• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam bab ini diuraikan mengenai pelaksanaan audit operasional terhadap prosedur pemberian kredit yang dijalankan oleh Bank Perkreditan Rakyat, dan peranan audit operasional dalam meningkatkan efektivitas kegiatan perkreditan pada Bank Perkreditan Rakyat

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan, keterbatasan, dan saran-saran yang kiranya dapat membangun penelitian ini menjadi lebih baik.

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Auditing

Banyak penjelasan mengenai apa itu auditing, untuk memahami lebih jauh mengenai pengertian auditing. Sukrisno (2004) mengatakan bahwa auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

Dari pernyataan diatas, auditing merupakan proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai pernyataan tentang kejadian dan tindakan ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang ditetapkan dan untuk menyampaikan hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.

Audit dibagi menjadi beberapa tipe, pembagian ini dimaksudkan untuk memudahkan auditor dalam menentukan sasaran dan tujuan dari kegiatan audit yang akan dilakukan. Menurut Mulyadi (2010), tipe audit dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional.

8 1. Audit laporan keuangan (financial statement audit)

Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam laporan keuangan ini, auditor independen menilai kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum.

2. Audit kepatuhan (compliance audit)

Audit kepatuhan adalah audit yang tugasnya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan.

3. Audit operasional(operational audit)

Audit operasional merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi atau bagian dari padanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk:

a. Mengevaluasi kinerja

b. Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan

9 B. Audit Operasional

1. Pengertian Audit Operasional

Untuk memahami lebih jauh mengenai pengertian audit operasional, ada beberapa definisi yang diambil dari berbagai sumber.Menurut Bhayangkara IBK (2011: 2), audit operasional adalah pengevaluasian terhadap efisiensi dan efektivitas operasi perusahaan. Audit operasional lebih berorientasi kemasa depan, artinya hasil dari penilaian berbagai kegiatan operasional tersebut diharapkan dapat membantu manajemen dalam meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan yang ditetapkan oleh badan usaha.

Dari definisi tersebut dapat kita lihat bahwa audit operasional merupakan suatu tinjauan yang sistematis dari aktivitas organisasi, hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan.Tujuannya adalah untuk:

a. Menilai kinerja.

b. Mengidentifikasi kesempatan untuk perbaikan.

c. Mengembangkan rekomendasi untuk perbaikan atau kegiatan lebih lanjut.

2. Kriteria dan Ruang Lingkup Audit Operasional

Menurut Arens et al (2008: 847), beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam audit operasional, yaitu:

10 a. Historical Performance (Kinerja Historis)

Historical performance atau yang biasa kita kenal sebagai kinerja historis merupakan seperangkat kriteria sederhana yang dapat didasarkan pada hasil audit periode sebelumnya. Gagasan di balik penggunaan kriteria ini adalah membandingkan apakah yang telah dilakukan menjadi “lebih baik” atau “lebih buruk”. Manfaat kriteria

ini adalah bahwa kriteria tersebut mudah dibuat, tetapi mungkin tidak memberikan pandangan mendalam mengenai seberapa baik atau buruk sebenarnya unit usaha yang diperiksa dalam melakukan sesuatu.

b. Benchmarking (Kinerja yang dapat diperbandingkan)

Benchmarking merupakan kriteria yang ditetapkan berdasarkan hasil yang dicapai oleh organisasi lain yang sejenis. Walaupun penilaian prestasi masa lalu, tetapi hasil penilaian menggunakan kriteria ini pun belum tentu memberikan gambaran yang tepat mengenai keadaan organisasi, karena perbedaan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh dua organisasi yang berbeda.

c. Enginereed Standards (Standar Rekayasa)

Enginereed Standards merupakan kriteria yang ditetapkan berdasarkan standar rekayasa, seperti penggunaan time and motion study untuk menentukan banyaknya output yang harus diproduksi.

11 d. Discussion and Agreement (Diskusi dan Kesepakatan)

Discussion and Agreement merupakan kriteria yang ditetapkan berdasarkan hasil diskusi dan persetujuan bersama antara manajemen dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam audit operasional.

