• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

NJOP Bumi

Pengelompokan Nilai Jual Bumi (Rp/m2) NJOP Bumi (Rp/m2)

Cepat JL. Ahmad Yani AE 057 2.091.000 s/d 2.261.000 2.176.000 DK. Purwogondo AC 080 73.000 s/d 91.000 82.000 Sedang JL. Raya Songgolangit AW 070 501.000 s/d 573.000 537.000 KP. Gentan AN 081 55.000 s/d 73.000 64.000 Lambat DK. Kedungsono AF 085 17.000 s/d 23.000 20.000 DK. Kedungsono AA 092 1.400 s/d 2.000 1.700

commit to user

2) Daerah perkembangan sedang, yaitu pada kecamatan Baki tepatnya di kelurahan Gentan. Dengan nama jalan yaitu JL. Raya Songgolangit, kode ZNT adalah AW, dan kelas bumi 070 mempunyai NJOP bumi senilai Rp537.000,00 per m2 dan harga pasarnya adalah Rp2.500.000,00 per m2. Untuk nama jalan yaitu KP. Gentan, kode ZNT adalah AN, dan kelas bumi 081 mempunyai NJOP bumi senilai Rp64.000,00 per m2 dan harga pasarnya adalah Rp400.000,00 per m2. 3) Daerah perkembangan lambat, yaitu pada kecamatan Bulu tepatnya di

kelurahan Kedungsono. Dengan nama jalan yaitu DK. Kedungsono, kode ZNT adalah AF, dan kelas bumi 085 mempunyai NJOP bumi senilai Rp20.000,00 per m2 dan harga pasarnya adalah Rp20.000,00 per m2. Untuk nama jalan yaitu DK. Kedungsono, kode ZNT adalah AA, dan kelas bumi 092 mempunyai NJOP bumi senilai Rp1.700,00 per m2 dan harga pasarnya adalah Rp1.500 per m2.

Berdasarkan NJOP dan harga pasar pada masing-masing daerah di Kabupaten Sukoharjo tersebut, apabila terdapat perbedaan antara NJOP dengan harga pasarnya maka dihitung selisihnya. Selisih NJOP dan harga pasar pada masing-masing daerah di Kabupaten Sukoharjo tersebut dapat dilihat pada tabel II.2. Adapun perhitungan selisih antara NJOP dan harga pasar adalah sebagai berikut:

JL. Ahmad Yani = Rp2.176.000,00 - Rp3.000.000,00 = Rp824.000,00 DK. Purwogondo = Rp82.000,00 - Rp300.000,00 = Rp218.000,00

commit to user

KP. Gentan = Rp64.000,00 - Rp400.000,00 = Rp336.000,00 DK. Kedungsono = Rp20.000,00 - Rp20.000,00 = 0

DK. Kedungsono = Rp1.700,00 - Rp1.500,00 = Rp200,00

Dari perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penetapan NJOP yang ada di JL. Ahmad Yani lebih rendah Rp824.000,00 dari harga pasarnya. Penetapan NJOP di DK. Purwogondo lebih rendah Rp218.000,00 dari harga pasarnya. Penetapan NJOP di JL. Raya Songgolangit lebih rendah Rp 1.963.000,00 dari harga pasarnya. Penetapan NJOP di KP. Gentan lebih rendah Rp336.000,00 dari harga pasarnya. Penetapan NJOP DK. Kedungsono dengan kode AF sudah sesuai dengan harga pasarnya. Penetapan NJOP di DK. Kedungsono dengan kode AA lebih tinggi Rp200,00 dari harga pasarnya.

Tabel II.2

Selisih NJOP dan Harga Pasar

Sumber: data yang diolah

Daerah Nama Jalan Kode ZNT Kelas Bumi NJOP Bumi (Rp/m2) Harga Pasar (Rp/m2) Selisih (Rp/m2)

Cepat JL. Ahmad Yani AE 057 2.176.000 3.000.000 824.000 DK. Purwogondo AC 080 82.000 300.000 218.000 Sedang JL. Raya Songgolangit AW 070 537.000 2.500.000 1.963.000 KP. Gentan AN 081 64.000 400.000 336.000 Lambat DK. Kedungsono AF 085 20.000 20.000 0 DK. Kedungsono AA 092 1.700 1.500 200

commit to user

Untuk mengetahui tingkatan selisih antara NJOP dan harga pasar tersebut di atas, penulis akan menganalisis dengan menggunakan analisis rasio, rumusnya adalah:

