• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data Hasil Penelitian

4.2.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif ini memberikan gambaran mengenai nilai minimum, nilai maksimum, mean, serta standar deviasi. Statistik deskriptif adalah proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami. Statistik deskriptif akan dijelaskan dalam tabel berikut ini

Tabel 4.1

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Kas 30 ,12 80,55 8,1457 17,52460

Piutang 30 ,10 118,81 17,2003 23,61524 Persediaan 30 ,00 44,49 4,4157 11,25534

CR 30 ,75 113,60 7,9203 20,31875

Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2012 Penjelasan tabel diatas sebagai berikut :

1. Rata-rata dari perputaran kas adalah 8,1457 dengan standar deviasi 17,52460 dan jumlah data yang ada adalah 30. Nilai perputaran kas tertinggi adalah 80,55 sedangkan nilai terendah adalah 0,12

2. Rata-rata dari perputaran piutang adalah 17,2003 dengan standar deviasi 23,61524 dan jumlah data yang ada adalah 30. Nilai perputaran piutang tertinggi adalah 4,20 sedangkan nilai terendah adalah 0,28.

3. Rata-rata dari perputaran persediaan adalah 4,4157 dengan standar deviasi 11,25534 dan jumlah data yang ada adalah 30. Nilai perputaran persediaan tertinggi adalah 44,49 sedangkan nilai terendah adalah 0,00.

4. Rata-rata dari CR adalah 7,9203 dengan standar deviasi sebesar 20,31875 dan jumlah data yang ada adalah 30. Nilai CR tertinggi adalah 113,60 sedangkan nilai CR terendah adalah 0,75.

4.2.2 Pengujian Asumsi Klasik

Untuk menghasilkan suatu model regresi yang baik diperlukan pengujian asumsi klasik terlebih dahulu sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program statistik. Menurut Ghozali (2011:123), asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah :

1. Berdistribusi normal,

2. Non-multikolinearitas yaitu antara variabel independen dalam model regresi tidak memiliki korelasi atau hubungan secara sempurna ataupun mendekati sempurna,

3. Non-autokorelasi yaitu kesalahan pengganggu dalam model regresi tidak saling berkorelasi,

4. Non-heteroskedastisitas yaitu variance variabel independen dari satu pengamatan ke pengamatan lain adalah konstan atau sama.

4.2.2.1 Uji Normalitas 

Pengujian normalitas data dalam penelitian ini menggunakan uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui apakah data sudah terdistribusi secara normal atau tidak. Ghozali (2011:115), memberikan pedoman pengambilan keputusan rentang data mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov- Smirnov, dapat dilihat dari: Jika nilai signifikan < 0,05 maka distribusi data tidak normal, dan

Jika nilai signifikan > 0,05 maka distribusi data normal. Hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : Data residual berdistribusi normal, dan

Ha : Data residual tidak berdistribusi normal.

Tabel 4.2

Hasil Uji Normalitas  

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Kas Piutang Persediaan CR

N 30 30 30 30

Normal Parametersa,b Mean ,6817 2,1558 -,0425 1,3054

Std. Deviation 1,28662 1,22704 2,34545 1,09273 Most Extreme Differences Absolute ,189 ,178 ,254 ,143

Positive ,189 ,160 ,254 ,143

Negative -,104 -,178 -,152 -,137

Kolmogorov-Smirnov Z ,925 ,872 1,243 ,703

Asymp. Sig. (2-tailed) ,360 ,432 ,091 ,706

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Dari hasil pengolahan data pada tabel 4.2 diperoleh besarnya nilai

Kolmogorov-Smirnov adalah 0,925 (kas), 0,872 (piutang), 1,243 (persediaan) dan 0,703 (CR) yang signifikan pada 0,05 karena Asymp. Sig. (2-tailed) 0,000 < dari 0,05. Nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima atau H1 ditolak yang berarti data residual berdistribusi normal.

Gambar 4.1 

Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2012 

Grafik histogram menunjukkan pola distribusi normal karena dengan melihat tampilan grafik histogram disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi yang normal. Grafik cenderung menceng

(skewness) ke kiri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Begitu juga hasil tampilan grafik Normal P-Plot Regression di bawah ini, dapat dilihat titik-titik menyebar dekat dari garis diagonal yang menunjukkan data terdistribusi dengan normal.

