• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

B. Analisis dan Pembahasan

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi berganda. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai pengaruh variabel independen (kepemilikan institusional, risiko perusahaan, leverage) terhadap variabel dependen (tax avoidance).

1. Uji Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran suatu data yang dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen (Y) yaitu tax avoidance serta variabel independen (X) yaitu kepemilikan institusional, risiko perusahaan, dan leverage.

Hasil pengujian variabel-variabel tersebut secara deskriptif seperti yang dilihat dalam tabel 4.2

Tabel 4.2

Hasil Uji Statistik Deskriptif

Sumber : Data yang diolah

Tujuan dari uji statistik deskriptif ini adalah untuk melihat kualitas data penelitian yang ditujukan dengan angka atau nilai yang terdapat pada mean dan standar deviasi. Apabila nilai mean lebih besar dari standar deviasi maka kualitas data lebih baik.

Pada tabel statistik deskriptif diperoleh sebanyak 75 data observasi yang berasal dari perkalian periode penelitian (5 tahun, yaitu dari tahun 2010 sampai dengan 2014) dengan jumlah sampel sebanyak 15 perusahaan.

Berdasarkan tabel 4.2, hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap variabel kepemilikan institusional (INST) menunjukkan nilai minimum sebesar 0,5751, nilai maksimum sebesar 0,9808, nilai mean sebesar 0,81778, dan nilai standar deviasi sebesar 0,11772. Hal ini berarti kepemilikan perusahaan manufaktur di Bursa Efek

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

INST 75 ,5751 ,9808 ,81788 ,11772 RISK 75 ,0548 ,5385 ,30139 ,07641 LEV 75 ,3647 ,8379 ,59193 ,13357 CETR 75 -,0360 ,9660 ,27728 ,15185 Valid N (listwise) 75 46

Indonesia (BEI) cenderung dikuasai oleh institusi, baik institusi dalam negeri maupun institusi asing, hal tersebut dapat terlihat dari rata-rata sebesar 0,81778 atau sebesar 81,778%.

Hasil analisis statistik deskriptif terhadap variabel risiko perusahaan (RISK) menunjukkan nilai minimum sebesar 0,0548, nilai maksimum sebsar 0,5385, nilai mean sebesar 0,30139, dan nilai standar deviasi sebesar 0,07641. Hal ini menunjukan bahwa risiko perusahaan di sektor perusahaan manufaktur memiliki resiko yang cukup tinggi sehingga eksekutif pada perusahaan tersebut disimpulkan bersifat risk taker karena rata-rata sebesar 0,30139 atau sebesar 30,139%.

Hasil analisis statistik deskriptif terhadap variabel leverage (LEV) menunjukkan nilai minimum sebesar 0,3647, nilai maksimum sebesar 0,8379, nilai mean sebesar 0,5919, serta standar deviasi sebesar 0,13357. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki tingkat hutang yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata sebesar 0,59193 atau sebesar 59,193%.

Hasil analisis statistik deskriptif terhadap variabel tax avoidance (CETR) menunjukkan nilai minimum sebesar -0,360, nilai maksimum sebesar 0,9660, nilai mean sebesar 0,27728, dan standar deviasi sebesar 0,15185. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada sampel penelitian telah melakukan kewajiban perpajakan badannya sesuai dengan tarif pajak yang

telah ditetapkan pemerintah yaitu dengan rata-rata 0,27728 atau sebesar 27,728%. Namun apabila dilihat dari rentang nilai minimum dan nilai maksimum yaitu -0,360 dan 0,9660 terlihat bahwa masih ada perusahaan yang membayar pajak dibawah tarif yang ditetapkan pemerintah.

2. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui dan menguji kelayakan atas model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan adalah kepemilikan institusional (INST), risiko perusahaan (RISK), leverage (LEV), sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah tax avoidance (CETR). Berikut ini uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengukur apakah di dalam model regresi, variabel independen dan variabel dependen keduanya mempunyai distribusi normal atau mendekati normal (Ghozali, 2011). Jika terdapat normalitas, maka residual akan terdistribusi secara normal dan independen. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji normalitas data, peneliti menggunakan metode uji non-parametric Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dasar pengambilan keputusan pada uji K-S ini adalah dengan melihat nilai probabilitas signifikansi data residual. Jika angka probabilitas kurang dari 0,05

maka variabel ini tidak terdistribusi secara normal. Sebaliknya, apabila angka probabilitas lebih dari 0,05 maka Ha ditolak yang berarti variabel terdistribusi secara normal (Ghozali, 2011). Adapun hasil uji normalitas dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov (K-S)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 75

