta gigi

19. RSNI – Sabun cuci batangan

20. RSNI – Cat dan pernis – Perlindungan struktur baja dari korosi dengan sistem cat protektif - Bagian 5: Sistem cat protektif

21. RSNI – Sistem Pengecatan Ulang Kendaraan Bagian 4: Base Coat 22. RSNI – Cat dan pernis - Perlindungan struktur baja dari korosi

dengan sistem cat protektif - Bagian 6 : Metode pengujian secara laboratorium

23. RSNI – Cat dasar dan cat akhir berbahan resin alkid sebagai pelindung baja dari korosi

24. RSNI - Mortar siap pakai bagian 1 25. RSNI - Semen Masonry

(37)

28. RSNI - Vial Gelas Obat Suntik

29. RSNI - Kaca Pengaman Lokomotif Kereta Api b. Peningkatan SDM Industri

Ditjen IKFT berperan aktif dan ikut serta melaksanakan Pembinaan dan Pengembangan SMK Berbasis Kompetensi yang Link and Match Dengan Industri berkoordinasi dengan Badan Pengembangan SDM Industri di Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Kegiatan vokasi di Ditjen IKFT ini merupakan kegaitan pendukung program BSDMI Kemenperin yang menjadi Prioritas Nasional, maka dalam pelaksanaannya terdapat kendala dalam pengganggaran di beberapa Direktorat, karena anggaran untuk kegiatan lain menjadi berkurang, dan diperlukan sumber daya serta pengalihan kepada kegiatan ini.

Selain itu, dalam rangka peningkatan SDM Industri di sektor IKFT, Dit. Industri Tekstil, kulit, dan Alas Kaki menargetkan pada tahun 2019 akan dilaksanakan Diklat sebanyak 1.000 orang hingga Tw III telah dilakukan diklat untuk 1.425 orang peserta. Sementara di Dit. Industri Kimia Hilir dan Farmasi ditargetkan pada tahun 2019 akan melatih sebanyak 880 orang hingga saat ini telah melakukan Diklat sebanyak 36 angkatan atau 720 orang peserta.

c. Penyusunan Regulasi Pendukung Kebijakan

Dalam pelaksanaan kegiatan di Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil dibutuhkan kebijakan atau peraturan yaang medukung kegiatan tersebut. Saat ini telah ditetapkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014, dalam pelaksanaannya diperlukan peraturan turunan dari Undang-undang tersebut, maka ditargetkan 2 (dua) peraturan pendukung yang disusun oleh Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil pada Tahun 2019. Namun sampai dengan akhir triwulan III Tahun 2019 ini masih dalam tahap penyusunan maka

(38)

d. Penyusunan RSKKNI SDM Industri

Perubahan dunia kerja yang terjadi dalam era perdagangan bebas, akan berpengaruh terhadap kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat industri. Kualitas tenaga kerja yang dimaksud adalah memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan industri, yaitu memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan standar kompetensi kerja yang dipersyaratan serta senantiasa berupaya untuk mengembangkan kompetensinya sesuai perkembangan teknologi untuk memperoleh peningkatan produktivitasnya. Dalam kondisi yang demikian hanya tenaga kerja yang berkualitas yang mampu bersaing dalam menghadapi setiap sendi kehidupan. Salah satu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui standardisasi dan sertifikasi kompetensi. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah uraian kemampuan yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja minimal yang harus dimilki seseorang untuk menduduki jabatan tertentu yang berlaku secara Nasional.

Pada tahun 2019 ditargetkan 4 (empat) RSKKNI yang disusun oleh Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil pada Tahun 2019. Pada Tw III tahun 2019 penyusunan RSKKNI terkendala penganggaran bahkan ada direktorat teknis yang tidak menganggarkan RSKKNI karena telah dilimpahkan ke BPSDMI Kementerian Perindustrian.

3.3. Hambatan dan Kendala Pelaksanaan

Kendala yang dihadapi Ditjen IKFT dalam pelaksanaan program dan kegiatan pada Triwulan III ini antara lain masih terdapat beberapa anggaran yang masih terblokir sebanyak 13,82% dari total pagu anggaran Ditjen IKFT. Besarnya blokir dikarenakan adanya anggaran yang termasuk tagging pendidikan sehingga perlu adanya pembahasan secara khusus antara Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian PPN/Bappenas. Selain itu hambatan yang dihadapi sehingga terdapat

(39)

 Peraturan perundangan yang diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT dalam bentuk PP/Perpres/Permen masih belum tercapai hal ini dikarenakan masih dalam proses koordinasi dengan stakeholder terkait ditagetkan akan selesai pada triwulan IV Tahun 2019.

 Infrastruktur kompetensi yang terbentuk terkait tersusunnya RSKKNI juga belum tercapai, hal ini dikarenakan penyusunan RSKKNI terkendala penganggaran bahkan ada direktorat teknis yang tidak menganggarkan RSKKNI karena telah dilimpahkan ke BPSDMI Kementerian Perindustrian. Selain itu, penyusunan RSKKNI memerlukan proses yang panjang serta melibatkan stakeholder terkait lainnya.

