BAB I BAB I
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
A.
A. Latar BelakangLatar Belakang
Salah satu ciri makhluk hidup adalah mampu untuk mempertahankan diri Salah satu ciri makhluk hidup adalah mampu untuk mempertahankan diri dan bereproduksi baik secara aseksual maupun seksual. Tujuan dari reproduksi ini dan bereproduksi baik secara aseksual maupun seksual. Tujuan dari reproduksi ini adalah untuk melestarikan jenisnya.
adalah untuk melestarikan jenisnya. Drosophila Drosophila melanogaster melanogaster salah satu anggota salah satu anggota dari kelas insekta yang baik digunakan sebagai obyek penelitian, karena siklus dari kelas insekta yang baik digunakan sebagai obyek penelitian, karena siklus hidupnya relatif cepat serta mudah untuk diamati.
hidupnya relatif cepat serta mudah untuk diamati. Drosophila Drosophila melanogaster melanogaster termasuk salah satu jenis insecta yang berkembang biak dengan cara seksual. termasuk salah satu jenis insecta yang berkembang biak dengan cara seksual. Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster ini mudah dipelihara dalam jumlah ini mudah dipelihara dalam jumlah banyak dan larvanyabanyak dan larvanya mempunyai kelenjar ludah kromosom raksasa yang telah banyak digunakan secara mempunyai kelenjar ludah kromosom raksasa yang telah banyak digunakan secara ekstensif dalam penelitian genetika (Farida, 1998). Pada beberapa kelompok ekstensif dalam penelitian genetika (Farida, 1998). Pada beberapa kelompok dijumpai cara penentuan jenis kelamin yang tidak sama. Tipe penentuan jenis dijumpai cara penentuan jenis kelamin yang tidak sama. Tipe penentuan jenis kelamin pada
kelamin pada Drosophila melanogaster Drosophila melanogaster adalah tipe XY.adalah tipe XY. Drosophila melanogaster Drosophila melanogaster betina mempunyai kromosom XX dan YY un
betina mempunyai kromosom XX dan YY untuktuk Drosophila Drosophila jantan. Hal ini sesuai jantan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suryo (1992) menyatakan bahwa pada unmumnya
dengan pernyataan Suryo (1992) menyatakan bahwa pada unmumnya Drosophila Drosophila melanogaster
melanogaster XX adalah betina dan ZY adalah jantan. Menurut Stansfield (1983) XX adalah betina dan ZY adalah jantan. Menurut Stansfield (1983) menyatakan bahwa individu jantan memproduksi dua macam gamet (X danY) menyatakan bahwa individu jantan memproduksi dua macam gamet (X danY) hingga disebut heterogamik. Individu betina hanya memproduksi satu macam hingga disebut heterogamik. Individu betina hanya memproduksi satu macam gamet yaitu X sehingga dise
gamet yaitu X sehingga disebut homogamik. Stansfield (1983) menyatakan bahwabut homogamik. Stansfield (1983) menyatakan bahwa penetuan jenis k
penetuan jenis kelamin dengan metodelamin dengan metode XY ini e XY ini akan menghasikan akan menghasikan nisbah kelamin 1nisbah kelamin 1 : 1 untuk tiap generasi.
: 1 untuk tiap generasi.
Menurut Gardner (1984), berdasarkan penyelidikan yang telah dilakukan Menurut Gardner (1984), berdasarkan penyelidikan yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa sebenarnya faktor penentu jantan terdapat dalam autosom. memperlihatkan bahwa sebenarnya faktor penentu jantan terdapat dalam autosom. Bridges membuktikan bahwa lebih dari sebuah gen dalam kromosom X Bridges membuktikan bahwa lebih dari sebuah gen dalam kromosom X mempengaruhi sifat betina sedang gen yang memepengaruhi sifat jantan tersebar mempengaruhi sifat betina sedang gen yang memepengaruhi sifat jantan tersebar luas dalam autosom dan tidak ditemukan pada kromosom Y. Farida (1998), luas dalam autosom dan tidak ditemukan pada kromosom Y. Farida (1998), menyebutkan bahwa autosom-autosom menetukan jenis kelamin jantan dan menyebutkan bahwa autosom-autosom menetukan jenis kelamin jantan dan kromosom-kromosom X menentukan jenis kelamin betina sedangkan kromosom Y kromosom-kromosom X menentukan jenis kelamin betina sedangkan kromosom Y dapat diabaikan. Nisbah kelamin adalah jumlah individu-individu jantan dibagi dapat diabaikan. Nisbah kelamin adalah jumlah individu-individu jantan dibagi
dengan jumlah individu-individu betina dalam suatu spesies yang sama (Farida, dengan jumlah individu-individu betina dalam suatu spesies yang sama (Farida, 1996). Untuk hewan dengan mekanisme penentuan kelamin XY, individu betina 1996). Untuk hewan dengan mekanisme penentuan kelamin XY, individu betina akan memproduksi telur yang membawa kromosom X dan individu jantan akan akan memproduksi telur yang membawa kromosom X dan individu jantan akan memproduksi dua macam gamet (X dan Y) dalam jumlah yang kurang lebih sama memproduksi dua macam gamet (X dan Y) dalam jumlah yang kurang lebih sama (Rothwell, 1983).
(Rothwell, 1983).
Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster betina mempunyai kromosom XX dan XY betina mempunyai kromosom XX dan XY untukuntuk Drosophila
Drosophila jantan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suryo (1992) bahwa pada jantan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suryo (1992) bahwa pada umumnya
umumnya Drosophila Drosophila melanogaster melanogaster XX adalah betina dan XY adalah jantan. XX adalah betina dan XY adalah jantan. Menurut Stansfield (1983) menyatakan bahwa faktor-faktor untuk si
Menurut Stansfield (1983) menyatakan bahwa faktor-faktor untuk si fat jantan yangfat jantan yang
terdapat dalam semua autosom “diimbangi” dengan faktor
terdapat dalam semua autosom “diimbangi” dengan faktor
-faktor untuk sifat betina-faktor untuk sifat betina yang terdapat dalam kromosom X. Sehingga menurut Brigde (1963), menyatakan yang terdapat dalam kromosom X. Sehingga menurut Brigde (1963), menyatakan bahwa perimbangan genetik dijadikan landasan ubahwa perimbangan genetik dijadikan landasan untuk menentukan jenis kelamin.ntuk menentukan jenis kelamin. Pada
Pada Drosophila melanogaster Drosophila melanogaster sering terjadi penyimpangan nisbah (tidak sering terjadi penyimpangan nisbah (tidak 1:1). Hal demikian ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu 1:1). Hal demikian ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu viabilitas, pautan gen resesif letal, karakteristik fisik dari spermatozoa, keberadaan viabilitas, pautan gen resesif letal, karakteristik fisik dari spermatozoa, keberadaan dari gen tra (transformer),
dari gen tra (transformer), suhu, segregation distortion, umur jantan, faktor genetik,suhu, segregation distortion, umur jantan, faktor genetik, dan peristiwa non disjunction. Selain faktor yang telah disebutkan, dan peristiwa non disjunction. Selain faktor yang telah disebutkan, faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan kelamin antara lain faktor lain yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan kelamin antara lain adalah faktor lingkungan misalnya kurang sterilnya wadah dan medium yang adalah faktor lingkungan misalnya kurang sterilnya wadah dan medium yang digunakan untuk mengembagbiakkan
digunakan untuk mengembagbiakkan Drosophila melanogaster Drosophila melanogaster sehingga terdapat sehingga terdapat insekta lain seperti kutu dan semut yang dapat mengacaukan rasio kelamin yang insekta lain seperti kutu dan semut yang dapat mengacaukan rasio kelamin yang muncul.
muncul.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, peneliti melakukan suatu Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, peneliti melakukan suatu penelitian untu
penelitian untuk mengk mengetahui pengetahui pengaruh materi aruh materi genetik dan genetik dan perubahan perubahan materi genetikmateri genetik dalam penentuan ekspresi kelamin pada lalat buah (
dalam penentuan ekspresi kelamin pada lalat buah ( Drosophila Drosophila melanogaster melanogaster ).). Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui rasio kelamin atau Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui rasio kelamin atau kecenderungan munculnya kelamin jantan dan kelamin betina pada tiap generasi kecenderungan munculnya kelamin jantan dan kelamin betina pada tiap generasi dari persilangan strain
dari persilangan strain
♂w >< ♀w dan strain e♂ ><
♂w >< ♀w dan strain e♂ ><
ee♀.
♀.
Oleh karena itu, dalamOleh karena itu, dalampenelitian
penelitian ini
ini kami
kami mengangka
mengangkat
t judul
judul ““
Fenomena Nisbah Kelamin atauFenomena Nisbah Kelamin atau Kecenderungan Munculnya Kelamin Jantan dan Betina padaKecenderungan Munculnya Kelamin Jantan dan Betina pada
Drosophila
Drosophila
melanogaster
melanogaster
Persilangan Homogami Strain white ( Persilangan Homogami Strain white (♂
♂
w ><w ><♀
♀
w) dan Strainw) dan Strain ebony (B.
