• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

3. METODE PENELITIAN

3.5 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara membandingkan kandungan lemak dan komponen-komponen fatty acids pada ketiga spesies diatom (Chaetoceros gracilis, Skeletonema costatum, dan Thalassiosira sp.). Perbandingan tersebut digambarkan dengan menggunakan tabel dan grafik. Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dari perbandingan data dengan melakukan studi literatur.

21

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi Mikroalga

Mikroalga diekstrak dengan menggunakan metode ekstraksi soxhlet. Prinsip

soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru sehingga terjadi

ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut konstan dan pendingin balik. Pelarut yang

digunakan adalah pelarut yang memiliki titik didih yang rendah agar cepat menguap

sehingga tidak menyebabkan kerusakan pada alat dan bahan dan juga tidak

membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan satu sirkulasi ekstraksi (Ketaren,

1986).

Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi adalah luas permukaan

singgung zat pelarut dengan bahan yang akan diekstrak, lama proses ekstraksi,

jumlah bahan yang akan diekstrak, dan sifat zat pelarut maupun bahan (Maryanto,

1997). Pada penelitian ini bahan yang diekstrak dihaluskan untuk memperluas

permukaan singgung antara pelarut dengan bahan yang diekstrak. Berkaitan dengan

lama proses ekstraksi, maka proses ekstraksi dihentikan pada saat pelarut dalam

thimble berwarna bening dimana ini sebagai tanda lemak yang terdapat pada

mikroalga tersebut telah terekstrak seluruhnya. Karena lemak yang akan diekstrak

bersifat non polar maka pelarut yang digunakan harus memiliki polaritas yang sama

dengan lemak dan minyak tersebut sehingga lemak tersebut dapat larut. Lemak yang

dihasilkan adalah lemak kotor yaitu lemak yang terdiri dari natural lipid dan polar

lipid. Natural lipid terdiri dari trigliserida, waxe ester, hidrokarbon, free fatty acids

22

dan sterol. Sedangkan polar lipid terdiri dari komponen seperti phospholipids,

glicolipid, chlorophyll, dan carotenoids (Winaryo, 2009).

4.2 Persentase Kadar Lemak Diatom

Hasil penelitian menunjukan bahwa ketiga spesies diatom yang diekstrak

lemaknya memiliki kadar lemak yang berbeda. Perbedaan jenis pelarut juga

memberikan perbedaan kadar lemak pada ketiga spesies diatom. Data kadar lemak

dari ketiga spesies diatom menunjukan bahwa spesies Chaetoceros gracilis memiliki

kadar lemak tertinggi yaitu 10.17 % diekstrak dengan menggunakan pelarut n-

Heksan dan 12.36 % diekstrak dengan menggunakan pelarut kloroform. Spesies

Skeletonema costatum memiliki kadar lemak paling rendah yaitu 6.45 % diekstrak

dengan menggunakan pelarut n-Heksan dan 9.25 % menggunakan pelarut kloroform.

Kadar lemak dari spesies Thalassiosira sp. adalah 7.80 % menggunakan pelarut n-

Heksan dan 10.43 % menggunakan pelarut kloroform.

Skeletonema costatum memiliki laju pertumbuhan spesifik yang lebih tinggi

dibandingkan dua spesies lainnya yaitu 0.51 sedangkan Chaetoceros gracilis

memiliki laju pertumbuhan spesifik 0.27 (Triswanto, 2010). Lemak dari mikroalga

cenderung berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan, dan berbagai faktor

lingkungan juga dapat mempengaruhi proporsi relatif asam lemak dan total

kandungan lipid (Borowitzka, 1987). Jadi semakin tinggi laju pertumbuhan maka

semakin rendah kadar lemak dari mikroalga tersebut. Hal ini diduga pada saat laju

pertumbuhan kecil maka energi yang digunakan untuk tumbuh dikonversi untuk

produksi lemak sebagai cadangan makanan.