Normal Parametersa,b Mean 0E-7

Std. Deviation ,13302131

Most Extreme Differences

Absolute ,154

Positive ,154

Negative -,087

Kolmogorov-Smirnov Z 1,335

Asymp. Sig. (2-tailed) ,057

Sumber : data yang diolah

Berdasarkan tabel 4.3, hasil uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) menunjukkan bahwa data terdistribusi secara normal. Hal ini dapat

terlihat dari tingkat signifikansi sebesar 0,057 dan nilainya diatas α =

0,05. Hal ini berarti Ha ditolak dan data terdistribusi secara normal, sehingga model penelitian ini telah memenuhi uji asumsi klasik normalitas.

b. Uji Multikolonieritas

Pengujian multikolonieritas bertujuan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Untuk menguji ada atau tidaknya multikolonieritas dapat dilihat dari nilai tolerance inflation factor (VIF) dari tiap-tiap

variabel independen. Jika nilai tolerance ≥ 0,10 dan nilai VIF ≤ 10

maka dapat disimpulkan bahwa model regresi bebas dari multikolonieritas.

Berikut ini disajikan hasil uji multikolonieritas pada tabel 4.4 : Tabel 4.4

Hasil Uji Multikolonieritas

Berdasarkan tabel 4.4, hasil uji multikolonieritas menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional, risiko perusahaan, dan leverage menunjukkan tidak terjadinya multikolonieritas karena tolerance lebih dari 0,10 dan nilai VIF kurang dari 0,10.

c. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda maka disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah homokedastisitas (Ghozali, 2011).

Deteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas dapat dilihat dengan ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Jika ada pola

Coefficientsa

Model T Sig. Collinearity Statistics

Tolerance VIF 1 (Constant) 5,911 ,000 INST -3,435 ,001 ,851 1,175 RISK -3,285 ,002 ,738 1,355 LEV -3,489 ,001 ,642 1,557

Sumber : data yang diolah

tertentu maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas. Tetapi jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2011).

Berikut hasil uji heterokedastisitas pada gambar 4.1. Gambar 4.1

Gambar uji heterokedastisitas

Sumber : Data yang diolah

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dan tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat menyimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi.

d.Uji autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan

kesalahan penggangu pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk menguji adanya autokorelasi dapat menggunakan Run Test (Ghozali, 2011).

Tabel 4.5 Hasil uji autokorelasi

Runs Test

Unstandardized Residual

Test Valuea -,03131

Cases < Test Value 37

Cases >= Test Value 38

Total Cases 75

Number of Runs 32

Z -1,510

Asymp. Sig. (2-tailed) ,131

Sumber : data yang diolah

Hasil tabel 4.5 menunjukkan bahwa Nilai Test (Test Value) adalah -0,03131 dengan probabilitas 0,131 signifikan pada 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual random atau tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual.

3. Hasil Uji Hipotesis

Pengujian hiptesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi berganda (multiple regression analysis), yaitu dilakukan melalui uji statistik f, uji koefisien determinasi, dan uji statistik t.

a. Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Pengujian ini bertujuan untuk membuktikan apakah variabel-variabel independen (X) secara simultan (bersamaan) mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen (Y) (Imam Gozali, 2011).

Apabila Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen dengan menggunakan tingkat signifikan sebesar 5%. Selain itu, dapat juga dengan melihat nilai probabilitas, jika nilai probabilitas lebih kecil daripada 0,05% (untuk tingkat sinifikansi 5%), maka variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Sedangkan jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05% maka variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Berikut ini disajikan hasil uji statistik F dalam tabel 4.6 :

Tabel 4.6 Hasil Uji Statistik F

B

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa hasil uji statistik F memiliki nilai F hitung sebesar 7,176 dengan nilai signifikansinya sebesar 0,000. Karena tingkat signifikansinya jauh lebih kecil dari nilai 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variabel kepemilikan institusional, risiko perusahaan, dan leverage secara simultan berpengaruh terhadap variabel tax avoidance.