Menurut Widjayanto (2001: 19), ruang lingkup dari audit operasional adalah audit operasional mencakup tinjauan atas tujuan perusahaan, lingkungan perusahaan, lingkungan perusahaan beroperasi, personalia dan kadangkala mencakup fasilitas fisik.

3. Tujuan dan Manfaat Audit Operasional

Menurut Tunggal (2008), tujuan audit operasional yaitu:

a. Membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling efisien.

b. Mengusulkan kepada manajemen cara-cara dan alat-alat untuk mencapai tujuan apabila manajemen organisasi sendiri kurang pengetahuan tentang pengelolaan yang efisien.

c. Mencapai efisiensi dari pengelolaan.

d. Membantu manajemen, auditor operasional berhubungan dengan setiap fase dari aktivitas usaha yang merupakan dasar pelayanan kepada manajemen.

e. Membantu manajemen pada setiap tingkat dalam pelaksanaan yang efektif dan efisien dari tujuan dan tanggung jawab mereka.

12 Dengan tercapainya tujuan tersebut, menurut Tunggal (2008), audit operasional memberikan beberapa manfaat, antara lain sebagai berikut:

a. Memberikan informasi yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan.

b. Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan dan laporan dalam sistem pengendalian.

c. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang ditetapkan rencana-rencana, prosedur serta persyaratan peraturan pemerintah. d. Mengidentifikasi area masalah potensial pada tahap dini untuk

menentukan tindakan yang akan diambil.

e. Menilai keekonomisan dan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk memperkecil pemborosan.

f. Menilai efektivitas dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang telah ditetapkan.

g. Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh tahap operasi perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, manfaat audit operasional berorientasi ke arah peningkatan prestasi manajemen diwaktu yang akan datang yang bermanfaat bagi perusahaan tersebut. Hasil audit operasional diharapkan akan menemukan titik permasalahan yang mendasar dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan.

13 4. Tipe Audit Operasional

Menurut Arens et al (2008: 844-845), ada tiga tipe audit operasional yaitu:

a. Audit Fungsional (Functional Audits)

Audit fungsional berkaitan dengan sebuah fungsi atau lebih dalam suatu organisasi, misalnya fungsi pengeluaran kas, penerimaan kas, pembayaran gaji. Audit fungsional memungkinkan adanya spesialisasi oleh auditor. Auditor yang merupakan staf dari internal audit dapat lebih efisien memakai seluruh waktu mereka untuk memeriksa dalam bidang tersbut. Tapi disamping itu, audit fungsional memiliki kekurangan yaitu tidak dievaluasinya fungsi yang saling berkaitan.

b. Audit Organisasional (Organizational Audits)

Audit organisasional menyangkut keseluruhan unit organisasi, seperti departemen, cabang, atau anak perusahaan. Penekanan dalam audit ini adalah seberapan efisien dan efektif fungsi-fungsi saling berinteraksi. Rencana organisasi dan metode-metode untuk mengkoordinasikan aktivitas yang ada, sangat penting untuk audit jenis ini.

c. Penugasan Khusus (Special Assigments)

Penugasan khusus timbul atas permintaan manajemen, sehingga dalam audit jenis ini terdapat banyak variasi. Misalnya adalah

14 menentukan penyebab sistem EDP yang efektif, penyelidikan kemungkinan fraud dalam suatu divisi dan membuat rekomendasi untuk mengurangi biaya pembuatan suatu barang.

5. Tahap-Tahap Audit Operasional

Menurut Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 Tgl. 20 Desember 1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum, pelaksanaan audit dapat dibedakan dalam 5 (lima) tahap kegiatan yaitu tahap persiapan audit, penyusunan program audit, pelaksanaan penugasan audit, pelaporan hasil audit dan tindak lanjut hasil audit.

a. Persiapan Audit

Pelaksanaan audit harus dipersiapkan dengan baik agar tujuan audit dapat dicapai dengan cara efisien. Langkah yang perlu diperhatikan pada tahap persiapan audit meliputi penetapan penugasan, pemberitahuan audit dan penelitian pendahuluan.