23

Berdasarkan hasil persentase kadar lemak dari pelarut n-Heksan dan

kloroform menujukan hasil yang berbeda, dimana pelarut kloroform lebih banyak

melarutkan lemak mikroalga. Ketika mikroalga diekstrak, maka semua lipid pada

mikroalga akan terikut sehingga beberapa jenis alga akan memperlihatkan ekstraksi

yang berwarna kehijauan pekat (Winaryo, 2009). Hasil ekstraksi pada penelitian ini

menunjukan alga yang diekstrak dengan menggunakan klorofom memperlihatkan

hasil ekstraksi yang berwarna hijau pekat. Hal ini disebabkan sifat kloroform yang

lebih polar dari n-Heksan sehingga komponen polar lipid seperti chlorophyll dan

phospolipid ikut terekstrak (Winaryo, 2009). Hasil dari persentase kadar lemak

ketiga spesies diatom dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase kadar lemak (%) ketiga spesies diatom dengan pelarut n-Heksan

dan klorofom

Pelarut

Skeletonema

costatum

Thalassiosira

sp.

Chaetoceros

gracilis

Ulangan

n-Heksan

5.99

7.34

10.39

1

6.61

7.92

10.11

2

6.75

8.14

9.99

3

6.45

7.80

10.17

Rata-rata

0.33

0.34

0.16

St. Dev

Kloroform

9.22

10.58

12.20

1

9.19

10.02

12.34

2

9.34

10.68

12.53

3

9.25

10.43

12.36

Rata-rata

0.07

0.29

0.14

St. Dev

24

4.3 Esterifikasi

Sebelum esterifikasi, dilakukan saponifikasi dengan alkali NaOH untuk

membentuk free fatty acids. Setelah itu esterifikasi dilakukan dengan mereaksikan

trigliserida dengan BF3 methanol menghasilkan fatty acids methyl esters (biodiesel)

dengan BF3 sebagai katalis. Katalis digunakan untuk meningkatkan laju reaksi dan

rendemen. Proses ini berlangsung pada suhu 60

0

C dengan pengadukan

menggunakan vortek, untuk meningkatkan frekuensi tumbukan reaktan (Christie,

1993). Proses ini merupakan reaksi dua arah, dimana trigliserida secara bertahap

diubah menjadi digliserida, dan kemudian metil esters (Gambar 5).

Sumber : (Christie, 1993)

25

4.4 Identifikasi Fatty Acids Methyl Esters (FAME) Mikroalga

Identifikasi fatty acids methyl esters mikroalga dilakukan dengan melihat

kromatogram senyawa metil ester asam lemak yang telah direkam selama 30 menit.

Karakteristik metil esters asam lemak yang muncul pada spectra massa dicirikan

dengan mass to charge ratio (m/z) 74. Selain itu juga dilihat berdasarkan molecular

peak yang menunjukan nilai bobot molekul senyawa metil esters asam lemak untuk

menentukan nomor karbon pada senyawa metil esters asam lemak.

Beberapa metil esters asam lemak yang paling dominan terdeteksi pada

diatom adalah metil palmitic (C

16:0

), metil myristic (C

14:0

), dan metil palmitoleic

(C16:1 ). Karakteristik metil palmitic (C16:0 ) pada diatom dideteksi berdasarkan base

peak (m/z) 270 (Gambar 6), selanjutnya diidentifikasi spectra massanya. Berbeda

dengan spectrum metil esters asam lemak jenuh, pada metil palmitoleic (C16:1 )

dideteksi berdasarkan base peak (m/z) 268 (Gambar 7). Terjadi pengurangan bobot

molekul dari 270 pada metil palmitic (C

16:0

) menjadi 268 pada metil palmitoleic

(C16:1 ). Hal ini menandakan adanya penambahan 1 ikatan rangkap, setiap

penambahan 1 ikatan rangkap terjadi pengurangan bobot molekul sebanyak 2 atom

dari bobot ikatan asam lemak jenuh sebelumnya (Christie, 2012). Perbedaan juga

terjadi pada ion molekul yang mendominasi pada spektra massa, pada asam lemak

jenuh puncak dasar dicirikan dengan mass to charge ratio (m/z) 74 sedangkan asam

lemak tak jenuh dengan satu ikatan rangkap memiliki puncak dasar dengan mass to

charge ratio (m/z) 55 (Christie, 2012).

26

Gambar 6. Spektra massa senyawa metil palmitic (C16:0 ) pada diatom.

Gambar 7. Spektra massa senyawa metil palmitoleic (C16:1 ) pada diatom.