ANOVAa Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression ,397 3 ,132 7,176 ,000b Residual 1,309 71 ,018 Total 1,706 74

Sumber : Data yang diolah

b. Hasil Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerapkan model regresi dalam menerangkan variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu kepemilikan institusional, risiko perusahaan, dan leverage dengan variabel dependen yaitu tax avoidance. Adapun hasil uji koefisien determinasi disajikan dalam tabel 4.7 dibawah ini.

Tabel 4.7

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

1 ,482a ,233 ,200 ,1358025

Sumber : data yang diolah

Pada tabel 4.7 memperlihatkan Adjusted R Square adalah sebesar 0,200. Hal ini berarti sebesar 20% variabel tax avoidance dapat dijelaskan oleh variabel kepemilikan institusional, risiko perusahaan, dan leverage. Sedangkan sisanya sebesar 80% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam analisa regresi pada penelitian ini, antara lain ialah ukuran perusahaan, kompensasi rugi fiskal, pertumbuhan penjualan, insentif pajak, dan sebagainya.

c. Hasil Uji secara parsial (uji t)

Uji statistik t pada dasarnya untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel individu independen secara individu dalam menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2011).

Apabila t hitung > tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen dengan menggunakan tingkat signifikan sebesar 5%, jika nilai t hitung > t tabel maka secara satu persatu variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Selain itu, dapat juga dengan melihat nilai probabilitas. Jika nilai probabilitas lebih kecil daripada 0,05 (untuk tingkat signifikan 5%), maka variabel independen secara satu persatu berpengaruh terhadap variabel dependen. Sedangkan jika nilai probabilitas lebih besar daripada 0,05 maka variabel independen secara satu persatu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

Berikut ini disajikan hasil uji statistik t pada tabel 4.8 : Tabel 4.8

Hasil Uji Statistik t

Tabel 4.8 menunjukkan hasil uji statistik t pada tingkat signifkansi 5%, persamaan

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients T Sig.

B Std. Error 1 (Constant) 1,228 ,208 5,911 ,000 INST -,499 ,145 -3,435 ,001 RISK -,790 ,240 -3,285 ,002 LEV -,515 ,147 -3,489 ,001

Sumber : data yang diolah

CETR = 1,228 – 0,499 INST– 0,790 RISK – 0,515 LEV + ε Keterangan :

CETR = Cash Effective Tax Rate perusahaan i pada tahun t INST = Proporsi kepemilikan institusional dalam perusahaan i pada tahun t

RISK = Risiko perusahaan dalam perusahaan i pada tahun t

LEV = Leverage perusahaan I pada tahun t

ε = Error

Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat disimpulkan bahwa variabel kepemilikan institusional memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,001 dengan nilai signifikansi 0,05. Hal ini menandakan bahwa variabel kepemilikan institusional memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel tax avoidance, hal ini dapat diketahui dari signifikansi variabel yang lebih rendah dari nilai signifikan 0,05. Adapun nilai beta yang dihasilkan adalah negatif sebesar -0,499.

Untuk variabel risiko perusahaan, didapatkan tingkat signifikansi sebesar 0,002. Hal ini menandakan bahwa variabel risiko perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel tax avoidance karena tingkat signifikansi variabel yang lebih rendah dari

nilai signifikan 0,05. Adapun nilai beta yang dihasilkan adalah negatif yaitu sebesar -0,790.

Sedangkan untuk variabel leverage, memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa variabel leverage berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance karena memiliki tingkat signifikansi yang kurang dari 0,05. Adapun nilai beta yang dihasilkan adalah negatif yaitu sebesar -0,515.

C. Pembahasan

1. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap tindakan Tax Avoidance H1 : Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap tindakan tax avoidance.

Berdasarkan hasil uji statistik t, variabel kepemilikan institusional memiliki nilai beta sebesar -0,499, tingkat signifikansi sebesar 0,001. Dengan demikian dapat dikatakan H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel kepemilikan institusional memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap variabel tax avoidance. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Putranti dan Yulita (2014) dan Fadhilah (2014). Tetapi tidak mendukung penelitian Pranata dan Herawati (2014).

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi seperti pemerintah, perusahaan asuransi, investor luar negeri, atau Bank. Menurut Fadhilah (2014) besar kecilnya konsentrasi kepemilikan institusional maka akan mempengaruhi kebijakan

pajak agresif, tetapi semakin besar kepemilikan institusional maka akan semakin mengurangi tindakan kebijakan pajak agresif.