B. Rumusan MasalahRumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka didapatkan Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka didapatkan rumusan masalah pada penelitian ini antara lain:
rumusan masalah pada penelitian ini antara lain: a.
a. Apakah yang dimaksud dengan nisbah kelamin?Apakah yang dimaksud dengan nisbah kelamin? b.
b. Apakah terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelaminApakah terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1:1 pada kecenderungan munculnya normal dengan perbandingan 1:1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan kelamin jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan homogami
homogami Drosophila melanogaster Drosophila melanogaster strain strain
♂
♂
w ><w ><♀
♀
w?w? c.c. Apakah terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelaminApakah terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1:1 pada kecenderungan munculnya normal dengan perbandingan 1:1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan kelamin jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan homogami
homogami Drosophila melanogaster Drosophila melanogaster strain strain
♂
♂
e ><e ><♀
♀
e?e?C.
C. TujuanTujuan a.
a. Untuk mengetahui apakah yang diamksud dengan nisbah kelamin.Untuk mengetahui apakah yang diamksud dengan nisbah kelamin. b.
b. Untuk mengetahui apakah terjadi penyimpangan nisbah kelamin dariUntuk mengetahui apakah terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1:1 pada rasio nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1:1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada setiap kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan homogami
generasi pada persilangan homogami Drosophila Drosophila melanogaster melanogaster strain strain
♂
♂
w ><w ><♀
♀
ww c.c. Untuk mengetahui apakah terjadi penyimpangan nisbah kelamin dariUntuk mengetahui apakah terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1:1 pada rasio nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1:1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada setiap kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan homogami
generasi pada persilangan homogami Drosophila Drosophila melanogaster melanogaster strain strain
♂
♂
e ><e ><♀
♀
eeD.
D. ManfaatManfaat
Manfaat atau kegunaan pada penelitian ini tidak hanya diperoleh bagi Manfaat atau kegunaan pada penelitian ini tidak hanya diperoleh bagi peneliti saja melainkan untuk masyarakat luas, antara lain adalah:
1.
1. Bagi PenelitiBagi Peneliti a.
a. Dapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan yang lebihDapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan yang lebih mendalam tentang ilmu genetika bagian dasar
mendalam tentang ilmu genetika bagian dasar b.
b. Dapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan tentang lalatDapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan tentang lalat buah (
buah ( Drosophila melanogaster Drosophila melanogaster ) khususnya strain) khususnya strain ww dan dan ee c.
c. Dapat mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu genetikaDapat mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu genetika yang diperoleh pada saat teori dengan menerapkannya pada yang diperoleh pada saat teori dengan menerapkannya pada proyek genetika
proyek genetika d.
d. Dapat mengetahui nisbah kelamin yang terjadi pada persilanganDapat mengetahui nisbah kelamin yang terjadi pada persilangan Drosophila melano
Drosophila melanogaster gaster strain strain
♂
♂
w ><w ><♀
♀
w dan strainw dan strain♂
♂
e ><e ><♀
♀
ee e.e. Memberikan wawasan baru mengenai rasio fenotip kelamin dariMemberikan wawasan baru mengenai rasio fenotip kelamin dari generasi ke generasi (F1,
generasi ke generasi (F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7) persilanganF2, F3, F4, F5, F6, dan F7) persilangan Drosophila melano
Drosophila melanogaster gaster strain strain
♂
♂
w ><w ><♀
♀
w dan strainw dan strain♂
♂
e ><e ><♀
♀
ee2.
2. Bagi Mahasiswa BiologiBagi Mahasiswa Biologi a.
a. Memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan baru mengenai nisbahMemberikan wawasan dan ilmu pengetahuan baru mengenai nisbah kelamin dan rasio fenotip kelamin dari generasi ke generasi
kelamin dan rasio fenotip kelamin dari generasi ke generasi b.
b. Memberikan ilmu pengetahuan tentang nisbah kelamin yang terjadiMemberikan ilmu pengetahuan tentang nisbah kelamin yang terjadi pada
pada Drosophila Drosophila melanogaster melanogaster pada persilangan yang homogami pada persilangan yang homogami (w
(w
♂ >< w♀) dan homogami (e♂ >< e♀)
♂ >< w♀) dan homogami (e♂ >< e♀)
c.c. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya tentang nisbahMenjadi referensi bagi penelitian selanjutnya tentang nisbah kelamin dan rasio fenotip kelamin dari generasi ke generasi pada kelamin dan rasio fenotip kelamin dari generasi ke generasi pada Drosophila
Drosophila melanogaster melanogaster pada persilangan yang homogami (w pada persilangan yang homogami (w
♂ ><
♂ ><
w♀ dan e♂ >< e♀)
w♀ dan e♂ >< e♀)
3.
3. Bagi MasyarakatBagi Masyarakat a.
a. Dapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan bagiDapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi masyarakat tentang karakteristik dari lalat buah (
masyarakat tentang karakteristik dari lalat buah ( Drosophila Drosophila melanogaster
b. Dapat memberikan informasi mengenai fenomena nisbah kelamin dan memberikan informasi mengenai rasio fenotip kelamin dari generasi ke generasi pada Drosophila melanogaster
c. Dapat memberikan informasi mengenai perawatan dan pengembangan serta siklus hidup dari lalat buah ( Drosophila
melanogaster )
E. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Pada penelitian ini terdapat ruang lingkup dan batasan masalah untuk membatasi bahasan dari penelitian supaya lebih terfokus dan tidak melebar antara lain sebagai berikut:
a. Pada penelitian ini menggunakan lalat buah pada spesies yang sama yaitu Drosophila melanogaster
b. Pada penelitian ini menggunakan dua strain yang berbeda antara lain strain w (white) dan strain e (ebony)
c. Pada penelitian ini hanya membahas tentang fenomena nisbah kelamin yang terjadi pada persilangan homogami strain w
♂ ><
w♀ dan strain e♂ >< e♀
d. Pada penelitian ini pengamatan dan perhitungan fenotip dibatasi pada hasil anakan F1, F2, F3, F4, F5, dan F7 dari persilangan
strain w
♂ >< w♀ dan strain e♂ >< e♀
e. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengamatan pada penelitian ini adalah pengamatan fenotip meliputi warna tubuh, keadaan sayap, faset mata namun lebih ditekankan pada jenis kelamin pada hasil anakan F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7
f. Masing-masing persilangan dilakukan sebanyak empat kali ulangan
g. Pengambilan data berupa perhitungan fenotip (F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7) dari persilangan strain w
♂ >< w♀ dan strain e♂
>< e♀ dimulai dari hari ke
-1 sampai hari ke-7h. Pembahasan pada penelitian lebih ditekankan pada fenomena terjadinya nisbah kelamin dari rasio fenotip dari generasi ke generasi (F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7)
F. Asumsi Penelitian
Ada beberapa hal yang pada penelitian ini yang diasumsikan sama antara lain adalah:
a. Kondisi dan keadaan medium dan nutrisi yang digunakan pada penelitian dianggap sama pada setiap ulangan
b. Botol dan penutup gabus yang digunakan baik ukuran, jumlah, dan jenis serta tingkat kesterilan dianggap sama pada setiap ulangan
c. Faktor-faktor eksternal seperti cahaya, suhu, kelembaban, dan pH dalam botol dianggap sama pada setiap ulangan
d. Umur dari lalat buah ( Drosophila melanogaster ) yang digunakan untuk penelitian terutama untuk penyilangan dianggap sama pada setiap
ulangan
G. Definisi Operasional
1. Nisbah kelamin adalah jumlah individu-individu jantan dibagi dengan jumlah individu
–
individu betina dalam suatu spesies yang sama(Herskowitz, 1973).
2. Strain adalah sekelompok intraspesifik yang memiliki hanya satu atau sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya dalam keadaan homozigot untuk ciri-ciri tersebut atau galur murni (Corebima, 2003). Strain yang digunakan dalam proyek ini adalah strain w dan e.
3. Homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) identik (Corebima, 2013).
4. Heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) tidak identik (Corebima, 2013).
5. Fenotip merupakan karakter-karakter yang dapat diamati pada suatu individu (yang merupakan interaksi antara genotip dan lingkungan tempat hidup dan berkembang) (Corebima (2013).
6. Genotip adalah keseluruhan jumlah informasi genetik yang terkandung pada suatu makhluk hidup ataupun konstitusi genetik dari suatu makhluk hidup dalam hubungannya dengan satu atau beberapa lokus gen yang sedang menjadi perhatian (Corebima (2013).
BAB II KAJIAN TEORI
A. Klasifikasi Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster atau di Indonesia lebih sering disebut dengan lalat buah ini banyak sekali ditemukan. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang ada di Indonesia yang sangat mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan dari Drosophila melanogaster . Menurut Strickberger (1985), Drosophila melanogaster memiliki klasifikasi sebagai berikut.