4.4.1 Fatty Acids Methyl Esters (FAME) Mikroalga Chaetoceros gracilis

Karakteristik metil esters asam lemak dari mikroalga Chaetoceros gracilis

yang diekstrak dengan menggunakan pelarut klorofom terdeteksi berkisar antara C14

sampai C24 (Gambar 8). Metil esters ini terdiri atas 3 golongan asam lemak, yaitu

SAFA (Saturated fatty acids) 63.05 %, MUFA (Monounsaturated fatty acids) 34.01

%, dan PUFA (Polyunsaturated fatty acids) 2.94%. Kandungan metil esters asam

lemak SAFA terdiri atas metil myristic (C

14

) 20.66 %, metil pentadecanoic (C

15

)

1.61 %, metil palmitic (C16 ) 33.29 %, metil stearic (C18 ) 4.64 %, metil arachidic

(C20 ) 0.30 %, metil behenic (C22 ) 0.43 %, dan metil lignoceric (C24 ) 0.69 %,

100 200 300 400 500 600 0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 % 74 87 55 75 143 8397 171 227 270 53 100 200 300 400 500 600 0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 % 55 69 74 81 54 110 152 236 75 194 268

55

[M]

+

[M]

+

74

m/z

m/z

27

dengan demikian kandungan SAFA terbesar adalah C

16

dan C

14

. Kandungan metil

ester asam lemak MUFA terdiri atas metil palmitoleic (C16:1) 31.00 %, dan metil

oleic (C18:1) 2.63 %.

Karakteristik metil esters asam lemak dari mikroalga Chaetoceros gracilis

yang diekstrak dengan menggunakan pelarut heksan terdeteksi berkisar antara C13

sampai C

24

(Gambar 9). Metil esters ini terdiri atas 2 golongan asam lemak, yaitu

SAFA 44.44 %, dan MUFA 56.42 %. Kandungan metil esters asam lemak SAFA

terdiri atas metil tridecylic (C13) 0.32 %, metil myristic (C14) 10.39 %, metil

pentadecylic (C

15

) 3.57 %, metil palmitic (C

16

) 15.44 %, metil margaric (C

17

) 0.71

%, metil stearic (C18 ) 9.09 %, metil arachidic (C20 ) 0.69 %, metil behenic (C22 )

1.83 %, dan metil lignoceric (C

24

) 1.52 %, dengan demikian kandungan SAFA

terbesar adalah C16 dan C14. Kandungan metil ester asam lemak MUFA terdiri atas

metil palmitoleic (C16:1) 49.42 %, dan metil oleic (C18:1) 6.14 %.

Berdasarkan penelitian Renaud et al. (2002) in Hu et al. (2008) kandungan

asam lemak Chaetoceros sp. terdiri atas asam myristic (C14) 23.60 %, asam palmitic

(C

16

) 9.20 %, asam palmitoleic (C

16:1

) 36.50 %, asam hexadecadienoic (C

16:2

) 6.9 %,

asam hexadecatrienoic (C16:3) 2.60 %, asam margaric (C17 ) 2 %, dan asam oleic

(C18:1) 3 %. Kandungan asam lemak paling dominan pada Chaetoceros gracilis yang

dipanen pada fase stasioner adalah asam palmitic (C

16

) 32.83 %, asam myristic (C

14

)

20.32 %, dan asam oleic (C18:1) 31.05 % (Pratiwi et al., 2009).

Mikroalga yang diekstrak dengan pelarut heksan menunjukan perbedaan

dengan mikroalga yang diekstrak dengan menggunakan pelarut klorofom, dimana

28

pada pelarut heksan terdeteksi metil tridecyclic dan metil margaric sedangkan pada

pelarut klorofom tidak terdeteksi kedua metil asam lemak tersebut. Perbedaan juga

terjadi pada kadar SAFA dan MUFA mikroalga Chaetoceros gracilis, pada pelarut

klorofom kadar SAFA dan MUFA berturut-turut 63.05 % dan 34.01 %, sedangkan

pada pelarut heksan kadar SAFA dan MUFA adalah sebesar 44.44 % dan 56.42 %.