1) Penetapan penugasan audit dimaksudkan untuk pemberitahuan kepada auditor sebagai dasar untuk melakukan audit sebagaimana ditetapkan dalam rencana audit tahunan bank. Penetapan penugasan disampaikan oleh kepala SKAI kepada ketua dan tim audit dalam bentuk surat penugasan, yang antara lain menetapkan ketua dan anggota tim audit, waktu yang diperlukan serta tujuan audit.

15 2) Pelaksanaan Auditor Intern harus dilengkapi dengan surat pemberitahuan audit dari SKAI, yang dapat disampaikan kepada auditee sebelum atau pada saat audit dilaksanakan.

3) Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mengenal dan memahami setiap kegiatan atau fungsi Auditee secara umum supaya audit dapat difokuskan pada hal-hal yang strategis. Dalam tahap ini Auditor harus mengenal dengan baik aspek-aspek dari Auditee antara lain fungsi, struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawab, kebijakan, sistem dan prosedur operasional, risiko kegiatan dan pengendaliannya, indikator keberhasilan, aspek legal dan ketentuan lainnya.

b. Penyusunan Program Audit

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, maka disusun program audit. Program audit harus:

1) Merupakan dokumentasi prosedur bagi Auditor Intern dalam mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasikan dan mendokumentasikan informasi selama pelaksanaan audit, termasuk catatan untuk pemeriksaan yang akan datang.

2) Menyatakan tujuan audit.

3) Menetapkan luas, tingkat dan metodologi pengujian yang diperlukan guna mencapai tujuan audit untuk tiap tahapan audit. 4) Menetapkan jangka waktu pemeriksaan.

16 5) Mengindentifikasi aspek-aspek teknis, risiko, proses dan transaksi

yang harus diuji, termasuk pengolahan data elektronik.

Adanya program audit secara tertulis akan memudahkan pengendalian audit selama tahap-tahap pelaksanaan. Program audit tersebut dapat diubah sesuai dengan kebutuhan selama audit berlangsung.

c. Pelaksanaan Penugasan Audit

Tahap pelaksanaan audit meliputi kegiatan mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasikan dan mendokumentasikan bukti-bukti audit serta informasi lain yang dibutuhkan, sesuai dengan prosedur yang digariskan dalam program audit untuk mendukung hasil audit. Proses audit meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1) Mengumpulkan bukti dan informasi yang cukup, kompeten dan relevan.

2) Memeriksa dan mengevaluasi semua bukti dan informasi untuk mendapatkan temuan dan rekomendasi audit.

3) Menetapkan metode dan tehnik sampling yang dapat dipakai dan dikembangkan sesuai dengan keadaan.

4) Supervisi atas proses pengumpulan bukti dan informasi serta pengujian yang telah dilakukan.

5) Mendokumentasikan Kertas Kerja Audit. 6) Membahas hasil audit dengan Auditee.

17 d. Pelaporan Hasil Audit

Setelah selesai melakukan kegiatan audit, Auditor Intern berkewajiban untuk menuangkan hasil audit tersebut dalam bentuk laporan tertulis. Laporan tersebut harus memenuhi standar pelaporan, memuat kelengkapan materi dan melalui proses penyusunan yang baik. Proses penyusunan laporan perlu dilakukan dengan cermat agar dapat disajikan laporan yang akurat dan bermanfaat bagi Auditee. Proses tersebut antara lain mencakup:

1) Kompilasi dan analisis temuan audit. Temuan audit yang akan dituangkan dalam laporan harus dikompilasi dan dianalisis tingkat signifikasinya.

2) Konfirmasi dengan Auditee. Temuan audit harus dikonfirmasikan dengan Auditee untuk diketahui dan dipahami.

3) Diskusi dengan Kepala SKAI. Temuan audit yang sudah dikompilasi dan dianalisis harus dilaporkan serta didiskusikan dengan Kepala SKAI ataupejabat yang ditunjuk.

4) Diskusi dengan Auditee. Diskusi ini dimaksudkan agar Auditee memberikan komitmen dan bersedia melakukan perbaikan dalam batas waktu tertentu yang dijanjikan.