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Subfilum : Mandibulata Kelas : Insecta Subkelas : Pterygota Ordo : Diptera Sub ordo : Cyclorrapha Famili : Drosophilidae Genus : Drosophila Sub Genus : Sophophora
Spesies : Drosophila melanogaster B. Karakteristik
Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster memiliki ciri-ciri umum antara lain mata yang berwarna merah, tepi sayap yang teratur disertai dengan pola sayap yang seragam, bristle yang agak panjang dan halus, serta warna tubuh cokelat kekuning-kuningan (Stine, 1993). Bristle adalah modifikasi dari rambut Drosophila melanogaster yang pendek dan dilengkapi oleh sensor dan perangkap mangsa. Selain itu, dikenal pula istilah halter pada Drosophila melanogaster . Halter merupakan sayap belakang yang menyusut menjadi struktur seperti kenop dan berfungsi sebagai alat keseimbangan (Borror 1998: 619). Pada Drosophila melanogaster jantan mahupun betina dewasa yang telah matang dapat dilihat perbedaannya
walaupun dengan kasat mata. Perbedaan tersebut diantaranya sebagai berikut :
1. Drosophila melanogaster betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar bila dibandingkan dengan Drosophila melanogaster jantan.
2. Bagian abdomen (perut) Drosophila melanogaster betina terdapat garis-garis hitam yang tebal pada bagian dorsal hingga ujung abdomen. Bagian abdomen Drosophila melanogaster jantan juga terdapat pola garis hitam yang tebal di sepanjang abdomen bagian dorsal, akan tetapi garis hitam di bagian ujung abdomennya berfusi.
3. Bagian ujung abdomen Drosophila melanogaster betina lancip, kecuali ketika sedang dipenuhi telur-telur, sedangkan ujung abdomen Drosophila melanogaster jantan membulat dan tumpul.
4. Khusus Drosophila melanogaster jantan terdapat karakter khusus berupa sex comb yaitu kira-kira 10 bulu berwarna gelap yang terletak di tarsal pertama pada kaki depannya. Sex comb adalah ciri utama Drosophila melanogaster jantan. Sex comb dapat dipakai untuk mengidentifikasi jenis kelamin lalat buah pada dua jam pertama setelah lalat tersebut menetas, ketika bentuk dan pigmentasi lalat tersebut belum berkembang sempurna (Jones & Rickards. 1991: 51).
Gambar 2.1 D. melanogaster Jantan (kiri), Betina (kanan) Sumber: Aini, 2008.
C. Karakteristik
Drosophila melanogaster
strain w (white)Drosophila melanogaster strain w (white) menurut King (1965) memiliki ciri warna faset mata putih dan halus, tubuh berwarna kuning kecoklatan, memiliki sayap yang menutupi tubuh secara sempurna
(menutupi bagian posterior), testes pada imago dewasa tidak berwarna (colourless), tubulus malpighi pada larva berwarna putih. Sifat ini dikendalikan oleh gen yang terletak pada kromosom nomor 1 pada lokus 1.5 (Corebima, 2013).
D. Karakteristik
Drosophila melanogaster
strain e (ebony)Drosophila melanogaster strain ebony (e), memiliki ciri antara lain, warna faset mata merah dan halus, tubuh berwarna hitam dan memiliki sayap yang menutupi tubuh secara sempurna (sampai ke bagian posterior). Sifat ini dikendalikan oleh gen yang terletak pada kromosom no 3 pada lokus 64 (Corebima, 2013).
E. Ekspresi Fenotip Kelamin
Makhluk hidup di bumi sangat beraneka ragam, pada beberapa kelompok hewan dijumpai cara penentuan jenis kelamin yang tidak sama. Beberapa tipe penentuan jenis kelamin yang dikenal ialah ti pe XY, ZO, XO, dan ZW (Suryo, 1992). Tipe penentuan jenis kelamin pada Drosophila melanogaster adalah tipe XY. Suryo (1992) menambahkan bahwa inti tubuh Drosophila melanogaster memiliki 8 buah kromosom yang dibedakan atas:
a. 6 buah kromosom (3 pasang) yang pada lalat betina maupun jantan bentuknya sama. Karena itu kromosom-kromosom ini disebut autosom
(kromosom tubuh), disingkat dengan huruf A.
b. 2 buah kromosom (1 pasang) disebut kromosom kelamin (kromosom seks), sebab bentuknya ada yang berbeda pada lalat betina dan jantan (Suryo, 1992). Pada Drosophila melanogaster maka tipe penentuan jenis kelaminnya adalah XY. Pada kromosom kelamin individu betina adalah sejenis (artinya kedua-duanya berupa kromosom X) maka lalat betina dikatakan homogametic, sedangkan lalat jantan heterogametic, sebab dua buah kromosom kelamin yang dimilikinya satu sama lain berbeda (yang satu kromosom X dan yang lain kromosom Y). Berikut merupakan gambar model XY pada penentuan jenis kelamin Drosophila melanogaster :
XX XY
Gamet: X XY
F1: 1XY 1XY
Betina jantan
Metode XY pada Penentuan Jenis Kelamin (Stansfield, 1983).
Menurut CB Bridges dalam Gardner (1991) dijelaskan bahwa mekanisme penentuan jenis kelamin pada Drosophila melanogaster lebih tepat didasarkan atas teori perimbangan genetik. Teori tersebut menyatakan bahwa untuk menentukan jenis kelamin digunakan indeks kelamin yaitu banyaknya kromosom X dibagi banyaknya autosom (X/A). Teori tersebut menyatakan bahwa untuk menentukan jenis kelamin digunakan indeks kelamin yaitu banyaknya kromosom X dibagi banyaknya autosom (X/A). Perimbangan dari dua kromosom X dengan dua pasang autosom akan menghasilkan betina sedangkan perimbangan satu kromosom X dengan dua pasang autosom menentukan jantan. Sedangkan menurut Stansfield (1983), penentuan jenis kelamin ini disebutkan sebagai genic balance.
Tabel Indeks Kelamin (X/A) pada Drosophila melanogaster guna menentukan jenis kelamin menurut Suryo (1998).
Susunan Kromosom Indeks Kelamin X/A Kelamin
AAXXX 3/2 = 1,50 Betina super
AAAXXXX 4/3 = 1,33 Betina super
AAXX 2/2 = 1,0 Betina
AAAAXXXX 4/4 = 1,0 Betina tetraploid
AAAXXX 3/3 = 1,0 Betina triploid
AAAAXXX 3/4 = 0,75 Interseks
AAAXX 2/3 = 0,67 Interseks
AAXY 1/2 = 0,50 Jantan
AAAXY 1/3 = 0,33 Jantan super
Menurut Corebima (2013), dalam penentuan jenis kelamin (ekspresi kelamin), yang menetukan jenis kelamin adalah gen. Lebih lanjut, Corebima (2013) menyatakan bahwa gen yang bertanggung jawab atas penentuan jenis kelamin makhluk hidup tidak hanya satu pasang, tetapi banyak pasangan gen. Gen
–
gen tersebut terletak pada kromosom kelamin maupun autosom. Dalam keadaan normal, Drosophila melanogaster betina membentuk satu macam sel telur saja yang bersifat haploid (3AX). Drosophila melanogaster jantan membentuk 2 macam spermatozoa yang haploid, ada spermatozoa yang membawa kromosm X (3 AX) dan ada yang membawa kromosom Y (3AY). Apabila sel telur itu dibuahi spermatozoa yang membawa kromosom X, terjadilah Drosophila melanogaster betina diploid (3AAXX). Tetapi bila sel telur itu dibuahi oleh spermatozoa yang membawa kromosom Y, terjadilah Drosophila melanogaster (jantan) yang diploid (3AAXY). Kadang–
kadang pada saat meiosis selama pembentukan sel–
sel kelamin, sepasang kromosom kelamin itu tidak memisahkan dirimelainkan tetap berkumpul. Peristiwa ini disebut “non disjunction”. Jika
sampai terjadi non disjunction selama oogenesis maka akan terbentuk dua macam sel telur yaitu sel telur dengan dua kromosom X (3AXX) dan sel telur tanpa kromosom X (3AO).Rincian gambaran jika sel telur hasil “non disjunction” dibuahi oleh
spermatozoa normal akan dikemukakan lebih lanjut seperti pernyataan Gardner (1991) dan Strickberger (1985).a. Apabila sel telur dengan dua kromosom X dibuahi oleh spermatozoa X, maka akan dihasilkan Drosophila melanogaster betina super (3AAXXX) yang memiliki 3 kromosom X. Drosophila melanogaster ini tak lama hidupnya karena mengalami kelainan dan kemunduran pada beberapa alat tubuhnya (selalu mati)
b. Apabila sel telur dengan dua kromosom X dibuahi oleh spermatozoa yang membawa kromosom Y akan dihasilkan Drosophila melanogaster
betina yang mempunyai kromosom Y (3AAXXYY) Drosophila ini fertil.
c. Apabila sel telur yang tidak mempunyai kromosom X dibuahi oleh sperma yang membawa kromosom X, maka akan dihasilkan Drosophila melanogaster jantan (3AAXO) yang steril.