4.4.2 Fatty Acids Methyl Esters (FAME) Mikroalga Skeletonema costatum

Karakteristik metil esters asam lemak dari mikroalga Skeletonema costatum

yang diekstrak dengan menggunakan pelarut klorofom terdeteksi berkisar antara C

13

sampai C24 (Gambar 10). Metil esters ini terdiri atas 3 golongan asam lemak, yaitu

SAFA 68.31 %, MUFA 29.59 %, dan PUFA 2.10 %. Kandungan metil esters asam

lemak SAFA terdiri atas metil tridecylic (C

13

) 0.52 %, metil myristic (C

14

) 41.46 %,

metil pentadecylic (C15 ) 2.27 %, metil palmitic (C16 ) 22.36 %, metil margaric (C17 )

0.28 %, metil stearic (C

18

) 0.88 %, metil behenic (C

22

) 0.16 %, dan metil lignoceric

(C24 ) 0.38 %, dengan demikian kandungan SAFA terbesar adalah C14 dan C16.

Kandungan metil ester asam lemak MUFA terdiri atas metil palmitoleic (C16:1) 26.68

%, dan metil oleic (C

18:1

) 2.91 %. Kandungan metil ester asam lemak PUFA terdiri

atas metil hexadecadienoic (C16:2) 2.10 %.

Karakteristik metil esters asam lemak dari mikroalga Skeletonema costatum

yang diekstrak dengan menggunakan pelarut heksan terdeteksi berkisar antara C10

sampai C25 (Gambar 11). Metil esters ini terdiri atas 2 golongan asam lemak, yaitu

29

5.0

7.5

10.0

12.5

15.0

17.5

20.0

22.5

25.0

27.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

(x10,000,000)

TIC

Gambar 8. Total ionic current metil esters asam lemak diatom Chaetoceros gracilis dengan pelarut klorofom

C24 C22 C18 C18:1 C16 C16:1 C15 C14

30

5.0

7.5

10.0

12.5

15.0

17.5

20.0

22.5

25.0

27.5

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

(x10,000,000)

TIC

Gambar 9. Total ionic current metil esters asam lemak diatom Chaetoceros gracilis dengan pelarut heksan

C24 C22 C20 C18 C16 C16:1 C14 C15 C13

31

SAFA 63.40 %, dan MUFA 36.60 %. Kandungan metil esters asam lemak SAFA

terdiri atas metil capric (C10) 0.40 %, metil lauric (C12) 1.97 %, metil tridecylic (C13)

4.20 %, metil myristic (C14) 14.37 %, metil pentadecylic (C15 ) 11.38 %, metil

palmitic (C

16

) 12.83 %, metil margaric (C

17

) 1.65 %, metil stearic (C

18

) 6.63 %,

metil arachidic (C20 ) 0.92 %, metil behenic (C22 ) 2.17 %, metil tricocylic (C23 )

0.38 %, metil lignoceric (C

24

) 6.01 %, dan metil pentacocylic (C

25

) 0.49 %, dengan

demikian kandungan SAFA terbesar adalah C14 dan C16. Kandungan metil ester

asam lemak MUFA terdiri atas metil palmitoleic (C16:1) 31.15 %, metil oleic (C18:1)

4.73 %, dan metil nervonic (C

24:1

) 0.72 %,

Servel et al. (1993) dalam Winaryo (2009) menyatakan bahwa kandungan

asam lemak paling dominan dari spesies Skeletonema costatum terdiri atas asam

palmitic (C16 ) 16.50 %, asam myristic (C14) 16.50 %, dan asam arachidic (C20:5 )

40.70 %. Selain itu juga berdasarkan penelitian Berge (1995) kandungan utama

(PUFA) diatom Skeletonema costatum terdiri atas C

16:1

, C

16:2

, C

16:3

, dan C

20:5

.

Mikroalga yang diekstrak dengan pelarut heksan menunjukan perbedaan

dengan mikroalga yang diekstrak dengan menggunakan pelarut klorofom, dimana

pada pelarut heksan terdeteksi metil capric, lauric, arachidic, tricocylic, dan

pentacocylic, sedangkan pada pelarut klorofom tidak terdeteksi metil asam lemak

tersebut. Perbedaan juga terjadi pada kadar SAFA, MUFA, dan PUFA mikroalga

Skeletonema costatum, pada pelarut klorofom kadar SAFA, MUFA, dan PUFA

berturut-turut 68.31 %, 29.59 %, dan 2.10 %, sedangkan pada pelarut heksan kadar

32

SAFA dan MUFA adalah sebesar 63.40 % dan 36.60 %, dan untuk kadar PUFA

tidak terdeteksi.