Gambar 4.2 Grafik Normal P-Plot 

4.2.2.2 Uji Multikolinearitas  

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi antar variabel independen dalam model regresi. Jika pada model regresi terjadi multikolinearitas, maka koefisien regresi tidak dapat ditaksir dan nilai standard error menjadi tidak terhingga. Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah dengan melihat tolerance value dan VIF. Menurut Ghozali (2005) “adanya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari

tolerance value atau nilai variance inflation factor (VIF). Batas tolerance value adalah 0,1 dan batas VIF adalah 10”. Apabila tolerance value < 0,1 atau VIF > 10 = terjadi multikolinearitas. Apabila tolerance value > 0,1 atau VIF < 10 = tidak terjadi multikolinearitas.

Tabel 4.3

Hasil Uji Multikolinearitas 

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 1,689 ,494 3,415 ,003 Kas -,160 ,176 -,188 -,907 ,375 ,970 1,031 Piutang -,124 ,193 -,139 -,643 ,528 ,893 1,120 Persediaan ,165 ,101 ,355 1,632 ,118 ,886 1,128 a. Dependent Variable: CR

Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2012

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa tolerance value dari setiap variabel independen adalah lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF dari setiap variabel independen adalah lebih kecil dari 10. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen.

4.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas 

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain dalam model regresi. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homokedastisitas apabila titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur. Menurut Ghozali (2011:105), terdapat dua dasar pengambilan keputusan penentuan uji heteroskedastisitas.

1) Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot untuk menganalisis apakah terjadi heterokedastisitas dengan mengamati penyebaran titik-titik pada gambar.

Gambar 4.3 Grafik Scatterplot 

Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2012

Dari gambar scatterplot di atas, terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tidak membentuk pola tertentu atau tidak teratur, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini mengindikasikan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi variabel dependen (rasio lancar) berdasarkan masukan variabel independen yang terdiri dari perputaran kas, perputaran piutang dan perputaran persediaan.

4.2.2.4 Uji Autokorelasi 

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode saat ini (t) dengan kesalahan pengganggu sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi, maka terdapat autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual atau kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya.

Jika terjadi autokorelasi dalam model regresi berarti koefisien korelasi yang diperoleh menjadi tidak akurat, sehingga model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari autokorelasi.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah dalam autokorelasi diantaranya adalah dengan Uji Durbin Watson. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelsi adalah sebagai berikut:

1) angka D-W di bawah –2 berarti ada autokorelasi positif,

2) angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, dan 3) angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi 

Su mbe r : Out put SPS S, diolah Penulis, 2012

Hasil uji autokorelasi di atas menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi antar kesalahan pengganggu antar periode. Hal tersebut dilihat dari nilai Durbin-Watson (D-W) sebesar 1,233. Angka D-W berada diantara -2 dan 2, yang mengartikan bahwa angka DW lebih besar dari -2 dan lebih kecil dari 2. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa tidak ada autokorelasi positif maupun negatif. Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 ,404a ,163 ,037 1,07212 1,233

a. Predictors: (Constant), Kas, Piutang, Persediaan, Dependent Variable: CR

4.2.3 Model Analisis

Berdasarkan hasil pengujian asumsi klasik, disimpulkan bahwa model regresi yang dipakai dalam penelitian ini telah memenuhi model estimasi yang Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Analisis statistik selanjutnya adalah análisis regresi linier berganda dengan SPSS 19.0. Analisis regresinya yaitu analisis koefisien regresi, analisis koefisien korelasi dan determinasi, dan melakukan pengujian hipótesis.

4.2.3.1 Pengujian Regresi Linier Berganda

Dalam pengolahan data dengan menggunakan regresi linear, dilakukan beberapa tahapan untuk mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, melalui pengaruh Perputaran Kas (X1), Perputaran Piutang (X2) dan Perputaran Persediaan (X3) terhadap Rasio Lancar/CR (Y). Hasil regresi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.5 Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 1,689 ,494 3,415 ,003 Kas -,160 ,176 -,188 -,907 ,375 Piutang -,124 ,193 -,139 -,643 ,528 Persediaan ,165 ,101 ,355 1,632 ,118 a. Dependent Variable: CR

Model regresi linier berganda berdasarkan hasil analisis regresi diatas adalah sebagai berikut:

Y= 1,689 - 0,160 X1 - 0,124 X2 + 0,165 X3 + e

Model regresi di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut :

a. Konstanta (a) sebesar 1,689, menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan (X1=X2=X3=X4=0), maka CR sebesar 1,689.