 Infrastruktur standar produk yang terbentuk terkait tersusunya RSNI / SNI Wajib juga belum tercapau, hal ini dikarenakan masih dalam proses Rapat Pembahasan yang melibatkan stakeholder terkait lainnya. Setelah dilakukan Rapat Pembahasan langkah selanjutnya akan dilakukan Verifikasi secara Internal dan Eksternal dan ditargetkan Rapat Konvensi akan terlaksana pada Triwulan IV Tahun 2019.

 Kegiatan Pilot Project Industri 4.0 Sektor Tekstil dan Busana baru dapat dibuka blokir anggarannya pada pertengahan Bulan Mei 2019 sehingga sampai dengan Triwulan III kegiatan yang baru dilaksanakan adalah seleksi peserta Lighthouse Project, persiapan platform ISTIH, dan penyusunan draft Roadmap MI4.0

 Anggaran untuk Kegiatan serta Perumusan RSKKNI juga baru dibuka blokir anggarannya pada pertengan Mei 2019 sehingga kegiatan pembentukan tim perumus dan pelaksanaan perumusan RSKKNI Alas Kaki juga baru dapat direalisasi pada Triwulan III dan IV 2019.

 Pada Direktorat ISKBGNL terdapat perubahan judul RSNI Semen serta beberapa kajian pihak ke-3 yang belum selesai dilaksanakan.

(40)

3.4. Langkah Tindak Lanjut

Langkah tindak lanjut yang dilakukan untuk mengatasi hambatan adalah dengan melakukan hal – hal sebagai berikut:

1. Berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Anggaran dalam hal pembukaan blokir anggaran.

2. Melaksanakan kegiatan lainnya yang belum dilakukan dengan persiapan dan perencanaan yang baik sehingga menghasilkan dampak yang optimal.

3. Percepatan pelaksanaan kegiatan sehingga indikator yang belum tercapai dapat segera dicapai, utamanya terkait Peraturan perundangan yang diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT; Infrastruktur kompetensi yang terbentuk; dan Infrastruktur standar produk yang terbentuk.

4. Pengawalan dan pemantauan pelaksanaan Making Industry 4.0 Sektor Tekstil dan Busana

5. Penyusunan tim perumus RSKKNI dan pelaksanaan rapat pembahasan RSKKNI Alas Kaki

6. Pelaksanaan pameran ITKAK di Plaza Industri

7. Koordinasi internal untuk optimalisasi realisasi anggaran dan kegiatan hinggaa akhir tahun 2019.

(41)

BAB IV P E N U T U P

Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Triwulan III Tahun 2019 dengan realisasi anggaran kegiatan sebesar 48,30 persen.

Diharapkan kendala yang terjadi pada triwulan III Tahun 2019 dapat dilakukan perbaikan pada triwulan berikutnya. Untuk mencapai sasaran yang lebih tinggi pada triwulan selanjutnya, akan diupayakan langkah-langkah lebih strategis dan meningkatkan kerjasama dengan semua pihak terkait.

Demikian laporan ini disusun untuk dijadikan bahan evaluasi bagi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan dan pencapaian keluaran serta bahan pertimbangan bagi pelaksanaan realisasi anggaran untuk triwulan selanjutnya.

(42)

--- II ---

LAMPIRAN

(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi bisnis-bisnis Event Organizer atau Party Planner, khususnya Party Planner STCB dan karena hasil akhir penelitian

Setelah guru Bimbingan dan Konseling mengetahui permasalahan yang dialami oleh peserta didiknya guru Bimbingan dan Konseling mengambil tindakan dalam membantu

Accordingly, a multi- institutional initiative called 'Map the Neighbourhood in Uttarakhand' (MANU) was conceptualised with the main objective of collecting

 Hukum pertambangan adalah keseluruhan kaidah yang mengatur kewenangan Negara dalam pengelolaan bahan galian (tambang) dan mengatur hubungan hukum antara dengan Negara

Tujuan perancangan ini adalah mendesain eksterior mobil Suzuki Grand Vitara dengan kesan maskulin yang sesuai dengan keinginan konsumen pada styling mobil Suzuki

kapasitas pejabat berwenang di tingkat lokal yang bertanggung jawab terhadap kegiatan ini. Sebagaimana yang tercermin dalam tulisan Wollenberg dkk. bagaimanapun juga, rencana

Tetapi upaya pendekatan tersebut akan lebih efektif jika dapat dilakukan melalui pelanggan yang telah melakukan pembelian dan merasa puas dengan pelayanan yang

Pendidikan Nama Institusi Pendidikan Jurusan Predikat Kelulusan s/d (SMA/SMK/MA) s/d (D1/D2/D3) s/d S1...