• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODE PENELITIAN

3.3. Analisis Data

Nisbah kelamin digunakan untuk melihat perbandingan ikan jantan dan ikan betina yang ada pada suatu perairan. Untuk mencari nisbah kelamin dapat menggunakan rumus berikut:

(1)

P adalah proporsi ikan (jantan atau betina), n adalah jumlah jantan atau betina dan N adalah jumlah total ikan (jantan & betina)

3.3.2. Tingkat kematangan gonad

Tabel 3. Penentuan TKG secara morfologi menggunakan modifikasi dari Cassie (Effendie 2002) .

TKG Betina Jantan I Ovari seperti benang, panjangnya

sampai ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin

Testes seperti benang,warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh II Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari

kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas

Ukuran testes lebih besar, pewarnaan seperti susu

III Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat

Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar

IV Ovari makin besa, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut

Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal

V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan

Testes bagian belakang kempis dan dibagian dekat pelepasan masih berisi

Pengamatan gonad ikan contoh dapat menduga jenis kelamin ikan. Penentuan TKG menggunakan klasifikasi kematangan gonad yang telah ditentukan secara morfologi dan histologi. Secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot

gonad, serta perkembangan isi gonad. Secara histologi berdasarkan anatomi gonad secara mikroskopik (Tabel 3).

3.3.3. Sebaran frekuensi panjang

Data yang digunakan dalam penentuan distribusi frekuensi panjang adalah data panjang total ikan pepetek yang ditangkap di Cilincing Teluk Jakarta. Tahap untuk menganalisis data frekunsi panjang adalah:

a) Menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan b) Menentukan lebar selang kelas

c) Menentukan selang frekuensi dan memasukkan frekuensi masing-masing kelas dengan memasukkan panjang masing-masing ikan contoh pada panjang selang ikan yang ditentukan.

Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas yang sama kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Pada grafik tersebut dapat dilihat sebuah pergeseran distribusi kelas panjang setiap bulannya. Pergeseran sebaran kelas panjang menggambarkan jumlah kelompok umur yang ada (kohort). Bila terjadi pergeseran modus distribusi frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kohort.

3.3.4. Identifikasi kelompok umur

Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan pepetek. Data frekuensi panjang dianalisis dengan mengunakan metode yang terdapat dengan program FISAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool) yaitu metode NORMSEP (Normal Separation). Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata dan simpangan baku.

Menurut Boer (1996), jika fi adalah frekuensi ikan kedalam kelas panjang ke-i (i = 1,2,…,N), µj adalah rata-rata panjang kelompok ke-j, σj adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan pi adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j = 1,2,…,G), maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {µj, σj ,pj) adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum Likelihood function) dengan persamaan sebagai berikut :

(2)

yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µj dan simpangan baku σj. xi merupakan titik tengah dari kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj, σj ,pj sehingga diperoleh dugaan µj, σj ,pj yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan.

Dalam penggunaan metode NORMSEP sangat diperhatikan nilai indeks separasi. Menurut Hasselblad (1996), McNew & Summerfelt (1978) serta Clark (1981) in Sparre & Venema (1999) menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan. Apabila indeks separasi kurang dari dua (<2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok ukuran karena akan terjadi tumpang tindih dengan kedua kelompok ukuran tersebut.

3.3.5. Pertumbuhan

3.3.5.1. Hubungan panjang bobot

Analisis pola pertumbuhan ikan pepetek menggunakan hubungan panjang dengan rumus sebagai berikut (Effendie 2002):

W = (3)

Untuk mendapatkan persamaan linear atau garis lurus di gunakan persamaan sebagai berikut :

Log W = Log a + b Log L (4)

untuk mendapatkan parameter a dan b digunakan analisis regresi dengan Log W sebagai ‘y’ dan Log L sebagai ‘x’, maka dapat didapatkan regresi sebagai berikut:

untuk menguji nilai b = 3 melawan b < 3 atau b < 3 dilakukan uji-t (uji parsial) dengan hipotetis :

H0 : b = 3, hubungan panjang dan bobot adalah isometrik

H1 : b < 3, hubungan panjang dan bobot adalah allometrik negatif atau, b > 3, hubungan panjang dan bobot adalah allometrik positif

W adalah bobot, L adalah panjang, Log a adalah intersep (perpotongan kurva hubungan panjang bobot dengan sumbu y), b adalah penduga pola pertumbuhan panjang-bobot.

Hipotesis yang digunakan adalah bila b=3 maka disebut isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan bobot). Jika b<3 disebut allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan) dan bila b>3 allometrik positif (pola pertumbuhan bobot lebih dominan) (Effendie 2002).