b. Koefisien X1 = 0,160, ini menunjukkan apabila terjadi perubahan variabel perputaran kas sebesar 1 satuan akan meningkatkan CR sebesar 0,160 atau 16 % dengan asumsi variabel independen lainnya tetap atau sama dengan nol.

c. Koefisien X2 = 0,124, ini menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan perputaran piutang sebesar 1 satuan akan meningkatkan CR sebesar 0,124 atau 12,4 % dengan asumsi variabel independen lainnya tetap atau sama dengan nol.

d. Koefisien X3 = 0,165, ini menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan perputaran persediaan sebesar 1 satuan akan meningkatkan CR sebesar 0,165 atau 16, 5 % dengan asumsi variabel independen lainnya tetap atau sama dengan nol.

4.2.3.2 Analisis Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi

Nilai koefisien korelasi (R) menunjukkan seberapa besar korelasi atau hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Koefisien korelasi dikatakan kuat jika nilai R berada diatas 0,5 dan mendekati 1. Koefisien determinasi (R square) menunjukkan seberapa besar variabel independen menjelaskan variabel dependennya. Nilai R square adalah nol

sampai dengan satu. Apabila nilai R square semakin mendekati satu, maka variabel-variabel independen memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Sebaliknya, semakin kecil nilai R

square, maka kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan

variasi variabel dependen semakin terbatas. Oleh karena itu, digunakan nilai

adjustedRsquare untuk mengevaluasi mana model regresi terbaik.

Tabel 4.6

Hasil Analisis Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi

Sumb er :

Outp ut SPSS, diolah Penulis, 2012

Pada model summary di atas, angka R sebesar 0,404 menunjukkan bahwa terdapat korelasi atau hubungan yang kuat antara CR dengan perputaran kas, perputaran piutang dan perputaran persediaan yaitu sebesar 40,4 % yang berada di bawah 0,5 (50%). Angka adjusted R.Square (R²) atau koefisien determinasi adalah 0,037. Angka ini mengindikasikan bahwa 3,7 % variasi atau perubahan dalam CR dapat dijelaskan oleh variasi variabel perputaran kas, perputaran piutang, dan perputaran persediaan. Sedangkan sisanya (96,3 %) dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. Standar

Error of Estimate (SEE) adalah 1,07212 semakin besar SEE akan membuat

model regresi kurang tepat dalam memprediksi variabel dependen.

Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,404a ,163 ,037 1,07212

a. Predictors: (Constant), Kas, Piutang, Persediaan b. Dependent Variabel : CR

4.2.3.3Pengujian Hipotesis

a.Uji Signifikansi Simultan (F) 

Secara simultan, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji F (F test). Uji F dilakukan untuk menguji apakah variabel-variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen. Adapun hipotesis untuk uji F adalah :

H1 : Perputaran Kas, Perputaran Piutang, Perputaran dan Persediaan berpengaruh signifikan terhadap Rasio Lancar (CR).

Uji ini membandingkan signifikansi Fhitung dengan ketentuan: 1) jika Fhitung < Ftabel pada α 0,05, maka H1 ditolak, dan

2) jika Fhitung > Ftabel pada α 0,05, maka H1 diterima.

Setelah uji F dilakukan, maka diperoleh nilai F hitung dan nilai signifikansi seperti dibawah ini.

Tabel 4.7 Hasil Uji F

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 4,474 3 1,491 1,298 ,303a

Residual 22,989 20 1,149

Total 27,463 23

a. Predictors: (Constant), Kas, , Piutang, Persediaan

b. Dependent Variable: CR

Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2011

Dari hasil uji ANOVA atau F test, diperoleh F hitung sebesar 1,298 dengan tingkat signifikansi 0,303, sedangkan F tabel sebesar 3,10 dengan signifikansi

0,05 yang berarti H1 ditolak. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa perputaran kas, piutang dan persediaan secara simultan tidak berpengaruh terhadap rasio lancar (CR) perusahaan karena F hitung < F tabel (1,298 < 3,10) dan signifikansi penelitian < 0,05 (0,000 < 0,05).

b.Uji Signifikansi Parsial (t) 

Uji t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dari setiap variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Dalam uji t digunakan hipotesis seperti yang terlihat berikut ini.