4.4.3 Fatty Acids Methyl Esters (FAME) Mikroalga Thalassiosira sp.

Karakteristik metil esters asam lemak dari mikroalga Thalassiosira sp. yang

diekstrak dengan menggunakan pelarut klorofom terdeteksi berkisar antara C14

sampai C

24

(Gambar 12). Metil esters ini terdiri atas 3 golongan asam lemak, yaitu

SAFA (Saturated fatty acids) 67.22 %, MUFA 31.89 %, dan PUFA 0.89 %.

Kandungan metil esters asam lemak SAFA terdiri atas metil myristic (C

14

) 20.93 %,

metil pentadecylic (C15 ) 9.13 %, metil palmitic (C16 ) 34.17 %, metil margaric (C17 )

0.96 %, metil stearic (C18 ) 0.80 %, dan metil lignoceric (C24 ) 1.23 %, dengan

demikian kandungan SAFA terbesar adalah C

14

dan C

16

. Kandungan metil ester

asam lemak MUFA adalah metil palmitoleic (C16:1) 31.89 %. Kandungan metil ester

asam lemak PUFA terdiri atas metil hexadecadienoic (C

18:2

) 0.89 %.

Karakteristik metil esters asam lemak dari mikroalga Thalassiosira sp. yang

diekstrak dengan menggunakan pelarut heksan terdeteksi berkisar antara C12 sampai

C

25

(Gambar 13). Metil esters ini terdiri atas 3 golongan asam lemak, yaitu SAFA

50.43 %, MUFA 48.38 %, dan PUFA 1.19 %.

33

5.0

7.5

10.0

12.5

15.0

17.5

20.0

22.5

25.0

27.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

(x10,000,000)

TIC

Gambar 10. Total ionic current metil esters asam lemak diatom Skeletonema costatum dengan pelarut klorofom

C24 C22 C18 C18:1 C17 C16 C16:1 C15 C14 C13

34

5.0

7.5

10.0

12.5

15.0

17.5

20.0

22.5

25.0

27.5

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

(x10,000,000)

TIC

Gambar 11. Total ionic current metil esters asam lemak diatom Skeletonema costatum dengan pelarut heksan

C25 C24 C23 C22 C21 C20 C18 C18:1 C17 C16 C16:1 C15 C14 C13 C12 C10

35

Kandungan metil esters asam lemak SAFA terdiri atas metil lauric (C

12

) 0.36 %,

metil tridecylic (C13) 0.52 %, metil myristic (C14) 11.15 %, metil pentadecylic (C15 )

13.96 %, metil palmitic (C16 ) 16.64 %, metil margaric (C17) 2.00 %, metil stearic

(C

18

) 1.88 %, metil behenic (C

22

) 0.49 %, metil lignoceric (C

24

) 3.26 %, dan metil

pentacocylic (C25 ) 0.17 %, dengan demikian kandungan SAFA terbesar adalah C15

dan C

16

. Kandungan metil ester asam lemak MUFA terdiri atas metil myristoleic

(C14:1) 0.38 %, metil pentadecenoic (C15:1) 0.62 %, metil palmitoleic (C16:1) 44.72 %,

dan metil oleic (C18:1) 2.66 %. Berdasarkan penelitian Pratoomyot et al. (2005)

kandungan asam lemak paling dominan pada Thalassiosira sp. yang dipanen pada

fase stasioner adalah asam palmitic (C16 ) 20.67 %, asam myristic (C14) 6.37 %, dan

asam palmitoleic (C

16:1

) 42.02 %.

Thalassiosira sp. yang diekstrak dengan pelarut heksan menunjukan

perbedaan dengan mikroalga yang diekstrak dengan menggunakan pelarut klorofom,

dimana pada pelarut heksan terdeteksi metil lauric, tridecylic, behenic, dan

pentacocylic, sedangkan pada pelarut klorofom tidak terdeteksi metil asam lemak

tersebut. Perbedaan juga terjadi pada kadar SAFA (Saturated fatty acids), MUFA

(Monounsaturated fatty acids), dan PUFA (Polyunsaturated fatty acids) mikroalga

Thalassiosira sp., pada pelarut klorofom kadar SAFA, MUFA, dan PUFA berturut-

turut 67.22 %, 31.89 %, dan 0.89 %, sedangkan pada pelarut heksan kadar SAFA,

MUFA dan PUFA berturut-turut sebesar 50.43 %, 48.38 %, dan 1.19 %.