d. Apabila sel telur yang tidak memiliki kromosom X dibuahi oleh sperma yang membawa kromosom Y, maka tidak akan dihasilkan keturunan, sebab lethal (3AAYO)
F. Nisbah Kelamin
Pada Drosophila melanogaster terdapat berbagai fenomena yang terkait dengan persilangan sesama strain, salah satunya adalah terjadinya nisbah kelamin. Nisbah kelamin adalah jumlah individu
–
individu jantan dibagi dengan jumlah individu-individu betina dalam suatu spesies yang sama (Farida, 1995). Drosophila melanogaster memiliki mekanisme penentuan jenis kelamin XY. Pada hewan dengan mekanisme penentuan kelamin XY, individu betina akan memproduksi telur yang membawa kromosom X dan individu jantan akan memproduksi dua macam gamet (X dan Y) dalam jumlah yang kurang lebih sama (Farida, 1996). Gardner (1991) dan Maxon (1985) dalam Farida (1996) mengemukakan bahwa konsekuensi dari hukum segregasi/pemisahan Mendel dan adanya fertili sasi secara acak pada pasangan kromosom XY, jenis kelamin diramalkan akan terjadi dengan nisbah 1:1. Stansfield (1983) menyatakan bahwa penentuan kelamin dengan metode XY akan menghasilkan nisbah kelamin 1 : 1 untuk tiap generasi.Pada Drosophila melanogaster sering ditemui adanya penyimpangan nisbah kelamin (tidak memiliki rasio 1:1). Hadirnya gen letal pada kromosom X juga akan mempengaruhi jenis kelamin, yaitu dari persilangan antara betina (heterozigot) yang membawa gen letal dengan jantan normal diperoleh keturunan jantan : betina sama dengan 1:2 (Strickberger, 1985). Selain itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu alel resesif autosom yang disebut transformer (tra). Dari persilangan antara betina karier resesif tra (tratraXX) dengan jantan homozigot resesif tra
(tratra XY), pada keturunan akan diperoleh nisbah jantan : betina yang tidak normal, yaitu 3:1. (Rothwell, 1983).
G. Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Nisbah Kelamin
Drosophila melanogaster
Penyimpangan nisbah kelamin pada Drosophila dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Munurut Farida (1996), ada beberapa faktor yang mempengaruhi nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Pautan Gen Resesif Letal
Adanya pautan gen resesif letal dapat menyebabkan kematian jantan hemozigot. Hal tersebut mengakibatkan tidak seimbangnya antara jumlah jantan dan betina (Maxon, 1985 dalam Farida, 1995).Jika satu dari kromosom X membawa gen letal 1, maka jantan yang menerima kromosom X tersebut akan mati sebelum dewasa (kromosom Y tidak membawa alela normal 1). Akan tetapi, betina heterozigot yang membawa gen letal dengan jantan normal, akan memperoleh keturunan jantan : betina sama dengan 1 : 2. Pada kasus yang lain, pautan gen letal berpengaruh terhadap viabilitas betina. Kehadiran gen letal pada kromosom X menyebabkan . bagian keturunan jantan akan mati pada waktu embrio. Kromosom X yang mengandung gen mutan yang jadi
letal diberi symbol X’ (Yatim, 1996).
b. Viabilitas
Jantan dari beberapa spesies memiliki jumlah kematian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan betina pada semua umur (Maxon, 1985). Hal ini dinyatakan lebih lanjut oleh Williamson dan Poulson dalam Strickberger (1985) bahwa kematian zigot jantan dapat disebabkan oleh
kehadiran “
helical mycroplasma” yang bersifat dapat menginfeksi
materi genetik asam nukleat strain-strain pada Drosophila. Gardner(1984) menjelaskan bahwa viabilitas adalah “
Degree of capability to live and develop normally” (kemampuan untuk hidup dan berkembang
secara normal). Lebih lanjut dijelaskan bahwa viabilitas makhluk hidupdipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam hal ini adalah sifat genetik yang dimiliki makhluk hidup tersebut, sedangkan faktor eksternal dapat meliputi suhu, cahaya, kelembaban, nutrisi, ruang gerak, dan faktor
–
faktor lain.c. Gen Transformer (tra)
Sturtevant dalam King (1962), melaporkan penemuannya tentang gen resesif transformer (tra). Burn (1989) menyatakan bahwa bila alela resesif tra tersebut dalam keadaan homozigot akan mengubah normal diploid betina (AAXX) menjadi jantan steril. Herskowitz (1965) menyatakan bahwa homozigot tra selalu membentuk individu jantan tanpa memperhatikan nomor kromosom X (tratra bersifat epistasis dan gen kelamin dalam kromosom X bersifat hipostasis). Gen resesif tra terletak pada kromosom nomor 3 Drosophila (Stansfield, 1983). Dan kehadiran dari gen tra ini dianggap dapat mengubah nisbah kelamin (Rothwell, 1983). Sebagai contohnya, sebuah laboratorium yang menyilangkan D. melanogaster kemudian diperoleh keturunan 75% jantan dan 25% betina (3 : 1), padahal nisbah kelamin yang normal yaitu
mendekati 50% jantan dan 50% betina (1:1) (Herkowitz, 1965).
d. Karakteristik Fisik Spermatozoa yang Mengandung Kromosom X Dan Y Berbeda
Spermatozoa Y dapat bergerak cepat, bila sampai pada sel telur pertama kali maka kemungkinan keturunan jantan akan lebih besar dibanding keturunan betinanya. (Maxon,1985).
e. Umur Jantan
Fowler (1973) dalam Nurjanah (1998) menyatakan bahwa individu jantan yang belum pernah kawin, jumlah spermanya akan bertambah seiring umur jantan. Pada umur jantan muda cenderung menurunkan gamet X. Hal ini berarti perbedaan umur juga dapat menyebabkan perbedaan rasio kelamin.
f. Suhu
Suatu proses kehidupan selalu dibatasi oleh suhu. Suhu seringkali memiliki efek yang serius terhadap hibrid disgenesis. Suhu dinyatakan
memiliki pengaruh yang efektif terhadap sterilitas baik semua atau sebagian selama periode pertumbuhan individu hibrid. Suhu tinggi cenderung akan meningkatkan ekspresi sterilitas, sedangkan suhu rendah cenderung menghambat ekspresi beberapa sifat disgenik (Farida, 1995). Hibrid disgenesis diartikan sebagai suatu sindrom yang berhubungan dengan sifat-sifat genetis yang terjadi secara spontan sebagai akibat saling berinteraksinya beberapa strain yang disilangkan. Strickberger (1985) menyatakan bahwa beberapa kasus yang mungkin berhubungan dengan suhu terjadi pad Drosophila melanogaster , dimana pada suhu tinggi atau rendah terlihat hasil yang mengejutkan yaitu adanya peningkatan frekuensi gen resesif letal. Semakin meningkatnya gen resesif letal ini, maka diramalkan akan makin besar pula penyimpangan nisbah kelamin yang terjadi pada Drosophila melanogaster . Sehubungan dengan suhu, dalam Dobzhansky (1958) menyebutkan bahwa Drosophila melanogaster interseks yang masih dalam pertumbuhan, jika diberi suhu yang relatif tinggi, maka Drosophila melanogaster intraseks tersebut berubah menjadi betina.
Sebaliknya pada suhu rendah menjadi individu jantan. g.
Kejadian “ Segregation Distortion”
Curtsinger dan Feldman dalam Strickberger (1985) dalam Farida (1995) menyataka
n bahwa adanya peristiwa “segregation distortion” atau
“
meiotic drive” (adanya gangguan pada pemisahan gamet saat
gametogenesis) menyebabkan individu jantan D. melanogaster akan memproduksi lebih banyak gamet yang membawa kromosom X. Gardner (1991) menyebutkan bahwa “
Segregation Distortion” ini
disebabkan oleh adanya urutan DNA yang dapat bergerak dan menyelinap diantara urutan DNA yang ada atau disebut sebagai“
Transposable Element” atau transposon.
h. Faktor Genetik
Menurut Corebima (2013), penentuan jenis kelamin ditentukan oleh gen. Gen yang bertanggung jawab dalam penentuan jenis kelamin makhluk hidup salah satunya Drosophila melanogaster tidak hanya satu
pasang, tetapi banyak pasang yang terletak pada kromosom kelamin maupun autosom.
H. Kerangka Konseptual
Gen memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik atau sifat makhluk hidup.
Drosophila melanogaster merupakan salah satu makhluk hidup yang ekspresi fenotipnya dikendalikan oleh gen.
Gen memiliki peranan penting salah satunya adalah untuk menentukan jenis kelamin (ekspresi fenotip kelamin).
Gen yang bertanggung jawab atas penentuan jenis kelamin makhluk hidup tidak hanya satu pasang, tetapi banyak pasangan gen.
Mekanisme penentuan jenis kelamin pada Drosophila melanogaster lebih tepat didasarkan atas teori perimbangan genetik.
Teori tersebut menyatakan bahwa untuk menentukan jenis kelamin digunakan indeks kelamin yaitu banyaknya kromosom X dibagi
banyaknya autosom (X/A).
