♂e ><
♀e
U1 U2 U3 U4 Total fo fh fo fh fo fh fo fh fo fh♂
41 40,0396 2704 48 40,9393 9 43 49,037296 0373 61 62,9836 83 193 193♀
48 48,9603 7296 43 50,0606 1 66 59,962703 9627 79 77,0163 17 236 236 Total 89 89 91 91 109 109 140 140 429 429 X 2= 0,023035085 + 1,217707777 + 0,743290236 + 0,062476471 + 0,019214921 + 1,159353804 + 0,552256719 + 0,051093046 = 3,828428059χ2 hitung (
3,828428059) <χ2
tabel 5 % (3,841459149), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F1 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogater strain♂e x
♀e.
2.
Persilangan ♂e x ♀e (P2)
♂e ><
♀e
U1 U2 U3 U4 Total fo fh fo fh fo fh fo fh fo fh♂
47 49,92576 33 28,7860262 16 15,29258 7 8,995633 103 103♀
64 61,07424 31 35,2139738 18 18,70742 13 11,00437 126 126 Total 111 111 64 64 34 34 20 20 229 229X 2 = 0,182129182 + 0,538108339 + 0,031277691 + 0,568935867 + 0,133751118 + 0,572825006 + 0,027802392 + 0,306349161
= 2.361178756
χ2 hitung (
2,361178756) <χ2
tabel 5 % (3,841459149), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F2 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogater strain♂e x
♀e.
3.
Persilangan ♂e x ♀e (P3)
♂e
><♀e
U1 U2 U3 U4 Total fo fh fo fh fo fh fo fh fo fh♂
41 38,0373444 18 18,377593361 21 17,52282 23 29,0622406639 103 103♀
48 50,9626556 25 24,622406639 20 23,47718 45 38,9377593361 138 138 Total 89 89 43 43 41 41 68 68 241 241 X 2 = 0,214081175 + 0,007920930306 + 0,575751464 + 1,59785921 + 0,2307570983 + 0,0077581838 + 0,6900019947 + 1,264556279 = 4,588686335χ2 hitung (
4,588686335) >χ2 tabel 5 % (
3,841459149), H0 ditolak berarti adaperbedaan rasio F3 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogater
strain ♂e x
♀e.
4.
Persilangan ♂e x ♀e (P4)
♂e >< ♀e
U1 Totalfo fh fo fh
♂
9 9 9 9♀
18 18 18 18Total 27 27 27 27
X 2 = 0
χ2 hitung (
0) <χ2 tabel 5 % (
3,841459149), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F3 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogaterstrain ♂e x ♀e.
5.
Persilangan ♂e x ♀e (P5)
♂e >< ♀e
U1 Totalfo fh fo fh
♂
10 10 10 10♀
14 14 14 14Total 24 24 24 24
X 2 = 0
χ2 hitung (
0) <χ2 tabel 5 % (
3,841459149), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F3 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogaterstrain ♂e x ♀e.
BAB VI PEMBAHASAN
Nisbah kelamin adalah jumlah individu-individu jantan dibagi dengan jumlah individu-individu betina dalam suatu spesies yang sama (Herskowitz, 1965). Kromosom kelamin pada lalat buah (Drosophila melanogaster) diketahui memiliki ti pe XX (betina) dan XY (jantan). Tipe kromosom XX
–
XY ini kebanyakan juga diketahui pada hewan tingkat tinggi termasuk manusia (Corebima, 2013). Hal ini juga jelaskan oleh oleh (Maxon et al , 1985), bahwa Penentuan jenis kelamin XY, individu betina akan memproduksi sel telur yang membawa kromosom X dan individu jantan memproduksi dua macam gamet (X dan Y) dalam jumlah yang kurang lebih sama.Konsekuensi dari hukum segregasi Mendel dan adanya fertilisasi acak pada pasangan kromosom XY, maka jenis kelamin yang akan terjadi yaitu dengan perbandingan 1 : 1 antara individu jantan dan individu betina.Menurut Corebima (2013), individu betina Drosophila melanogaster mempunyai dua kromosom kelamin X yang identik (XX), sedangkan individu jantan mempunyai kromosom kelamin XY. Dari hal tersebut diketahui bahwa individu betina Drosophila melanogaster mewarisi satu kromosom kelamin X dari induk jantan, dan satu kromosom kelamin X lainnya dari induk betina, sedangkan individu jantan mewarisi satu kromosom kelamin X dari induk betina, dan satu kromosom kelamin Y dari induk jantan.