5) Review laporan. Konsep laporan yang disusun oleh tim audit direview oleh Kepala SKAI atau pejabat yang ditunjuk agar diperoleh keyakinan bahwa laporan tersebut telah lengkap dan benar.

18 e. Tindak lanjut Hasil Audit

SKAI harus memantau dan menganalisis serta melaporkan perkembangan pelaksanaan tindak lanjut perbaikan yang telah dilakukan Auditee. Tindak lanjut tersebut meliputi pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut, analisis kecukupan tindak lanjut dan pelaporan tindak lanjut. SKAI harus memantau dan menganalisis serta melaporkan perkembangan pelaksanaan tindak lanjut perbaikan yang telah dilakukan Auditee. Tindak lanjut tersebut meliputi:

1) Pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut. Pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut harus dilakukan, agar dapat diketahui perkembangannya dan dapat diingatkan kepada Auditee apabila Auditee belum dapat melaksanakan komitmen perbaikan menjelang atau sampai batas waktu yang dijanjikan.

2) Analisis kecukupan tindak lanjut. Dari hasil pemantauan pelaksanaan tindak lanjut, dilakukan analisis kecukupan atas realisasi janji perbaikan yang telah dilaksanakan Auditee. Selanjutnya pengecekan kembali tindak lanjut perlu dilakukan apabila terdapat kesulitan atau hambatan yang menyebabkan tindak lanjut tersebut tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya.

3) Pelaporan tindak lanjut. Dalam hal pelaksanaan tindak lanjut tidak dilaksanakan oleh Auditee, maka SKAI memberikan laporan tertulis kepada Direktur Utama dan Dewan Komisaris untuk tindakan lebih lanjut.

19 6. Pelaksana Audit Operasional

Dalam bukunya Arens et al (2008: 845-846), mengemukakan bahwa “Operational audit are usually performed by one of three group; internal auditors, government auditor, CPA firms”.

Audit operasional dapat dilaksanakan oleh pihak sebagai berikut:

a. Auditor Internal

Auditor internal memiliki posisi yang unik untuk melaksanakan audit operasional. Manfaat yang diperoleh jika auditor internal melakukan audit operasional adalah bahwa mereka menggunakan seluruh waktu kerja untuk perusahaan yang mereka audit. Untuk memaksimumkan efektivitasnya, bagian audit internal harus melapor kepada dewan direksi atau direktur utama. Auditor internal juga harus mempunyai akses dan mengadakan komunikasi yang berkesinambungan dengan komite auditor dewan direksi. Struktur organisasi ini membantu auditor agar tetap independen.

b. Auditor Pemerintah

Auditor pemerintah melaksanakan audit operasional yang seringkali merupakan bagian dari pelaksanaan audit keuangan. Auditor pemerintahan terdiri dari para akuntan dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dahulu Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (Departemen Keuangan). Auditor

20 pemerintah biasanya memberi perhatian pada kedua macam pemeriksaan baik untuk keuangan maupun audit operasional.

c. Auditor Eksternal

Pada waktu akuntan publik melakukan audit atas laporan keuangan historis, sebagian dari audit itu biasanya terdiri dari pengidentifikasian masalah-masalah operasional dan membuat rekomendasi yang dapat bermanfaat bagi klien audit. Rekomendasi itu dapat dikatakan secara lisan, tetapi biasanya menggunakan surat manajemen. Pengetahuan dasar mengenai bisnis klien yang dimiliki auditor eksternal dalam melaksanakan audit seringkali memberikan informasi yang berguna dalam memberikan rekomendasi-rekomendasi operasional. Auditor yang mempunyai latarbelakang bisnis dan pengalaman yang luas dengan perusahaan-perusahaan serupa akan cenderung lebih efektif dalam membantu klien dengan rekomendasi operasional yang relevan dibandingkan dengan yang tidak mempunyai kualitas seperti itu.