H0 : b1,b2,b3, = 0, artinya perputaran kas,piutang, persediaan, dan modal kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio lancar (CR) secara parsial pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha : b1,b2,b3,b4 0, artinya perputaran kas, piutang, persediaan, dan modal kerja berpengaruh signifikan terhadap rasio lancar (CR) secara parsial pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Uji t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan setiap variabel independennya dengan kriteria sebagai berikut :

1. H0 diterima dan Ha ditolak jika t hitung < t tabel untuk α = 5%, dan

2.Ha diterima dan H0 ditolak jika t hitung > t tabel untuk α = 5%.

Tabel 4.8 Hasil Uji t Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 1,689 ,494 3,415 ,003

Kas -,160 ,176 -,188 -,907 ,375

Piutang -,124 ,193 -,139 -,643 ,528

Persediaan ,165 ,101 ,355 1,632 ,118

a. Dependent Variable: CR

Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2012

Dari uji t yang telah dilakukan, diperoleh nilai t tabel sebesar 2,353. Dari hasil uji t yang disajikan pada tabel 4.8 dapat diketahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen sebagai berikut :

a. Perputaran Kas mempunyai nilai signifikansi 0,375 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05. Nilai t hitung diperoleh sebesar -0,907 yang bermakna nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 2,353. Berdasarkan nilai tersebut disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak, artinya secara parsial perputaran kas tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio lancar (CR).

b. Perputaran Piutang mempunyai nilai signifikansi 0,528 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05. Nilai t hitung diperoleh sebesar -0,643 yang bermakna nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 2,353. Berdasarkan nilai tersebut disimpulkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak, artinya secara parsial perputaran piutang tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio lancar (CR).

c. Perputaran Persediaan mempunyai nilai signifikansi 0,118 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05. Nilai t hitung diperoleh 1,632 yang bermakna nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 2,353. Berdasarkan nilai tersebut disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak, artinya secara parsial perputaran persediaan tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio lancar (CR).

4.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan secara statistik dengan menggunakan program SPSS Versi 19.0 maka dapat disimpulkan bahwa perputaran kas, perputaran piutang, dan perputaran persediaan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap likuiditas perusahaan yang diukur dengan rasio lancar (CR). Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil anaisis nilai t hitung < t tabel yang memiliki makna bahwa semua H0 diterima dan Ha ditolak. Selain pembuktian di atas, hal tersebut juga turut didasarkan pada hasil analisis koefisien korelasi antara variabel independen dan dependen tersebut diperoleh standardized coefficients untuk perputaran kas sebesar -0,188, perputaran piutang sebesar -0,139 dan perputaran persediaan sebesar 0,355 yang bermakna bahwa korelasi atau hubungan antara variabel dependen dan independen adalah hubungan yang negatif atau berbanding terbalik atau lemah. Hal tersebut menunjukkan apabila tingkat perputaran kas, perputaran piutang, dan perputaran persediaan mengalami kenaikan maka tingkat likuditas dengan rasio lancar mengalami penurunan. Begitu juga sebaliknya, apabila tingkat perputaran kas, perputaran piutang, dan perputaran persediaan mengalami penurunan maka tingkat likuiditas dengan rasio lancar mengalami kenaikan.

Penjelasan secara rinci keempat variabel independen dan hubungannya dengan

incosistency peneliti terdahulu sebagai berikut:

1. Perputaran Kas mempunyai nilai signifikansi 0,375 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05. Nilai t hitung diperoleh sebesar -0,907 yang bermakna nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 2,353. Berdasarkan nilai tersebut disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak, artinya secara

parsial perputaran kas tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio lancar (CR).

2. Perputaran Piutang mempunyai nilai signifikansi 0,528 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05. Nilai t hitung diperoleh sebesar -0,643 yang bermakna nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 2,353. Berdasarkan nilai tersebut disimpulkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak, artinya secara parsial perputaran piutang tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio lancar (CR).

3. Perputaran Persediaan mempunyai nilai signifikansi 0,118 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05. Nilai t hitung diperoleh 1,632 yang bermakna nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 2,353. Berdasarkan nilai tersebut disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak, artinya secara parsial perputaran persediaan tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio lancar (CR).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perputaran kas, perputaran piutang dan perputaran persediaan secara simultan tidak memiliki pengaruh terhadap likuiditas perusahaan. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil anailisis F hitung < F tabel yaitu sebesar 1,298 < 3,10 dan signifikansi penelitian < 0,05 (0,004 < 0,05) dengan demikian H1 diterima.

Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah bahwa H1 ditolak akan tetapi perputaran kas, perputaran piutang, perputaran persediaan, dan perputaran modal kerja memiliki korelasi atau hubungan yang lemah terhadap likuiditas perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai pengaruh variabel independen yang ditunjukkan oleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,037 yaitu persentase pengaruh perputaran kas,

perputaran piutang dan perputaran persediaan terhadap likuiditas pada perusahaan makanan dan minuman adalah sebesar 3,7 %, sehingga variabel lain di luar rasio tersebut (faktor eksternal) yang menjelaskan variasi likuiditas perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEI secara menyeluruh adalah 96,3 %.

Modal kerja selalu dalam keadaan berputar atau beroperasi dalam perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Pereode perputaran modal kerja (working capital turnorver period) dimulai saat kas diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat dimana kas kembali lagi menjadi kas. Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputarannya atau makin tinggi tingkat perputarannya (turnorver rate-nya). Lama periode perputaran modal kerjanya tergantung kepada berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen dari modal kerja tersebut.

Modal kerja sangat penting bagi perusahaan dalam menentukan tingkat likuiditas perusahaan. Modal kerja dapat terlihat dari bagaimana perusahaan tersebut menjaga keseimbangan jumlah aktiva lancar dan jumlah hutang lancar agar dapat dipergunakan untuk menunjang operasi perusahaan. Sepanjang keseimbangan tersebut tercapai, maka modal kerja perusahaan tersebut dapat dikatakan baik dalam menentukan tingkat likuiditas perusahaan. Hal ini berlaku lebih penting bagi perusahaan yang sedang melakukan ekspansi dalam bisnisnya karena manajemen modal kerja yang baik akan menghasilkan laba yang tinggi.

Likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat

merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar.

Kemampuan membayar baru terdapat pada perusahaan apabila kekuatan membayarnya adalah demikian besarnya sehingga dapat memenuhi semua kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Dengan demikian maka kemampuan membayar itu dapat diketahui setelah membandingkan kekuatan membayar di satu pihak dengan kewajiban-kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak.

Pada setiap perusahaan modal kerja mempunyai hubungan yang saling terkait dengan likuiditas, karena dengan adanya modal kerja maka perusahaan dapat memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya dimana modal kerja ini digunakan untuk menjalankan operasi-operasi perusahaan setiap harinya. Sedangkan likuiditas menunjukkan kemampuan dari perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang harus segera dipenuhi.

Perputaran kas mempunyai nilai signifikansi 0,375 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05. Nilai t hitung diperoleh sebesar -0,907 yang bermakna nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 2,353. Berdasarkan nilai tersebut disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak, artinya secara parsial perputaran kas tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio lancar (CR).

Hasil Penelitian Sriwimerta (2010) Perputaran kas tidak berpengaruh signifikan terhadap likuiditas secara parsial sebagaimana ditunjukkan oleh nilai signifikansi t sebesar 0,24 yang lebih besar dari 0,05 dan nilai t hitung sebesar 1,191 lebih kecil dari t

tabel sebesar 2,011. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yaitu apabila semakin tinggi tingkat perputaran kas, maka likuiditas perusahaan akan semakin rendah dan sebaliknya.

Perputaran piutang mempunyai nilai signifikansi 0,528 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05. Nilai t hitung diperoleh sebesar -0,643 yang bermakna nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 2,353. Berdasarkan nilai tersebut disimpulkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak, artinya secara parsial perputaran piutang tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio lancar (CR).

Hasil Penelitian Sriwimerta (2010) Perputaran piutang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap likuiditas sebagaimana ditunjukkan oleh nilai signifikansi t sebesar 0,045 lebih kecil dari 0,05 dan nilai t hitung sebesar 2,064 lebih besar dari t tabel sebesar 2,011. Berdasarkan hasil review penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Simamora (2007) di mana perputaran piutang mempunyai pengaruh signifikan terhadap likuiditas. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yaitu semakin tinggi tingkat perputaran piutang, maka akan semakin tinggi likuiditas perusahaan dan sebaliknya. Berdasarkan hasil analisis data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial perputaran piutang dapat memprediksi likuiditas pada perusahaan.

Perputaran persediaan mempunyai nilai signifikansi 0,118 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05. Nilai t hitung diperoleh 1,632 yang bermakna nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 2,353. Berdasarkan nilai tersebut disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak, artinya secara parsial perputaran persediaan tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio lancar (CR).

Berdasarkan penelitian terdapat pengaruh perputaran modal kerja terhadap likuiditas perusahaan food dan beverage pada bursa efek Indonesia periode 2009-2011.

BAB V

Dokumen terkait