Analisis rasio = Selisih NJOP dan Harga Pasar NJOP

Adapun perhitungan untuk mengetahui tingkatan selisih antara NJOP dan harga pasar masing-masing desa tersebut adalah sebagai berikut: JL. Ahmad Yani = Rp824.000,00 = 0,378 x Rp2.176.000,00 DK. Purwogondo = Rp218.000,00 = 2,658 x Rp82.000,00 JL. Raya Songgolangit = Rp1.963.000,00 = 3,65 x Rp537.000,00 KP. Gentan = Rp336.000,00 = 5,25 x Rp64.000,00 DK. Kedungsono = 0 = 0 Rp20.000,00 DK. Kedungsono = Rp200,00 = 0,117 x Rp1.700,00

Dari perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penetapan NJOP pada JL. Ahmad Yani sebesar Rp2.176.000,00 masih kurang Rp824.000,00 agar sesuai dengan harga pasar sebesar Rp3.000.000,00, maka diperlukan 0,378 kali dari NJOP agar bisa mencapai kekurangan tersebut sebesar Rp824.000,00. Penetapan NJOP pada DK. Purwogondo sebesar Rp82.000,00 masih kurang Rp218.000,00 agar sesuai dengan harga pasar sebesar Rp300.000,00, maka diperlukan 2,658 kali dari NJOP

commit to user

agar bisa mencapai kekurangan tersebut sebesar Rp218.000,00. Penetapan NJOP pada JL. Raya Songgolangit sebesar Rp537.000,00 masih kurang Rp1.963.000,00 agar sesuai dengan harga pasar sebesar Rp2.500.000,00, maka diperlukan 3,655 kali dari NJOP agar bisa mencapai kekurangan tersebut sebesar Rp1.963.000,00. Penetapan NJOP pada KP. Gentan sebesar Rp64.000,00 masih kurang Rp336.000,00 agar sesuai dengan harga pasar sebesar Rp400.000,00, maka diperlukan 5,25 kali dari NJOP agar bisa mencapai kekurangan tersebut sebesar Rp336.000,00. Penetapan NJOP pada DK. Kedungsono dengan kode ZNT AF sebesar Rp20.000,00 sudah sesuai dengan harga pasarnya. Penetapan NJOP pada DK. Kedungsono dengan kode ZNT AA sebesar Rp1.700,00, lebih tinggi Rp200,00 dari harga pasar sebesar Rp1.500,00, maka NJOP sebesar Rp1.700,00 dikurangi 0,117 kali dari NJOP agar sesuai dengan harga pasar sebesar Rp1.500,00.

Tabel II.3

Rasio Selisih NJOP dan Harga Pasar

Sumber: data yang diolah

Daerah Nama Jalan Kode ZNT Kelas Bumi NJOP Bumi (Rp/m2) Harga Pasar (Rp/m2) Selisih (Rp/m2) Rasio

Cepat JL. Ahmad Yani AE 057 2.176.000 3.000.000 824.000 0,378 x DK. Purwogondo AC 080 82.000 300.000 218.000 2,658 x Sedang JL. Raya Songgolangit AW 070 537.000 2.500.000 1.963.000 3,65 x

KP. Gentan AN 081 64.000 400.000 336.000 5,25 x Lambat DK. Kedungsono AF 085 20.000 20.000 0 0

commit to user

Berdasarkan analisis dan perhitungan dari enam sampel tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penetapan NJOP lebih rendah dari harga pasarnya, tetapi ada juga yang lebih tinggi dari harga pasarnya.

2. Perhitungan BPHTB

a. Saat menjadi pajak pusat

Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 besarnya tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (Soessanto, 2010). Kemudian, besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) ditetapkan sebesar Rp20 juta (dua puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak, dan Rp150 juta (seratus lima puluh juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau istri. Penentuan besarnya NPOPTKP diatur dalam dalam peraturan pemerintah RI Nomor 113 Tahun 2000, dalam pelaksanaannya NPOPTKP ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Menghitung BPHTB terutang:

BPHTB terutang = tarif pajak x NPOPKP ( NPOP-NPOPTKP)

Besarnya BPHTB yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan karena waris dan hibah wasiat dalam pelaksanaannya yang dilakukan oleh direktorat jenderal pajak dikenakan sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang. Ketentuan yang mengatur BPHTB atas perolehan karena hak waris dan hibah wasiat adalah peraturan pemerintah

commit to user

RI Nomor 111 Tahun 2000 tentang pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan karena waris dan hibah wasiat.