7. Perbedaan Audit Operasional dan Audit Keuangan

Menurut Arens et al (2008: 842), perbedaan audit operasional dan audit keuangan adalah:

a. Audit keuangan berorientasi pada masa lalu dan lebih menekankan pada apakah informasi historis dicatat dengan benar. Sedangkan audit operasional berorientasi menekankan pada efisiensi dan efektivitas.

21 b. Dalam hal distribusi laporan, audit keuangan ditujukan kepada banyak pemakai laporan keuangan dan didistribusikan secara detil. Sedangkan laporan audit operasional sangat berbeda dari satu audit ke audit lainnya karena keterbatasan distribusi operasional dan beragamnya sifat audit untuk efisiensi dan efektivitas.

c. Pada keterlibatan bidang bukan keuangan, audit operasional mencakup banyak aspek efisiensi dan efektivitas dalam sebuah badan usaha. Audit keuangan dibatasi hanya pada hal-hal yang langsung mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan.

C. Perkreditan

1. Pengertian Kredit

Dalam UU RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pijak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

2. Tujuan dan Fungsi Kredit

Menurut Kasmir (2010: 100), tujuan pemberian kredit adalah mencari keuntungan, membantu usaha nasabah, dan membantu pemerintah. Dengan demikian tujuan kredit yang diberikan oleh suatu

22 bank yang akan mengemban tugas sebagai agent of development adalah untuk:

a. Mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.

b. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan organisasi.

c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya

Menurut Kasmir (2010: 101), fungsi dari kredit untuk: a. Meningkatkan daya guna uang.

b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. c. Meningkatkan daya guna uang.

d. Meningkatkan peredaran barang. e. Sebagai alat stabilisasi ekonomi. f. Meningkatkan pemerataan pendapatan. g. Meningkatkan semangat usaha.

h. Meningkatkan hubungan internasional

3. Jenis-Jenis Kredit

Menurut Kasmir (2010: 103-106), jenis-jenis kredit yang diberikan oleh bank umum untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis kredit yaitu:

23 a. Kredit dibedakan berdasarkan tujuannya

1) Kredit Konsumtif

Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. 2) Kredit Produktif

Kredit yang diberikan untuk meningkatkan usaha atau produksi atau investasi.

3) Kredit Perdagangan

Kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan untuk membiayai aktivitas perdagangannya seperti untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagang tersebut.

b. Kredit dibedakan berdasarkan jangka waktunya 1) Kredit Jangka Pendek

Kredit yang berjangka waktu maksimum satu tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.

2) Kredit Jangka Menengah

Kredit yang berjangka waktu satu sampai tiga tahun dan biasanya digunakan untuk melakukan investasi.

3) Kredit Jangka Panjang

24 c. Kredit dibedakan berdasarkan segi jaminannya

1) Kredit Tanpa Jaminan

Kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. 2) Kredit Jaminan

Kredit yang diberikan dengan menggunakan suatu jaminan. Jaminan tersebut dapat berupa barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang.

d. Kredit dibedakan berdasarkan kegunaanya 1) Kredit Modal Kerja

Kredit berjangka waktu pendek yang diberikan oleh suatu bank untuk membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan sehingga dapat meningkatkan produksi dalam operasionalnya.

2) Kredit Investasi

Kredit jangka menengah atau jangka panjang yang diberikan oleh suatu bank untuk melakukan investasi atau penanaman modal, yang ditujukan untuk memperluas usahanya atau membangun proyek/pabrik baru untuk keperluan rahabilitasi.

25 4. Unsur-unsur Kredit

Unsur-unsur kredit menurut Suyatno (2003) adalah:

a. Kepercayaan

Adanya keyakinan dari pihak bank terhadap prestasi yang diberikan kepada nasabah debitur yang akan dilunasinya sesuai dengan jangka waktu dijanjikan.

b. Jangka Waktu

Adanya jangka waktu antara pemberian kredit dan pelunasannya, dimana jangka waktu tersebut sebelumnya telah ditentukan terlebih dahulu, berdasarkan kesepakatan bersama.

c. Prestasi

Adanya objek berupa prestasi dan kontraprestasi pada saat tercapainya kesepakatan dalam perjanjian pemberian kredit antara bank dengan nasabah debitur, berupa bunga atau imbalan.

d. Risiko

Adanya jangka waktu antara pemberian kredit dan pelunasannya memungkinkan adanya resiko dalam perjanjian kredit tersebut. Untuk mencegah resiko tersebut diadakan peningkatan agunan/jaminan yang dibebankan kepada debitur.

