• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Prosedur Penelitian

2. Analisis data kualitatif

Data kualitatif yang akan dianalisis di antaranya format observasi, wawancara, dan skala sikap. Analisis data kualitatif dalam penelitian adalah sebagai berikut ini.

a. Lembar observasi aktivitas siswa

Data hasil lembar observasi diubah ke dalam bentuk angka. Untuk (BS) diberi skor 4, (S) diberi skor 3, (C) diberi skor 2, dan (K) diberi skor 3. Selanjutnya mengubah skor mentah siswa menjadi nilai. Berikut interpretasi untuk rentang nilai yang diperoleh siswa:

81 – 100 = sangat baik 61 – 80 = baik 41 – 60 = cukup 21 – 40 = kurang 0 – 20 = sangat kurang b. Wawancara

Data hasil wawancara yang telah direkam kemudian diubah ke dalam bentuk tulisan. Hasil wawancara kemudian dianalisis. Selanjutnya hasil wawancara dapat dijadikan data pendukung untuk data-data yang telah diperoleh dari lembar observasi, skala sikap, dan hasil tes.

Teknik pengumpulan data lain yang digunakan adalah catatan lapangan. Menurut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2002: 153), “Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dam refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif”. Catatan lapangan digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kinerja guru dan aktivitas siswa serta berbagai kejadian yang dianggap penting yang tidak direncanakan dan tidak dapat teramati pada pedoman observasi.

d. Skala sikap

Data skala sikap yang diperoleh diolah dengan mencari persentase skala sikap untuk setiap butir pernyataan kemudian hasilnya ditafsirkan. Derajat penilaian skala sikap terbagi menjadi 4 kategori, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Data kualitatif tersebut kemudian diubah menjadi data kuantitatif. Untuk pernyataan positif, (SS) diberi skor 5, (S) diberi skor 4, (TS) diberi skor 2, dan (STS) diberi skor 1. Untuk pernyataan negatif, skornya kebalikan dari pernyataan positif (Suherman, dalam Khususwanto, 2008). Selanjutnya subjek dapat digolongkan menjadi kelompok yang memiliki sikap positif dan negatif. Penggolongan dapat dilakukan dengan menghitung rata-rata skor subjek. Jika nilai lebih dari 3, subjek mempunyai sikap positif. Dan jika nilai kurang dari tiga, subjek memiliki sikap negatif (Barkah, dalam Khususwanto, 2008)

82 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan pengolahan data hasil penelitian pada BAB IV, dapat disimpulkan mengenai pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa SD pada materi simetri lipat. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil postes siswa pada kelompok eksperimen yakni 14,17 dalam rentang 1-20 dengan rata-rata kemampuan awal siswa adalah 10,87. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata data pretes dan data postes kelas eksperimen dengan menggunakan uji-U dan menggunakan � = 5% two tailed didapatkan nilai P-value (Sig.2-tailed) = 0,000. Karena yang diuji satu arah, maka 0,000 dibagi dua, sehingga hasilnya 0. Hasil yang diperoleh P-value < �, maka ditolak atau diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa kelas V di Kecamatan Cimalaka pada kelompok sedang secara signifikan. Hal itu menerangkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw baik digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa. Berdasarkan hasil observasi kinerja guru di kelompok eksperimen, didapatkan bahwa kinerja guru mencapai kriteria sangat baik. Itu artinya model-model pembelajaran yang baru akan baik hasilnya apabila dilaksanakan dengan prosedur yang sesuai. Secara umum, respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw cenderung positif. Pembelajaran secara berkelompok (tim) telah membuat siswa merasa mampu belajar lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri. Selain itu, adanya rekognisi tim telah mampu menarik keinginan dan perhatian siswa untuk belajar lebih baik lagi agar mendapatkan hasil yang maksimal. Selain

10,8 atau sebesar 67,4% siswa memberi sikap positif terhadap pembelajaran simetri lipat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw. Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw menawarkan alternatif pembelajaran dengan suasana yang menyenangkan bagi siswa.

2. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa SD pada materi simetri lipat. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil postes siswa pada kelompok kontrol yakni 10,26 dalam rentang 1-20 dengan rata-rata kemampuan awal siswa adalah 8,91. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata data pretes dan data postes kelas kontrol dengan menggunakan uji-U dan menggunakan � =

5% two tailed didapatkan nilai P-value (Asymp.Sig.2-tailed) = 0,000. Karena yang diuji satu arah, maka 0,000 dibagi dua, sehingga hasilnya 0. Hasil yang diperoleh P-value < �, maka ditolak atau diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa kelas V di Kecamatan Cimalaka pada kelompok sedang secara signifikan. Berdasarkan hasil observasi kinerja guru di kelompok kontrol, didapatkan bahwa kinerja guru mencapai kriteria sangat baik. Itu artinya baik atau tidaknya pembelajaran konvensional bergantung kepada kinerja guru dalam melaksanakannya.

3. Kemampuan pemahaman matematis siswa pada materi simetri lipat yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat dari nilai gain pada kelompok eksperimen yakni 0,40 sedangkan gain pada kelompok kontrol yakni 0,13. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata data pretes dan data postes kelas eksperimen dengan menggunakan uji-U dan menggunakan � =

5% two tailed didapatkan nilai P-value (Asymp.Sig.2-tailed) = 0,000. Karena yang diuji satu arah, maka 0,000 dibagi dua, sehingga hasilnya 0,000. Hasil yang diperoleh P-value < �, maka ditolak atau diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman matematis siswa pada materi

84

materi simetri lipat yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih baik secara signifikan dari pada pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Hal itu menerangkan bahwa metode ceramah akan baik diterapkan jika dilaksanakan sesuai dengan prosedur. Begitu pula pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang baru akan baik diterapkan jika dilaksanakan sesuai dengan prosedur. Namun, dalam penelitian ini diketahui bahwa ada model pembelajaran yang lain yang lebih baik dari metode ceramah. Dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw. Faktor-faktor pendukung terlaksananya proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw di antaranya adalah kinerja guru yang maksimal, dan aktivitas siswa yang cenderung dalam kategori baik. Selain itu, terdapat faktor yang menghambat dalam pembelajaran simetri lipat menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw, yaitu keterbatasan ruangan kelas, sehingga guru sulit untuk melangkah dan membimbing kelompok karena jarak antar kelompok yang sempit, terutama dari faktor siswa yaitu temannya yang mengganggu saat belajar.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada bab IV, saran yang dapat diberikan untuk beberapa pihak di antaranya adalah sebagai berikut.

Dokumen terkait