Perimbangan dari dua kromosom X dengan dua
pasang autosom akan berkembang menjadi betina.
Perimbangan satu kromosom X dengan dua pasang autosom menentukan jantan.
Persilangan Drosophila melanogaster strain ♂w x ♀w dan
♂e
x♀
e.Pengamatan dan perhitungan jumlah fenotip pada hasil anakan strain ♂w x ♀w (F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7) dan strain
♂e
x♀
e (F1, F2, F3, F4, F5,F6, F7).
Analisis data menggunakan rekonstruksi kromosom dan analisis statistika uji Chi Square (X2).
Pembahasan
Kesimpulan
Nisbah kelamin dari setiap strain tidak menyimpang dari rasio nisbah kelamin
normal yaitu 1 : 1
Nisbah kelamin dari setiap strain menyimpang dari rasio nisbah kelamin
I. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka didapatkan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan homogami Drosophila melanogaster strain ♂w x ♀w.
2. Tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari rasio nisbah kelamin normal dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan munculnya kelamin jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan homogami pada Drosophila melanogaster strain ♂e x♀e.
BAB IV
MATODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yang dilakukan dengan melakukan pengamatan dan perhitungan fenotip F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7 terhadap jumlah anakan keturunan 1 sampai keturunan ke 7(F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7) pada anakan Drosophila melanogaster yang dihasilkan dari persilangan ♂w x ♀w dan ♂e x ♀e.
Data yang diperoleh dianalisis dengan rekonstruksi kromosom kelamin dan diuji dengan uji statistik Chi Squre Test. Berdasarkan Supangat (2007), maksud dan tujuan dengan menggunakan model Uji Chi Square
adalah membandingkan antara fakta yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dan fakta yang didasarkan secara teoritis (rasio jantan dan betina yang diamati sesuai dengan rasio jantan dan betina yang
diharapkan).
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian proyek dimulai pada tanggal 22 Februari 2017, di gedung O5 Ruang 310 Laboratorium Genetika, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang. C. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan adalah seluruh populasi Drosophila
melanogaster dengan sampel Drosophila melanogaster strain w dan e yang disediakan oleh laboratorium.
D. Alat dan Bahan Alat:
Mikroskop stereo Botol selai bekas Kompor gas Spons Kain kasa Gunting Selang Plastik
Kertas label Cotton bud Pisau Blender Timbangan Panci Pengaduk Sendok Bak plastik Spidol Kertas label Kuas Kertas pupasi Bahan: Drosophila melanogaster strain w dan e Pisang rajamala Tape singkong Gula merah Air Fermipan
E. Prosedur Kerja
a. Cara membuat medium
1. Ditimbang bahan berupa pisang, tape singkong, dan gula merah dengan perbandingan 7:2:1, diantaranya 700 gram pisang, 200 gram tape, dan 100 gram gula merah).
2. Dikupas pisang rajamala dari kulitnya, lalu dipotong-potong menjadi bagian yang kecil.
3. Dipotong-potong gula merah menjadi bagian-bagian yang kecil. 4. Dibersihkan tape singkong dari serat-seratnya.
5. Dimasukkan pisang rajamala dan tape singkong ke dalam blender, kemudia ditambahkan air secukupnya sampai halus. Sementara itu, gula merah yang telah dipotong-potong dipanaskan dengan air sampai larut.
6. Dimasukkan pisang dan tape yang telah halus ke dalam panci serta ditambahkan dengan gula merah yang telah larut dan ditambahkan air secukupnya.
7. Dimasak selama 45 menit.
8. Setelah 45 menit, dimasukkan ke dalam botol selai bekas yang telah dibersihkan dan difiksasi, segera ditutup dengan spons.
9. Medium didinginkan.
10. Dimasukkan 3 butir fermipan ke dalam medium
11. Dimasukkan kertas pupasi ke dalam botol selai bekas yang telah berisi medium. b. Prosedur Praktikum
1. Proses pengamatan fenotip strain w dan e pada Drosophila melanogaster
a. Diambil satu ekor Drosophila melanogaster dari botol stok yang telah disediakan oleh laboratorium, dengan menggunakan selang yang telah dibuat sedemikian rupa dan dimasukkannya ke dalam plastik.
b. Diamati fenotip Drosophila melanogaster dengan menggunakan mikroskop stereo. Pengamatan meliputi warna mata, warna tubuh, dan keadaan sayap. 2. Proses peremajaan pada Drosophila melanogaster
a. Disiapkan botol selai bekas yang telah diisi medium dan siap untuk dipakai. b. Dimasukkan kertas pupasi dan tiga butir fermipan ke dalam medium.
c. Dimasukkan minimal tiga pasang Drosophila melanogaster, baik dari strain w maupun e dengan botol yang berbeda.
d. Ditandai menggunakan kertas label pada botol peremajaan sesuai dengan strain dan tanggal peremajaan.
e. Dilakukan peremajaan secara berkala untuk menyediakan stok selama proyek dilakukan.
3. Proses pengampulan
a. Diambil beberapa pupa yang sudah berwarna hitam pada botol stok, pupa tersebut diambil dengan kuas atau cotton bud kemudian diisolasi pada selang ampul yang bagian tengahnya sudah diberi potongan pisang. Di mana pada masing-masing sisi selang ampul berisi satu pupa saja. Lalu ditutup menggunakan spons.
b. Ditunggu sampai pupa menetas menjadi imago lalu disilangkan sesuai persilangan yang ditentukan. Usia imago yang dapat disilangkan maksimal berumur tiga hari.
4. Persiapan persilangan
a. Disiapkan botol selai bekas sebanyak pasangan lalat yang akan disilangkan, kemudian diisi dengan medium.
b. Dimasukkan sepasang lalat dari strain yang sama dari selang ampul ke dalam botol selasi yang berisi medium (usia lalat yang digunakan untuk persilangan maksimal tiga hari dihitung setelah hari pertama menetas), kemudian diberi label sesuai jenis persilangan, ulangan, dan tanggal persilangan. Persilangan yang induknya berasal dari ampulan stok disebut induk pertama atau P1.
c. Setelah dua hari persilangan, induk jantan P1 dilepas.
d. Ditunggu hingga muncul larva atau pupa. Setelah muncul larva atau pupa, induk betina P1 dipindahkan ke mediumm yang baru (disebut pindahan I). Pemindahan
induk betina dilakukan minimal sampai pindahan II.
e. Setelah larva atau pupa tadi berubah menjadi pupa berwarna hitam, kemudian beberapa pupa hitam dari P1 tersebut diampul untuk dijadikan induk persilangan
selanjutnya (dijadikan induk P2).
f. Diamati fenotip yang muncul dan dihitung jumlah jantan dan betina yang menetas, termasuk yang menetas di selang ampul sesuai jenis persilangan dan ulangan asalnya (anakan lalat yang menetas ini disebut generasi F1). Penghitungan ini dilakukan selama 7 hari.
g. Prosedur persilangan di atas dilakukan sampai generasi F7 dengan menyesuaikan generasi yang akan dijadikan induk pada persilangan selanjutnya. Misalnya
untuk persilangan menuju generasi F3, maka induk P3 diambil dari ampulan generasi F2.