Sedangkan, dari dua kromosom kelamin X pada individu betina (XX) satu kromosom diwariskan kepada keturunan betina, dan yang lainnya diwariskan pada keturunan jantan, sedangkan pada kromosom kelamin XY pada individu jantan, kromosom X diwariskan pada keturunan betina, dan kromosom Y diwariskan pada keturunan jantan. Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa suatu sifat yang dikendalikan oleh faktor yang terletak pada kromosom kelamin X akan mengalami suatu pewarisan menyilang (crisscross inheritance). Dari hal tersebut, ekspresi kelamin pada Drosophila melanogaster ditentukan gen pada kromosom kelamin Y, dan karena individu jantan menghasilkan gamet-gamet pembawa kromosom kelamin X dan pembawa kromosom kelamin Y dalam jumlah yang hampir sama, maka atas dasar hukum pemisahan Mendel kedua serta Crisscross inheritance, kelamin seharusnya memperlihatkan proporsi rasio 1:1.
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan rekonstruksi kromosom dan uji Chi-square (X2) didapatkan hasil bahwa pada persilangan antara Drosophila melanogaster
strain ♂w >< ♀w pada keturunan pertama (F1) dari persilangan strain
♂w x ♀w menunjukkan nilai χ2 hitung (
12,14404094) lebih besar dari χ2 tabel 5 %
(3,841459149), kemudian pada keturunan kedua (F2) daripersilangan strain ♂w x ♀w
menunjukkan nilai χ2 hitung (
11,58711447) lebih besar dari χ2 tabel 5 %
(3,841459149), dan pada keturunan ketiga (F3) dari persilangan strain ♂w x ♀w
menunjukkan nilai χ2 hitung (
9,49682471) lebih besar dari χ2 tabel 5 % (
3,841459149). Dari ketiga hasil perhitungan tersebut H0 ditolak berarti terjadi penyimpangan rasio nisbah kelamin normal yaitu 1 : 1 pada generasi F1, F2, dan F3. Sedangkan padaketurunan keempat (F4) dari persilangan strain ♂w x ♀w menunjukkan nilai χ2 hitung
(1,1311427134) lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (
3,841459149) dan pada keturunan kelima(F5) dari persilangan strain ♂w x ♀w menunjukkan nilai χ2 hitung (
0) lebih kecil dariχ2 tabel 5 % (
3,841459149). Dari kedua hasil perhitungan tersebut H0 diterima berarti tidak terjadi penyimpangan rasio nisbah kelamin normal yaitu 1 : 1 pada generasi F4 dan F5.Untuk persilangan ♂e >< ♀e pada keturunan pertama (F1) menunjukkan nilai
χ2 hitung (
3,828428059) lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (
3,841459149), kemudian pada keturunan kedua (F2) menunjukkan nilai χ2 hitung (
2,361178756) lebih kecil dari χ2
tabel 5 % (3,841459149). Dari kedua hasil perhitungan tersebut H0 diterima berarti tidak terjadi penyimpangan rasio nisbah kelamin normal yaitu 1 : 1 pada generasi F1 dan F2. Pada keturunan ketiga (F3) menunjukkan nilai χ2 hitung (
4,588686335) lebihkecil dari χ2 tabel 5 % (
3,841459149). Dari perhitungan ini menunjukkan bahwa H0 ditolak berarti terjadi penyimpangan rasio nisbah kelamin normal yaitu 1 : 1 pada generasi F3. Kemudian pada keturunan keempat (F4) menunjukkan nilai χ2 hitung (
0)lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (
3,841459149), kemudian pada keturunan kelima (F5)menunjukkan nilai χ2 hitung (
0) lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (
3,841459149). Dari kedua hasil perhitungan tersebut H0 diterima berarti tidak terjadi penyimpangan rasio nisbah kelamin normal yaitu 1 : 1 pada generasi F4 dan F5.Hasil perhitungan Chi Square (χ2), pada semua fenotip dari persilangan homogami
(♂w >< ♀w) dan (♂e ><♀e) tidak semuanya menunjukkan hasil lebih kecil dari nilai
Chi tabel (0.05), db (2-1). Dari hasil tersebut tidak s esuai dengan penjelasan Maxon, et al ., (1985), yang menyatakan bahwa dasar hukum pemisahan mendel kedua kromosom kelamin seharusnya memperlihatkan proporsi 1:1. Penyimpangan nisbah kelamin padaDrosophila dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Munurut Farida (1996), ada beberapa faktor yang mempengaruhi nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster,
antara lain adalah sebagai berikut: a. Pautan Gen Resesif Letal
Adanya pautan gen resesif letal dapat menyebabkan kematian jantan hemozigot. Hal tersebut mengakibatkan tidak seimbangnya antara jumlah jantan dan betina (Maxon, 1985 dalam Farida, 1995).Jika satu dari kromosom X membawa gen letal 1, maka jantan yang menerima kromosom X tersebut akan mati sebelum dewasa (kromosom Y tidak membawa alela normal 1). Akan tetapi, betina heterozigot yang membawa gen letal dengan jantan normal, akan memperoleh keturunan jantan : betina sama dengan 1 : 2. Pada kasus yang lain, pautan gen letal berpengaruh terhadap viabilitas betina. Kehadiran gen letal pada kromosom X menyebabkan . bagian keturunan jantan akan mati pada waktu embrio. Kromosom X yang
mengandung gen mutan yang jadi letal diberi symbol X’ (Yatim, 1996).
