• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber-sumber risiko produksi yang teridentifikasi dalam kegiatan pembenihan patin siam di DFC akan memberikan dampak kerugian apabila terjadi ditengah pelaksanaan produksi. Dampak kerugian yang diakibatkan terjadinya sumber-sumber risiko produksi tersebut dapat dihitung dengan satuan mata uang seperti rupiah, sehingga jika terjadi risiko produksi yang disebabkan oleh sumber- sumber risiko produksi tersebut kerugian yang diderita dapat diperkirakan. Besarnya kerugian yang diperkirakan tentu tidak tepat sama dengan kondisi yang sebenarnya. Jika risiko produksi tersebut terjadi, maka dilakukan penetapan besarnya kerugian dengan suatu tingkat keyakinan.

Perhitungan dampak risiko produksi pada usaha pembenihan patin siam di DFC dilakukan dengan menggunakan metode Value at risk (VaR). Pada perhitungan dampak risiko produksi di DFC ditentukan tingkat keyakinan yang digunakan sebesar 95 persen dan sisanya error sebesar 5 persen. Proses perhitungan dampak risiko produksi dari masing-masing sumber risiko produksi dapat dilihat pada Lampiran 8 sampai dengan Lampiran 13. Perhitungan terhadap dampak risiko dilakukan terhadap masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada usaha pembenihan patin siam untuk mengetahui perkiraan kerugian yang akan diderita dalam satuan rupiah. Dalam menghitung analisis dampak ini, terdapat asumsi yaitu dampak kerugian yang terjadi hanya satu sumber risiko saja di DFC, sedangkan sumber risiko lainnya tidak terjadi. Data yang akan digunakan dalam perhitungan ini adalah data primer serta hasil wawancara berupa perkiraan kematian benih, kehilangan potensi benih, dan kematian induk yang terjadi akibat sumber risiko produksi yang telah teridentifikasi.

Kesalahan dalam melakukan seleksi induk menimbulkan risiko potensi benih patin siam akan hilang. Pada periode Januari 2010 hingga April 2011 terjadi lima kali kasus kesalahan pihak pengelola dan karyawan dalam melakukan seleksi induk yang mengakibatkan kehilangangn potensi benih patin, yaitu terjadi pada bulan Februari, November, Desember 2010 serta bulan Januari, Maret 2011. Perkiraan kematian benih yang terjadi berturut-turut akibat sumber risiko tersebut

60 adalah sebanyak 100.000, 75.000, 100.000, 125.000, dan 70.000 ekor dengan harga yang berkisar 60-65 rupiah per ekor benih. Masing-masing kerugian yang terjadi akibat kasus tersebut adalah 6.000.000, 4.875.000, 6.500.000, 8.125.000, dan 4.550.000 rupiah

Jumlah potensi benih yang hilang akibat kesalahan dalam melakukan seleksi induk mengakibatkan penurunan benih cukup besar dan akan merugikan. Apabila kerugian yang ditimbulkan oleh dampak risiko tersebut dapat dikurangi , maka penerimaan yang diperoleh dapat meningkat. Hasil perhitungan dampak risiko yang dilakukan menghasilkan nilai Value at Risk (VaR) sebesar 6.042.250 rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk (VaR) berarti kerugian maksimal yang diderita akibat kesalahan dalam seleksi induk adalah sebesar 6.042.250, tetapi ada kemungkinan 5 persen kerugian lebih besar dari angka tersebut.

Musim kemarau menimbulkan risiko produksi berupa penurunan produksi benih patin siam yang dihasilkan oleh DFC. Penurunan produksi yang terjadi akibat sumber risiko ini sangat drastis, sehingga berpengaruh signifikan terhadap pencapaian target produksi yaitu 500.000 benih per bulan. Musim kemarau selama kurun waktu Januari 2010 hingga April 2011 terjadi pada bulan Mei, Juni, Juli 2010 serta bulan April 2011. Kekurangan produksi yang tercatat untuk keempat bulan tersebut secara berurutan masing-masing adalah sebanyak 400.000, 450.000, 450.000, 450.000 ekor dengan harga jual yang berlaku adalah 70 rupiah per ekor benih. Masing-masing nilai kerugian yang terjadi akibat kekurangan produksi tersebut adalah sebesar 28.0000, 31.500.000, 31.500.000, 31.500.000 rupiah.

Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi musim kemarau yang dilakukan dengan metode Value at Risk menghasilkan nilai sebesar 45.018.750 rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat pengaruh musim kemarau adalah sebesar 45.018.750 rupiah, tetapi ada 5 persen kemungkinan lebih besar dari angka tersebut. Dampak risiko yang diakibatkan sumber risiko musim kemarau merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan sumber risiko produksi lainnya walaupun tingkat peluang terjadinya sumber risiko musim kemarau tidak

61 terlalu besar sekitar 23,6 persen, tetapi dampak yang ditimbulkan sangat besar. Hal ini disebabkan dalam kurun waktu bulan Januari 2010 sampai April 2011 telah terjadi 16 kali siklus produksi. Dari 16 siklus tersebut, hanya 4 siklus yang terjadi sumber risiko musim kemarau, tetapi dalam 4 siklus tersebut penurunan jumlah telur induk sangat besar yaitu sekitar 50-60 persen dari kondisi normalnya. Karena itu, pada sumber risiko musim kemarau memiliki peluang terjadinya kecil tetapi dampak yang diberikan sangat besar

Perubahan suhu air yang terjadi dengan cepat tidak mampu ditolerir oleh benih patin. Benih patin yang mati akibat sumber risiko tersebut jumlahnya cukup banyak. Pada kurun waktu Januari 2010 hingga April 2011 tercatat terjadi sebanyak sebelas kali kasus kematian benih yang disebabkan oleh perubahan suhu air yang ekstrim, yaitu bulan Januari, Februari, Maret, April, Agustus, September, November 2010 serta Januari hingga April 2011. Perkiran jumlah benih yang mati secara berurutan adalah sebanyak 65.000, 15.000, 58.000, 50.000, 40.000, 50.000, 54.000, 47.500, 60.000, 80.000, dan 30.000 ekor dengan harga jual berkisar antara 60-70 rupiah per ekor benih. Masing-masing nilai kerugian yang terjadi akibat kematian benih tersebut adalah sebesar 3.900.000, 900.000, 3.480.000, 3.500.000, 2.600.000, 3.250.000, 3.510.000, 3.087.500, 3.900.000, 5.200.000, dan 2.100.000 rupiah.

Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi perubahan suhu air yang dilakukan dengan metode Value at Risk menghasilkan nilai sebesar 3.766.603 rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat perubahan suhu air yang ekstrim adalah sebesar 3.766.603 rupiah, tetapi ada 5 persen kemungkinan kerugian lebih besar dari angka tersebut.

Risiko yang ditimbulkan oleh kanibalisme pada tahap larva yang mengakibatkan kematian benih yang dihasilkan. Kanibalisme yang mengakibatkan kematian benih terjadi hampir setiap bulannya selama kurun waktu Januari 2010 hingga April 2011. Hal tersebut menunjukan bahwa frekuensi kanibalisme yang cukup tinggi. Perkiraan jumlah benih yang mati akibat kanibalisme adalah sekitar 8.000. sampai 60.000 ekor/bulan dari kurun waktu

62 Januari 2010 hingga April 2011. Harga jual yang berlaku pada kurun waktu tersebut adalah sekitar 60-70 rupiah per ekor benih.

Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko kanibalisme yang dilakukan dengan metode Value at Risk menghasilkan nilai sebesar 2.534.131 rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat kanibalisme adalah sebesar 2.534.131 rupiah, tetapi ada kemungkinan 5 persen kerugian lebih besar dari angka tersebut.

Perkiraan dampak kerugian yang diakibatkan oleh kanibalisme memang nilainya tidak terlalu besar, yaitu dampak terkecil kedua setelah kesalahan penyuntikan induk, tetapi bukan berarti dampak tersebut dapat diabaikan karena tujuan dari melakukan analisis terhadap risiko adalah untuk memperkecil dampak kerugian yang mungkin diderita agar keuntungan yang diperoleh dapat ditingkatkan, sehingga risiko yang memiliki dampak kecil sekalipun harus tetap diperhatikan.