Dalam penelitiannya, Putranti dan Yulita (2014) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh negatif terhadap tindakan tax avoidance. Hal ini disebabkan karena para pemilik saham intitusional cenderung menghindari resiko deteksi atas kegiatan penghindaran pajak dan tidak mau mengambil resiko yang dapat menghancurkan reputasi perusahaan. Menurutnya pula, pemilik saham institusional telah berfungsi sebagai control yang baik terhadap manajemen perusahaan sehingga dapat mengurangi tindakan penghindaran pajak..

2. Pengaruh risiko perusahaan terhadap tindakan tax avoidance

H2 : Risiko perusahaan berpengaruh positif terhadap tindakan tax avoidance

Berdasarkan hasil uji statistik t, variabel risiko perusahaan memiliki nilai beta sebesar -0,790 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,002. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa H2 ditolak, hal ini menandakan bahwa variabel risiko perusahaan negatif signifikan terhadap variabel tax avoidance. Hal ini mendukung penelitian Pranata dan Herawati (2014) dan Dewi dan Jati (2014). Tetapi tidak mendukung penelitian Budiman dan Setiyono (2012).

Naik-turunnya risiko perusahaan mencerminkan kecenderungan dari karakteristik eksekutif. Tingkat risiko perusahaan yang lebih tinggi

mengindikasikan karakter eksekutif lebih memiliki sifat risk taker dibandingkan dengan tingkat risiko perusahaan yang lebih rendah mengindikasikan karakter eksekutif lebih memiliki sifat risk averse (Budiman dan Setiyono, 2012). Ketika pimpinan perusahaan atau eksekutif memiliki sifat risk taker maka akan mengindikasikan bahwa eksekutif berani untuk mengambil risiko, risiko disini bisa bermacam-macam jenisnya antara lain risiko untuk melakukan penghindaran pajak, risiko untuk melakukan pembiayaan melalui utang, dan jenis-jenis risiko lainnya.

3. Pengaruh Leverage terhadap tindakan Tax Avoidance

H3 : Leverage berpengaruh negatif terhadap tindakan tax avoidance

Berdasarkan hasil uji statistik t, variabel leverage memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,001. Dengan demikian dapat dikatakan H3 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel leverage memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap variabel tax avoidance. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Swingly dan Sukartha (2015), dan Richardson dan Lanis (2007).

Leverage merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi pembayaran semua kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang. Semakin besar utang maka laba kena pajak akan menjadi lebih kecil karena insentif pajak atas bunga utang semakin besar. Hal tersebut membawa implikasi meningkatnya penggunaan utang oleh perusahaan. Perusahaan yang memiliki kewajiban pajak tinggi akan

memilih untuk berhutang agar mengurangi pajak. Dengan sengajanya perusahaan berutang untuk mengurangi beban pajak maka dapat disebutkan bahwa perusahaan tersebut agresif terhadap pajak. (Penelitian Ozkan (2001) dalam Prakosa (2014).

Menurut Richardson dan Lanis (2007), semakin tinggi nilai dari rasio leverage, berarti semakin tinggi jumlah pendanaan dari utang pihak ketiga yang digunakan perusahaan dan semakin tinggi pula biaya bunga yang timbul dari utang tersebut. Biaya bunga yang semakin tinggi akan memberikan pengaruh berkurangnya beban pajak perusahaan. Semakin tinggi nilai utang perusahaan maka nilai Cash Effective Tax Rate (CETR) perusahaan akan semakin rendah.

4. Pengaruhkepemilikan institusional, risiko perusahaan, dan leverage secara simultan terhadap tindakan tax avoidance

H4: Kepemilikan institusional, risiko perusahaan, dan leverage berpengaruh secara simultan terhadap tax avoidance

Hasil uji statistik F pada Tabel 4.6 menunjukkan nilai F hitung sebesar 7,176 dengan signifikansi sebesar 0,000. Karena probabilitas signifikansinya jauh lebih kecil dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa variabel kepemilikan institusional, risiko perusahaan, dan leverage secara bersama-sama berpengaruh terhadap tax avoidance.