36

5.0

7.5

10.0

12.5

15.0

17.5

20.0

22.5

25.0

27.5

0.00

0.25

0.50

0.75

1.00

(x10,000,000)

TIC

Gambar 12. Total ionic current metil esters asam lemak diatom Thalassiosira sp. dengan pelarut klorofom

C18 C17 C16 C16:1 C15 C14 C24

37

5.0

7.5

10.0

12.5

15.0

17.5

20.0

22.5

25.0

27.5

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

(x10,000,000)

TIC

Gambar 13. Total ionic current metil esters asam lemak diatom Thalassiosira sp. dengan pelarut heksan

C25 C24 C22 C18 C18:1 C18:2 C17 C16 C16:1 C15 C14 C14:1 C13 C12

38

4.5 Kandungan SAFA, MUFA, dan PUFA pada Ketiga Spesies Diatom

Kandungan SAFA pada spesies Skeletonema costatum berkisar antara 63.40

% sampai 68.31 %, kandungan MUFA berkisar antara 29.59 % sampai 36.60 %, dan

kandungan PUFA berkisar antara 0 % sampai 2.1 %. Kandungan SAFA pada

spesies Chaetoceros gracilis berkisar antara 44.44 % sampai 63.05 %, kandungan

MUFA berkisar antara 34.01 % sampai 52.92 %, dan kandungan PUFA berkisar

antara 2.64 % sampai 2.94 %. Kandungan SAFA pada spesies Thalassiosira sp.

berkisar antara 50.43 % sampai 67.22 %, kandungan MUFA berkisar antara 31.89 %

sampai 48.38 %, dan kandungan PUFA berkisar antara 0.89 % sampai 1.19 %.

Secara umum SAFA adalah kandungan paling dominan pada ketiga jenis

diatom, hal ini serupa dengan penelitian Tonon et al. (2002) dalam Pratiwi et al.

(2009) dimana SAFA adalah asam lemak paling dominan dibandingkan MUFA dan

PUFA. Kandungan total SAFA, MUFA, dan PUFA dalam mikroalga dapat diubah

dengan mengubah kondisi lingkungan dan media kultur (Mansour et al., 2003;

Rousch et al., 2003). Suhu lingkungan yang rendah dapat meningkatkan sintesis

asam lemak tak jenuh, karena pada suhu rendah ketersediaan oksigen di dalam sel

meningkat, dengan meningkatnya ketersediaan oksigen dapat membantu

39

4.6 Perbandingan Fatty Acids Methyl Esters (FAME) pada Ketiga Spesies

Fatty Acids Methyl Esters (FAME) yang terdeteksi dari ketiga spesies diatom

berkisar antara C10 sampai C25 (Tabel 5). Kandungan yang paling dominan terdeteksi

adalah metil myristic (C

14:0

), metil palmitic (C

16:0

), dan metil palmitoleic (C

16:1

),

sedangkan kandungan terkecil yang terdeteksi adalah metil undecyclic (C11 ).

Kandungan FAME paling dominan yang diekstrak dengan menggunakan klorofom

pada ketiga spesies yaitu ; metil ester palmitic (C16 ) pada spesies Chaetoceros

gracilis dan Thalassiosira sp.,danmetil ester myristic (C14) pada spesies

Skeletonema costatum. Sedangkan FAME paling dominan yang diekstrak dengan

menggunakan heksan yaitu metil ester palmitoleic (C16:1 ) pada ketiga spesies.

Menurut Borowitzka dan Borowitzka (1988) kandungan mayor dari asam

lemak Bacillariophyceae (diatom) terdiri atas asam palmitic (C16:0 ), hexadecenoic

(C16:1) dan polynoic (C20), sedangkan kandungan minor adalah asam linoleic (C20).