(6)

(7)

b1 adalah Nilai b (dari hubungan panjang bobot), b0 adalah 3, Sb1 adalah simpangan koefisien

Bandingkan nilai thitung dan nilai ttabel pada selang kepercayaan 95%. Selanjutnya untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan pepetek, maka kaidah keputusan yang diambil adalah :

thitung > ttabel : tolak hipotesis H0 thitung < ttabel : gagal tolak hipotesis H0

3.3.5.2. Faktor kondisi

Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan bobot. Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup maupun

reproduksi. Jika pertumbuhan ikan pepetek termasuk pertumbuhan isometrik (b=3), maka nilai faktor kondisi (K) dapat dihitung dengan rumus berikut (Effendie 2002):

(8)

K adalah faktor kondisi, W adalah bobot ikan contoh (gram), L adalah panjang ikan contoh (mm), a dan b adalah konstanta regresi. Jika pertumbuhan bersifat allometrik positif umumnya ikan diamati lebih gemuk dibandingkan ikan yang bertipe allometrik negatif.

3.3.5.3. Parameter pertumbuhan (L∞,K, dan t0)

Plot Ford Walford merupakan salah satu metode yang paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dari persamaan Von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang tetap. Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy (King 1995).

(9) atau,

(10)

Lt adalah Panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L adalah Panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu), t0 adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol. Untuk t sama dengan t+1, persamaaan (11) menjadi:

(11)

(12)

dengan mendistribusikan persamaan (10) ke (12), di peroleh

(13)

atau,

(14)

Lt dan Lt+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan t+1 yang merupakan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (1 =tahun, bulan, atau minggu) (Pauly 1984). Persamaan (14) dan (15) dapat diduga dengan persamaan regresi linear y = b0 + b1x, jika Lt sebagai absis (x) di plotkan terhadap Lt+1 sebagai ordinat (y) sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama dengan e-K dan titik potong dengan absis sama dengan L[1-e-K]. Nilai K dan L di peroleh dengan cara sebagai berikut:

K = -ln (b) (15)

dan

(16)

Umur secara teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat di duga secara terpisah menggunakan persamaan empiris pauly (Pauly 1980 in Sparee & Venema) sebagai berikut.

Log (-t0) = 0.3922-0.2752 (Log L∞) – 1.038 (Log K) (17)

3.3.6. Mortalitas dan laju eksploitasi

Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) dengan langkah-langkah sebagai berikut.

Langkah 1 : mengkonversikan data panjang ke data umur denagn mengunakan inverse persamaan Von Bertalanffy.

(18)

Langkah 2 : menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari panjang L1 ke L2 (t)

(19)

Langkah 3 : menghitung (t+t/2)

(20)

Langkah 4 : menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinearkan yang dikonversikan ke panjang

(21)

persamaan (20) adalah bentuk persamaan linear dengan kemiringan (b) = -Z

Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut.

Ln M = - 0.0152-0.279*Ln L + 0.6543*Ln K + 0.463*Ln T (22)

M adalah mortalitas alami, L adalah panjang asimsotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, T adalah rata-rata suhu permukaan air (0C).

Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan :

F = Z – M (24)

Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortaliatas total (Z) (Pauly 1984) :

(25)

Laju mortalitas penangkapn (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland (1971) in Pauly (1984) adalah:

Foptimum = M dan Eoptimum = 0.5 (26)

3.3.7. Analisis ketidakpastian hasil tangkapan

Analisis ketidakpastian dalam perikanan mengikuti hukum peluang dimana terdapat kemungkinan berhasil atau gagal dalam menghasilkan tangkapan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya upaya serta harga (price) dari ikan hasil tangkapan. Analisis ketidakpastian dilakukan dengan menggunakan Kaidah Bayes yang menggunakan probabilitas bersyarat sebagai dasarnya. Teorema Bayes dijelaskan dalam Walpole (1993) , yaitu:

Jika kejadian-kejadian B1, B2, …, Bk merupakan kejadian yang saling terpisah yang gabungannya ruang contoh S dengan P(Bi) ≠ 0 untuk i = 1, 2, …, k, maka untuk sembarang kejadian A yang bersifat:

untuk r = 1,2,…,k

Metode Bayes merupakan metode yang baik dalam pembelajaran berdasarkan data training, dengan menggunakan probabilitas bersyarat sebagai dasarnya. Metode Bayes hanya bisa digunakan untuk persoalan klasifikasi dengan supervised learning dan data-data kategorikal. Metode Bayes memerlukan pangetahuan awal untuk mengambil suatu keputusan. Tingkat keberhasilan metode ini sangat tergantung pada pengetahuan awal yang diberikan.

Dalam menganalisis ketidakpastian ini digunakan alat bantu berupa perangkat lunak Crystall ball yang berbasis aplikasi spreadsheet suite untuk model prediksi, ramalan, simulasi dan optimasi. Menggunakan Crystall ball dapat membuat keputusan taktis yang tepat untuk mencapai tujuan dan mendapatkan keunggulan kompetitif pada kondisi pasar paling tidak pasti. Crystall ball dapat membantu menganalisis resiko dan ketidakpastian yang terkait dengan model speedshet, suite meliputi analisis simulasi Monte Carlo (Crystall ball), time-series paramalan (CB Prediction), dan optimisasi (Opt Quest) serta pengembangan antar muka kostum dan proses (Goldman 2002 in Wardani 2010).

Dokumen terkait