26 5. Prinsip Kredit

Prinsip-prinsip pemberian kredit didasarkan pada Pasal 1 UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit yang diberikan oleh bank memiliki resiko, sehingga dalam memberikan kredit perlu memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat dengan memberikan jaminan kepada debitur. Sebelum kredit diberikan, bank harus melakukan penilaian terlebih dahulu terhadap watak, modal, jaminan, dan prospek usaha dari debitur.

Menurut Peraturan BI (nomor 8/24/PBI/2006), secara umum bank wajib memberikan kredit dengan menggunakan prinsip pemberian kredit

“The 5C Analisys Of Credit” yaitu:

a. Character

Merupakan data tentang calon debitur. Character ini untuk mengetahui apakah nantinya calon debitur jujur dan berusaha untuk memenuhi kewajibannya.

b. Capacity

Merupakan kemampuan calon debitur dalam mengelola usahanya yang dapat dilihat dari pendidikan, pengalaman mengelola

27 usahanya, sejarah perusahaan yang pernah dikelola. Capacity ini merupakan ukuran dari kemampuan untuk membayar.

c. Capital

Kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelolanya. Hal ini bisa dilihat dari neraca, laporan laba rugi, struktur permodalan, dan ratio-ratio keuntungan. Dari data ini bisa dinilai apakah calon debitur memang layak diberikan pinjaman atau tidak. d. Collateral

Jaminan yang mungkin dapat disita apabila ternyata calon debitur benar-benar tidak bisa memenuhi kewajibannya. Collateral ini diperhitungkan di akhir jika ada kesangsian dalam pertimbangan-pertimbangan lain.

e. Condition

Merupakan kondisi ekonomi yang dimiliki oleh usaha calon debitur. Karena suatu usaha sangat tergantung pada kondisi perekonomian.

6. Prosedur Pemberian Kredit Bank

Menurut Firdaus, Ariyanti (2009: 91-133), tahapan pemberian kredit yaitu:

a. Persiapan Kredit (credit preparation)

Kegiatan tahap permulaan dengan maksud untuk saling mengetahui informasi dasar antara calon debitur dengan bank,

28 terutama calon debitur baru, biasanya dilakukan melalui wawancara atau cara-cara lain.

b. Analisis atau Penilaian Kredit (credit analysis/credit appraisal)

Dalam tahap ini diadakan penilaian yang mendalam tentang keadaan usaha atau proyek pemohon kredit.

c. Keputusan Kredit (Credit Desicion)

Atas dasar laporan hasil analisi kredit, maka pihak bank melalui pemutus kredit, dapat memutuskan permohonan kredit tersebut layak untuk diberi kredit atau tidak. Jika tidak dapat diberikan, maka permohonan tersebut harus ditolak melalui surat penolakan, bila permohonan layak untuk diberikan, maka dituangkan dalam surat keputusan kredit yang memuat beberapa persyaratan tertentu.

d. Pelaksanaan dan Administrasi Kredit (realization and administration credit)

Pada tahap ini kedua belah pihak (bank dan calon debitur) menandatangani perjanjian kredit beserta lampiran-lampirannya.

e. Supervisi Kredit & Pembinaan Debitur (credit supervision & follow up)

Supervisi/pengawasan/pengendalian kredit dan pembinaan debitur pada dasarnya adalah upaya pengamanan kredit yang telah

29 diberikan oleh bank dengan jalan terus memantau/memonitor dan mengikuti jalannya perusahaan (secara langsung atau tidak langsung), serta memberikan saran/nasihat dan konsultasi agar perusahaan/debitur berjalan baik sesuai dengan rencana, sehingga pengembalian kredit akan berjalan dengan baik pula.

D. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Review penelitian terdahulu sangat berguna bagi penulis untuk

Dokumen terkait