Penelitian Pratoomyot (2005) juga menyatakan bahwa kandungan utama asam lemak

pada Bacillariophyceae (diatom) adalah C16:1, C16:0, dan C20:5. Hal ini sesuai

dengan data FAME diatas yang menyatakan bahwa kandungan asam palmitic (C

16:0

)

dan palmitoleic (C16:1) merupakan kandungan utama asam lemak pada

Bacillariophyceae (diatom).

Trigliserida diproduksi oleh spesies/strain spesifik yang pada akhirnya

dikendalikan oleh susunan genetik dari individu organisme, Mikroalga

memproduksi trigliserida dalam jumlah yang kecil dibawah pertumbuhan optimal

atau pada kondisi lingkungan yang menguntungkan (Hu et al., 2008). Sintesis dan

40

tingginya akumulasi trigliserida yang disertai dengan perubahan yang cukup besar

pada komposisi asam lemak, terjadi pada saat mikroalga mengalami kondisi stress

baik secara rangsangan kimia dan fisik. Rangsangan kimia yang utama adalah

pemiskinan nutrient sedangkan rangsangan fisik utama adalah temperatur dan

intensitas cahaya. Selain itu fase pertumbuhan mikroalga juga mempengaruhi

trigliserida dan komposisi asam lemak mikroalga.

Nutrient yang paling mempengaruhi metabolisme lipid dalam mikroalga

adalah nitrogen, dengan pembatasan nitrogen terjadi akumulasi kandungan

trigliserida (Hu et al., 2008). Pada diatom silikon merupakan nutrisi yang sama

pentingnya dengan nitrogen dalam mempengaruhi metabolisme lipid, Ketika

kekurangan silikon proporsi Saturated Fatty Acids (SAFA) dan Monounsaturated

Fatty Acids (MUFA) meningkat (Hu et al., 2008). Pembatasan fosfor juga dapat

meningkatkan kandungan trigliserida pada spesies Chaetoceros Sp.

(Bacillariophyceae), I. Galbana (Prymnesiophyceae), tetapi terjadi penurunan

kandungan pada Nannochlorosis atomus (Chlorophyta) dan Tetraselmis sp.

(Prasinophyceae) (Hu et al., 2008).

Suhu dan intensitas cahaya juga mempengaruhi komposisi asam lemak dari

mikroalga. Menurunnya suhu akan meningkatkan asam lemak tidak jenuh

sedangkan apabila suhu ditingkatkan akan meningkatkan asam lemak jenuh pada

mikroalga. Intensitas cahaya rendah akan menginduksi pembentukan polar lipid

terutama yang berkaitan dengan kloroplas sedangkan apabila intensitas cahaya tinggi

akan meningkatkan kandungan neutral lipid terutama trigliserida (Hu et al., 2008).

41

Tabel 5. Komposisi fatty acid methyl esters (FAME) dari diatom (persentase dari

total fatty acids)

FAME

Chaetoceros gracilis Skeletonema costatum Thalassiosira sp. Klorofom Heksan Klorofom Heksan Klorofom Heksan

C10:0

0.11 0.52 0.4

C11:0

0.07

C12:0

1.97 0.36

C13:0

0.34 4.2 0.52

C14:0

20.72 10.39 41.46 14.37 20.93 11.15

C14:1

0.38

C14:2

C15:0

1.62 3.57 2.27 11.38 9.13 13.96

C16:0

33.41 15.44 22.36 12.83 34.17 16.64

C16:1

32.61 49.42 26.68 31.15 31.89 44.72

C16:2

2.76 2.56 2.1

C16:3

C17:0

0.71 0.28 1.65 0.96 2

C18:0

4.65 9.09 0.88 6.63 0.8 1.88

C18:1

2.63 6.14 2.91 4.73 0.89 2.66

C18:2

1.19

C18:3

C19:0

C20:0

0.3 0.86 0.92

C20:1

C20:2

C21:0

C22:0

0.43 1.83 0.16 2.17 0.49

C22:1

C22:2

C23:0

0.38

C24:0

0.69 1.52 0.38 6.01 1.23 3.26

C24:1

0.72

C25:0

0.49 0.17

42

4.7 Pengaruh Fatty Acids Methyl Esters (FAME) pada Biodiesel

Komposisi kimia biodiesel dan fosil diesel sangat jauh berbeda. Fosil diesel

biasanya terdiri dari hidrokarbon aromatik 30-35%, parafin 65-70%, dan trace

olefins yang sebagian besar berada pada kisaran C

10

dan C

16

. Sedangkan biodiesel

mengandung C16 dan C18 metil ester asam lemak dengan satu sampai tiga ikatan

rangkap per molekul (Mittelbach dan Remschmidt, 2006).