Besarnya BPHTB yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan karena pemberian hak pengelolaan:

1) 0% (nol persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang, apabila penerima hak pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah non Departemen, Pemda Provinsi, Pemda Kabupaten/Kota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perum Perumnas;

2) 50% dari BPHTB seharusnya terutang, apabila penerima hak pengelolaan selain dimaksud diatas.

Ketentuan yang mengatur pengenaan BPHTB atas perolehan hak karena pemberian hak pengelolaan, dalam pelaksanaannya di Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan peraturan pemerintah RI Nomor 112 Tahun 2000 tentang pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan karena pemberian hak pengelolaan.

Contoh perhitungan:

1) PT. Indah membeli sebidang tanah dan bangunan dengan nilai transaksi sebesar Rp450.000.000,00. Sesuai SPPT PBB, tanah seluas 60 m2 mempunyai NJOP Rp2.608.000,00 per m2 dan bangunan seluas 100 m2 mempunyai NJOP Rp2.625.000,00 per m2. Besarnya BPHTB terutang dihitung sebagai berikut:

commit to user

NJOP tanah: 60 m2 x Rp2.608.000,00 Rp156.480.000,00 NJOP bangunan:100 m2 x Rp2.625.000,00 Rp262.500.000,00 (+) NJOP PBB Rp418.980.000,00

Harga transaksi /nilai pasar Rp450.000.000,00

Harga transaksi lebih besar dari pada NJOP PBB, maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak (BPHTB) atau NPOP adalah nilai/harga transaksi, sebaliknya apabila NJOP PBB lebih besar dari pada harga transaksi, maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak (BPHTB) atau NPOP adalah NJOP PBB.

NPOP Rp450.000.000,00

NPOPTKP Rp 20.000.000,00 (-)

NPOPKP Rp430.000.000,00

BPHTB yang terutang:

5% x Rp430.000.000,00 = Rp21.500.000,00

2) Tuan Restu memperoleh hibah wasiat dari orang tuanya sebidang tanah senilai Rp700.000.000,00. Dalam SPPT PBB tertera luas tanah (bumi) 2.200 m2 dengan NJOP Rp335.000,00 per m2. Besarnya BPHTB yang terutang dihitung sebagai berikut:

NJOP tanah: 2.200 m2 x Rp335.000,00 Rp 737.000.000,00 NJOP PBB Rp 737.000.000,00

commit to user

NJOP PBB lebih besar dari pada harga transaksi, maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak (BPHTB) atau NPOP adalah NJOP PBB, dan sebaliknya. NPOP Rp737.000.000,00 NPOPTKP Rp150.000.000,00 (-) NPOPKP Rp587.000.000,00 BPHTB yang terutang: 5% x Rp587.000.000,00 = Rp29.350.000,00 BPHTB yang harus dibayar:

50% x Rp21.850.000,00 = Rp14.675.000,00

3) Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) memperoleh hak pengelolaan atas tanah seluas 10 ha dengan NPOP sebesar Rp1.000.000.000,00, maka besarnya BPHTB yang terutang adalah sebagai berikut:

NPOP Rp1.000.000.000,00

NPOPTKP Rp 60.000.000,00 (-) NPOPKP Rp 940.000.000,00 BPHTB yang terutang:

5% x Rp940.000.000,00 = Rp47.000.000,00 BPHTB yang harus dibayar:

commit to user

b. Setelah menjadi pajak daerah

Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) atas pengalihan wewenang pemungutan BPHTB dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, besarnya tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5%, tarif ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 tentang bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Kemudian, besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling rendah sebesar Rp60 juta (enam puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak, dan Rp300 juta (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau istri. NPOPTKP ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 10 Tahun 2010.

Cara menghitung BPHTB:

BPHTB terutang = tarif pajak x NPOPKP ( NPOP-NPOPTKP) Contoh perhitungan:

1) PT. Indah membeli sebidang tanah dan bangunan dengan nilai transaksi sebesar Rp450.000.000,00. Sesuai SPPT PBB, tanah seluas 60 m2 mempunyai NJOP Rp2.608.000,00 per m2 dan bangunan seluas 100 m2 mempunyai NJOP Rp2.625.000,00 per m2. Besarnya BPHTB terutang dihitung sebagai berikut:

commit to user

NJOP tanah: 60 m2 x Rp2.608.000,00 Rp156.480.000,00 NJOP bangunan: 100 m2 x Rp2.625.000,00 Rp262.500.000,00 (+)

NJOP PBB Rp418.980.000,00

Harga transaksi /nilai pasar Rp450.000.000,00

Harga transaksi lebih besar dari pada NJOP PBB, maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak (BPHTB) atau NPOP adalah nilai/harga transaksi, sebaliknya apabila NJOP PBB lebih besar dari pada harga transaksi, maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak (BPHTB) atau NPOP adalah NJOP PBB.