BAB V
DATA DAN ANALISIS DATA
A. Data
1. Pengamatan Fenotip P1
Aspek Karakteristik
Warna mata Putih
Warna tubuh Kuning kecoklatan
Faset mata Halus
Keadaan Sayap Menutupi tubuh secara sempurna (sampai menutupi bagian posterior)
Mutasi Kromosom nomor 1 lokus 1.5
Gambar
Betina white
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Tabel 5.2 Karakteristik Fenotip Strain e (ebony)
Aspek Karakteristik
Warna mata Merah
Warna tubuh Hitam
Faset mata Halus
Keadaan Sayap Menutupi tubuh secara sempurna (sampai menutupi bagian posterior)
Mutasi Kromosom nomor 3 pada lokus 64
Gambar
Jantan ebony
2. Penghitungan Jumlah F dari Setiap Generasi
a. Data Pengamatan F1 Drosophila melanogaster
♂w >< ♀w dan ♂e >< ♀
eParental Strain
♂
/♀
Ulangan∑
∑ Total
1 2 3 4
♂w x ♀w
w♂
61 75 57 43 236 536w
♀
53 85 112 50 300♂e x ♀
e e♂
41 48 43 61 193 429e
♀
48 43 66 79 236a. Data Pengamatan F2 Drosophila melanogaster
♂w >< ♀w dan ♂e >< ♀
eParental Strain
♂
/♀
Ulangan∑
∑ Total
1 2 3 4
♂w x ♀w
w♂
54 63 60 31 208 453w
♀
37 94 87 27 245♂e x ♀
e e♂
47 33 16 7 103 229e
♀
64 31 18 13 126b. Data Pengamatan F3 Drosophila melanogaster
♂w >< ♀w dan ♂e >< ♀
eParental Strain
♂
/♀
Ulangan∑
∑ Total
1 2 3 4
♂w x ♀w
w♂
33 44 18 25 120 264w
♀
35 36 42 31 144♂e x ♀
e e♂
41 18 21 23 103 241e
♀
48 25 20 45 138c. Data Pengamatan F4 Drosophila melanogaster
♂w >< ♀w dan ♂e >< ♀
eParental Strain
♂
/♀
Ulangan∑
∑ Total
1 2 3 4
♂w x ♀w
w♂
5 16 21 38w
♀
7 10 17♂e x ♀
e e♂
9 9 27e
♀
18 18a. Data Pengamatan F5 Drosophila melanogaster
♂w >< ♀w dan ♂e >< ♀
e1 2 3 4
♂w x ♀w
w♂
16 16 51 w♀
35 35♂e x ♀
e e♂
10 10 24 e♀
14 14 B. Analisis Data1. Rekonstruksi Kromosom Tubuh a) Persilangan
♂w >< ♀w
P1: ♂w >< ♀w
Genotip : > >< Gamet : w, >; w F1 :♀
w w w > Fenotip : (♀w)
> (♂w
)Rasio : Jantan w (
♂w
) : Betina w(♀w)
1 : 1 P2
: ♂w >< ♀w
Genotip: > >< Gamet : w, >; w F2 :♀
w w w > ♂ ♂Fenotip :
(♀w)
> (
♂w
)Rasio : Jantan w (
♂w
) : Betina w(♀w)
1 : 1 P3
: ♂w >< ♀w
Genotip: > >< Gamet : w, >; w F3 :♀
w w w > Fenotip : (♀w)
> (♂w
)Rasio : Jantan w (
♂w
) : Betina w(♀w)
1 : 1 P4
: ♂w >< ♀w
Genotip: > >< Gamet : w, >; w F4 :♀
w w w > Fenotip : (♀w)
♂ ♂
> (
♂w
)Rasio : Jantan w (
♂w
) : Betina w(♀w)
1 : 1 P5
: ♂w >< ♀w
Genotip: > >< Gamet : w, >; w F5 :♀
w w w > Fenotip : (♀w)
> (♂w
)Rasio : Jantan w (
♂w
) : Betina w(♀w)
1 : 1
b) Persilangan
♂e >< ♀e
P1: ♂e >< ♀e
Genotip : >< Gamet : e ; e F1 :♀
e e e e Fenotip: (♀e
) ♂ ♂
(♂e)
Rasio
: Jantan e (♂e) : Betina e (♀e
)1 : 1 P2
: ♂e ><♀e
Genotip: >< Gamet : e ; e F2 :♀
e e e e Fenotip : (♀e
) (♂e)
Rasio
: Jantan e (♂e) : Betina e (♀e
)1 : 1 P3
: ♂e >< ♀e
Genotip: >< Gamet : e ; e F3 :♀
e e e e Fenotip : (♀e
) (♂e)
Rasio
: Jantan e (♂e) : Betina e (♀e
) ♂1 : 1 P4
: ♂e >< ♀e
Genotip: >< Gamet : e ; e F4 :♀
e e e e Fenotip : (♀e
) (♂e)
Rasio
: Jantan e (♂e) : Betina e (♀e
)1 : 1 P5
: ♂e >< ♀e
Genotip: >< Gamet : e ; e F5 :♀
e e e e Fenotip : (♀e
) (♂e)
Rasio
: Jantan e (♂e) : Betina e (♀e
)1 : 1
♂
2. Analisis Data Menggunakan Uji Chi Square (
χ2
) a) Analisis Chi Square (X2) pada Persilangan♂w x ♀w
1. Persilangan
♂w x ♀w
(P1)χ2
= (61-50,19402985)2 + (75-70,44776119)2 + (57-74,41044776)2 + (43-40,94776119)2 + (53-63,80597015)2 + (85-89,55223881)2 50,19402985 70,44776119 74,41044776 40,94776119 63,80597015 89,55223881 (112-94,58955224)2 + (50-52,05223881)2 94,58955224 52,05223881 = 2,326352182 + 0,294159499 + 4,073671108 + 0,102855052 + 1,830063717 + 0,231405473 + 3,204621272 + 0,080912641 = 12,14404094χ2 hitung (
12,14404094) >χ2
tabel 5 % (3,841459149), H0 ditolak berarti adaperbedaan rasio F1 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogater strain
♂w x
♀w.
2. Persilangan♂w x ♀w
(P2)♂w
x♀w
U1 U2 U3 U4 Total fo fh fo fh fo fh fo fh fo fh♂
54 41,78366446 63 72,08830022 60 67,49668874 31 26,63134658 208 208♀
37 49,21633554 94 84,91169978 87 79,50331126 27 31,36865342 245 245 Total 91 91 157 157 147 147 58 58 453 453♂w
x♀w
U1 U2 U3 U4 Total fo fh fo fh fo fh fo fh fo fh♂
61 50,19402985 75 70,44776119 57 74,41044776 43 40,94776119 236 236♀
53 63,80597015 85 89,55223881 112 94,58955224 50 52,05223881 300 300 Total 114 114 160 160 169 169 93 93 536 536χ2
= (54-41,78366446)2 + (63-72,08830022)2 + (60-67,49668874)2 + (31-26,63134658)2 + (37-49,21633554)2 + (94-84,91169978)2 41,78366446 72,08830022 67,49668874 26,63134658 49,21633554 84,91169978 (87-79,50331126)2 + (27-31,36865342)2 79,50331126 31,36865342 = 3,571703343+ 1,145778173 + 0,832638505 + 0,71664167 + 3,032303246 + 0,972742285 + 0,706893098 + 0,60841415 = 11,58711447χ2 hitung (
11,58711447) >χ2
tabel 5 % (3,841459149), H0 ditolak berarti adaperbedaan rasio F2 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogater strain
♂w x
♀w.
3. Persilangan♂w x ♀w
(P3)♂w
x♀w
U1 U2 U3 U4 Total fo fh fo fh fo fh fo fh fo fh♂
33 30,90909091 44 36,36363636 18 27,27272727 25 25,45454545 120 120♀
35 37,09090909 36 43,63636364 42 32,72727273 31 27,27272727 144 144 Total 68 68 80 80 60 60 56 56 264 264χ2
= (33-30,90909091)2 + (44-36,36363636)2 + (18-27,27272727)2 + (25-25,45454545)2 + (35-37,09090909)2 + (36-43,63636364)2 30,90909091 36,36363636 27,27272727 25,45454545 37,09090909 43,63636364 (42-32,72727273)2 + (31-27,27272727)2 32,72727273 27,27272727 = 0,14144385 + 1,603636365 + 3,152727271 + 0,008116882956 + 0,117869875 + 1,3363638 + 2,627272726 + 0,50939394 = 9,49682471χ2 hitung (
9,49682471) >χ2
tabel 5 % (3,841459149), H0 ditolak berarti ada perbedaan rasio F3 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogater strain♂w x ♀w.
4. Persilangan
♂w x ♀w
(P4)♂w x ♀w
U2 U3 Total fo fh fo fh fo fh♂
5 6,631578947 16 14,36842105 21 21♀
7 5,368421053 10 11,63157895 17 17 Total 12 12 26 26 38χ2
= (5-6,631578947)2 + (16-14,36842105)2 + (7-5,368421053)2 + (10-11,63157895)2 6,631578947 14,36842105 5,368421053 11,63157895 = 0,401420217 + 0,18527087 + 0,495872032 + 0,228864015 = 1,1311427134χ2 hitung (
1,1311427134) <χ2
tabel 5 % (3,841459149), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F4 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogater strain♂w x
♀w.
5. Persilangan♂w x ♀w
(P5)♂w x ♀w
U2 Total fo fh fo fh♂
16 16 16 16♀
35 35 35 35 Total 51 51 51χ2
= (16-16)2 + (35-35)2 16 35 = 0 + 0 = 0χ2 hitung (
0) <χ2
tabel 5 % (3,841459149), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F4 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogater strain♂w x ♀w.
b) Analisis Chi Square (X2
) pada Persilangan ♂e x ♀e
1.Persilangan ♂e x ♀e (P1)
♂e ><
♀e
U1 U2 U3 U4 Total fo fh fo fh fo fh fo fh fo fh♂
41 40,0396 2704 48 40,9393 9 43 49,037296 0373 61 62,9836 83 193 193♀
48 48,9603 7296 43 50,0606 1 66 59,962703 9627 79 77,0163 17 236 236 Total 89 89 91 91 109 109 140 140 429 429 X 2= 0,023035085 + 1,217707777 + 0,743290236 + 0,062476471 + 0,019214921 + 1,159353804 + 0,552256719 + 0,051093046 = 3,828428059χ2 hitung (
3,828428059) <χ2
tabel 5 % (3,841459149), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F1 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogater strain♂e x
♀e.
2.