b. ViabilitasJantan dari beberapa spesies memiliki jumlah kematian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan betina pada semua umur (Maxon, 1985). Hal ini dinyatakan lebih lanjut oleh Williamson dan Poulson dalam Strickberger (1985) bahwa kematian zigot
jantan dapat disebabkan oleh kehadiran “
helical mycroplasma” yang
bersifat dapat menginfeksi materi genetik asam nukleat strain-strain pada Drosophila. Gardner (1984) menjelaskan bahwa viabilitas adalah “
Degree of capability to live and develop normally”
(kemampuan untuk hidup dan berkembang secara normal). Lebih lanjut dijelaskan bahwa viabilitas makhluk hidup dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam hal ini adalah sifat genetik yang dimiliki makhluk hidup tersebut, sedangkan faktor eksternal dapat meliputi suhu, cahaya, kelembaban, nutrisi, ruang gerak, dan faktor–
faktor lain. c. Gen Transformer (tra)Sturtevant dalam King (1962), melaporkan penemuannya tentang gen resesif transformer (tra). Burn (1989) menyatakan bahwa bila alela resesif tra tersebut dalam keadaan homozigot akan mengubah normal diploid betina (AAXX) menjadi jantan steril. Herskowitz (1965) menyatakan bahwa homozigot tra selalu membentuk individu jantan tanpa memperhatikan nomor kromosom X (tratra bersifat epistasis dan gen kelamin dalam kromosom X bersifat hipostasis). Gen
kehadiran dari gen tra ini dianggap dapat mengubah nisbah kelamin (Rothwell, 1983). Sebagai contohnya, sebuah laboratorium yang menyilangkan D. melanogaster kemudian diperoleh keturunan 75% jantan dan 25% betina (3 : 1), padahal nisbah kelamin yang normal yaitu mendekati 50% jantan dan 50% betina
(1:1) (Herkowitz, 1965).
d. Karakteristik Fisik Spermatozoa yang Mengandung Kromosom X Dan Y Berbeda
Spermatozoa Y dapat bergerak cepat, bila sampai pada sel telur pertama kali maka kemungkinan keturunan jantan akan lebih besar dibanding keturunan betinanya. (Maxon,1985).
e. Umur Jantan
Fowler (1973) dalam Nurjanah (1998) menyatakan bahwa individu jantan yang belum pernah kawin, jumlah spermanya akan bertambah seiring umur jantan. Pada
umur jantan muda cenderung menurunkan gamet X. Hal ini berarti perbedaan umur juga dapat menyebabkan perbedaan rasio kelamin.
f. Suhu
Suatu proses kehidupan selalu dibatasi oleh suhu. Suhu seringkali memiliki efek yang serius terhadap hibrid disgenesis. Suhu dinyatakan memiliki pengaruh yang efektif terhadap sterilitas baik semua atau sebagian selama periode pertumbuhan individu hibrid. Suhu tinggi cenderung akan meningkatkan ekspresi sterilitas, sedangkan suhu rendah cenderung menghambat ekspresi beberapa sifat disgenik (Farida, 1995). Hibrid disgenesis diartikan sebagai suatu sindrom yang berhubungan dengan sifat-sifat genetis yang terjadi secara spontan sebagai akibat
saling berinteraksinya beberapa strain yang disilangkan. Strickberger (1985) menyatakan bahwa beberapa kasus yang mungkin berhubungan dengan suhu terjadi pad Drosophila melanogaster , dimana pada suhu tinggi atau rendah terlihat hasil yang mengejutkan yaitu adanya peningkatan frekuensi gen resesif letal. Semakin meningkatnya gen resesif letal ini, maka diramalkan akan makin besar pula penyimpangan nisbah kelamin yang terjadi pada Drosophila melanogaster .
Sehubungan dengan suhu, dalam Dobzhansky (1958) menyebutkan bahwa Drosophila melanogaster interseks yang masih dalam pertumbuhan, jika diberi
suhu yang relatif tinggi, maka Drosophila melanogaster intraseks tersebut berubah menjadi betina. Sebaliknya pada suhu rendah menjadi individu jantan.