NPOP Rp450.000.000,00

NPOPTKP Rp 60.000.000,00 (-)

NPOPKP Rp390.000.000,00

BPHTB yang terutang:

5% x Rp390.000.000,00 = Rp19.500.000,00

2) Tuan Restu memperoleh hibah wasiat dari orang tuanya sebidang tanah senilai Rp700.000.000,00. Dalam SPPT PBB tertera luas tanah (bumi) 2.200 m2 dengan NJOP Rp335.000,00 per m2. Besarnya BPHTB yang terutang dihitung sebagai berikut:

NJOP tanah: 2.200 m2 x Rp335.000,00 Rp 737.000.000,00

NJOP PBB Rp 737.000.000,00

commit to user

NJOP PBB lebih besar dari pada harga transaksi, maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak (BPHTB) atau NPOP adalah NJOP PBB, dan sebaliknya. NPOP Rp737.000.000,00 NPOPTKP Rp300.000.000,00 (-) NPOPKP Rp437.000.000,00 BPHTB yang terutang: 5% x Rp437.000.000,00 = Rp21.850.000,00

Berdasarkan perhitungan BPHTB saat menjadi pajak pusat dan saat menjadi pajak daerah tersebut di atas, ternyata terdapat adanya perubahan nilai NPOPTKP yang lebih besar, maka pendapatan daerah menjadi lebih kecil. Belum lagi dengan adanya perhitungan BPHTB yang nihil. Jadi ada indikasi bahwa NJOP nantinya akan naik. Dengan naiknya NJOP maka pendapatan daerah akan teratasi.

3. Upaya Tata Ulang NJOP

Saat ini penetapan NJOP sebagai dasar perhitungan BPHTB menjadi kewenangan Kementrian Keuangan, dalam kenyataan NJOP yang ditetapkan Kementrian Keuangan belum sesuai dengan harga pasar yang ada di lapangan. Berdasarkan UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) BPHTB dan PBB khususnya sektor perdesaan dan perkotaan ditambahkan sebagai pajak daerah.

Di tahun 2011 ini BPHTB sudah menjadi pajak daerah, sedangkan PBB Pedesaan dan Perkotaan untuk saat ini masih merupakan pajak pusat. Padahal

commit to user

perhitungan BPHTB didasarkan pada NJOP yang terdapat pada SPPT PBB. Apabila nanti PBB sudah menjadi pajak daerah, maka kewenangan ketentuan NJOP menjadi kewenangan Kabupaten Sukoharjo. Oleh sebab itu, dalam upaya penataan ini yang ditempuh Pemerintah Kabupaten antara lain sebagai berikut:

1) menginventarisir NJOP yang sudah ada, 2) mendata harga pasar dilapangan,

3) membandingkan harga pasar dengan harga NJOP yang ditetapkan Menteri Keuangan, dan

4) apabila harga NJOP yang ditetapkan Menteri Keuangan masih jauh dari harga pasar, maka akan disesuaikan dengan harga lapangan yang ada.

4. Pengaruh NJOP terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sukoharjo

Dengan penataan NJOP maka meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Hal tersebut karena pemungutan BPHTB didasarkan pada NJOP. Besarnya BPHTB dihitung tarif (5%) x NJOP, apabila NJOP sudah disesuaikan dengan harga pasar dilapangan (dinaikkan) maka penerimaan BPHTB akan mengalami kenaikkan, dengan demikian PAD akan meningkat. Sebaliknya, apabila NJOP belum disesuaikan dengan harga pasar maka penerimaan BPHTB belum bisa maksimal, jadi NJOP sangat berpengaruh bagi pendapatan asli daerah.

commit to user

BAB III

TEMUAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan analisis serta perhitungan terhadap data-data dan informasi yang diperoleh, penulis menemukan kelebihan dan kelemahan.