Persilangan ♂e x ♀e (P2)
♂e ><
♀e
U1 U2 U3 U4 Total fo fh fo fh fo fh fo fh fo fh♂
47 49,92576 33 28,7860262 16 15,29258 7 8,995633 103 103♀
64 61,07424 31 35,2139738 18 18,70742 13 11,00437 126 126 Total 111 111 64 64 34 34 20 20 229 229X 2 = 0,182129182 + 0,538108339 + 0,031277691 + 0,568935867 + 0,133751118 + 0,572825006 + 0,027802392 + 0,306349161
= 2.361178756
χ2 hitung (
2,361178756) <χ2
tabel 5 % (3,841459149), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F2 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogater strain♂e x
♀e.
3.
Persilangan ♂e x ♀e (P3)
♂e
><♀e
U1 U2 U3 U4 Total fo fh fo fh fo fh fo fh fo fh♂
41 38,0373444 18 18,377593361 21 17,52282 23 29,0622406639 103 103♀
48 50,9626556 25 24,622406639 20 23,47718 45 38,9377593361 138 138 Total 89 89 43 43 41 41 68 68 241 241 X 2 = 0,214081175 + 0,007920930306 + 0,575751464 + 1,59785921 + 0,2307570983 + 0,0077581838 + 0,6900019947 + 1,264556279 = 4,588686335χ2 hitung (
4,588686335) >χ2 tabel 5 % (
3,841459149), H0 ditolak berarti adaperbedaan rasio F3 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogater
strain ♂e x
♀e.
4.
Persilangan ♂e x ♀e (P4)
♂e >< ♀e
U1 Totalfo fh fo fh
♂
9 9 9 9♀
18 18 18 18Total 27 27 27 27
X 2 = 0
χ2 hitung (
0) <χ2 tabel 5 % (
3,841459149), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F3 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogaterstrain ♂e x ♀e.
5.
Persilangan ♂e x ♀e (P5)
♂e >< ♀e
U1 Totalfo fh fo fh
♂
10 10 10 10♀
14 14 14 14Total 24 24 24 24
X 2 = 0
χ2 hitung (
0) <χ2 tabel 5 % (
3,841459149), H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rasio F3 yang muncul pada persilangan Drosophila melanogaterstrain ♂e x ♀e.
BAB VI PEMBAHASAN
Nisbah kelamin adalah jumlah individu-individu jantan dibagi dengan jumlah individu-individu betina dalam suatu spesies yang sama (Herskowitz, 1965). Kromosom kelamin pada lalat buah (Drosophila melanogaster) diketahui memiliki ti pe XX (betina) dan XY (jantan). Tipe kromosom XX
–
XY ini kebanyakan juga diketahui pada hewan tingkat tinggi termasuk manusia (Corebima, 2013). Hal ini juga jelaskan oleh oleh (Maxon et al , 1985), bahwa Penentuan jenis kelamin XY, individu betina akan memproduksi sel telur yang membawa kromosom X dan individu jantan memproduksi dua macam gamet (X dan Y) dalam jumlah yang kurang lebih sama.Konsekuensi dari hukum segregasi Mendel dan adanya fertilisasi acak pada pasangan kromosom XY, maka jenis kelamin yang akan terjadi yaitu dengan perbandingan 1 : 1 antara individu jantan dan individu betina.Menurut Corebima (2013), individu betina Drosophila melanogaster mempunyai dua kromosom kelamin X yang identik (XX), sedangkan individu jantan mempunyai kromosom kelamin XY. Dari hal tersebut diketahui bahwa individu betina Drosophila melanogaster mewarisi satu kromosom kelamin X dari induk jantan, dan satu kromosom kelamin X lainnya dari induk betina, sedangkan individu jantan mewarisi satu kromosom kelamin X dari induk betina, dan satu kromosom kelamin Y dari induk jantan.
Sedangkan, dari dua kromosom kelamin X pada individu betina (XX) satu kromosom diwariskan kepada keturunan betina, dan yang lainnya diwariskan pada keturunan jantan, sedangkan pada kromosom kelamin XY pada individu jantan, kromosom X diwariskan pada keturunan betina, dan kromosom Y diwariskan pada keturunan jantan. Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa suatu sifat yang dikendalikan oleh faktor yang terletak pada kromosom kelamin X akan mengalami suatu pewarisan menyilang (crisscross inheritance). Dari hal tersebut, ekspresi kelamin pada Drosophila melanogaster ditentukan gen pada kromosom kelamin Y, dan karena individu jantan menghasilkan gamet-gamet pembawa kromosom kelamin X dan pembawa kromosom kelamin Y dalam jumlah yang hampir sama, maka atas dasar hukum pemisahan Mendel kedua serta Crisscross inheritance, kelamin seharusnya memperlihatkan proporsi rasio 1:1.
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan rekonstruksi kromosom dan uji Chi-square (X2) didapatkan hasil bahwa pada persilangan antara Drosophila melanogaster
strain ♂w >< ♀w pada keturunan pertama (F1) dari persilangan strain
♂w x ♀w menunjukkan nilai χ2 hitung (
12,14404094) lebih besar dari χ2 tabel 5 %
(3,841459149), kemudian pada keturunan kedua (F2) daripersilangan strain ♂w x ♀w
menunjukkan nilai χ2 hitung (
11,58711447) lebih besar dari χ2 tabel 5 %
(3,841459149), dan pada keturunan ketiga (F3) dari persilangan strain ♂w x ♀w
menunjukkan nilai χ2 hitung (
9,49682471) lebih besar dari χ2 tabel 5 % (
3,841459149). Dari ketiga hasil perhitungan tersebut H0 ditolak berarti terjadi penyimpangan rasio nisbah kelamin normal yaitu 1 : 1 pada generasi F1, F2, dan F3. Sedangkan padaketurunan keempat (F4) dari persilangan strain ♂w x ♀w menunjukkan nilai χ2 hitung
(1,1311427134) lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (
3,841459149) dan pada keturunan kelima(F5) dari persilangan strain ♂w x ♀w menunjukkan nilai χ2 hitung (
0) lebih kecil dariχ2 tabel 5 % (
3,841459149). Dari kedua hasil perhitungan tersebut H0 diterima berarti tidak terjadi penyimpangan rasio nisbah kelamin normal yaitu 1 : 1 pada generasi F4 dan F5.Untuk persilangan ♂e >< ♀e pada keturunan pertama (F1) menunjukkan nilai
χ2 hitung (
3,828428059) lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (
3,841459149), kemudian pada keturunan kedua (F2) menunjukkan nilai χ2 hitung (
2,361178756) lebih kecil dari χ2
tabel 5 % (3,841459149). Dari kedua hasil perhitungan tersebut H0 diterima berarti tidak terjadi penyimpangan rasio nisbah kelamin normal yaitu 1 : 1 pada generasi F1 dan F2. Pada keturunan ketiga (F3) menunjukkan nilai χ2 hitung (
4,588686335) lebihkecil dari χ2 tabel 5 % (
3,841459149). Dari perhitungan ini menunjukkan bahwa H0 ditolak berarti terjadi penyimpangan rasio nisbah kelamin normal yaitu 1 : 1 pada generasi F3. Kemudian pada keturunan keempat (F4) menunjukkan nilai χ2 hitung (
0)lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (
3,841459149), kemudian pada keturunan kelima (F5)menunjukkan nilai χ2 hitung (
0) lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (
3,841459149). Dari kedua hasil perhitungan tersebut H0 diterima berarti tidak terjadi penyimpangan rasio nisbah kelamin normal yaitu 1 : 1 pada generasi F4 dan F5.Hasil perhitungan Chi Square (χ2), pada semua fenotip dari persilangan homogami
(♂w >< ♀w) dan (♂e ><♀e) tidak semuanya menunjukkan hasil lebih kecil dari nilai
Chi tabel (0.05), db (2-1). Dari hasil tersebut tidak s esuai dengan penjelasan Maxon, et al ., (1985), yang menyatakan bahwa dasar hukum pemisahan mendel kedua kromosom kelamin seharusnya memperlihatkan proporsi 1:1. Penyimpangan nisbah kelamin padaDrosophila dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Munurut Farida (1996), ada beberapa faktor yang mempengaruhi nisbah kelamin pada Drosophila melanogaster,
antara lain adalah sebagai berikut: a. Pautan Gen Resesif Letal
Adanya pautan gen resesif letal dapat menyebabkan kematian jantan hemozigot. Hal tersebut mengakibatkan tidak seimbangnya antara jumlah jantan dan betina (Maxon, 1985 dalam Farida, 1995).Jika satu dari kromosom X membawa gen letal 1, maka jantan yang menerima kromosom X tersebut akan mati sebelum dewasa (kromosom Y tidak membawa alela normal 1). Akan tetapi, betina heterozigot yang membawa gen letal dengan jantan normal, akan memperoleh keturunan jantan : betina sama dengan 1 : 2. Pada kasus yang lain, pautan gen letal berpengaruh terhadap viabilitas betina. Kehadiran gen letal pada kromosom X menyebabkan . bagian keturunan jantan akan mati pada waktu embrio. Kromosom X yang
mengandung gen mutan yang jadi letal diberi symbol X’ (Yatim, 1996).