Hal ini menandakan bahwa semakin besar kepemilikan institusional, semakin meningkatnya risiko perusahaan, dan semakin tingginya jumlah hutang maka akan mempengaruhi tindakan tax

avoidance sebuah perusahaan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Ngadiman dan Puspasari (2014) yang mendapatkan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional, maka semakin tinggi pula jumlah beban pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Pemilik institusional berdasarkan besar dan hak suara yang dimiliki, dapat memaksa manajer untuk berfokus pada kinerja ekonomi dan menghindari peluang untuk perilaku mementingkan diri sendiri.

Naik-turunnya risiko perusahaan mencerminkan kecenderungan dari karakter eksekutif. Tingkat risiko perusahaan yang lebih tinggi mengindikasikan karakter eksekutif lebih memiliki sifat risk taker dibandingkan dengan tingkat risiko perusahaan yang lebih rendah mengindikasikan karakter eksekutif lebih memiliki sifat risk averse (Budiman dan Setiyono, 2012). Ketika pimpinan perusahaan atau eksekutif memiliki sifat risk taker maka akan mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat tax avoidance yang dilakukan oleh manajemen perusahaan sehingga eksekutif memiliki peran yang signifikan dan vital terhadap tax avoidance. (Dewi dan Jati (2014).

Leverage merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi pembayaran semua kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang. Semakin besar utang maka laba kena pajak akan menjadi lebih kecil karena insentif pajak atas bunga utang semakin besar. Hal tersebut membawa implikasi meningkatnya penggunaan utang oleh perusahaan. Perusahaan yang memiliki kewajiban pajak tinggi akan

memilih untuk berhutang agar mengurangi pajak. Dengan sengajanya perusahaan berutang untuk mengurangi beban pajak maka dapat disebutkan bahwa perusahaan tersebut agresif terhadap pajak. (Penelitian Ozkan (2001) dalam Prakosa (2014)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan data yang dikumpulkan dan hasil pengujian yang telah dilakukan dengan menggunakan uji regresi berganda, dan pembahasan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Variabel kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap variabel tax avoidance, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional, maka tindakan tax avoidance akan semakin rendah. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Putranti dan Yulita (2014) dan Fadhilah (2014). Tetapi tidak mendukung penelitian Pranata dan Herawati (2014).

2. Variabel risiko perusahaan berpengaruh negatif terhadap variabel tax avoidance, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi risiko perusahaan akan tindakan tax avoidance yang dilakukan oleh eksekutif akan semakin rendah. Hal ini mendukung penelitian Pranata dan Herawati (2014) dan Dewi dan Jati (2014). Tetapi tidak mendukung penelitian Budiman dan Setiyono (2012).

3. Variabel leverage berpengaruh negatif terhadap variabel tax avoidance, yang menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki kewajiban pajak tinggi akan memilih untuk berhutang agar mengurangi pajak. Dengan sengajanya perusahaan berutang untuk

mengurangi beban pajak maka dapat disebutkan bahwa perusahaan tersebut agresif terhadap pajak. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Swingly dan Sukartha (2015), dan Richardson dan Lanis (2007).

4. Kepemilikan institusional, risiko perusahaan, dan leverage secara simultan berpengaruh terhadap tindakan tax avoidance.

B. SARAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu akuntansi yang khususnya berada pada bidang pajak mengenai dampak dari aktivitas tax avoidance. Penelitian ini dimasa mendatang diharapkan dapat menyajikan hasil yang lebih berkualitas lagi dengan adanya beberapa masukan mengenai beberapa hal diantaranya :

1. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan pengukuran selain CETR (Cash Effective Tax Rate) dalam mengukur tax avoidance. Salah satu contohnya adalah dengan menggunakan pengukuran book tax gap (BTG).

2. Penelitian selanjutnya bisa mempertimbangan untuk meneliti tax avoidance untuk jangka panjang (10 tahun), Dyreng et al (2009) menyatakan bahwa pengukuran tax avoidance yang tepat bagi perusahaan adalah secara jangka panjang, karena diharapkan mampu menghapuskan permanent difference sehingga benar-benar

mencerminkan perilaku tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan.

3. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti perusahaan sektor industri lain selain sektor industri manufaktur. Dengan demikian dapat diketahui pengaruh dari kepemilikan institusional, risiko perusahaan, dan leverage terhadap tax avoidance dari masing-masing sektor industri yang ada.

4. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah atau mengganti variabel independen lain yang mungkin mempengaruhi tindakan tax avoidance seperti ukuran perusahaan, kompensasi rugi fiskal, pertumbuhan penjualan, dan insentif pajak.

Dokumen terkait