Beberapa parameter biodiesel seperti densitas, bilangan setana, dan

kandungan sulfur dipengaruhi oleh jenis minyak yang digunakan. Perbedaan

densitas dipengaruhi oleh komposisi asam lemak dan kemurnian bahan baku.

Densitas akan meningkat seiring dengan penurunan panjang rantai karbon dan

peningkatan jumlah ikatan rangkap pada asam lemak, jadi semakin tidak jenuh

minyak yang digunakan maka densitas akan semakin tinggi (Mittelbach dan

Remschmidt, 2006). Sama halnya dengan densitas, bilangan setana biodiesel

dipengaruhi oleh komposisi metil ester asam lemak penyusun biodiesel. Semakin

tidak jenuh asam lemak metil ester yang terkandung dalam minyak maka semakin

rendah bilangan setana. Semakin rendah bilangan setana semakin rendah pula

kualitas penyalannya. Selain asam lemak tak jenuh, panjang rantai karbon yang

menyusun asam-asam lemak juga mempengaruhi bilangan setana (Mittelbach dan

Remschmidt, 2006). Hasil penelitian Gorpinath et al. (2009) in Tazora (2011)

menyatakan bahwa asam stearat (C18:0) memiliki bilangan setana 85.9, asam palmitat

(C

18:0

) 76.6, asam miristat (C

14:0

) 66.9, asam laurat (C

12:0

) 61.1, asam oleat (C

18:0

)

56.9, asam linoleat (C18:2) 39.2, dan asam linolenat (C18:3) 28.

43

Berdasarkan hasil penelitian, kandungan fatty acids methyl esters pada ketiga

spesies dapat mempengaruhi densitas dan bilangan setana biodiesel yang dihasilkan.

Kandungan SAFA tertinggi terdapat pada spesies Skeletonema costatum, sehingga

dapat disimpulkan Skeletonema costatum memiliki densitas biodiesel yang lebih

rendah, sedangkan spesies Chaetoceros gracilis memiliki kandungan MUFA dan

PUFA yang lebih besar sehingga memiliki densitas biodiesel yang lebih tinggi.

Berbeda dengan densitas, bilangan setana berkaitan dengan kandungan SAFA,

semakin tinggi kandungan SAFA semakin tinggi bilangan setana. Dapat

disimpulkan spesies Skeletonema costatum memiliki bilangan setana yang lebih

tinggi dari ketiga spesies, sedangkan Chaetoceros gracilis memiliki bilangan setana

yang lebih rendah dari ketiga spesies.

44

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kandungan lipid tertinggi baik menggunakan klorofom maupun heksan terdapat pada spesies Chaetoceros gracilis sedangkan kandungan lipid terendah terdapat pada spesies Skeletonema costatum. Perbedaan pelarut juga memberikan perbedaan kandungan lipid yang diperoleh dimana pelarut klorofom memberikan kandungan lipid yang lebih besar dibandingkan pelarut heksan.

Kandungan Fatty Acids Methyl Esters (FAME) tertinggi pada spesies Chaetoceros gracilis adalah metil palmitic (C16:0 ) ekstraksi dengan pelarut klorofom dan metil palmitoleic (C16:1) ekstraksi dengan pelarut heksan. FAME tertinggi pada spesies Skeletonema costatum adalah metil palmitoleic (C16:1) ekstraksi dengan pelarut heksan dan metil myristic (C14:0) ekstraksi dengan pelarut klorofom. FAME tertinggi pada spesies Thalassiosira sp. adalah metil palmitic (C16:0) ekstraksi dengan pelarut klorofom dan metil palmitoleic (C16:1) ekstraksi dengan pelarut Heksan.

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini adalah pelarut yang digunakan untuk ekstraksi sebaiknya non polar sehingga neutral lipid diekstrak dengan baik, penelitian selanjutnya perlu dilakukan pencampuran pelarut antara heksan dan klorofom untuk mendapatkan kandungan lipid optimum.

45

Dokumen terkait