b. ViabilitasJantan dari beberapa spesies memiliki jumlah kematian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan betina pada semua umur (Maxon, 1985). Hal ini dinyatakan lebih lanjut oleh Williamson dan Poulson dalam Strickberger (1985) bahwa kematian zigot
jantan dapat disebabkan oleh kehadiran “
helical mycroplasma” yang
bersifat dapat menginfeksi materi genetik asam nukleat strain-strain pada Drosophila. Gardner (1984) menjelaskan bahwa viabilitas adalah “
Degree of capability to live and develop normally”
(kemampuan untuk hidup dan berkembang secara normal). Lebih lanjut dijelaskan bahwa viabilitas makhluk hidup dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam hal ini adalah sifat genetik yang dimiliki makhluk hidup tersebut, sedangkan faktor eksternal dapat meliputi suhu, cahaya, kelembaban, nutrisi, ruang gerak, dan faktor–
faktor lain. c. Gen Transformer (tra)Sturtevant dalam King (1962), melaporkan penemuannya tentang gen resesif transformer (tra). Burn (1989) menyatakan bahwa bila alela resesif tra tersebut dalam keadaan homozigot akan mengubah normal diploid betina (AAXX) menjadi jantan steril. Herskowitz (1965) menyatakan bahwa homozigot tra selalu membentuk individu jantan tanpa memperhatikan nomor kromosom X (tratra bersifat epistasis dan gen kelamin dalam kromosom X bersifat hipostasis). Gen
kehadiran dari gen tra ini dianggap dapat mengubah nisbah kelamin (Rothwell, 1983). Sebagai contohnya, sebuah laboratorium yang menyilangkan D. melanogaster kemudian diperoleh keturunan 75% jantan dan 25% betina (3 : 1), padahal nisbah kelamin yang normal yaitu mendekati 50% jantan dan 50% betina
(1:1) (Herkowitz, 1965).
d. Karakteristik Fisik Spermatozoa yang Mengandung Kromosom X Dan Y Berbeda
Spermatozoa Y dapat bergerak cepat, bila sampai pada sel telur pertama kali maka kemungkinan keturunan jantan akan lebih besar dibanding keturunan betinanya. (Maxon,1985).
e. Umur Jantan
Fowler (1973) dalam Nurjanah (1998) menyatakan bahwa individu jantan yang belum pernah kawin, jumlah spermanya akan bertambah seiring umur jantan. Pada
umur jantan muda cenderung menurunkan gamet X. Hal ini berarti perbedaan umur juga dapat menyebabkan perbedaan rasio kelamin.
f. Suhu
Suatu proses kehidupan selalu dibatasi oleh suhu. Suhu seringkali memiliki efek yang serius terhadap hibrid disgenesis. Suhu dinyatakan memiliki pengaruh yang efektif terhadap sterilitas baik semua atau sebagian selama periode pertumbuhan individu hibrid. Suhu tinggi cenderung akan meningkatkan ekspresi sterilitas, sedangkan suhu rendah cenderung menghambat ekspresi beberapa sifat disgenik (Farida, 1995). Hibrid disgenesis diartikan sebagai suatu sindrom yang berhubungan dengan sifat-sifat genetis yang terjadi secara spontan sebagai akibat
saling berinteraksinya beberapa strain yang disilangkan. Strickberger (1985) menyatakan bahwa beberapa kasus yang mungkin berhubungan dengan suhu terjadi pad Drosophila melanogaster , dimana pada suhu tinggi atau rendah terlihat hasil yang mengejutkan yaitu adanya peningkatan frekuensi gen resesif letal. Semakin meningkatnya gen resesif letal ini, maka diramalkan akan makin besar pula penyimpangan nisbah kelamin yang terjadi pada Drosophila melanogaster .
Sehubungan dengan suhu, dalam Dobzhansky (1958) menyebutkan bahwa Drosophila melanogaster interseks yang masih dalam pertumbuhan, jika diberi
suhu yang relatif tinggi, maka Drosophila melanogaster intraseks tersebut berubah menjadi betina. Sebaliknya pada suhu rendah menjadi individu jantan.
g.
Kejadian “ Segregation Distortion”
Curtsinger dan Feldman dalam Strickberger (1985) dalam Farida (1995)
menyatakan bahwa adanya peristiwa “segregation distortion” atau “
meiotic drive”
(adanya gangguan pada pemisahan gamet saat gametogenesis) menyebabkan individu jantan D. melanogaster akan memproduksi lebih banyak gamet yangmembawa kromosom X. Gardner (1991) menyebutkan bahwa “
Segregation Distortion” ini disebabkan oleh adanya urutan DNA yang dapat bergerak dan
menyelinap diantara urutan DNA yang ada a
tau disebut sebagai “
Transposable Element” atau transposon.
h. Faktor Genetik
Menurut Corebima (2013), penentuan jenis kelamin ditentukan oleh gen. Gen yang bertanggung jawab dalam penentuan jenis kelamin makhluk hidup salah satunya Drosophila melanogaster tidak hanya satu pasang, tetapi banyak pasang yang terletak pada kromosom kelamin maupun autosom.
Pada kejadian viabilitas jantan dari beberapa spesies mempunyai jumlah kematian yang lebih tinggi dibanding dengan betina pada semua umur (Maxon, 1985). Kematian zigot jantan dapat disebabkan oleh kehadiran helical mycoplasma yang bersifat dapat menginfeksi materi genetik asam nukleat strain-strain pada Drosophila. Sedangkan pada kejadian segregation distortion atau miotic drive yang merupakan adanya gangguan pada pemisahan gamet saat gametogenesis menyebabkan individu jantan D. melanogaster akan memproduksi lebih banyak gamet yang membawa kromosom X (Strickberger, 1985), sehingga kecenderungan individu jantan lebih rendah dibandingkan individu betina.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa fenotip kelamin pada Drosophila melanogaster adalah sebagai hasil interaksi antara determinan jantan pada autosom dan determinan betina pada kromosom kelamin X. Menurut Ayala, dkk., (1984), mekanisme perimbangan X terhadap A tampaknya ada semacam signal yang dihasilkan oleh perimbangan X/A yang dipercaya bertanggung jawab terhadap penentuan jenis kelamin. Berdasarkan pernyataan ini, dapat diketahui bahwa
kromosom kelamin Y pada Drosophila melanogaster sama sekali tidak ada peranannya terhadap ekspresi kelamin. Menurut Stanfield (1983), menyatakan bahwa kromosom Y mempunyai peranan terhadap fertilitas jantan. Mekanisme ekspresi kelamin X/A pada Drosophila melanogaster diketahui bersangkut paut dengan beberapa gen pada
pada kromosom X, serta beberapa gen lain pada kromosom X maupun autosom (Corebima, 2013).
Menurut Tamarin (2001), ditemukan juga informasi tentang peranan gen dsx (doublesex) dan gen tra (transformer ) terhadap fenotip kelamin Drosophila melanogaster . Baik gen dsx maupun gen tra sama-sama merupakan gen resesif autosomal. Pada Stansfield (1983), ditemukan informasi definitif yang menyatakan bahwa gen tra terletak pada kromosom 3. Gen dsx mengubah individu jantan maupun betina menjadi individu intrasex sedangkan gen tra mengubah individu betina
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Drosophila melanogaster strain w (white) memiliki ciri warna faset mata putih dan halus, tubuh berwarna kuning kecoklatan, memiliki sayap yang menutupi tubuh secara sempurna (menutupi bagian posterior). Sifat ini dikendalikan oleh gen yang terletak pada kromosom nomor 1 pada lokus 1.5. Sedangkan Drosophila melanogaster strain e (ebony), memiliki ciri warna faset mata merah dan halus, tubuh berwarna hitam dan memiliki sayap yang menutupi tubuh secara sempurna (sampai ke bagian posterior). Sifat ini dikendalikan oleh gen yang terletak pada kromosom no 3 pada lokus 64.
2. Pada persilangan Drosophila melanogaster
strain ♂
w ><♀
w terjadi penyimpangan nisbah kelamin pada F1 sampai F3 dari rasio nisbah kelamin normal 1 : 1.3. Pada persilangan Drosophila melanogaster
strain ♂
e><♀
e terjadi penyimpangan nisbah kelamin pada F3 dari rasio nisbah kelamin normal 1 : 1.B. Saran
Pada kegiatan proyek mata kulian genetika ini, biasanya terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa yang menyebabkan data yang dihasilkan kurang akurat, sehingga ada beberapa saran yang diberikan antara lain:
1. Dalam melakukan penelitian diharapkan praktikan lebih rajin, ulet, giat dan lebih telaten dalam mengerjakan proyek yang diberikan. 2.
2. Dalam melakukan penelitian proyek genetika ini, praktikan diharapkan lebih memperhatikan medium yang digunakan agar tidak mempengaruhi hasil anakan (fenotip), medium diusahakan segar dan steril. 3.
3. Dalam melakukan penelitian diharapkan mahasiswa lebih mengontrol faktor-faktor lain (variasi moderator) seperti semut dan kutu agar tidak mempengaruhi rasio anakan (fenotip)