A. KELEBIHAN

1. Pada perhitungan BPHTB ditemukan adanya perubahan nilai NPOPTKP yang lebih besar, maka NPOPTKP sebagai pengurang NPOP akan memperkecil jumlah NPOPKP untuk menghitung BPHTB yang terutang, sehingga akan menguntungkan bagi wajib pajak karena jumlah pajak yang harus dibayarkan lebih sedikit.

2. Apabila NJOP sudah sesuai dengan harga pasar dilapangan, maka pendapatan daerah akan mengalami peningkatan.

B. KELEMAHAN

1. Pada perhitungan BPHTB ditemukan adanya perubahan nilai NPOPTKP yang lebih besar, maka pendapatan daerah menjadi lebih kecil. Hal ini merugikan bagi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo.

2. Apabila NJOP sudah sesuai dengan harga pasar yang ada dilapangan, maka dalam perhitungan BPHTB jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak akan lebih besar, sehingga merugikan wajib pajak.

commit to user

BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian yang penulis lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan antara lain:

1. Dari enam sampel yang mewakili Kabupaten Sukoharjo tersebut, disimpulkan bahwa sebagian besar penetapan NJOP lebih rendah dari harga pasarnya, tetapi ada juga yang lebih tinggi dari harga pasarnya. 2. Perhitungan BPHTB saat menjadi pajak pusat dan saat menjadi pajak

daerah terdapat adanya perubahan nilai NPOPTKP yang lebih besar. a. Saat menjadi pajak pusat, besarnya nilai perolehan objek pajak tidak

kena pajak (NPOPTKP) ditetapkan sebesar Rp20 juta (dua puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak, dan Rp150 juta (seratus lima puluh juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau istri.

b. Saat menjadi pajak daerah, besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling rendah sebesar Rp60 juta (enam puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak, dan Rp300 juta (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris atau

commit to user

hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau istri.

Atas perubahan nilai NPOPTKP yang lebih besar, maka pendapatan daerah menjadi lebih kecil. Belum lagi dengan adanya perhitungan BPHTB yang nihil. Jadi ada indikasi bahwa nilai NJOP nantinya akan naik. Dengan naiknya nilai NJOP maka pendapatan daerah akan teratasi.

3. Upaya penataan ulang NJOP yang ditempuh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo antara lain sebagai berikut:

1) menginventarisir NJOP yang sudah ada, 2) mendata harga pasar dilapangan,

3) membandingkan harga pasar dengan harga NJOP yang ditetapkan Menteri Keuangan, dan

4) apabila harga NJOP yang ditetapkan Menteri Keuangan masih jauh dari harga pasar, maka akan disesuaikan dengan harga lapangan yang ada.

4. Penataan NJOP akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Hal tersebut karena pemungutan BPHTB didasarkan pada NJOP. Besarnya BPHTB dihitung tarif (5%) x NJOP, apabila NJOP sudah disesuaikan dengan harga pasar dilapangan (dinaikkan) maka penerimaan BPHTB

commit to user

akan mengalami kenaikkan, dengan demikian pendapatan asli daerah akan meningkat. Jadi NJOP sangat berpengaruh bagi pendapatan asli daerah.

B. REKOMENDASI

Dengan melihat kelemahan yang ditemukan, maka penulis mengemukakan rekomendasi yang mungkin dapat berguna bagi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, antara lain:

1. Sebaiknya Pemda mempersiapkan SDM sebaik mungkin dan mempersiapkan segala infrastruktur termasuk segera menyelesaikan Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur tentang PBB Pedesaan dan Perkotaan berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan agar mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, sehingga PBB Pedesaan dan Perkotaan dapat segera dialihkan ke daerah pada awal tahun 2014. Dengan demikian, kewenangan NJOP bisa segera menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo bisa segera menata ulang NJOP agar pendapatan daerah yang diperoleh dari BPHTB bisa lebih maksimal.

2. Sebaiknya Pemerintah Daerah mensosialisasikan kepada wajib pajak perihal BPHTB yang sekarang pemungutannya dialihkan ke daerah agar wajib pajak benar-benar memahami aturan baru yang berlaku di Kabupaten Sukoharjo dan juga proses perhitungan pajaknya. Dengan

commit to user

memahami aturan maka dapat dilakukan pengawasan, sehingga apabila daerah menentukan tarif ataupun NJOP yang tidak sesuai dengan batas kewajaran, wajib pajak bisa menegur.

Dokumen terkait