Kesalahan penyuntikan induk menimbulkan risiko produksi berupa potensi benih patin patin hilang. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan sumber risiko musim kemarau. Risiko kegagalan penyuntikan tidak secara langsung membuat benih patin yang ada di DFC mati, tetapi dengan kesalahan penyuntikan induk yang dilakukan akan menyebabkan induk tersebut mati. Induk yang mati tentunya akan membuat telur yang dihasilkan akan berkurang di DFC. Kegagalan penyuntikan induk selama kurun waktu bulan Januari 2010 hingga April 2011 terjadi pada bulan Febuari, Maret, April, Mei, Juli, dan Desember 2010 serta Januari 2011. Potensi benih yang hilang karena kegagalan penyuntikan secara berurutan masing-masing adalah sebanyak 250.000, 200.000, 150.000, 250.000, 400.000, 200.000, dan 300.000 ekor dengan harga jual yang berlaku adalah 60-70 rupiah per ekor benih. Masing-masing nilai kerugian yang terjadi akibat kegagalan penyuntikan tersebut adalah sebesar 15.000.000, 12.000.000, 10.500.000, 17.500.000, 28.000.000, 13.000.000, dan 19.500.000 rupiah.

Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi kesalahan penyuntikan yang dilakukan dengan metode Value at Risk menghasilkan nilai sebesar 16.617.146 rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat pengaruh kesalahan

63 penyuntikan induk adalah sebesar 16.617.146 rupiah, tetapi ada 5 persen kemungkinan lebih besar dari angka tersebut.

Sumber risiko produksi yang terakhir, yaitu penyakit juga menyebabkan risiko kematian pada benih yang sedang dipelihara. Kasus penyakit yang menyerang benih patin siam terjadi karena bakteri dan parasit, sehingga dapat menyebar dan akan menyebabkan dampak kematian benih dalam jumlah yang relatif banyak jika tidak segera dilakukan penanganan. Pada kurun waktu Januari 2010 hingga April 2011 tercatat hampir setiap bulan kematian benih yang disebabkan oleh penyakit. Adapun jumlah benih patin yang mati diperkirakan 15.000-240.000 ekor dengan harga jual berkisar antara 60-70 rupiah per ekor benih. Masing-masing kerugian yang diderita akibat kematian benih tersebut berkisar antara 900.000-15.600.000 rupiah.

Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi penyakit yang dilakukan dengan metode Value at Risk menghasilkan nilai sebesar 6.238.299 rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai Value at Risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat serangan penyakit adalah sebesar 6.238.299 rupiah, tetapi ada 5 persen kemungkinan lebih besar dari angka tersebut.

Dampak yang ditimbulkan oleh masing-masing sumber risiko produksi memiliki nilai yang berbeda-beda. Nilai-nilai dari perhitungan dampak risiko yang dilakukan akan semakin bermakna ketika diplotkan pada peta risiko, sehingga dapat ditentukan strategi penanganan risiko yang sesuai. Perbandingan nilai dari hasil perhitungan dampak risiko yang dilakukan pada masing-masing sumber risiko produksi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbandingan Dampak dari Sumber Risiko Produksi

No Sumber Risiko Produksi Dampak (Rupiah)

1 Kesalahan dalam melakukan seleksi induk 6.042.250

2 Kesalahan penyuntikan induk 16.617.146

3 Kanibalisme 2.534.131

4 Musim kemarau 45.018.750

5 Perubahan suhu air 3.766.603

64 Pada Tabel 7 dapat dilihat bagaimana perbandingan dampak dari terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh masing-masing sumber risiko produksi. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa penurunan produksi yang disebabkan oleh musim kemarau memberikan dampak terbesar, yaitu 45.018.750. Nilai kerugian dari dampak musim kemarau menggambarkan bahwa penurunan produksi akibat musim kemarau tersebut adalah yang paling berpengaruh terhadap penerimaan DFC. Akan tetapi, dampak yang diberikan oleh sumber risiko produksi lainnya harus tetap diperhatikan dengan serius walaupun nilai kerugian dari dampak terjadinya sumber risiko produksi tersebut lebih kecil. Hasil dari perhitungan dampak risiko produksi selanjutnya akan dikombinasikan dengan hasil perhitungan probabilitas risiko dari masing-masing sumber risiko produksi untuk menggambarkan bagaimana status dan prioritas masing-masing sumber risiko produksi serta posisinya pada peta risiko.

Dokumen terkait